Anda di halaman 1dari 18

BAB I

DEFINISI

A. Latar Belakang
Asuhan Gizi memiliki peran penting dalam proses penyembuhan pasien. Dari
penelitian yang dilakukan, ditemukan jumlah pasien yang mengalami malnutrisi cukup
tinggi, hasil penelitian menunjukkan angka 50% pasien yang akan dirawat sudah
menderita malnutrisi, bahkan 10% diantaranya sudah menderita malnutrisi berat.
Pengalaman di Negara maju telah membuktikan bahwa malnutrisi di rumah sakit
merupakan masalah yang kompleks dan dinamik. Mengingat pemenuhan gizi terhadap
pasien berpengaruh terhadap proses penyembuhan suatu penyakit dan berdampak pada
lamanya hari rawat, serta kualitas hidup seseorang, maka pengelolaan gizi di RSIA
Kusuma Pradja Semarang menjadi salah satu hal yang menjadi perhatian serius dan
perlu dilakukan tindak lanjut.
Kemajuan IPTEK kedokteran dan gizi menghasilkan kemajuan metode asuhan
gizi di rumah sakit, mulai dari pipa nasogastric, nasoduodenal, nasojejunal hingga
gotrostomi dan enterostomi, serta dari nutrisi parenteral perifer hingga sentral.
Tersedianya formula enteral dan parental yang memungkinkan pemberian gizi yang
adekuat bagi sebagian besar pasien pada keadaan malnutrisi. Tingginya prevalensi
malnutrisi dan komplikasi pasien dengan malnutrisi menyebabkan perlunya pelayanan
gizi melalui pendekatan multidisiplin dalam tim gizi.
Terapi gizi meliputi beberapa langkah, yaitu asesemen, diagnosis, intervensi dan
monitoring. Proses asesmen didahului dengan proses skrining pada awal pasien
memasuki IGD atau klinik Rawat Jalan untuk mengidentifikasi pasien malnutrisi dan
yang berisiko malnutrisi. Asesmen gizi dilakukan untuk pasien malnutrisi maupun
pasien yang berisiko malnutrisi sehingg dapat ditentukan masalah gizi yang mendasari
dari dapat dilakukan intervensi yang sesuai dengan masalah gizi,
Asuhan Gizi adalah serangkaian kegiatan yang terorganisir/terstruktur yang
memungkinkan untuk identifikasi kebutuhan gizi dan penyediaan asuhan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Terapi gizi meliputi beberapa langkah, yaitu asesmen,
diagnosis, intervensi dan monitoring. Adapun yang dimaksud asesmen gizi adalah
kegiatan mengumpulkan semua data yang berkaitan dengan pengambilan keputusan
antara lain riwayat gizi, riwayat personal, hasil laboraturium, antropometri, hasil
pemeriksaan fizik klini, diet order dan perkiraan kebutuhan zat gizi.

Panduan Assesmen Gizi Halaman 1


Pelayanan asuhan gizi di RSIA Kusuma Pradja dilaksanakan secara
terkoordinasi antara Dokter Penanggung jawab Pelayanan bersama nutrisionis/dietisien
dan perawat. Upaya peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam
maupun di luar rumah sakit, merupakan tugas dan tanggungjawab tenaga kesehatan,
terutama tenaga gizi.

B. Tujuan dan sasaran


Tujuan :
1. Tersedianya panduan bagi pelaksana pelayanan gizi klinik untuk menjalankan
prosedur dalam pemberian gizi yaitu setelah/awal skrining (penapisan gizi) dan
asesmen gizi lanjutan.
2. Tersedianya panduan untuk sosialisasi prosedur asesmen kepada pelaksana
pelayanan gizi baik bagi petugas pelaksanan gizi / maupun dokter spesialis gizi
klinik (bila telah ada)
3. Tersedianya acuan untuk menyusun kebijakan, pedoman, prosedur, asesmen
Gizi sasaran :
1. DPJP
2. Perawat
3. Tim pelayanan gizi klinik : AKK Gizi D3 & Dokter Spesialis Gizi Klinik

