Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Masyarakat selama ini menganggap penyakit yang banyak mengakibatkan kematian adalah
jantung dan kanker. Sebenarnya penyakit gagal ginjal juga dapat mengakibatkan dan
kejadiannya di masyarakat terus meningkat. Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit
ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak pada masalah
medik, ekonomik dan sosial yang sangat besar bagi klien dan keluarganya, baik di negara-
negara maju maupun di negara-negara berkembang (Syamsiah, 2011).
Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih atau uriner (tractus urinarius) yang
berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh. Fungsi
ginjal secara umum antara lain yaitu sebagai filtrasi, pada akhirnya ginjal akan menghasilkan
urine, keseimbangan elektrolit, pemeliharaan keseimbangan asam
basa, eritropoiesis dimana fungsi ginjal produksi eritrosit, regulasi kalsium dan fosfor atau
mengatur kalsium serum dan fosfor, regulasi tekanan darah, ekresi sisa metabolik dan toksin.
Akibat dari berbagai penyebab dari gangguan ginjal dapat menurun fungsinya sehingga tidak
berfungsi lagi yang di sebut dengan gagal ginjal (Yakobus, 2009).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal progresif
yang irreversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik,
cairan, dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Bsyhskki, 2012).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah klien gagal ginjal pada
tahun 2011-2013 telah meningkat 50%. Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat
klien gagal ginjal yang cukup tinggi. Menurut data survei yang dilakukan PERNEFRI 2013
ini mencapai 30,7 juta penduduk yang menderita penyakit CKD (Kartika, 2013).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 melaporkan prevalensi penyakit gagal
ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter prevalensi gagal ginjal kronis pada pria di
Indonesia sebesar 0,3 persen dan pada wanita di Indonesia sebesar 0,2 persen. Riskesdas
juga melaporkan prevalensi gagal ginjal kronis terbesar terdapat pada klien berusia ≥ 75
tahun, yaitu sebesar 0.6 persen. Di DKI jakarta menduduki peringkat kelima sebanyak 1087
yang menderita penyakit CKD dari 31 provensi di indonesia (Riskesdas, 2013).
Masalah keperawatan yang didapat pada klien CKD ditinjau dari gangguan kebutuhan dasar
yaitu, Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ
atau sel. Pada klien CKD cenderung ditemukan adanya pernafasan yang cepat dan dangkal
(kussmaul), irama nafas yang tidak teratur, frekuensi nafas yang meningkat diatas normal,
adanya retraksi interkostalis, dan epigastrium. Kebutuhan cairan CKD terjadi penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG) berpengaruh pada retensi cairan dan natrium. Retensi cairan dan
natrium tidak terkontrol dikarenakan ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir. Kebutuhan nutrisi
merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh yang bertujuan
menghasilkan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh. Pada penyakit
CKD sistem pencernaan cenderung ditemukan adanya Anoreksia, nausea dan vomitus, yang
berhubungan dengan gangguan metabolisme protein di dalam usus. Keadaan CKD
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dalam hal mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
tubuh yang salah satunya adalah ureum.
Kebutuhan aktivitas Pada klien CKD abnormalitas utama pada gangguan aktivitas yaitu,
metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan saling timbal balik, jika
salah satunya meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG menyebabkan peningkatan
kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan penurunan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di tulang menurun. Pada
klien CKD cenderung ditemukan, mudah lemas, konjugtiva pucat, cepat lelah beraktivitas,
energi berkurang. Dari uraian gangguan pemenuhan kebutuhan dasar dapat ditegakan
masalah keperawatan perubahan pola napas, kelebihan volume cairan, gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, Intoleransi aktivitas (Potter dan Patricia, 2010; Huda dan
Hardhi dalam NANDA NIC-NOC,2015).
Jika pemenuhan kebutaha dasar dan masalah keperawatan ini tidak ditangani berpotensi
terjadi komplikasi. Komplikasi yang sering timbul pada CKD adalah hiperkalemia,
perikarditis, hipertensi, anemia, dan penyakit tulang. Penatalaksanaan untuk mencegah
komplikasi dan mengatasi masalah keperawatan serta terapi untuk menggantikan fungsi
ginjal yang telah rusak yaitu pembatasan makanan untuk mengurangi cairan dan elektrolit,
diet rendah protein (Doengoes, 2012, Nursalam , 2008).
Di masa yang akan datang, penyakit ini di prediksi akan terus bertambah jumlah kliennya
sehingga di butuhkan perawatan yang optimal. Perawat sebagai salah satu tim kesehatan
mempunyai peran sebagi tim asuhan keperawatan pada klien CKD yang melalui upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Dalam upaya promotif perawat berperan untuk
memberikan pendidikan kesehatan sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi.
mengenai cara-cara pencegahan sampai dengan komplikasi dengan membiasakan pola hidup
sehat dengan cara rajin berolah raga dan menghindari minuman beralkohol, rokok dan zat-
zat kimia yang berbahaya. Upaya preventif perawat memberikan perawatan kepada klien
dengan memantau cairan dan elektrolit yang seimbang, dan tanda adanya perubahan fungsi
regulator tubuh serta membatasi cairan klien. Peran perawat dalam upaya kuratif yaitu
berkolaborasi dalam menyiapkan tindakan hemodialisa dan memberikan obat. Peran perawat
dalam upaya rehabilitative yaitu mempertahankan keadaan klien agar kondisi tidak
bertambah berat atau mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan dengan patuh
pada terapi dan pembatasan aktivitas.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini dibagi menjadi dua, yaitu : Dalam pembuatan
karya tulis ilmiah ini diharapkan penulis dapat menguraikan pengalaman nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pemenuhan dasar klien dengan CKD.

C. Ruang lingkup
Perawatan pada pasien dengan CKD di ruang Intensive care.

D. Metode penulisan
Dalam penulisan karya ilmiah penulis menggunakan metode deskriptif dan study
kepustakaan.
1. Study kepustakaan
Yaitu dengan mempelajari dari buku-buku catatan serta literatur yang berkaitan dengan judul
karya tulis ilmiah ini.
2. Metode deskriptif
Yaitu dengan menjabarkan hasil asuhan keperawatan melalui pengkajian, menentukan
diagnosa, mencatat perencanaan, pelaksanaan, dan melakukan evaluasi.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Berikut ini adalah pengertian tentang CKD menurut beberapa ahli dan sumber diantaranya
adalah :
a. Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang
ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan,
dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Bsyhskki, 2012).
b. Chronic Kidney Disease (CKD) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus
yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal yang
tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala. CKD adalah
penyakit ginjal tahap akhir yang dapat disebabakan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang
meyebabkan uremia.

2. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration Glomerulus)
dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus kockrof – gault sebagia
berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajadnya.
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2015 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

3. Etiologi
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2006) diantaranya
adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan
jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik,
nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah :
a. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks nefropati.
b. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, dan
stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, dan
seklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis tubulus
ginjal.
f. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta amiloidosis.
g. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
h. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu, neoplasma,
fibrosis retroperitoneal.
4. Ganggauan pemenuhan kebutuhan dasar
a. Kebutuhan dasar manusia
Henderson melihat manusia sebagai individu yang membutuhkan bantuan untuk meraih
kesehatan, kebebasan atau kematian yang damai, serta bantuan untuk meraih kemandirian.
Menurut Henderson, kebutuhan dasar manusia terdiri atas 14 komponen yang merupakan
komponen penanganan perawatan. Ke-14 kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Bernafas secara normal (kebutuhan oksigenasi).
2) Makan dan minum dengan cukup (kebutuhan nutrisi dan cairan).
3) Membuang kotoran tubuh (kebutuhan eliminasi).
4) Bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan (kebutuhan aktivitas).
5) Tidur dan istirahat (kebutuhan istirahat dan tidur).
6) Memilih pakaian yang sesuai (kebutuhan personal higyne).
7) Menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal dengan menyesuaikan pakaian dan mengubah
lingkungan (kebutuhan cairan).
8) Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat serta melindungi integumen (kebutuhan personal
higyne).
9) Menghindari bahaya lingkungan yang bisa melukai (kebutuhan aman nyaman).
10) Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengungkapkan emosi, kebutuhan, rasa takut atau
pendapat (kebutuahan psikososial).
11) Beribadah sesuai dengan keyakinan (kebutuhan spiritual).
12) Bekerja dengan tata cara yang mengandung unsur prestasi (kebutuhan belajar).
13) Bermain atau terlibat dalam berbagai kegiatan rekreasi (kebutuhan bermain).
14) Belajar mengetahui atau memuaskan rasa penasaran yang menuntun pada perkembangan
normal dan kesehatan serta menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia (kebutuhan
belajar).
Keempat belas kebutuhan dasar manusia di atas dapat diklasifikasikan menjadi empat
kategori, yaitu komponen kebutuhan biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual.
Kebutuhan dasar poin 1 – 9 termasuk komponen kebutuhan biologis. Poin 10 dan 14
termasuk komponen kebutuhan psikologis. Poin 11 termasuk kebutuhan spiritual.
Sedangkan poin 12 dan 13 termasuk komponen kebutuhan sosiologis. Henderson juga
menyatakan bahwa pikiran dan tubuh manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain
(inseparable). Sama halnya dengan klien dan keluarga, mereka merupakan satu kesatuan
(unit) (Potter dan Patricia, 2010).
b. Berikut ini akan diuraikan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar yang terjadi pada CKD,
yaitu :
1) Kebutuhan oksigenasi
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ
atau sel. Jaringan yang melakukan metabolisme aerob, proses membentuk energi dengan
adanya oksigen, bergantung secara total pada oksigen untuk bertahan hidup.
Pada klien Chronic Kidney Disease (CKD) cenderung ditemukan adanya pernafasan yang
cepat dan dangkal (kussmaul), irama nafas yang tidak teratur, frekuensi nafas yang
meningkat diatas normal, adanya retraksi interkostalis, dan epigastrium, sebagai upaya untuk
mengeluarkan ion H+ akibat dari asidosis metabolik, pergerakan dada yang tidak simetris,
vokal fremitus cenderung tidak sama getarannya antar lobus paru, terdengar suara dullness
saat perkusi paru sebagai akibat dari adanya edema paru, dan pada auskultasi paru cenderung
terdengar adanya bunyi rales. Pada tahap lanjut akan ditemukan adanya sianosis perifer