C. Pengertian
Pelayanan Gizi Rumah Sakit merupakan bagian pelayanan kesehatan dan
pengobatan pasien di rumah sakit. Dalam usaha memenuhi kebutuhan gizi dan
memberi terapi gizi untuk peningkatan kesehatan, daya tahan dan menunjang
perbaikan metabolism pasien. Pelayanan ini dilaksanakan oleh tim pelayanan gizi
klinik rumah sakit dan Bagian Gizi
Tim pelayanan asuhan gizi klinik adalah sekelompok tenaga kesehatan di
RSIA Kusuma Pradja yang mempunyai komitmen untuk memberikan pelayanan gizi
yang optimal dan menyelenggarakan terapi gizi. Tim ini merupakan tim multidisplin
yang dibentuk oleh Direktur RS. Tim ini terdiri dari dr. SpGK (kalau ada) atau dokter
internis yang mempunyai kompetensi dalam bidang gizi klinik yang menyediakan
waktu penuh untuk pelayanan Gizi Klinik, Dietisien, Perawat ruangan serta ahli
farmasi untuk memberikan pelayanan bagi pasien rawat inap/

Panduan Assesmen Gizi Halaman 2


Dokter spesialis Gizi Klinik (dr.SpGK) merupakan dokter dalam bidang gizi
klinik yang telah menyelesaikan dan lulus pendidikan keprofesian bidang gizi klinik
sesuai dengan kurikulum Dokter Spesialis Gizi Klinik dan Institusi yang diakui oleh
Dikti dan dianyatakan mempunyai kompetensi dalam gizi klinik dan metabolism
nutrien dalam hubungannya dengan patofisiologi penyakit dan terapi gizi.

Dietisien adalah tenaga kesehatan RS yang merupakan lulusan D3 Gizi/ S1


Gizi yang sudah memiliki Sertifikat Kompetensi Gizi dan memiliki Surat Tanda
Registrasi (STR) Tenaga Gizi

Panduan Assesmen Gizi Halaman 3


BAB II
RUANG LINGKUP

Pelayanan asuhan gizi klinik di RSIA Kusuma Pradja meliputi selutuh upaya
kesehatan untuk mempertahankan dan atau meningkatkan status gizi pasien rawat
inap maupun rawat jalan. Dalam pelayanan gizi klinik di rumah sakit seperti juga
pelayanan kesehatan lainnya melakukan upaya promotif, preventif, kurantif, dan
rehabilitatif.
1. Upaya promotif
Melakukan penyuluhan, informasi dan edukasi tentang pola makan dan
makanan yang sehat dan sesuai kebutuhan mencegah terjadi gangguan gizi
2. Upaya Preventif
Memberikan edukasi dan penanganan yang tepat pada keadaan sakit untuk
mencegah dan atau meminimalkan gangguan gizi dan komplikasi penyakitnya
lebih lanjut.
3. Upaya kuratif
Penatalaksanaan gizi melalui paduan intervensi medic, dan upaya
rehabilitative lainnya untuk mengatasi penyakit/kondisi sakit

Kegiatan pelayanan gizi klinik RS meliputi pelayanan rawat inap maupun


rawat jalan. Kegiatan pelayanan gizi diawali dengan asesmen awal (skrining gizi),
asesmen gizi lanjut (riwayat gizi / makanan, pemeriksaan klinis, antropometri,
laboraturium, pemeriksaan pendukung gizi klinik / komposisi tubuh), diagnosis,
intervensi (pemberian makanan dan zat gizi, edukasi gizi, konseling gizi, koordinasi
pelayanan gizi) dan monitoring evaluasi.

DASAR HUKUM
1. Undang – undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. Undang – undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
3. Standar Nasional Pelayanan Gizi Klinik, PDGKI 2009, ISBN 978-979-
17611-2-3
4. Pedoman penyelenggaraan Tim Terapi Gizi di Rumah Sakit Departemen
Kesehatan RI 2009