ataupun sentral sebagai akibat dari ketidakadekuatan difusi oksigen di membran alveolar
karena adanya edema paru, nyeri dada dan sesak nafas akibat adanya penimbunan cairan di
paru-paru (Potter dan Patricia, 2010).
2) Kebutuhan cairan dan elektrolit
Ginjal merupakan organ pengekresi cairan yang utama pada tubuh. pada individu dewasa,
ginjal mengeksresikan sekitar 1500ml per hari. selain itu ginjal juga menerima hampir 170
liter darah untuk disaring menjadi urine. Produksi urine untuk semua kelompok usia adalah
1ml/kg/jam. Pada individu dewasa, produksi urine sekitar 1,5 liter/ hari. Jumlah urine yang
di produksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron, dalam pengaturan
keseimbangan cairan, dikenal istilah obligatory loss. Obligatory loss adalah mekanisme
pengeluaran cairan yang mutlak terjadi untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam
tubuh. Rumus yang di pakai untuk menetukan banyaknya asupan cairan adalah (Jumlah urin
yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml(IWL) (Suharyanto, 2013; Mubarak,
2008).
Pada klien Chronic Kidney Disease (CKD) terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)
berpengaruh pada retensi cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol
dikarenakan ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan
dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis reninangiotensin dan kerjasama
keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Klien mempunyai kecenderungan untuk
kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan
diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3) Kebutuhan nutrisi
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh yang
bertujuan menghasilkan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh. Sistem
yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah sistem pencernaan yang terdiri
atas saluran pencernaan yang dimulai dari mulut sampai usus halus bagian distal, dan organ
asesoris terdiri atas hati , kantung empedu dan pankreas.
Pada penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) sistem pencernaan cenderung ditemukan
adanya Anoreksia, nausea dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein di dalam usus. Keadaan Chronic Kidney Disease (CKD) mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal dalam hal mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh yang salah satunya adalah
ureum. Peningkatan kadar ureum dalam darah akan akan mengiritasi mukosa lambung dan
merangsang peningkatan asam lambung (HCL) akibatnya akan terjadi mual. Faktor uremik
disebabkan oleh ureum yang berlebihan dalam tubuh. Ureum yang meningkat pada air liur
diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia dan perubahan
membran mukosa mulut berupa lidah menjadi kotor atau timbulnya lesi pada mukosa mulut.
Sedangkan ureum yang meningkat dalam usus dapat menyebabkan perubahan mukosa usus
yang menimbulkan kembung pada perut. Gagal ginjal akan menyebabkan gangguan pada
metabolisme vitamin D, sehingga akan terjadi gangguan pada absorpsi kalsium di
usus (Potter dan Patricia, 2010).
4) Kebutuhan rasa aman nyaman
Kebutuhan rasa aman dan nyama salah satunya yaitu, istirahat merupakan keadaan relaks
tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga
kondisi yang membutuhkan ketenangan. pada sistem integumen normalnya keadaan turgor
kulit elastis, tidak pucat, akral tubuh teraba hangat. pada klien Chronic Kidney
Disease (CKD) cenderung ditemukan adanya rasa gatal sebagai akibat dari uremi fross, kulit
tampak bersisik, kelembaban kulit menurun, turgor kulit cenderung menurun (kembali > 3
detik). Pada tahap lanjut cenderung akan terjadi ketidakseimbangan termoregulasi tubuh dan
akral teraba dingin, kulit berwarna pucat akibat adanya anemia dan kekuning-kuningan
akibat urokrom, suatu penumpukan kristal urea di kulit (urea fross). Adanya gatal-gatal di
kulit menyebabkan klien ingin menggaruk dan akibatnya akan timbul bekas-bekas garukan
di kulit (Potter dan Patricia, 2010).
5) Kebutuhan aktivitas
Pada klien Chronic Kidney Disease (CKD) abnormalitas utama pada gangguan aktivitas
yaitu, metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan saling timbal balik,
jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG menyebabkan peningkatan
kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan penurunan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada CKD, tubuh tidak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di tulang menurun,
menyebabkan perubahan pada tulang dan menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik
aktif vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal
menurun, seiring dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan sering
disebut Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon (Smeltzer dan Bare, 2014).

5. Manifestasi klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2014) setiap sistem tubuh pada Chronic Kidney
Disease (CKD) dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka klien akan menunjukkan sejumlah
tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, usia klien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala klien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum), pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan
rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul.
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi.
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas pada
telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler.

6. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, klien CKD akan mengalami beberapa komplikasi.
Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2006) antara lain adalah :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan diit
berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat
peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

7. Penatalaksanaan dan Terapi


Klien CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai dengan derajat
penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum. Menurut (Sudoyo, 2015), sesuai
dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel berikut :
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.
c. Memperlambat pemburukan fungsi ginjal.
d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.
e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.
f. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Tabel 2.2 Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya.
Derajat LFG Rencana tatalaksana
(ml/mnt/1,73m
1 >90 Terapi penyakit dasar,
kondisi komoroid, evaluasi
pemburukan fungsi ginjal,
memperkecil resiko
kardiovaskular.
2 60-89 menghambat pemburukan
fungsi ginjal
3 30-59 evaluasi dan terapi
komplikasi
4 15-29 persiapan untuk terapi
pengganti ginjal
5 <15 terapi pengganti ginjal

Sumber : Sudoyo, 2015.


a. Penatalaksanaa keperawatan
1) cairan
a) Klien yang tidak didialisa
Bila ada oliguria, cairan yang diperbolehkan biasanya 400-500 ml (untuk menghitung
kelebihan cairan rutin) ditambah volume yang hilang lainya seperti urin, diare, dan muntah
selama 24 jam terakhir.
b) Klien dialisis
Pemasukan cairan terbatas jumlahnya sehingga kenaikan berat badan tidak lebih dari 0,45
kg/hari diantara waktu dialisis. ini umumnya akibat dari pemasukan 500 ml sehari ditambah
volume yang hilang melalui urin, diare dan muntah.

2) Elektrolit
a) Klien yang tidak dialisis
Pemasukam kalium harus dibatasi 1,5-2,5 g (38,5-64 mEq)/hari pada dewasa dan sekitar 50
mg (1,9 mEq)/kg/hari untuk anak-anak.
b) Klien yang didialisis
Ini dapat diberikan lebih bebas untuk mempertahankan kadar natrium dan kalium serum
normal pada Klien dengan dialisis. selama CAPD (cronik ambulatory peritonial dealysis),
kalium yang dapat diberikan sekitar 2,7-3,1 g (70-80 mEq)/kg/hari pada anak, untuk
mempertahankan keseimbangan cairan.
3) Diet rendah protein untuk membatasi akumulasi produk akhir metabolisme protein yang
tidak dapat diekresikan ginjal.
4) Persiapan yang harus dilakukan perawat sebelum operasi AV – Shunt:
a) Berikan informasi yang jelas pada klien karena sering terjadi kesalah pahaman. Klien sering
menganggap Operasi AV-Shunt adalah pemasangan alat untuk HD padahal hanya
menyambungkan pembuluh darah yang ada pada tubuh klien.
b) Batasan laboratorium untuk operasi AV-Shunt biasanya direkomendasikan dari dokter
penyakit dalam dan ahli bedahnya. Selama ini Rekomendasi untuk Periksakan laboratorium
yaitu , Hb > 8 mg/dl, Trombosit dalam batas normal, Gula Darah Sewaktu dalam batas
normal untuk klien tanpa riwayat DM dan untuk klien dengan DM harus dikonsultasikan
lagi dengan ahli bedahnya.
c) Lakukan program free heparin sebelum dilakukan operasi, menurut literatur sebaiknya
heparin tidak diberikan 6-8 jam sebelum operasi dan diharapkan tidak diberikan kembali
setelah 12 jam post operasi atau dikondisikan sampai luka operasi mengering.
d) Sebelum operasi perawat HD bisa melakukan palpasi pada arteri radialis dan ulnaris untuk
merasakan kuat tidaknya aliran darah arterinya kemudian dilaporkan ke ahli bedah. bila salah
satu arteri (radilis/ ulnaris ) tidak teraba dan tidak ditemukan dengan alat penditeksi (dopler)
maka kontra indikasi untuk dilakukan AV-Shunt.
b. Penatalaksanaa kolaboratif
1) Diuretik kuat untuk mempertahankan keseimbangan cairan.
2) Glikosida jantung untuk memobilisasi cairan yang menyebabkan edema.
3) Kalsium karbonat atau kalsium asetat untuk mengobati osteodistropi ginjal dengan
mengikat fosfat dan menambah kalsium.
4) Anthi hipertensi (ACE inhibitor) untuk mengontrol tekanan darah dan edema.
5) Famotidin dan ranitidin untuk mengurangi iritasi lambung.
6) Suplemen besi dan folat atau tranfusi sel darah merah untuk anemia.
7) Eritropoitin sintetik untuk menstimulus sumsum tulang, memproduksi sel darah merah.
8) Suplemen besi, estrogen konjugata, dan desmopresin untuk melawan efek hematologik.
9) Terapi dialysis (pengganti ginjal)
Dialysis digunakan untuk mengeluarkan produk sisa cairan dan uremik dari tubuh bila ginjal
tidak mampu melakukanya.juga dapat digunakan untuk mengobati klien dengan edema yang
tidak meresponpengobatan lain, hepatic, hiperkalemia, hiperkalsemia, hipertensi, dan
dialysis peritonial, untuk menggantikan ginjal yang tidak berfungsi.
Dialisis adalah pergerakan cairan dan butir-butir (partikel) memlalui membaran
semipermeabel. Dialisis adalah suatu tindakan yang dapat memulihkan keseimbangan cairan
dan elektrolit, mengendalikan keseimbangan asam-basa, dan mengeluarkan sisa
metabolisme dan bahan dari tubuh.
Ada tiga prinsip yang mendasari dialisis, yaitu disfungsi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
Disfungsi adalah pergerakan butir-butir (partikel) dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke
tempat yang berkonsentrasi rendah. Dalam tubuh manusia, hal ini terjadi memlalui membran
semipermeabel. Difusi menyebabkan urea, kreatinin, adan asam urat dari darah klien masuk
ke dalam dialisiat.
Walaupun konsentrasi eritrosit dan protein da;lam darah tinggi, meteri ini tidak dapat
menebus membran semipermeabel katrena eitrosit dan prtotein mempunyai mokelul yang
besar. Osmosi menyangkut pergerakan air melakui membran semipermeabel dari tempat
yang berkonsentrasi rendah ke tempat yang berkonsentrasi tinggi
(osmolalitas). Ultrafiltrasi adalah pergerakan cairan melalui membran semipermeabel
sebagai akibat tekanan gradien buatan. Tekanan gradien buatan dapayt bertekanan positif
(didorong) atauu negatif (ditarik). Ultrafiltrasi lebih efisien daripada osmosisi dalam
mengambil cairan dan diterapkan dalam hemodialisa. Pada saat dialissi, prinsip osmosis, dan
difusi atau ultrafiltrasi digunakan secara simultan atau persamaan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien dengan CKD


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian merupakan dasar utama dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu.
Pengkajian keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) menurut
Doengoes, 2012; Nursalam, 2008; Sudoyo, 2015; NIC NOC, 2015 sebagai berikut :
a. Demografi.
Klien CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami CKD
dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan,
penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan
lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan
yang tidak sehat.
b. Riwayat penyakit yang diderita klien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
c. Pengkajian Bio-psiko-Sosial
1) Aktivitas istirahat
Gejala :
kelelahan ekstrem kelemahan dan malaise, gangguan tidur (insomnia/ gelisah atau
somnolen).
Tanda :
kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2) Sirkulasi
Gejala :
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi : nyeri dada (angina)
Tanda :
Hipertensi : nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak tangan, nadi
lemah dan halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia yang jarang terjadi pada
penyakit tahap akhir, friction rub pericardial (respon terhadap akumulasi rasa) pucat, kulit
coklat kehijauan, kuning, kecenderungan pendarahan.
3) Integritas Ego
Gejala :
Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya. Peran tak berdaya, tak ada
harapan, tak ada kekuatan.
Tanda :
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
4) Eiminasi
Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan berat badan (malnutrisi). Anoreksia,
Malnutrisi, kembung, diare, konstipasi.
Tanda :
Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat, berwarna. Oliguria, dapat
menjadi anuria.
5) Makanan / Cairan
Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan berat badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri
ulu hati, mual / muntah, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia),
pengguanaan diuretik.
Tanda :
Distensi abdomen / asietas, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan turgor kulit. Edem
(umum, tergantung). Ulserasi gusi, pendarahan gusi / lidah. Penurunan otot, penurunan
lemak subkutan, tampak tak bertenaga.
6) Neorosensasi
Gejala :
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang : sindrom Kaki, gelisah ; kebas terasa
terbakar pada telapak kaki. Kebas kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer).
Tanda :
Gangguan sistem mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketikmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma. Kejang,
fasikulasi otot, aktifitas kejang, Rambut tipis, kuku rapuh dan tips.
7) Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki. Memburuk pada malam hari.
Tanda :
perilaku berhati-hati dan gelisah.
8) Pernafasan
Gejala :
nafas pendek : dipsnea, nokturnal parosimal, batuk dengan / tanpa sputum kental atau
banyak.
Tanda :
takiepna, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman (Pernafasan kusmaul). Batuk
produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru).
9) Keamanan
Gejala :
Klit gatal ada / berulamngnya infeksi
Tanda :
Pruritus Demam ( sepsis, dehidrasi ; normotemia dapat secara actual terjadi peningkatan
pada klien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari pada normal ( efek CKD / depresi
respon imum) Ptekie, araekimosis pada kulit Fraktur tulang ; defosit fosfat, kalsium,
(klasifikasi metastatik) pada kulit, jaringan lunak sendi, keterbatasan gerak sendi.
10) Seksualitas
Gejala :
penurunan libido ; amenorea ; infertilitas.
11) Interaksi Sosial
Gejala :
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekeja, mempertahankan fungsi peran
biasanya dalam keluarga.
d. Pemeriksaan fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran klien dari compos
mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
4) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor
dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut
pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas,
pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah),
terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
7) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
8) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
9) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas klien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary
Refill lebih dari 1 detik.
10) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi
perikarditis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengam Chronic Kidney Disease (CKD) menurut
trucker, 2008; sudoyo, 2015.
1. Urinalisasi : PH asam, SDP, SDM, berat jenis urin (24 jam) : volume normal, volume kosong
atau rendah, proteiurea, penurunan klirens kreatinin kurang dari 10 ml permenit menunjukan
kerusakan ginjal yang berat.
2. Hitungan darah lengakap : penurunan hematokrit / HB , trombosit, leukosit, peningkaanj
SDP.
3. Pemerikasaan urin : Warna PH, kekeruhan, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP,
CCT.
4. Kimia darah : kadar BUN, kreatinin, kalium, kalsium, fosfor, natrium, klorida abnormal.
5. Uji pencitraan : IVP, ultrasonografi ginjal, pemindaian ginjal, CT scan.
6. EKG : distritmia
7. Poto polos abdomen, bias tampak batu radio opak
8. Pielografi intra vena jarang dikerjakan, karena kontras tidak dapat melewati filter
glomerolus, disamping kekawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal
yang sudah mengalami kerusakan.
9. Piolografi antegrad atau retrograt sesuai dengan indikasi.
10. Pemeriksaan lab CCT (Clirens Creatinin Test) untuk mengetahui laju filtrasi
glomerulus. Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin
Test) dapat digunakan dengan rumus :
CCT ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
*) wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD menurut Huda dan Hardhi dalam
NANDA NIC-NOC (2015).
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Ketidakmampuan ginjal mengsekresi air dan
natrium.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan diit dan
ketidak mampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
c. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan
sekunder.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.
f. Resiko Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan efek uremia.
g. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Rencana asuhan keperawatan menurut Huda dan Hardhi dalam NANDA NIC-NOC (2015).
Tabel 2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC)
Definisi : Retensi cairan isotomik Setelah dilakukan asuhan Fluid Management :
meningkat keperawatan selama 3x24 jam
1. Kaji status cairan ; timbang berat
volume cairan seimbang. badan,keseimbangan masukan dan haluaran,
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil: turgor kulit dan adanya edema.
 Berat badan meningkat pada Nursing 2.
outcomes Batasi masukan cairan.
waktu yang singkat 3.
classification (NOC) : Fluid Identifikasi sumber potensial cairan.
 Asupan berlebihan dibanding Balance 4. Jelaskan pada klien dan keluarga rasional
output  Terbebas dari edema, efusi, pembatasan cairan.
 Tekanan darah berubah, tekanan anasarka 5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.