Panduan Assesmen Gizi Halaman 4


5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 920/Menkes/Per/XII/1986 tentang
Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik
6. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 1405/Menkes/PeXII 2006 tahun
2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan
Departemen Kesehatan
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor.1045/Menkes/Per/XII 2006 Tahun
2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan
Departemen Kesehatan
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor : 512/Menkes/Per/IV/2007 tahun
2007 tntang izin Prktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran
10. Keputusan Menteri KesehatanRI No. 436/Menkes/SK/VI/1993 tahun 1993
tentang Pelayanan Medik
11. Surat Pengakuan Dokter Spesialis Gizi Klinik Sebagai Dokter Spesialis
Penunjang (MKKI-IDI) No. 181/KI/VII/2003
12. SK Pengesahan Program Studi Dokter Spesialis Ilmu Gizi Klinik (MKKI –
IDI) No. 191/SKMKKI/IX/2003
13. Surat Keputusan Kolegium Ilmu Gizi Klinik No. 05/SK/KIGK/IX/2004
tentang Pengakuan Dokter Spesialis Ilmu Gizi Klinik
14. Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik No. 11 K.
00.06.3.4/1819 tentang Pembentukan Tim Terapi Gizi di Rumah Sakit
tahun 2007
15. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.374/Menkes/SKIII/2007 tentang
Standar Profesi Gizi

Panduan Assesmen Gizi Halaman 5


BAB III
TATA LAKSANA ASESMEN GIZI

A. Pasien Rawat Jalan


 Poliklinik Umum / Poliklinik Spesialis
Skrining dilakukan oleh perawat dengan menggunakan IMT (Indeks
Masa Tubuh) atau LLA untuk pasien dewasa dan baku WHO NSCHS untuk
anak – anak usia 0 sampai 14 tahun. Bila ditemukan pasien dengan resiko
malnutrisi ringan dan sedang dirujuk ke klinik gizi dan dittangani oleh
Dietisien, bila ditemukan pasien dengan resiko malnutrisi berat dirujuk ke
klinik gizi atas permintaan DPJP / Dokter penerima pasien di IGD / Poli
Rawat Jalan dan ditangani oleh Dokter SpGK atau Ditesien. Mengacu pada
standar SNARS, maka assessment dapat dilakukan dengan MST (Malnutrition
Screening Tool)

 Poliklinik Gizi
Skrining dilakukan oleh Ditisien atau Dokter SpGK dengan
menggunakan IMT (Indeks Masa Tubuh) atau LLA untuk pasien dewasa dan
baku WHO NCHS untuk anak – anak usia 0 sampai 14 tahun. Bila ditemukan
pasien dengan resiko malnutrisi dapat ditangani oleh Dietisien dan dievaluasi
setelah pasien kunjungan ulang dan bila ditemukan pasien dengan malnutrisi
berat maka pasien ditangani oleh Dokter SpGK bersama Dietisien .

B. Pasien Rawat Inap


Pasien baru rawat inap yang masuk melalui IGD (Instalasi Gawat Darurat)
diukur berat badan dan tinggi badannya atau bila tidak bias ditimbang dilakukan
pengukuran LLA (Lingkar Lengan Atas) untuk pasien anak – anak usia 0 – 14 tahun
diukur berat badan dan panjang badan, skrining gizi dilakukan oleh perawat di rawat
inap dalam 24 jam setelah pasien dirawat dengan menggunakan SGA. Bila hasil
skrining menunjukkan hasil pasien dengan resiko malnutrisi dan malnutrisi maka
perawat ruangan menginformasikan ke Bagian Gizi (Dietisien). Bagi pasien dengan
status gizi baik dan pasien resiko malnutrisi ringan dan sedang, maka asesmen gizi
dilakukan oleh ditisien dan bila pasien malnutrisi berat maka asesmen gizi dilakukan
oleh Tim Terapi Gizi. Bagi pasien dengan status gizi baik evaluasi dapat dilakukan

Panduan Assesmen Gizi Halaman 6


setelah 7 hari rawat. Pasien dengan resiko malnutrisi sedang dan berat dimonitor dan
dievaluasi setiap hari kemudian dilakukan asesmen ulang setelah 3hari.

C. Asesmen Gizi
Status Gizi dengan mengggunakan kriteria Malnutrition Universal
Screening Tool (MUST), yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menata
laksana pasien dewasa yang mengalami gizi buruk, kurang gizi, atau obesitas.
Untuk pasien anak > 5 tahun menggunakan grafik CDC dan < 5 tahun dengan
grafik Z – Score (WHO, 2005)
a. Asesmen Awal
MST (Malnutrition Screening Tool), Assesmen lanjutan bila hasil asesmen
awal mendapat skor ≥ 2
a. Pada hasil MST < 2 maka pasien tidak memerlukan penanganan ahli gizi
b.

b. Asesmen Gizi Pasien Dewasa


Jika pasien mengalami bed ridden, pengukuran alternative adalah sebagai
berikut :
1. Langkah 1 : Jika tinggi badan tidak dapat diukur, gunakan pengukuran
panjang lengan bawah (ulna) untuk memperkirakan tinggi badan
dengan menggunakan table dibawah ini. Pengukuran dimulai dari siku
(olekranon) hingga titik tengah prosesus stiloideus (penonjolan tulang
di pergelangan tangan), jika memungkinkan, gunakanlah tangan kiri.
2. Langkah 2 : Untuk memperkirakan IMT, dapat menggunakan
pengukuran lingkar lengan atas (LLA)
a) Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90 terhadap siku,
lengan atas parallel di sisi tubuh. Ukur jarak antara tonjolan tulang
bahu (acromion) dengan siku (olecranon). Tandai titik tengahnya.
b) Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan atasnya, ukur
lingkar lengan atas di titik tengah, pastikan pita pengukur tidak
terlalu menempel dan terlalu ketat.
3. Langkah 3 : adanya efek / pengaruh akut dari penyakit yang diderita
pasien, dan berikan skor (rentang antara 0 – 2). Sebagai contoh, jika

Panduan Assesmen Gizi Halaman 7


pasien sedang mengalami penyakit akut dan sangat sedikit / tidak
terdapat asupan makanan > 5 hari, diberikan skor 2
4. Langkah 4 : tambahkan skor yang diperoleh dari langkah 1,2 dan 3
untuk menilai adanya resiko malnutrisi :
a) Skor 0 = risiko rendah
b) Skor 1 = risiko sedang
c) Skor ≥ 2 = risiko tinggi
5. Langkah 5 : gunakan panduan tatalaksana untuk merencanakan strategi
keperawatan berikut ini :
a) Risiko rendah
 Perawatan rutin : ulangi skrining pada pasien di rumah sakit
(tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan),
masyarakat umum dengan usia > 75 (tiap tahun)
b) Risiko sedang
 Observasi :
- Catat asupan makanan selama 3 hari
- Jika asupan adekuat, ulangi skrining : pasien di rumah
sakit (tiao minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan),
masyarakat umum (tiap 2-3 bulan).
- Jika tidak adekuat, rencanakan stategi untuk perbaikan
dan peningkatan asupan nutrisi, pantau dan kaji ulang
program pemberian nutrisi secara teratur
c) Risiko tinggi
 Tatalaksana ::
- Rujuk ke ahli gizi untuk mendapat asuhan gizi yang
tepat
- Perbaiki dan tingkatkan asupan nutrisi
- Pantau dan kaji ulang program pemberian nutrisi : pada
pasien di rumah sakit (tiap minggu), pada pasien rawat
jalan (tiap bulan), masyarakat umum (tiap bulan)
d) Untuk semua kategori :
 Catat kategori risiko malnutrisi

Panduan Assesmen Gizi Halaman 8


 Catat kebutuhan akan diet khusus dan ikuti kebijakan
setempat

c. Asesmen Gizi Pasien Anak


1) Asesmen Gizi Pasien Anak > Lima tahun
Menggunakan grafik CDC dengan rumus :
% IBW = (BB Aktual / BB Ideal ) x 100%
Klasifikasi % IBW :
Obesitas : > 120 % BB Ideal
Overweight : > 110 % - 120% BB Ideal
Gizi Normal : 90 % - 110 % BB ideal
Gizi Kurang : 70 % - 90 % BB ideal
Gizi Buruk : < 70% BB Ideal
2) Asesmen Gizi Pasien Anak < Lima Tahun
Dengan melihat grafik Z – Score WHO 2005 : BB / TB . BB / U, TB / U,
Usia 0 – 2 tahun laki - laki warna biru dan perempuan warna merah
muda. Usia 2 – 5 tahun laki – laki warna biru dan perempuan warna
merah.
Kriteria :
>3 SD : Obesitas
2 SD – 3 SD : Gizi lebih
- 2 SD – 2 SD : Gizi Baik
- 2 SD – -3 SD : Gizi Kurang
- 3 SD : Gizi Buruk

Panduan Assesmen Gizi Halaman 9


BAB IV
DOKUMENTASI

Rekam Medis

Mendokumentasikan pemeriksaan pasien merupakan langkah kritikal dan


penting dalam proses asuhan pasien. Hal ini umumnya dipahami pelaksana praktek
kedokteran bahwa “jika anda tidak mendokumentasikannya, anda tidak melakukannya”.
Dokumentasi adalah alat komunikasi berharga untuk pertemuan di masa mendatang
dengan pasien tersebut dan dengan tenaga ahli asuhan kesehatan lainnya. Alas an lain
mengapa dokumentasi sangat kritikal terhadap proses asuhan pasien didaftarkan
beberapa metode berbeda digunakan untuk mendokumentasikan asuhan pasien dan
PCP, dan beragam format cetakan dan perangkat lunak computer tersedia untuk
membantu farmasis dalam proses ini. Dokumentasi yang baik adalah adalah lebih dari
sekedar mengisi formulir, akan tetapi, harus memfasilitasi asuhan pasien yang baik.
Ciri – ciri yang haus dimiliki suatu dokumentasi agar bermanfaat untuk pertemuan
dengan pasien meliputi : Informasi tersusun rapi, terorganisir dan dapat ditemukan
dengan cepat.

Berikut ini adalah grafik z – score WHO 2005 untuk anak laki – laki.

Panduan Assesmen Gizi Halaman 10


Berikut ini adalah grafik z – score WHO 2005 untuk anak perempuan

Panduan Assesmen Gizi Halaman 11


A. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
Proses Asuhan Gizi Terstandar (Nutrition Care Process/NC) dilakukan pada
pasien yang beresiko kutang gizi, sudah mengalami kurang gizi dan atau kondisi
khusus dengan penyakit tertentu, proses ini merupakan serangkaian kegiatan yang
berulang (siklus) sebagai berikut :

Langkah PAAGT terdiri dari :


Pasien Masuk

Tidak beresiko Tujuan tercapai


Skrining Gizi Diet Normal STOP Pasien Pulang
(standar)

Beresiko Malnutrisi / Sudah Malnutrisi Tujuan tercapai

PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR


Assesment Diagnosis Intervensi Monitoring &
Evaluasi

Tujuan
Tidak
Tercapai

Panduan Assesmen Gizi Halaman 12


BAB V
LAMPIRAN

A. Assesmen / Pengkajian Gizi


Assesmen/ pengkajian gizi dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu :
a. Anamnesis Riwayat Gizi
Anamnesis riwayat gizi aadalah data meliputi asupan makanan termasuk
komposisi, pola makan, diet saat ini dan data lain yang terkait. Selain itu
diperlukan data kepedulian pasien terhadap gizi dan kesehatan, aktivitas fisik
dan olahraga dan ketersediaan makanan di lingkungan klien.
b. Data Biokimia
Data biokimia meliputi hasil pemeriksaan laboraturium, pemeriksaan yang
berkaitan dengan status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ yang
berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi. Pengambilan kesimpulan dari
data laboraturium terkait masalah gizi harus selaras dengan data asesmen gizi
lainnya seperti riwayat gizi yang lengkap, termasuk penggunaan suplemen,
pemeriksaan fisik dan sebagainya. Disamping itu proses penyakit, tindakan,
pengobatan, prosedur, dan status hidrasi (cairan) dapat mempengaruhi
perubahan kimiawi darah dan urin, sehingga hal ini perlu menjadi pertimbangan.
c. Pengukuran Antropometri
Antropometri merupakan pengukuran fisik pada individu. Antropometri dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain pengukuran Tinggi Badan (TB),
Berat Badan (BB). Pada kondisi tinggibadan tidak dapat diukur dapat digunakan
Panjang Badan (PB) dn atau Lingkar Lengan Atas (LILA).
Penilaian status gizi dilakukan dengan membandingkan beberapa ukuran
tersebut diatasnya misalnya Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu ratio BB terhadap
TB. Untuk memperkirakan IMT, dapat juga menggunakan pengukuran lingkar
lengan atas (LILA).
1. Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90o terhadap siku, dengan
lengan atas parallel di sisi tubuh. Ukur jarak antara tonjolan tulang bahu
(acromion) dengan siku (olecranon). Tandai titik tengahnya.
2. Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan atasnya, ukur lingkar
lengan atas di titik tengah, pastikan pita pengukur tidak terlalu menempel
terlalu ketat.

Panduan Assesmen Gizi Halaman 13


a. LILA < 23,5 cm = perkiraan IMT < 20 kg/m2
b. LILA > 32 cm = perkiraan IMT > 30 kg/m2

Paramaeter antropometri yang penting untuk melakukan evaluasi status gizi


pada bayi, anak dan remaja adalah Pertumbuhan. Pertumbuhan ini dapat
digambarkan melalui pengukuran antropometri seperti berat badan, panjang
badan, tinggi badan, lingkar kepala, dan beberapa pengukuran lainnya. Hasil
pengukuran ini kemudian dibandingkan dengan standar.

Pemeriksaan fisik yang paling sederhana untuk melihat status gizi pasien
rawat inap adalah BB. Pasien sebaiknya ditimbang dengan menggunakan
timbangan yang akurat/terkalibrasi dengan baik. Pengukuran BB sebaiknya
mempertimbangkan hal – hal diantaranya kegemukan dan edema. BB pasien
dicatat pada saat pasien masuk dirawat pengukuran BB secara periodic selama
pasien dirawat minimal 7 hari.

d. Pemeriksaan Fisik Klinis


Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang
berkaitan dengan gangguan gizi atau dapat menimbulkan masalah gizi.
Pemeriksaan fisik terkait gizi merupakan kombinasi dari tanda – tanda vital dan
antropometri yang dapat dikumpulkan dari catatan medic pasien serta

Panduan Assesmen Gizi Halaman 14


wawancara. Contoh beberapa data pemeriksaan fisik terkait gizi antara lain
edema, asites, kondisi gigi geligi, masa otot yang hilang, lemak tubuh yang
menumpuk, dan lain sebagainya.

e. Riwayat personal
Data riwayat personal meliputi 4 cara yaitu riwayat obat-obatan atau suplemen
yang sering dikonsumsi, social budaya, riwayat penyakit, dan data umum
pasien.
1. Riwayat obat – obatan yang digunakan dan suplemen yang dikonsumsi
2. Social Budaya
Status social ekonomi, budaya, kepercayaan/agama, situasi rumah, dukungan
pelayanan kesehatan dan social serta hubungan social.
3. Riwayat penyakit
Keluhan utama yang terkait dengan masalah gizi, riwayat penyakit dulu dan
sekarang, riwayat pembedahan, penyakit kronik atau resiko komplikasi,
riwayat penyakit keluarga, status kesehatan mental/emosi seta kemampuan
kognitif seperti pada pasien stroke.
4. Data umum pasien antara lain umur, pekerjaan dan tingkat pendidikan.

B. Diagnosis Gizi
Pada langkah ini dicari pola dan hubungan antar data yang terkumpul dan
kemungkinan penyebabnya. Kemudian memilah masalah gizi yang spesifik dan
menyatakan masalah gizi secara singkat dan jelas menggunakan terminology yang
ada. Penulisann diagnose gizi terstuktur dengan konsep PES atau Problem Etiologi
dan Sign / Symptoms.
Diagnosis gizi dikelompokkan dalam tiga domain, yaitu :
1. Domain Asupan adalah masalah actual yang berhubungan dengan asupan
energy, zat gizi, cairan, substansi bioaktif dari makanan baik yang melalui oral
maupun parenteral dan enteral.
2. Domain Klinis adalah masalah gizi yang berkaitan dengan kondisi medis atau
fisik/fungsi organ. Contoh : kesulitan menyusui (P) berkaitan dengan (E)
kurangnya dukungan keluarga ditandai dengan penggunaan susu formula bayi
tambahan (S)

Panduan Assesmen Gizi Halaman 15


3. Domain Perilaku / lingkungan adalah masalah gizi yang berkaitan dengan
pengetahuan, perilaku/kepercayaan, lingkungan fisik dan akses dan keamanan
makanan. Contoh : kurangnya pengetahuan tentang makanan dan gizi (P)
berkaitan dengan mendapat informasi yang salah dari lingkungannya mengenai
anjuran diet yang dijalaninya (E) ditandai dengan memilih bahan makanan yang
tidak dianjurkan dan aktivitas fisik yang tidak sesuai anjuran (S).

C. Intervensi Gizi
Terdapat dua komponen intervensi gizi yaitu :
1. Perencanaan Intervensi, meliputi penetapan tujuan intervensi, preskripsi diet,
jenis diet, modifikasi diet, jadwal pemberian makanan dan jalur makanan.
2. Implementasi Intervensi, adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana
nutsionis/dietisien melaksanakan dan mengkomunikasikan rencana asuhan
kepada pasien dan tenaga kesehatan atau tenaga lain yang terkait. Suatu
intervensi gizi harus jelas menggambarkan “apa, dimana, kapan dan bagaimana”
intervensi dilakukan. Kegiatan ini juga termasuk pengumpulan data kembali,
dimana data tersebut dapat menunjukkan respons pasien dan perlu atau tidaknya
modifikasi intervensi gizi. Untuk kepentingan dokumentasi dan presepsi yang
sama (keseragaman), intervensi dikelompokkan menjadi 4 domain yaitu
pemberian makanan atau zat gizi, edukasi gizi, konseling gizi dan koordinasi
pelayanan gizi. Setiap kelompok mempunyai terminologinya masing – masing.

D. Monitoring dan Evaluasi


Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi dilakukan untuk mengetahui respon
pasien/klien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya. Terdapat tiga langkah
monitoring dan evaluasi gizi yaitu :
1. Monitor Perkembangan, yaitu kegiatan mengamati perkembangan kondisi
pasien/klien yang bertujuan untuk melihat hasil yang terjadi sesuai yang
diharapkan oleh klien/pasien maupun tim. Adapun kegiatan yang berkaitan
dengan monitor perkembangan diantaranya : mengecek pemahaman dan ketaatan
diet klien/pasien, mengecek asupan makanan pasien, menentukan apakah status
gizi pasien tetap atau berubah dan sebagainya.

Panduan Assesmen Gizi Halaman 16


2. Mengukur hasil, yaitu kegiatan mengukur perkembangan/perubahan yang terjadi
sebagai respon terhadap intervensi gizi. Parameter yang harus diukur berdasarkan
tanda dan gejala dari diagnosis gizi.
3. Evaluasi hasil, terdapat 4 jenis hasil berdasarkan tahapan diatas yaitu :
a. Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat pemahaman,
peilaku, akses dan kemampuan yang mungkin mempunyai pengaruh pada
asupan makanan dan zat gizi.
b. Dampak asupan makanan dan zat gizi merupakan asupan makanan dan atau
zat gizi dari berbagai sumber, misalnya makanan, minuman, suplemen dan
melalui rute enteral maupun parenteral.
c. Dampak terhadap pasien/klien terhadap intervensi gizi yang diberikan pada
kualitas hidupnya.
4. Pencatatan dan pelaporan, merupakan bentuk pengawasan dan pengendalian mutu
pelayanan dan komunikasi. Terdapat berbagai cara dalam dokumentasi antara lain
Subjective Monitoring langkah PAGT, sebagai bagian dari dokumentasi PAGT.

Panduan Assesmen Gizi Halaman 17


BAB VI
PENUTUP

Assesmen gizi merupakan tahap penting dalam proses terapi gizi. Asesmen awal /
skrining gizi dilakukan oleh perawat sementara asesmen gizi / asesmen lanjut dilakukan
ileh dietisien dan dokter SpGK bersama – sama dengan pembagian tugas dan wewenang
yang sudah ditentukan. Tindak lanjut dari asesmen adalah penentuan diagnosis gizi,
intervensi gizi, dan monitoring evaluasi kemudian dilanjutkan asesmen ulang untuk
melihat dampak intervensi gizi terhadap pasien. Oleh karena tingginya prevalensi
malnutrisi di RS, makan skrining gizi dilakukan pada semua pasien baru dan asesmen
gizi / lanjut dilakukan pada pasien baru yang malnutrisi atau berisiko malnutrisi.
Asesmen ulang dilakukan setelah dilakukan intervensi. Tersedianya panduan bagi
pelaksana pelayanan gizi klinik untuk menjalankan prosedur dalam pemberian gizi yaitu
asesmen gizi.

Ditetapkan di : Semarang
Pada tanggal : 04 Juni 2019
RSIA Kusuma Pradja

Prof.dr.Siti Fatimah Muis,Msc.,SP.GK(K)

Panduan Assesmen Gizi Halaman 18

Anda mungkin juga menyukai