arteri pulmonalis 
berubah, Bunyi nafas bersih,tidak adanya
peningkatan CVP dipsnea Hemodialysis therapy :

 Distensi vena jugularis  Memilihara 1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah
tekanan
vena
(misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium,
 Perubahan pada pola nafas, sentral, tekanan kapiler paru,
tingkat phospor) sebelum perawatan untuk
dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, output jantung dan vital sign
mengevaluasi respon thdp terapi.
suara nafas abnormal (Rales atau normal.
crakles), kongestikemacetan paru, 2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,
pleural effusion pernapasan, dan tekanan darah untuk
 Hb dan hematokrit menurun, mengevaluasi respon terhadap terapi.
perubahan elektrolit, khususnya 3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan
perubahan berat jenis jumlah yang tepat dari cairan berlebih di tubuh
 Suara jantung SIII klien.

 Reflek hepatojugular positif 4. Bekerja secara kolaboratif dengan klien untuk

 Oliguria, azotemia menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet,


keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk
 Perubahan status mental,
mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara
kegelisahan, kecemasan
pengobatan.

Faktor-faktor yang berhubungan :


 Mekanisme pengaturan melemah
 Asupan cairan berlebihan
 Asupan natrium berlebihan
2 Gangguan nutrisi kurang dari Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC)
kebutuhan Setelah dilakukan asuhan Nutritional Management :
Definisi : Intake nutrisi tidak keperawatan selama 3x24 jam1. Monitor adanya mual dan muntah
cukup untuk keperluan nutrisi seimbang dan adekuat. 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan
metabolisme tubuh. Kriteria Hasil: perubahan status nutrisi.
Nursing outcomes3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
Batasan karakteristik : classification (NOC) hematocrit level yang menindikasikan status
 Berat badan 20 % atau lebih di : Nutritional Status nutrisi dan untuk perencanaan treatment
bawah ideal  Nafsu makan meningkat selanjutnya.
 Dilaporkan adanya intake Tidak terjadi penurunan BB 4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
makanan yang kurang dari RDA Masukan nutrisi adekuat 5. Berikan makanan sedikit tapi sering.
(Recomended Daily Allowance)  Menghabiskan porsi makan 6. Berikan perawatan mulut sering.

 Membran mukosa dan Hasil lab normal


7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian
(albumin,
konjungtiva pucat diet sesuai terapi.
kalium)
 Kelemahan otot yang digunakan
untuk menelan/mengunyah
 Luka, inflamasi pada rongga
mulut
 Mudah merasa kenyang, sesaat
setelah mengunyah makanan
 Dilaporkan atau fakta adanya
kekurangan makanan
 Dilaporkan adanya perubahan
sensasi rasa
 Perasaan ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan
 Miskonsepsi
 Kehilangan BB dengan makanan
cukup
 Keengganan untuk makan
 Kram pada abdomen
 Tonus otot jelek
 Nyeri abdominal dengan atau
tanpa patologi
 Kurang berminat terhadap
makanan
 Pembuluh darah kapiler mulai
rapuh
 Diare dan atau steatorrhea
 Kehilangan rambut yang cukup
banyak (rontok)
 Suara usus hiperaktif
 Kurangnya informasi,
misinformasi
Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau
mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau ekonomi.
3 Perubahan pola napas Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC)
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Respiratory Monitoring :
hiperventilasi paru keperawatan selama 1x24 jam1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
pola nafas adekuat. respirasi.
Kriteria Hasil: 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
Nursing outcomes penggunaan otot tambahan, retraksi otot
classification (NOC) supraclavicular dan intercostal.
: Respiratory Status 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
 Peningkatan ventilasi dan kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes.
oksigenasi yang adekuat 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
 Bebas dari tanda tanda distress tidak adanya ventilasi dan suara tambahan.
pernafasan Oxygen Therapy :
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles.
2. Ajarkan klien nafas dalam.
 Suara nafas yang bersih, tidak
3. Atur posisi senyaman mungkin.
ada sianosis dan 4. Batasi untuk beraktivitas.
dyspneu
5. Kolaborasi pemberian oksigen.
(mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
 Tanda tanda vital dalam rentang
normal
4 Gangguan perfusi jaringan Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC)
berhubungan dengan penurunan Setelah dilakukan asuhan Circulatory Care :
suplai O2 dan nutrisi ke jaringan keperawatan selama 3x24 jam1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi
sekunder. perfusi jaringan adekuat. sirkulasi periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler
Kriteria Hasil: refil, temperatur ekstremitas).
Nursing outcomes2. Kaji nyeri.
classification (NOC) 3.
: Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan.
Circulation Status 4. Atur posisi klien, ekstremitas bawah lebih rendah
 Membran mukosa merah muda untuk memperbaiki sirkulasi.
 Conjunctiva tidak anemis 5. Monitor status cairan intake dan output.

 Akral hangat 6. Evaluasi nadi, oedema.

 TTV dalam batas normal. 7. Berikan therapi antikoagulan.

 Tidak ada edema


5 Intoleransi aktivitas berhubungan Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC)
dengan keletihan anemia, retensi Setelah dilakukan asuhan Activity therapy :
produk sampah dan prosedur keperawatan selama 3x24 jam1. Monitor respon fisik, social dan spiritual.
dialysis. Intoleransi aktivitas dapat2. Bantu klien untuk mendapatkan alat bantuan
teratasi. aktivitas seperti kursi roda, krek.
Kriteria Hasil: 3. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
Nursing outcomes disukai.
classification (NOC) :4. Bantu klien/ keluarga untuk mengidentifikasi
Circulation Status kekurangan dalam beraktivitas.
 Mampu melakukan aktivitas5. Bantu klien untuk mengembangkan motivasi diri
sehari-hari secara mandiri. dan penguatan.
 Tanda-tanda vital normal 6. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik

 Mampu berpindah dengan atau dalam merencakan program terapi yang tepat.
tanpa bantuan alat.
 Sirkulasi status baik.
6 Resiko Kerusakan intregritas kulit Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC)
berhubungan dengan efek Setelah dilakukan asuhan Skin surveilance :
uremia dan neuropati perifer. keperawatan selama 3x24 jam1. Monitor adanya tanda – tanda kerusakan
Resiko Kerusakan intregritas integritas kulit.
kulit tidak terjadi. 2. Monitor warna kulit.
Kriteria Hasil: 3. Monitor temperatur
4. Catat adanya perubahan kulit dan membran
Nursing outcomes mukosa.
classification (NOC) :5. Ganti posisi dengan sering.
Circulation Status 6. Anjurkan intake dengan kalori dan protein yang
 Temperatur jaringan dalam adekuat
rentang normal.
 Elastisitas dan kelembaban
dalam rentang rentang normaal.
 Pigmentasi dalam rentang
normal.
4. Pelaksanaan Keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukkan pada nursing orders
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan
yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan klien (Nursalam, 2008).

5. Evaluasi keperawatan
Perencanaan evaluasi memuat cerita hasil keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses
dengan pedoman / rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat
dengan antara tingkat kemandirian klien dalam kehidupan sehari – hari dan tingkat kemajuan
kesehatan klien dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Evaluasinya menurut
Nursalam (2008) sebagai berikut :
1. Tekanan darah stabil dan tidak ada penambahan BB.
2. Makan makanan rendah protein dan tinggi karbohidrat.
3. Tidak ada kerusakan kulit dan klien melaporkan gatal berkurang.
4. Ambulasi tanpa jatuh.
5. Bertanya dan membaca materi tentang dialisis.
BAB V
PENUTUP

Setelah pembahasan pada BAB sebelumnya yang menerangakan tinjauan teoritis, tinjauan
kasus serta membandingkan kesenjangan antara teori dan kasus penulis akan memberikan
kesimpulan dan saran dalam pelaksanaan pemenuhan kebutuhan dasar pada Tn. DJ
dengan Chronic Kidney Disease (CKD) di Paviliun Melati Rumah Sakit Islam Jakarta
Cemaka Putih yang dilaksanakan pada tanggal 03 – 05 Juni 2016.
A. Kesimpulan
Dalam teori telah disampaikan bahwa Chronic Kidney Disease (CKD) adalah penurunan
fungsi ginjal. Dari hasil pengkajian Tn. DJ telah terjadi penurunan fungsi ginjal sehingga
kemampuan memfiltrasi hanya 25 ml/menit. jika dilihat dari klasifikasi CKD
menurut Sudoyo, 2015 Tn. DJ mengalami CKD berat dimana kemampuan filtrasi ginjal 25%
dari normal (90-100%). Manifestasi yang penulis temukan pada Tn. DJ yaitu lemas, edema
tungkai kaki kanan garde +1, konjungtiva pucat dan anemis. Setelah data-data didapatkan,
penulis menemukan 3 diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kondisi klien saat ini yaitu
:
1. Resiko Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengsekresi
air dan natrium
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan
intake diit dan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien
3. Resiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan anemia
Pada rencana keperawatan sebagian besar penulis menyantumkan intervensi berdasarkan
hasil landasan teoritis dan kemudian disesuaikan dengan kondisi klien karena ada beberapa
intervensi yang tidak dapat dilakukan.
Pada saat penulis melakukan implementasi sebagian besar dilaksanakan. Tetapi penulis
menemukan beberapa hambatan seperti pada saat menghitung banlace cairan per 24 jam,
didalam pendokumentasian data – data yang diperlukan tidak didapatkan dan tidak
tersedianya hasil CCT. Tetapi semua bisa dibantu dengan kerjasama yang baik antara penulis
dengan klien dan bantuan dari perawat ruangan.
Tahap akhir dari pemenuhan kebutuhan dasar yaitu evaluasi keperawatan, diagnosa yang
penulis temukan pada klien yang belum teratasi yaitu : Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengsekresi air dan natrium, Resiko ketidak
seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan intake
diit dan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien, Resiko intoleransi aktivitas
berhubungan dengan keletihan dan anemia. Untuk masalah keperawatan yang belum teratasi
akan dilanjukkan oleh perawat diruangan.

B. Saran
Dari kesimpulan yang telah didapat penulis menganggap perlu adanya peningkatan mutu
pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar yang diharapkan dapat membantu klien dalam
mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan menjadi lebih optimal. Disini penulis
memberikan beberapa saran kepada beberapa pihak yang diharapkan dapat membantu dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan penyakit Chronic Kidney
Disease (CKD), dan saran tersebut diantaranya :
1. Penulisan KTI Selanjutnya
Dalam menerapkan pemenuhan kebutuhan dasar diharapkan penulis KTI selanjutnya dapat
melakukan pengkajian yang lebih lengkap untuk mendapatkan hasil yang optimal dan
mampu memberikan asuhan yang optimal bagi klien. Karya tulis ilmiah ini disusun dengan
konsep pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Oleh sebab itu, hendaknya referensi untuk
kebutuhan dasar manusia pada gangguan sistem perlu diperbanyak.

2. Perawat Ruangan
Diharapkan kepada perawat ruangan hendaknya melakukan pendokumentasian dengan lebih
terperinci kembali setelah malakukan tindakan keperawatan terutama untuk balance cairan,
pada kasus CKD sehingga akan didapatkan balance cairan yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilynn, dkk. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Huda, Nuratif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
NANDA NIC-NOC. Jakarta : Media Action.
LeMone, Priscillia, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5. Alih bahasa:
Egi Komara Yudha, dkk. Jakarta: EGC.
Litbang. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Litbang.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
Medical Record RSIJ Cempaka Putih. (2016). Data Pasien CKD yang Di Rawat Inap 3 Bulan
Terakhir. Jakarta: tidak di publikasi.
Potter, P. A & Perry, A. G. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik, Alih bahasa: Renata Komalasari. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2010.
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi
12. Alih bahasa: Devi Yulianti, Amelia Kimin. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8.
Jakarta : EGC. 2014.
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2015.
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al., 3rd ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing 2015 : 1035-1040.
Wong, D.L,dkk. 2008. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta. Buku Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai