PERTANIAN BERLANJUT
KELAS M, KELOMPOK 1
Anggota:
Anindita Mila Syasa 165040200111001
Qilyatun Nafisah 165040200111045
Farah Afifah Sitepu 165040200111054
Anita Novita Sari 165040200111057
Berliana Ayu Oktavia 165040200111078
Muchammad Ilham Qurnain 165040200111099
Nilam Kinanti 165040207111087
Nur Choliq 165040207111122
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Diterima Tanggal:
Hari :
Paraf Penerima :
ii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 1
1.3 Manfaat .......................................................................................................... 1
BAB 4 PENUTUP................................................................................................ 44
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 44
4.2 Saran ............................................................................................................ 44
iii
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Hasil Pengamatan Karakteristik Lanskap ................................................... 10
2. Data Pengamatan Kualitas Air secara Fisik dan Kimia .............................. 12
3. Perbandingan Sebaran Tanaman Bernilai Ekonomi pada Penggunaan Lahan
yang Berbeda ............................................................................................... 14
4. Analisa Vegetasi Gulma pada Penggunaan Lahan yang berbeda ................ 15
5. Perbandingan Vegetasi Nilai Indeks Keragaman Shannon-Wienner(H’) dan
Indeks Dominasi (C) .................................................................................... 17
6. Matrix Koefisien Komunitas ........................................................................ 18
7. Hasil Pengamatan Arthropoda pada setiap Plot Pengamatan ...................... 19
8. Komposisi Peranan Arthropoda pada setiap Plot Pengamatan .................... 20
9. Indeks Keragaman Arthropoda pada setiap Plot Pengamatan ..................... 22
10. Pengamatan Penyakit pada setiap Plot Pengamatan .................................... 22
11. Cadangan Karbon pada tiap Plot Pengamatan ............................................. 25
12. Karakteristik Lahan dan Cadangan Karbon pada Sistem Hutan Rakyat dan
Agroforestri ................................................................................................. 26
13. Biaya Usahatani pada Plot Hutan ................................................................ 28
14. Penerimaan Usahatani Kopi ........................................................................ 28
15. Pendapatan dalam Usahatani Kopi.............................................................. 29
16. Biaya Usahatani pada Plot Agroforestri ...................................................... 29
17. Baiaya Usahatani Durian ............................................................................ 30
18. Penerimaan Usahatani Kopi dan Durian ..................................................... 31
19. Pendapatan Petani dengan Penggunaan Lahan Agroforestri ...................... 31
20. Biaya Variabel Plot Tanaman Semusim ..................................................... 32
21. Biaya Tetap dalam Usahatani Plot Tanaman Semusim .............................. 32
22. Penerimaan dalam Usahatani di Plot Tanaman Semusim ........................... 32
23. Biaya Usahatani Jagung di Plot Pemukiman dan Tanaman Semusim ........ 33
24. Penerimaan pada Plot Tanaman Semusim .................................................. 34
25. Indikator Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan .............. 39
iv
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Plot Hutan ........................................................................................... 11
2. Plot Agrofoerstri .......................................................................................... 11
3. Plot Tanaman Semusim................................................................................ 11
4. Segitiga Fiktorial .......................................................................................... 21
5. Segitiga Penyakit .......................................................................................... 24
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Skestsa Penggunaan Lahan di Lokasi Pengamatan .................................... 51
2. Sketsa Transek Landsekap ......................................................................... 52
3. Data-Data Lapangan Lainnya .................................................................... 56
4. Hasil Interview ........................................................................................... 99
5. Dokumentasi Kegiatan ............................................................................. 117
vi
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian berkelanjutan merupakan tujuan strategis yang diharapkan
dalam pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian yaitu suatu tindakan
untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan
menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long term and sustainability).
Pembangunan pertanian berkelanjutan sangat tergantung kepada ketersediaan
sumber daya dan pelaku di dalam pembangunan pertanian dalam
mempertimbangkan keuntungan yang diperoleh. Peningkatan pertumbuhan
penduduk tidak sebanding dengan laju pertumbuhan produksi pertanian serta
peningkatan konversi lahan pertanian. Sehingga hal tersebuat menyebabkan
kebutuhan pangan tidak bisa terpenuhi dengan optimal.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian serta
memenuhi kebutuhan pangan dapat dicapai melalui perluasan lahan produksi dan
peningkatan produktivitas lahan. Produktivitas dapat ditingkatkan melalui
optimalisasi input produksi, salah satunya dengan menjamin ketersediaan air
irigasi, pupuk, bibit/benih, pestisida sebagai input produksi kegiatan usahatani.
Namun dalam pelaksanaan upaya tersebut, banyak menimbulkan permasalahan
baru pada lingkungan sehingga produksi yang hasilkan menjadi tidak
berkelanjutan. Produksi pertanian yang berlanjut penting untuk menjamin
kecukupan kebutuhan manusia di masa yang mendatang. Oleh karena itu
dibutuhkan adanya upaya yang tidak hanya terfokus pada produksi pertanian tetapi
juga memperhatikan aspek ekologi dan sosial ekonomi.
Indikator keberhasilan dari pertanian berlanjut bisa dilihat dari karakteristik
lansekap yang meliputi aspek biofisik dan sosial ekonomi petani. Berdasarkan
aspek biofisik yang perlu diamati adalah kualitas air, biodiversitas, dan karbon.
Aspek biodiversitas yaitu meliputi aspek agronomi, aspek hama dan penyakit yang
ada pada hamparan lahan atau lanskap. Sehingga dengan mengetahui apa saja
indikator pertanian berlanjut maka diharapkan bisa mewujudkan pertanian yang
memperhatikan ekologi, serta memperhatikan kesejahteraan petani.
1.2 Tujuan
Tujuan diadakannya praktikum terkait pertanian berlanjut ini adalah sebagai
berikut:
a. Memahami macam-macam, sebaran dan interaksi antar tutupan lahan pertanian
yang ada disuatu bentang lahan,
b. Memahami pengaruh pengelolaan lanskap pertanian terhadap kondisi hidrologi,
tingkat biodiversitas, dan cadangan karbon,
c. Memahami pengaruh biodiversitas pada suatu bentang lahan dari aspek
agronomi dan aspek hama penyakit sebagai indikator pertanian berlanjut,
d. Memahami indikator keberhasilan pertanian berlanjut dari aspek sosial ekonomi.
1.3 Manfaat
Adapaun manfaat dari pelaksanaan praktikum ini di antaranya adalah
sebagai berikut ini:
2
BAB 2 METODOLOGI
2.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan fieldtrip Pertanian Berlanjut dilaksanakan di Desa Tulungrejo,
Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang pada tanggal 30 September 2018. Desa
Tulungrejo masih termasuk kedalam kawasan Sub Daerah Aliran Sungai Kalikonto.
Susunan penggunaan lahan di lokasi ini adalah perkebunan monokultur pinus di
lereng bagian atas lanskap (plot 1), kebun campuran atau agroforestri di lereng
bagian tengah (plot 2), tanaman semusim di lereng bagian tengah dan bawah (plot
3), serta campuran antara tanaman semusim dan permukiman di lereng bawah (plot
4). Dalam pelaksanaannya, kelas M mendapatkan jalur Desa Tulungrejo II. Jalur II
melakukan pengamatan dibagian sebelah kanan sungai pada plot 1 dan 2.
Sedangkan pada plot 3 dan 4 pada bagian kiri sungai.
2.2. Metode Pelaksanaan
2.2.1. Pemahaman Karakteristik Lansekap
Lansekap merupakan suatu bentang alam yang memiliki karakteristik
tertentu yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pemahaman setiap lansekap dapat
digunakan untuk memahami tindakan pengolahan dan konservasi yang sesuai. Alat
dan bahan yang digunakan untuk pengamatan karakteristik lansekap antara lain,
kompas untuk mengetahui arah mata angin, kamera dokumentasi untuk
mendokumentasikan objek pengamatan, klinometer untuk mengukur kemiringan
lahan, dan alat tulis untuk mencatat. Adapun cara kerja untuk pemahaman
karakteristik lansekap adalah sebagai berikut ini:
b. Pengamatan Suhu
Pengamatan suhu merupakan salah satu indikatir kualitas air yang dilakukan
dengan mengukur suhu pada sungai. Alat yang digunakan untuk pengamatan suhu
antara lain:
1. Termometer : Mengukur suhu air
2. Air Sungai : Bahan yang diamati
Adapun cara kerja untuk pengamatan suhu dengan termometer adalah
sebagai berikut ini:
Memasukkan termometer ke dalam air selama 1-2 menit
2. Pengamatan Penyakit
Pengamatan penyakit bertujuan untuk mengamati penyakit yang
menyerang tanaman budidaya. Pengamatan ini meliputi pengamatan visual
dengan melihat tanda dan gejala serangan penyakit pada tanaman dan
mencari informasi dengan wawancara petani. Alat dan bahan untuk
pengamatan ini antara lain:
1. Plastik klip : menyimpan sampel tanaman yang terserang penyakit
2. Guntung : memotong sampel tanaman yang terserang penyakit
3. Alat tulis : mencatat
4. Kamera : mendokumentasikan
5. Alat perekam : merekam wawancara
Adapun cara kerja pengamatan penyakit yang dilakukan di lapang
adalah sebagai berikut ini:
Membuat laporan
Jalur yang dilalui saat pengamatan merupakan jalur 2. Lokasi fieldtrip kali
ini terbagi atas 4 plot pengamatan dengan penggunaan lahan yang berbeda-beda.
Pada plot 1 dengan penggunaan lahan sebagai hutan dan kebun campuran dengan
11
tutupan lahan berupa kopi, pinus, durian dan rumput gajah yang berada di bagian
lereng atas. Untuk kopi dan durian bagian buah digunakan untuk konsumsi,
sedangkan pinus batang digunakan untuk industri dan untuk rumput gajah daun
digunakan sebagai pakan ternak. Pada plot 2 berupa agroforestri dengan tutupan
lahan berupa jagung, rumput gajah, pisang, dan kopi berada di bagian lereng bawah
sedangkan sengon dan kelapa berada di lereng tengah. Untuk pisang buah
digunakan untuk konsumsi, sedangkan sengon bagia yang dapat dimanfaatkan
berupa batang dan daun. Tanaman kelapa juga dapat dimanfaatkan buah dan daun
untuk kebutuhan warga sehari- hari baik untuk dikonsumsi atau kebutuhan rumah
tangga lain. Pada plot 3 dengan penggunaan lahan tegalan dengan tutupan lahan
berupa jagung, tomat, rumput gajah, dan kubis. Manfaat yang dapat diambil dari
jagung yang ditanam pada lereng atas hingga tengah berupa daun untuk pakan
ternak dan biji untuk konsumsi. Rumput gajah yang berada di bagian lereng tengah
juga dimanfaatkan daunnnya untuk pakan ternak. Sedangkan untuk tomat yang
berada pada bagian bawah, dimanfaatkan buahnya untuk konsumsi. Kubis yang
berada pada lereng atas juga dimanfaatkan daunnya untuk konsumsi. Pada plot 4
sleain digunakan sebagai pemukiman warga terdapat juga penanaman tanaman
seperti jati, lamotoro, pisang dan rumput gajah yang berada di lereng bawah. Jati
dapat dimanfaatkan batangnya sedangkan untuk lamtoro dapat dimanfaatkan
bijinya.
tanaman semusim dan pemukiman seschidisk masih dapat dilihat pada kedalaman
40cm.
Kamer (2003) menjelaskan bahwa dissolve oxygen merupakan kadar
oksigen yang terkandung dalam air yang diperlukan oleh organisme, terutama
organisme yang memiliki habitat di perairan untuk melangsungkan proses-proses
biologi, sehingga apabila kadarnya terlalu rendah dapat menyebabkan penurunan
aktivitas dan biomassa dari organisme. Kadar dissolve oxygen dalam air berubah-
ubah sesuai dengan komposisi kimia yang ada di dalam air, namun kadar dissolve
oxygen optimum berada pada angka 3-7 mg/L. Jadi, hasil pengamatan dissolve
oxygen dari empat plot jalur dua dapat digolongkan dalam kadar rendah. Rendahnya
kadar dissolved oxygen dapat disebabkan karena rendahnya difusi oksigen dari
atmosfer ke permukaan air dan rendahnya fotosintesis oleh tanaman air (Kale,
2016).
Pada pengamatan pH, keempat plot dalam kondisi masam dengan nilai pH
dibawah 6. Tembo (2017) berpendapat bahwa sebagian besar organisme
memerlukan pH air netral agar dapat melangsungka hidup dengan baik. Perubahan
pH air, menjadi lebih masam maupun menjadi lebih basa, akan berdampak pada
terganggunya proses-proses biologi dari organisme. Didukung pendapat Kale
(2016) yang menyebutkan bahwa pH air dipengaruhi oleh hujan asam, komposisi
mineral dalam air, limbah dari aktivitas manusia, dan larutnya karbon dalam air.
Merujuk pada PP No. 82 Tahun 2001, dilihat dari nilai dissolve oxygen dan pH,
maka air pada daerah hutan produksi, agroforestry, lahan tanaman semusim,
maupun lahan tanaman semusim dan pemukiman masuk dalam kelas 4. Kualitas air
kelas 4 umumnya digunakan sebagai air irigasi pertanian dan keperluan lainnya
yang membutuhkan kualitas air yang sama. Kualitas air yang lebih tinggi atau lebih
rendah kurang sesuai untuk kegiatan budidaya tanaman karena memiliki komponen
fisik, kimia, dan biologi yang berbeda dengan kebutuhan tanaman sehingga dapat
menyebabkan kurang berlanjut bagi pertanian.
Pada pengamatan suhu, pada keempat penggunaan lahan memiliki suhu air
rata-rata 23-25ºC. Menurut Dallas (2009), suhu optimum untuk kehidupan
organisme secara umum berkisar 15ºC-30ºC. Pada suhu dibawah 15ºC organisme
akan mengalami dormansi sedangkan suhu diatas 30ºC akan menyebabkan
penurunan biomassa. Sehingga suhu air rata-rata pada keempat penggunaan lahan
masih dapat dikategorikan optimum untuk kehidupan sebagian besar organisme.
Pada pengamatan secchi disk, baik pada plot hutan produksi, agroforestri,
tanaman semusim, serta tanaman semusim dan pemukiman, secchi disk masih dapat
dilihat pada kedalaman 40cm. Khattab dan Merkel (2015) menyebutkan bahwa
pengamatan secchi disk bertujuan untuk mengukur aktivitas fitoplankton dan alga
didalam air. Semakin keruh air menunjukkan banyaknya aktivitas fitoplankton dan
alga yang berdampak pada menurunnya penetrasi cahaya matahari dan menurunnya
suhu air. Sehingga dari hasil pengamatan secchi disk dapat disimpulkan bahwa air
14
pada keempat plot pengamatan rendah akan aktivitas fitoplankton dan alga yang
menyebabkan kualitas air rendah dari aspek biologi.
2. Biodiversitas Tumbuhan
a. Keragaman Tanaman Bernilai Ekonomi
Keragaman tanaman bernilai ekonomi menunjukkan informasi penggunaan
lahan dan pengelolaan lahan skala lanskap. Setiap penggunaan lahan memiliki
keragaman yang berbeda-beda. Tanaman yang bernilai ekonomi ini baik berupa
tanaman tahunan atauapun tanaman semusim. Penggunaan lahan dengan hamparan
tanaman semusim, tanaman tahunan maupun kombinasi diantara keduanya
mempunyai karakteristik berbeda-beda baik secara ekologi, sosial maupun
ekonomi. Berikut ini adalah data pengamatan kergaman tanaman yang ada di
beberapa penggunaan lahan:
Tabel 3. Perbandingan Sebaran Tanaman Bernilai Ekonomi pada Penggunaan
Lahan yang Berbeda
Populasi Sebaran
No. Nama
Jenis Plot Plot Plot Plot Plot Plot Plot Plot
Tanaman
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Jagung S PT PT SM
Rumput
2 S PR PR PR SB SB SB
gajah
3 Cabai S PT SK
4 Kubis S PT SK
5 Kelapa T PR SB
6 Pinus T PT SM
7 Pisang S PS PT SB
8 Durian T PS PR SK
9 Midi T PR SB
10 Waru T PR SB
11 Lamtoro T PT
12 Kopi T PT
13 Sengon T PT
Keterangan : T = Tahunan, S = Semusim, PT = Populasi Tinggi, PS = Populasi Sedang, PR=Populasi
Rendah, TA = Tidak Ada, SM = Sebaran Merata, SK = Sebaran Berkelompok, SB = Sebaran Tidak
Beraturan, Plot 1 Hutan Produksi; Plot 2 Agroforestry; Plot 3 Tanaman Semusim; Plot 4 Tanaman
Semusim dan Pemukiman.
jagung dan rumput gajah dengan jagung yang banyak ditemukan dengan sebaran
merata.
Lyal et al. (2008) menjelaskan bahwa biodiversitas dalam pertanian perlu
dijaga untuk menciptakan keseimbangan dalam ekosistem pertanian atau
agroekosistem. Didukung oleh pendapat Erisman et al. (2016) yang menyatakan
bahwa biodiversitas penting bagi agroekosistem karena banyak organisme-
organisme yang terlibat dalam proses alam yang mana proses tersebut diperlukan
dalam budidaya tanaman. Semakin beragam biodiversitas pada suatu
agroekosistem maka agroekosistem menjadi lebih stabil dan dapat berproduksi
secara berkelanjutan. Didukung pula oleh pendapat Islam dan Ullah (2012) yang
menyatakan bahwa keberagaman tanaman yang bernilai ekonomi dapat
meningkatkan pendapatan petani dan kestabilan pangan. Pada hasil pengamatan,
penggunaan lahan tanaman semusim dan pemukiman memiliki keragaman yang
paling rendah dibandingkan penggunaan lahan lainnya. Hal ini menyebabkan
kondisi ekosistem pada penggunaan lahan tersebut lebih labil dibandingkan dengan
penggunaan lahan lain dan berdampak pada produksi tanaman yang kurang stabil
dan kurang berlanjut.
b. Analisa Vegetasi Gulma
Analisa vegetasi gulma dapat digunakan untuk mengetahui nilai SDR
(Summoned Dominance Ratio) pada tiap penggunaan lahan yang berbeda. Data
analisa vegetasi gulma pada 4 penggunaan lahan yang berbeda adalah sebagai
berikut ini:
Tabel 4. Analisa Vegetasi Gulma pada Penggunaan Lahan yang berbeda
berkembang dan tersebar luas. Oleh karena itu, tumbuhan ini mudah ditemukan di
ketiga penggunaan lahan tersebut.
Necajeva et al.(2015) menjelaskan bahwa keragaman spesies gulma dapat
menjadi indikator kesuburan suatu jenis tanah. Tanah dengan kesuburan rendah
akan didominasi oleh gulma berdaun sempit dan tanah dengan kesuburan tinggi
akan didominasi oleh gulma berdaun lebar. Hal ini didukung oleh pendapat Pal et
al. (2013) menjelaskan bahwa keragaman gulma juga dipengaruhi oleh aktivitas
manusia pada habitat gulma tersebut. Pada hasil pengamatan, pada penggunaan
hutan produksi (plot 1), memiliki diversitas gulma paling banyak dan didominasi
dengan gulma berdaun lebar dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya
karena rendahnya aktivitas manusia yang mengganggu ekosistem pada penggunaan
lahan tersebut sehingga tanah pada penggunaan hutan produksi memiliki kesuburan
yang paling baik dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya.
Nilai keragaman gulma juga dilakukan perhitungan Nilai Indeks
Keragaman Shannon-Wienner dan Indeks dominansi. Saitama (2016) mengatakan
bahwa keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk
membandingkan dua komunitas, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan
biotik, untuk mengetahui tingkatan suksesi atau kestabilan suatu komunitas. Indeks
dominansi digunakan untuk mengetahui kekayaan spesies serta keseimbangan
jumlah individu setiap spesies dalam ekosistem. Berikut ini adalah data hasil
perhitungan indeks keragaman dan indeks dominasi:
Tabel 5. Perbandingan Vegetasi Nilai Indeks Keragaman Shannon-Wienner(H’)
dan Indeks Dominasi (C)
No Lokasi H’ C
1 Hutan 1,75 0,22
2 Agroforestry 1,54 0,22
3 Tanaman Semusim 1,64 0,21
4 Pemukiman & Tanaman
1,02 0,43
Semusim
Pemukiman
Tanaman
Plot Hutan Agroforestry & Tanaman
Semusim
Semusim
Hutan 100
Agroforestry 18,15 100
Tanaman
8,66 22,25 100
Semusim
Pemukiman &
Tanaman 16,28 40,02 19,35 100
Semusim
a. Keragaman Arthopoda
Pengamatan keragaman arthopoda yang termasuk dalam aspek HPT
dilaksanakan pada tiap plot. Parameter pengamatan untuk keragaman arthopoda
terdiri atas indeks keragaman arthopoda serta peranan arthopoda. Berikut
merupakan tabel hasil pengamatan arthopoda pada keempat plot:
Tabel 7. Hasil Pengamatan Arthropoda pada setiap Plot Pengamatan
Titik
Nama Serangga Peran Total
Pengamatan
Plot 1 Ngengat (Amata sp.) Serangga lain 1
Lalat (Drosopilidhae) Serangga lain 6
Kumbang spot M (Menochillus
Musuh alami 3
sexmaculatus)
Laba-Laba (Lycosa sp.) Musuh alami 2
Kutu daun (Aphids sp) Hama 45
Capung (Anax junius) Musuh alami 4
Plot 2 Laba-laba (Lycosa sp) Musuh alami 2
Kumbang Spot M (Menochillus
Musuh alami 1
sexmaculatus)
Lalat (Calliphora vicina) Serangga lain 62
Lalat tentara hitam
Serangga lain 1
(Hermetia illucens)
Kutu daun (Aphis gossypii) Hama 5
Belalang kayu
Hama 1
(Valanga nigricornis)
Kecoa (Blattella asahinai) Musuh alami 4
Semut merah
Musuh alami 1
(Formicida latreille)
Kumbang badak (Holotrichia
Hama 1
javana)
Kutu Tempurung atau kutu hijau
Hama 1
(Coccus viridis)
Planthopper
Hama 1
(Acanalonia conica)
Kumbang (Curinus coeruleus) Musuh alami 2
Wereng hijau
Plot 3 Hama 84
(Empoasca spp)
Kutu daun (Aphis gossypii) Hama 82
Lalat bibit
Hama 25
(Atherigona orientalis)
Nyamuk (Culicidae) Serangga lain 3
Titik
Nama Serangga Peran Total
Pengamatan
(Spodoptera litura)
Jangkrik
Hama 1
(Gryllus bimaculatus)
Thrips sp. Hama 1
Plot 4 Nyamuk (Culicida) Serangga lain 7
Kutu daun (Aphis gossypii) Hama 57
Kepik putih
Musuh alami 34
(Hymeptera miridae)
Kepik hijau
Musuh almai 2
(Hymeptera miridae)
Ulat grayak
Hama 1
(Spodoptera litura)
Kutu kebul (Bemisia tabaci) Hama 17
Ngengat (Heterocera) 1
Walang sangit
Serangga lain 1
(Leptocorisa acuta)
Kumbang kubah spot M
Musuh alami 4
(Menochillus sexmaculatus)
Keterangan:
Plot 1=Hutan, Plot 2=Agroforestri, Plot 3=Tanaman semusim, dan Plot 4=Tanaman semusim dan
pemukiman
Data diatas menunjukkan bahwa kergaman arthropoda pada setiap
penggunaan lahan berbeda-beda. Pada penggunaan lahan hutan jumlah terbesar
adalah kutu daun yang berperan sebagai hama. Pada penggunaan lahan agroforestri,
arthropoda terbanyak adalah lalat Calliphora vicina yang berperan sebagai
serangga lain yang berjumlah 62 ekor. Pada penggunaan lahan tanaman semusim,
arthropoda terbanyak adalah wereng hijau yang berperan sebagai hama dengan
jumlah 84 ekor dan kutu daun sebanyak 82 ekor yang berperan sebagai hama. Pada
penggunaan lahan tanaman semusim dan pemukiman, jumlah terbanyak adalah
kutu daun yang berjumlah 57 ekor. Apabila arthropoda tersebut digolongkan
berdasarkan peranannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 8. Komposisi Peranan Arthropoda pada setiap Plot Pengamatan
sebagai hama dengan jumlah terbesar. Pada penggunaan lahan agroforestri jumlah
terbanyak berperan sebagai serangga lain. Pada penggunaan lahan tanaman
semusim jumlah terbanyak adalah serangga yang berperan sebagai hama yang
berjumlah 194 ekor. Apabila semua komposisi tersebut dianalisis dengan segitiga
fiktorial hama dapat dilihat pada gambar berikut ini:
SL
SL
Hama MA
Hama MA
Plot 1
Plot 2
SL SL
Hama Hama MA
MA
Plot 3 Plot 4
(Aphis gossypii) Ulat grayak (Spodoptera litura), Kutu kebul (Bemisia tabaci),
Ngengat (Heterocera) yang beperan sebagai hama mendominasi dengan jumlah
populasi sebsar 59,7%.
Selain menganalisis keragaman arthropoda dengan segitiga fiktorial juga
dilakukan analisis Indeks keragaman pada arthropoda yang ditemukan. Berikut ini
adalah indeks keragaman pada setiap penggunaan lahan yang berbeda:
Tabel 9. Indeks Keragaman Arthropoda pada setiap Plot Pengamatan
Titik Indeks
Kriteria Keragaman Indeks Dominasi (D)
Pengamatan Keragaman (H’)
Plot 1 0,95878079 Rendah 0,5619
Plot 2 1,086630374 Sedang 0,5800
Plot 3 1,160452274 Sedang 0,3678
Plot 4 1,440703745 Sedang 0,3100
Keterangan:
Plot 1=Hutan, Plot 2=Agroforestri, Plot 3=Tanaman semusim, dan Plot 4=Tanaman
semusim dan pemukiman
Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa pada plot 1 dengan indeks
keragaman sebesar 0,95878079 termasuk kriteria keragaman rendah, sedangkan
untuk plot 2 hingga plot 4 dengan hasil indeks keragaman masing masing sebesar
1,086630374; 1,160452274; 1,440703745 termasuk kriteria keragaman sedang.
Hasil perhitungan indeks dominasi menunjukkan bahwa di semua plot pengamatan
memiliki nilai dibawah 1. Berdasarkan Oktiana (2015) yang menyatakan Indeks
dominansi berkisar antara 0 hingga 1. Pada hasil indeks dominasi didapatkan semua
nilai D masih berada di bawah 1, berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi.
Jika D = 1, berarti pada lokasi terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya.
b. Pengamatan Penyakit
Pengamatan penyakit tanaman yang termasuk dalam aspek HPT dilaksanakan
pada tiap plot. Parameter pengamatan untuk penyakit tanaman dilakukan dengan
pengamatan langsung dari gejala yang ditimbulakn oleh patogen serta perhitungan
indeks penyakit. Berikut merupakan tabel hasil pengamatan penyakit pada keempat
plot:
Tabel 10. Pengamatan Penyakit pada setiap Plot Pengamatan
Titik
Penyakit/
Pengam Gejala Dokumentasi IP
Patogen
atan
Plot 1 - - - -
23
Titik
Penyakit/
Pengam Gejala Dokumentasi IP
Patogen
atan
Daun yang sakit timbul
bercak kuning
kemudian berubah
menjadi coklat (lihat
gambar).
Karat
Permukaan bercak pada
daun kopi
sisi bawah daun
Plot 2 (Hemileia 3,74 %
terdapat uredospora
vastatrix)
seperti tepung berwarna
oranye atau jingga.
Pada serangan berat
pohon tampak
kekuningan, daunnya
gugur akhirnya pohon
menjadi gundul.
Terdapat bisul
(pustules) pada kedua
Karat
permukaan daun bagian
daun
atas dan bawah dengan
Plot 3 (Puccinia 6,16%
warna coklat kemerahan
polysora
tersebar pada
Undrew)
permukaan daun
Daun menjadi kering
Serangan penyakit
hawar daun berupa
Hawar
bercak kecil berbentuk
daun
oval kemudian bercak
Plot 4 (Helminth 2,54 %
semakin panjang dan
osporium
menjadi nekrotik
turcicum)
(disebut hawar)
24
Titik
Penyakit/
Pengam Gejala Dokumentasi IP
Patogen
atan
Penyakit
Patogen Tanaman
Gambar 5. Segitiga Penyakit
Gejala yang timbul akibat serangan patogen secara keseluruhan terdapat
pada daun. Penyakit yang terdapat pada seluruh plot disebabkan oleh infeksi jamur.
Penyakit dari jamur dapat disebabkan kerapatan tanaman yang mempengaruhi
habitat jamur dapat lebih sesuai dengan kondisi hidupnya. Selain itu juga jenis
tanaman, umur tanaman, dan kerapatan daun memengaruhi perkembangan
penyakit. Misalnya untuk tanaman kopi jenis arabika lebih peka terhadap penyakit
karat daun dibanding jenis robusta. Selain itu dikarenakan kopi merupakan tanaman
25
4. Cadangan Karbon
Berikut merupakan hasil pengamatan penggunaan lahan dan tutupan lahan
yang telah dilakukan pada 4 plot di Desa Tulungrejo, Kecamatan maka berdasarkan
penelitian akan cadangan karbon yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti
didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 11. Cadangan Karbon pada tiap Plot Pengamatan
Penggunaan Tutupan Tingkat Tutupan Jumlah C-
Plot Kerapatan
Lahan Lahan Kanopi Seresah Spesies Stock
3 Tegalan Jagung T R >5000 T 1
(Tanaman Rumput R R >1000 S
Semusim) Gajah
Tomat R R >1000 R
Kubis R R >300 R
4 Tegalan Jati R R 4 R 1
(Tanaman Lamtoro R R 7 R
semusim dan Pisang R R 8 S
Peukiman) Rumput R S >70 T
gajah
1 Hutan dan Kopi R R >30 S 150
Kebun Pinus T T >70 T
Campuran Durian R R 10 R
Rumput R R >50 R
gajah
2 Agroforestri Jagung S R >5000 S 50
Rumput S R >1000 S
gajah
Sengon S S >300 S
Kelapa R R 10 S
Pisang S R >30 S
Kopi S S >1000 S
Keterangan :
26
tiap bagian pohon tersebut meningkat secara proporsional dengan semakin besarnya
diameter pohon sehingga biomassa.
Maka dengan mengukur jumlah karbon yang disimpan dalam tubuh
tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2
di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan dengan pengukuran cadangan
yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara
tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat
pembakaran (Hairiah et al., 2007)
Berdasarkan data cadangan karbon yang dikumpulkan, dapat dinyatakan
bahwa penggunaan lahan hutan dapat menyimpan cadangan karbon lebih banyak
dibandingkan lahan agroforestri apalagi tanaman semusim. Sedangkan agroforestri
juga dapat menyimpan cadangan karbon yang lebih banyak dibandingkan
perkebunan monokultur seperti jagung, tomat maupun kubis. Hal ini sesuai dengan
penyataan Hairiah et al., (2011) pada suatu lanskap cenderung memiliki nilai C-
stock tinggi jika lanskap memiliki tanah yang subur dengan tumbuhan yang sangat
beragam dan rapat, serta jika pada lanskap tersebut menerapkan praktik pengelolaan
lahan berkelanjutan. Untuk cara pengelolaan lanskap yang dapat melestarikan hal
tersebut yaitu melalui konservasi dan restorasi penggunaan lahan yang kaya
cadangan karbon, seperti hutan atau kebun campur karena dapat mempertahankan
dan meningkatkan jumlah cadangan karbon. Menurut Van Noordwijk et al., (2011)
keberlanjutan bukan berarti hanya “ keeping everything as it has always been’ yang
menyatakan bahwa keberlanjutan bukan menjaga semua hal agar dapat kembali
seperti kondisi awal melainkan keberlanjutan membutuhkan strategi dan penelitian
lebih lanjut untuk menemukan cara- cara baru untuk mencapai tujuan dari berbagai
pihak dan tetap memikirkan akan kemampuan suatu lahan tetap terjaga bahkan
membaik bagi generasi mendatang.
Sedangkan untuk agroforestri yang merupakan sistem pola tanam berbasis
pohon yang dapat mempertahankan cadangan karbon (C-stock) pula dikarenakan
pada sistem ini akumulasi C masih cukup tinggi yang terdapat di biomasa
pepohonan. Selain dari pada itu sistem ini dapat mengurangi emisi gas bila
dibandingkan dengan sistem pertanian monokultur. Sistem ini berkembang untuk
menjaga keseimbangan ekologi akibat kerusakan tanah dengan mengupayakan
terjadi korelasi yang baik antara tanaman pohon dan tanaman pertanian (Affandi et
al., 2018). Pada penggunaan lahan tegalan memiliki nilai C- stock yang rendah
dikarenakan pada lahan tersebut tidak ada pengembalian sisa- sisa tanaman, untuk
jagung dan rumput gajah digunakan untuk pakan ternak. Seperti yang telah
dijelaskan di atas jika nilai c- stock yang berada diatas permukaan dilihat dari
biomassa tanaman. Nilai kandungan biomasa searah dengan karbon yang disimpan,
jika biomassa rendah maka akan menghasilkan karbon yang kecil pula (Chen,
2018).
28
untuk menghitung pendapatan yang diterima oleh petani. Berikut ini adalah tabel
pendapatan yang diterima oleh petani:
Tabel 15. Pendapatan dalam Usahatani Kopi
No Uraian Jumlah
1 Total Biaya Rp. 1.787.000
2 Penerimaan Rp. 10.000.000
Pendapatan Rp. 8.213.000
= 2,3
Berdasarkan perhitungan net B/C ratio didapatkan hasil sebesar 2,3. Jadi
setiap Rp. 1 biaya investasi yang dikeluarkan petani dalam usahatani kopi dan
durian selama 10 tahun memperoleh keuntungan sebesar Rp. 2,3 dalam usahatani
di plot hutan. Maka usahatani yang diterapkan oleh petani termasuk layak untuk
dilanjutkan karena nilai net B/C ratio lebih dari 1 pada usahatani kopi dan durian.
b. Plot Agroforestry
Petani yang di wawancarai petani di plot agroforestri yang merupakan
petani kopi, durian, nangka, dan pisang di lahan tegalan. Petani menanam di lahan
tegalan seluas 0,365 ha, lahan yang digunakan merupakan lahan milik sendiri dari
warisan orang tua petani. Petani memperoleh dari menyediakan bibit kopi sendiri
dan dalam budidaya nya menggunakan bahan organik yang dibuat sendiri untuk
pemupukan tanaman. Hasil produksi kopi yang didapatkan oleh petani dari kopi
sebesar 1.500 kg dan komoditas durian menghasilkan buah dari 8 pohon.
Tabel 16. Biaya Usahatani pada Plot Agroforestri
Jenis tanaman
Unit Harga/unit Jumlah biaya
(Kopi)
Luas lahan (ha) 0,365
Bibit 584 1.000 584.000,-
Pupuk:
30
Jenis tanaman
Unit Harga/unit Jumlah biaya
(Kopi)
Urea (pupuk N) 116,8 kg 1.900 221.920
TSP/SP-36 116,8 kg 2.100 245.280
(Pupuk P)
KCl (Pupuk K) 90,52 kg 1.300 117.676
Tenaga kerja:
Luar keluarga -Lk2: 13,5 HOK X
5 orang (3 laki2,
35.000=459.375
2 pr)
-Pr: 9 HOK X
30.000= 270.000 729.375
Biaya lain-lain 300.000,-
Biaya penyusutan
peralatan:
5 13.500 67.500
a. cangkul
5 6.300 31.500
b. sabit
Jumlah biaya/sekali tanam/tahun 2.297.251,-
Data diatas menunjukkan bahwa jumlah biaya untuk melakukan usaha tani
kopi di agroforestri sebesar Rp. 2.297.251. Selain tanaman kopi yang
dibudidayakan, petani juga menanam durian. Berikut ini adalah tabel perhitungan
untuk usahatani durian:
Tabel 17. Baiaya Usahatani Durian
Jenis tanaman
Unit Harga/unit Jumlah biaya
(Durian)
Bibit 8 5.000 40.000,-
Pupuk:
Urea 50 kg 1.900 95.000
TSP 50 kg 2.100 105.000
SP-36 45 kg 1.300 58.500
Tenaga kerja:
Dalam keluarga -
2
Luar keluarga Lk2: 13,5 HOK X 459.375
5 orang (3 laki2)
35.000=459.375
Biaya lain-lain
300.000,-
(perawatan)
Biaya penyusutan
peralatan:
5
a. cangkul 13.500 67.500
5
b. sabit 6.300 31.500
Jumlah biaya 1.101.250,-
Total biaya kopi+durian/tahun 3.398.501,-
31
Data diatas menunjukkan bahwa biaya yang diperlukan untuk usaha tani
kopi sebesar Rp. 1.101.000, dengan total biaya untuk usahatani kopi dan durian
sebesar Rp. 3.398.501. Hasil panen akan dijual dan petani memperoleh penerimaan
sebagai berikut ini:
Tabel 18. Penerimaan Usahatani Kopi dan Durian
Jenis Luas Tanam Jumlah Nilai Produksi
Harga/unit
Tanaman (ha) Produksi (kg) (Rp)
Kopi 0,365 1.500 24.000,- 36.000.000,-
Durian 8 pohon - 3.398.501,-
Total penerimaan 39.398.501,-
Dari analisis keuntungan yang diperoleh petani dalam usahatani kopi dan
durian di plot agroforestri mendapatkan keuntungan dari selisih biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp. 3.398.501 dan total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp.
39.000.000 maka memperoleh keuntungan sebesar 35.601.499/panen/tahun.
Analisis kelayakan usahatani dapat dihitung dengan mengetahui nilai net
B/C. Berikut merupakan hasil perhitungan Net B/C pada usahatani milik bapak
Trisilo:
𝐵 𝑃𝑉 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛
𝑁𝑒𝑡 =
𝐶 𝑃𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
66.840.380
= 17.182.513
= 3,89
Berdasarkan hasil perhitungan Net B/C, diperoleh hasil sebesar 3,89, hal ini
berarti bahwa setiap Rp 1,- yang dikeluarkan untuk biaya investasi usahatani kopi
dan durian selama 10 tahun akan menerima penerimaan sebesar Rp 3,89, sehingga
dapat disimpulkan bahwa usahatani tersebut menguntungkan dan layak untuk
dilanjutkan, karena nilai Net B/C lebih dari 1.
32
Data diatas menunjukkan bahwa total biaya untuk usahatani kubis, bawang
merah dan padi sebesar Rp. 3.795.000. Selain biaya variabel juga terdapat biaya
tetap yang dikeluarkan oleh petani. Berikut ini adalah tabel perhitungan biaya tetap
yang dikeluarkan oleh petani:
Tabel 21. Biaya Tetap dalam Usahatani Plot Tanaman Semusim
No Uraian Jumlah (Unit) Harga (Rp) Biaya (Rp)
1. Sewa Lahan 0,5 ha Rp.4.000.000 Rp 666.600
2. Penyusutan alat
Cangkul
Sabit 4 Rp. 60.000 Rp 6.600
2 Rp. 50.000 Rp 5.300
Total Biaya Tetap Rp. 673.800
Biaya tetap yang dikeluarkan petani sebesar Rp. 673.800, sehingga total
biaya yang dikeluarkan petani untuk usahataninya sebesar Rp. 4.468.800. Hasil
panen komoditas tersebut dijual, sehingga petani memperoleh penerimaan sebagai
berikut ini:
Tabel 22. Penerimaan dalam Usahatani di Plot Tanaman Semusim
33
Biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk satu kali musim tanam sebesar
Rp. 2.400.000. Hasil panen jagung selanjutnya dijual dan petani akan memperoleh
penerimaan sebagai berikut ini:
Tabel 24. Penerimaan pada Plot Tanaman Semusim
Jenis Luas Tanam Jumlah Nilai Produksi
Harga/Unit
Tanaman (ha) Produksi (Rp)
Jagung
0,25 ha 2,4 ton 2000/kg 4.800.000
Manis
Jumlah Penerimaan 4.800.000
Dari hasil perhitungan R/C ratio yang ada di usahatani jagung manis yang
dilakukan petani mendapatkan nilai R/C ratio sebesar 2. Maka usahatani yang
diterapkan termasuk layak karena nilai R/C ratio > 1, jadi setiap Rp. 1 biaya yang
dikeluarkan oleh petani mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 2 dan usahatani layak
untuk dilanjutkan. Oleh karena itu, usahatani jagung manis yang dilakukan
tergolong layak dan dapat dilanjutkan. Sebab, dalam pertanian yang berkelanjutan
harus memberikan keuntungan dan menambah profit bagi petani untuk manambah
pertumbuhan ekonomi petani. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ma’ruf (2017)
bahwa berkelanjutan secara ekonomis adalah suatu kegiatan pembangunan harus
mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi, penggunaan sumberdaya yang ada,
serta investasi dalam usahatani yang menguntungkan.
b. Plot Agroforestri
Di lahan petani yang telah diamati diketahui bahwa petani dalam proses
budidaya nya telah mengaplikasikan bahan organik dan penggunaan pestisida
nabati. Jadi petani memiliki ternah sapi sebanyak 5 ekor dan memanfaatkan kotoran
sapi untuk digunakan pupuk kandang. Jadi petani membuat pupuk kandang dari
kotoran sapi dengan cara petani menjemur kotoran sapi yang akan digunakan
selama 1 minggu dan setelah itu pupuk siap untuk diaplikasikan ke lahan petani.
Indikator lain nya adalah dalam penggunaan lahan petani menanam tanaman yang
bermacam – macam seperti kopi, durian, nangka, dan pisang. Hal ini menyebabkan
di lahan akan memiliki biodiversitas yang tinggi, sebab tanaman yang ditanam
bermacam-macam. Jadi lahan memiliki keragaman yang tinggi dan akan membuat
kondisi lingkungan yang lebih stabil di lahan. Maka proses budidaya di lahan ini
masih tergolong lahan yang ramah lingkungan. Dengan kondisi yang ramah
lingkungan dan memiliki keanekaragaman hayati yang beragam akan menciptakan
keberlanjutan dalam sektor pertanian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Putra et al.,
(2013) bahwa Berkelanjutan secara ekologis berarti bahwa kegiatan tersebut
mampu mempertahankan ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan
konservasi sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity).
rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Jadi dengan sistem tanam monokultur
kubis akan membuat lingkungan di lahan tidak beragam dan tidak stabil yang
menyebabkan tanaman akan rentan terhadap hama dan penyakit. Jadi lahan tersebut
sedikit berorientasi ramah lingkungan sebab masih menggunakan pupuk organik
dalam sistem budidaya tanaman nya.
b. Plot Agroforestri
37
petani tidak mengetahui harga pasar maka petani akan beresiko memperoleh
kerugian.
b. Plot Agroforestri
Nilai kearifan lokal yang masih ada di desa tulungrejo salah satunya adalah
mengsakralkan punden yang berada di dekat masjid yang digunakan oleh warga
untuk melaksanakan tempat selamatan bersih desa. Jadi punden tersebut merupakan
makam seseorang yang telah membuka desa dan mendirikan desa tulungrejo.
Menjaga punden tersebut bertujuan untuk menjaga warisan budaya leluhur warga
setempat yang telah dilakukan secara turun-temurun dilakukan di desa tulungrejo.
(low carbon society) serta perlu mendapat apresiasi sebagai salah satu jasa
lingkungan. Kebun campuran merupakan salah satu sistem agroforestri yang telah
lama dijumpai di Indonesia. Keberadaan tanaman keras/berkayu pada sistem
agroforestri akan memberikan kontribusi yang besar terhadap cadangan karbon,
meskipun tanaman pertanian juga memberikan kontribusi terhadap cadangan
karbon, tetapi kontribusi sangat kecil dan tersimpan hanya dalam waktu sebentar
(Adinugroho et al., 2013).
Keragaman arthropoda pada plot 1 berdasarkan dari hasil pengamatan yang
telah dilakukan termasuk ke dalam kategori D atau kurang baik. Hasil ini diperoleh
dari perhitungan indeks keragaman (H’) yang kemudian menunjukkan bahwa
kriteria keragaman pada plot 1 rendah. Berdasarkan hasil penelitian Lili Ismaini et
al., (2015), dinyatakan bahwa kekayaan jenis adalah jumlah jenis (spesies) dalam
suatu komunitas. Semakin banyak jumlah jenis yang ditemukan maka indeks
kekayaannya juga semakin besar. Indeks kekayaan Margalef membagi jumlah
spesies dengan fungsi logarima natural yang mengindikasikan bahwa pertambahan
jumlah spesies berbanding terbalik dengan pertambahan jumlah individu. Hal ini
juga menunjukkan bahwa biasanya pada suatu komunitas/ekosistem yang memiliki
banyak spesies akan memiliki sedikit jumlah individunya pada setiap spesies
tersebut, begitupun sebaliknya.
Gulma pada plot 1 termasuk ke dalam kategori C atau sedang. Hal ini
disebabkan karena pada plot satu merupakan plot dengan penggunaan lahan
perkebunan pinus, pisang, durian, dan kopi, yang mengindikasikan bahwa pada plot
tersebut sudah mengalami campur tangan manusia. Campur tangan manusia ini
salah satunya ialah upaya santasi pada beberapa titik yang akan digunakan untuk
tempat menanam tanaman. Hal inilah yang menyebabkan gulma pada plot 1
termasuk ke dalam kategori sedang.
Pada plot 2 tingkat produksi yang dihasilkan pada penggunaan lahan
agroforestry memiliki indikator produksi yang sangat baik. Hal ini dilihat dari R/C
ratio yang tinggi, yaitu melebihi 1. sedangkan cadangan karbon yang dihasilkan
pada plot agroforestri termasuk sedang. Menurut Malau et al (2012) peran
agroforestri dalam mempertahankan cadangan karbon masih lebih rendah bila
dibandingkan dengan hutan alam. Pertambahan diameter akan menentukan jumlah
karbon yang dikandung suatu vegetasi. Pada tanaman kopi diameter batangnya
tidak terlalu besar, hal ini berpengaruh pada sedikitnya nilai cadangan karbon yang
disumbangkan. Menurut Malau et al (2012) semakin besar diameter pohon maka
kemampuan pohon menyimpan karbon bebas dari udara semakin tinggi. Pohon
dengan diameter yang masih kecil terjadi peningkatan karbon biomassa yang relatif
lambat yang selanjutnya akan semakin cepat dengan bertambahnya diameter.
Selain itu pada indeks keanekaragaman arthropoda yang didapatkan di
lapangan termasuk dalam tingkat keanekaragaman rendah. Pada agroforestry hanya
terdapat beberapa tanaman saja yaitu kopi, sengon, pisang, rumput. Kondisi ini
menunjukkan bahwa produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang. jenis
41
vegetasi yang beragam akan berdampak pada jumlah serangga pada lahan tersebut
(Yatno et al, 2013). Pada kualitas air terdapat pada kelas IV. Menurut peraturan
pemerintah No. 82 tahun 2001 pasal 8, kualitas air pada kelas empat, air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Jadi
kualitas air tersebut dipergunakan untuk mengairi tanaman. Selanjutnya pada
indikator gulma memiliki keragaman yang rendah. Menurut Hadi (2016) jenis
gulma yang tumbuh di agroforestri umumnya adalah rumput dan tumbuhan liar
akibat kurangnya intensitas pemeliharaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada
agroforestry keadaan ekologinya sedang, dan tingkat produksi tinggi. maka
termasuk dalam keberlanjutan.
Data pada plot 3 dengan penggunaan lahan tanaman semusim menunjukkan
bahwa tingkat produksi pada lahan ini termasuk dalam ketegori sangat baik.
Tanaman yang dibudidayakan pada satu bentang lanskap yaitu jagung, kubis, tomat,
rumput gajah. Kualitas air ini sama dengan plot-plot yang lain, sehingga air pada
plot ini juga dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pertanian, yakni sebagai irigasi.
Sedangkan kualitas karbon pada plot 3 termasuk kategori kurang baik. Hal ini
karena plot 3 merupakan lahan tanaman semusim. Tutupan lahan pada plot ini
hanya berupa tanaman semusim tanpa pohon berbatang keras/berkayu. Hairiah dan
Rahayu (2007) mengemukakan bahwa pada lahan pertanian semusim mempunyai
cadangan karbon yang kecil yaitu 3 ton/ha.
Berdasarkan dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil yang
menunjukkan bahwa keragaman arthropoda pada plot 3 termasuk dalam kategori
sedang. Keanekaragaman pada lahan tersebut tergolong sedang karena adanya
campur tangan manusia dalam pengelolaannya, sehingga akan berbeda dengan
keanekaragaman pada ekosistem yang masih alami. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Rohman (2008) yang menyatakan bahwa lahan pertanian merupakan
ekosistem yang secara fisik terkendali atau lebih banyak dikelola manusia sehingga
komunitas penyusunnya juga tergantung pada pola atau praktik pertanian. Hal
tersebut juga didukung pernyataan Darmawan, dkk (2005) yang menjelaskan
bahwa keanekaragaman cenderung akan rendah pada ekosistem yang secara fisik
terkendali, atau mendapatkan tekanan lingkungan.
Sedangkan, hasil pengamatan gulma menunjukkan bahwa kriteria gulma
pada plot 3 termasuk dalam kategori sedang. Adanya keanekaragaman jenis gulma
yang tumbuh dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuhnya yaitu cahaya, suhu,
air dan kelembaban. Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi keanekaragaman
jenis suatu tumbuhan. Kondisi yang sangat ekstrim akan menyebabkan gangguan
terhadap stabilitas kehidupan dan distribusi beragam tumbuhan. Pada plot 3 tersebut
telah terjadi pengolahan secara intensif, sehingga menyebabkan pertumbuhan
gulma menjadi terganggu. Clements, Benoit, Murphy dan Swanton (1996) dalam
Bonna Sulvetri, Zuhri Syam, dan Solfiyeni (2015) menyatakan bahwa dengan
pengolahan tanah konvensional/maksimal, dormansi biji gulma yang terbenam
42
kelayakan ekonomi, ekologi dan sosial. Pada indikator ekonomi dilihat dari
kemampuan menghasilkan barang secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan
dan tidak merusak produksi pertanian. Pada agroforestry maupun hutan memilki
tanaman yang beragam, seperti tanaman berkayu (pinus), rerumputan (rumput
gajah) dan tanaman perkebunanan (kopi, durian), serta tanaman buah-buahan
(pisang) sehingga petani tidak hanya bergantung pada satu komoditas saja, ketika
ada komoditas yang harganya turun atau panennya kurang menguntungkan dapat di
tutupi oleh hasil tanaman lainnya. Hal tersebut akan berdampak pada perekonomian
petani meningkat.
Seiring dengan perekonomian yang meningkat akan meningkatkan
kesejahteraan petani, perbaikan kualitas hidup, layanan pendidikan dan kesehatan.
selain itu juga penerapan agroforestry akan terjaminnya stabilitas kelompok
masyarakat petani sehingga dapat mengurangi dampak negatif urbanisasi karena
sudah tersedianya lapangan kerja yang layak untuk memenuhi kebutuhan petani
(Nurlambang, 2008). Pada aspek ekologi pada plot agroforestry maupun hutan
memiliki fungsi perlindungan yaitu pencegahan dari kerusakan sumberdaya
lingkungan dan sekaligus dapat terpeliharanya sistem produksi antara lain, berperan
sebagai tanaman pagar, penahan angin, pencegah kebakaran, serta konservasi tanah
dan air. Pada tanaman pepohon (buah-buahan dan kayu-kayuan) membantu
stabilisasi lahan berlereng dan menurunkan potensi terjadinya erosi. Serta
menambah bahan organik dengan adanya ranting dan daun yang jatuh
(Soerianegara dan indrawan, 2008).
Sedangkan pada plot 3 dan 4 yang merupakan tanaman semusim
monokultur dari segi ekonomi menguntungkan. Namun dari segi ekologi dengan
praktik pertanian yang intensif seperti pengaplikasian bahan anorganik (pupuk dan
pestisida) yang tidak sesuai aturan, dapat menimbulkan dampak negatif seperti yang
dinyatakan oleh Sihotang (2010), yaitu pencemaran air, penurunan biodiversitas
serta penurunan hasil produksi dikarenakan penggunaan pupuk kimia yang tinggi
dan waktu yang lama menyebabkan kesuburan tanah menurun. hal ini dikarenakan
menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah, menurunkan pH tanah dan
mengganggu keseimbangan hara.
44
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pengamatan dalam bentang lansekap selama Fieldtrip Pertanian Berlanjut
2018 dilakukan dengan melaksanakan pengamatan pada 4 plot dengan penggunaan
lahan yang berbeda yaitu hutan produksi (plot 1 ), agroforestri (plot 2) , tanaman
semusim (plot 3), tanaman semusim dan pemukiman (plot 4 ). Tutupan yang
terdapat pada tiap plot juga beragam mulai dari tanaman pohon (buah- buahan dan
kayu kayuan), rerumputan, dan tanaman pangan. Aspek yang diamati sebagai
indikator dalam menentukan keberhasilan pertanian berlanjut terdiri dari aspek
budidaya, hama penyakit, tanah dan sosial ekonomi.
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa keseluruhan plot
dikatakan berlanjut dari aspek ekonominya (layak untuk diteruskan). Jadi dengan
aspek ekonomi yang baik, tentunya dapat meningktkan aspek sosialya seperti
kesejahteraan petani, kelayakan hidup, kesehatan serta pendidikan keluarga petani
dapat meningkat. Namun dari sisi ekologi plot 1 dan 2 lebih baik dibandingkan plot
3 dan 4 dikarenakan penggunaan lahan hutan dan agroforestri lebih menjaga
keseimbangan ekosistem dengan keberagaman spesies yang cukup baik dan dapat
tetap menjaga sumberdaya lahan dalam waktu yang panjang. Sedangkan pada plot
3 dan 4 yang dengan penggunaan tanaman semusim dengan praktik pertanian yang
lebih intensif, penggunaan bahan kimia anorganik (pestisida dan pupuk) yang tidak
sesuai aturan serta tidak adanya pengembalian sisa- sisa tanaman ke lahan. Jika hal
ini dilakukan secara terus menerus tanpa ada perbaikan dari sisi ekologi dapat
menganggu sumberdaya lahan serta kualitas air, tergangunya ekosistem sehingga
dapat menimbulkan peledakan hama.
4.2 Saran
Perlu adanya pemahaman terhadap indikator- indikator keberhasilan
pertanian berlanjut kepada petani, sehingga dalam pelaksanaan usaha tani tidak
hanya memperhatikan aspek ekonomi (keuntungan) saja. Tetapi juga
memperhatikan kondisi ekologi sehingga tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan.
45
DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho, Wahyu Catur, et al. 2013. Kontribusi Sistem Agroforestri Terhadap
Cadangan Karbon Di Hulu Das Kali Bekasi. Jurnal Hutan Tropis Volume 1
No. 3. November 2013
Affandi ,Z. , D. Purnomo dan Supriyono. 2018. Potensi Sengon dalam Sistem
Agroforestri berdasar Karateristik Pohon bagi Ketersediaan Cahaya dan
Nutrisi . Seminar Nasional Universitas Sebelas Maret 2(1) : 34-41
Aridiansari R., Nurlaelih dan K. P. Wicaksono. 2015. Pengembangan Agrowisata
di Desa Wisata Tulungrejo Kota Batu, Jawa Timur. Jurnal Produksi
Tanaman 3(5): 383 – 390
Arief , A. 2010. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta
Barus, E. 2008. Pengendalian Gulma di Perkebunan; Efektifitas dan Efisiensi
Aplikasi Herbisida. Kanisius, Yogyakarta
Chen.s, W. Wang, Y. Wang, 2018. Biodiversity increases soil carbon storage .
Proceedings of the National Academy of Sciences 115 (16) : 4027-4032
Croezen, H., Geert, B., Alois, C., Maartje, S., & Bertus, T. 2011. Biodiversity and
Land Use: A Search for Suitable Indicators for Policy Use. Delft: CE Delft
Dallas, H. 2009. The Effect of Water Teperature on Aquatic Organism: A Review
of Knowledge and Methods for Assesing Biotic Responses to Temperature.
Water Research Commision.
Dharmawan, A., Tuarita, H., Ibrohim, Suwono, H., Susanto, P. 2005. Ekologi
Hewan. Malang: UM Press.
Erisman, W., Nick, v. E., Jan, d. W., Chris, K., Williemijn, C., Natasja, O., & Ben,
J. 2016. Agriculture and Biodiversity: a Better Balance Benefits Both.
AIMS Agriculture and Food 1(2), 157-174.
Erizanti, M. 2010. Mengenal Bandotan (Ageratum conyzoides) sebagai Tumbuhan
Sumber Pestisida Nabati Multiguna.
http://jambi.litbang.pertanian.go.id/ind/images/INFOTEK/nabati.pdf
diakses pada tangga; 27 November 2018.
Fauzi, D. Darusman, N. Wijayanto, & C. Kusmana. 2011. Kajian Potensi Karbon
pada Sumberdaya Hutan Gayo Lues. Jurnal Hutan dan Masyarakat Volume
6 No 2. Agustus 2011.
Hadi, E. E. W. , Widyastuti, S. M., Wahyuono, S.. 2016. Keanekaragaman dan
Pemanfaatan Tumbuhan Bawah Pada Sistem Agroforestri Di Perbukitan
Menoreh, Kabupaten Kulon Progo. J. Manusia Dan Lingkungan, Vol. 23,
No.2
Hadi, E. E. W. , Widyastuti, S. M., Wahyuono, S.. 2016. Keanekaragaman dan
Pemanfaatan Tumbuhan Bawah Pada Sistem Agroforestri Di Perbukitan
Menoreh, Kabupaten Kulon Progo. J. Manusia Dan Lingkungan, Vol. 23,
No.2
46
Tolessa, T., Feyera, S., & Moges, K. 2017. The Impact of Land Use / Land Cover
Change on Ecosystem Services in The Central Highland Ethiopia.
Ecosystem Services 23, 47-54.
Triyogo, A., Suryanto, P., Widyastuti, S. M., Baresi, A. D., & Zughro, I.F.2016.
Kemelimpahan dan Struktur Tingkat Trofik Serangga pada Tingkat
Perkembangan Agroforestri Jati yang Berbeda di Nglanggeran,
Gunungkidul Yogyakarta. Jurnal Ilmu Kehutanan No. 10 Volume 2
Triyogo, A., Suryanto, P., Widyastuti, S. M., Baresi, A. D., & Zughro, I.F.2016.
Kemelimpahan dan Struktur Tingkat Trofik Serangga pada Tingkat
Perkembangan Agroforestri Jati yang Berbeda di Nglanggeran,
Gunungkidul Yogyakarta. Jurnal Ilmu Kehutanan No. 10 Volume 2
Van Noordwijk, Meine & Roshetko, James & Mukhlisin, Murniati & Delos
Angeles, Marian & Fay, Chip & Tomich, Thomas. 2011. Agroforestry is a
Form of Sustainable Forest Management: Lessons from South East Asia
https://www.researchgate.net/publication/228817458_Agroforestry_is_a_F
orm_of_Sustainable_Forest_Management_Lessons_from_South_East_Asi
a_ [accessed Nov 27 2018].
Yatno, Pasaru F., Wahid, A. 2013. Keanekaragaman Arthropoda Pada Pertanaman
Kakao (Theobroma Cacao L.) Di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. J.
Agrotekbis 1 (5) : 421 – 428
Yatno, Pasaru F., Wahid, A. 2013. Keanekaragaman Arthropoda Pada Pertanaman
Kakao (Theobroma Cacao L.) Di Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. J.
Agrotekbis 1 (5) : 421 – 428
Yusuf, Iskandar A. 2014. Kajian Kriteria Mutu Air Irigasi. Jurnal Irigasi – Vol.9,
No.1, Mei 2014
Zhang, W., Taylor, H., Claire, K., Karen, C., & Scott, M. 2007. Ecosystem Services
and Dis-services to Agriculture. Ecological Economics 64, 253-260.
Dallas, H. (2009). The Effect of Water Teperature on Aquatic Organism: A Review of
Knowledge and Methods for Assesing Biotic Responses to Temperature. Water
Research Commision.
Erisman, W., Nick, v. E., Jan, d. W., Chris, K., Williemijn, C., Natasja, O., & Ben, J. (2016).
Agriculture and Biodiversity: a Better Balance Benefits Both. AIMS Agriculture and
Food 1(2), 157-174.
Croezen, H., Geert, B., Alois, C., Maartje, S., & Bertus, T. (2011). Biodiversity and Land Use:
A Search for Suitable Indicators for Policy Use. Delft: CE Delft.
Islam, S., & Ullah, M. (2012 ). The Impact of Crop Diversity in the Production and Economic
Development in Bangladesh. International Journal of Economics and Finance 4,
169-180.
Kamer, K., & Eric, S. (2003). Dissolved Oxygen Concentration as a Potential Indicator of
Water Quality in Newport Bay: A Review of Scientific Research, Historical Data,
and Criteria development. Wesminster: Southern California Coastal Water
Project.
Khattab, M., & Merkel, B. (2015). Secchi Disk Visibility and Its relationship with Water
Quality Parameter in the Photosynthesis Zone of Mosul Dam Lake, Northern Iraq.
Freiberg Online Geoscience 39, 87-101.
Lyal, C., Paul, K., David, S., & Richard, S. (2008). The Value of Taxonomy to Biodiversity and
Agriculture. Journal of Life on Earth 9(2), 8-13.
Martinez, M., Octavio, P., Gabriela, V., Gonzalo, C., Jose, G., Klaus, M., . . . Rosario, L.
(2009). Effects of Land Use Change on Biodiversity and Ecosystem Services in
Tropical Montane Cloud Forest of Mexico. Forest Ecology and Management 258,
1856-1863.
Necajeva, j., mintale, z., isoda-krasosvska, a., curiske, j., rancans, k., kaulina, i., &
morozova, o. s. (2015). factors influencing weed species diversity in southeastern
part of latvia: analysis of a two-year weed survey data. Acta Biol. Univ. daugavp
15(1), 147-156.
Pal, W., gyula, p., zoltan, b., giandiego, c., sandor, b., renato, k., & atilla, l. (2013). can
management intensity be more important than environmental factors? a case
study along an extreme elevation gradient from central italian cereal fields. plant
biosystems 147, 343-353.
Reidsma, P., Tonnie, T., Maurits, v. d., & Rob, A. (2006). Impact of Land-use Chance on
Biodiversity: An Assessment of Agricultural Biodiversity in The European Union.
Agriculture, Ecosystems and Environment 114, 86-102.
Tolessa, T., Feyera, S., & Moges, K. (2017). The Impact of Land Use / Land Cover Change
on Ecosystem Services in The Central Highland Ethiopia. Ecosystem Services 23,
47-54.
LAMPIRAN
Plot 2 Agroforestri
53
2. Imperata cylindrica
Nama ilmiah : Imperata cylindrica
Sinonim : Imperata arundinacea Cirillo
Nama umum : Alang-alang
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida (Monocotyledons)
Ordo : Cyperales
Famili : Poaceae
Genus : Imperata
Spesies : Imperata cylindrica (L.) P. Beauv.
3. Paspalum conjugatum
Nama ilmiah : Paspalum conjugatum P.J.Bergius
Sinonim : Digitaria conjugata (P.J.Bergius) Schult.
Nama umum : Jukut pahit, Rumput paitan
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Cyperales
Famili : Poaceae
Genus : Pennisetum
Spesies : Pennisetum conjugatum P.J.Bergius
57
4. Ageratina riparia
Nama ilmiah : Ageratina riparia
Sinonim : Eupatorium riparium Regel
Nama umum : Rumput teklan
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Ageratina
Spesies : Ageratina riparia (Regel) R.M.King & H.Rob.
5. Digitaria ciliaris
Nama ilmiah : Digitaria ciliaris
Sinonim : Digitaria sanguinalis (L.) Scop. var. ciliaris (Retz.) Parl.
Nama umum : Rumput ceker ayam
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Cyperales
Famili : Poaceae
Genus : Digitaria
Spesies : Digitaria ciliaris (Retz.) Koeler
6. Ageratum conyzoides
Nama ilmiah : Ageratum conyzoides
Sinonim : Ageratum album Hort.Berol. ex Hornem.
Nama umum : Bandotan
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Ageratum
Spesies : Ageratum conyzoides L.
58
7. Gulma a
8. Gulma b
9. Gulma c
59
2. Ageratum conyzoides
Nama ilmiah : Ageratum conyzoides
Sinonim : Ageratum album Hort.Berol. ex Hornem.
Nama umum : Bandotan
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Ageratum
Spesies : Ageratum conyzoides L.
3. Mikania micrantha
Nama ilmiah : Mikania micrantha
Sinonim : Eupatorium denticulatum Vahl
Nama umum : Sembung Rambat
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Eudycotyledonae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Mikania
Species : Mikania micrantha Kunth.
60
4. Euphorbia hirta
Nama ilmiah : Euphorbia hirta
Sinonim : Chamaesyce gemella (Lag.) Small
Nama umum : Patikan Kebo
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Eudycotyledonae
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Euphorbia
Species : Euphorbia hirta L.
5. Digitaria ciliaris
Nama ilmiah : Digitaria ciliaris
Sinonim : Digitaria adscendens (Kunth.) Henr.
Nama umum : Rumput Kebo
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Digitaria
Species : Digitaria ciliaris
61
2. Oxalis barrelieri L.
Nama ilmiah : Oxalis barrelieri L.
Sinonim : Acetosella barrelieri (L.) Kuntze
Nama umum : Calincing
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Geranlales
Famili : Oxalidaceae
Genus : Oxalis
Spesies : Oxalis barrelieri L.
3. Ageratum conyzoides
Nama ilmiah : Ageratum conyzoides
Sinonim : Ageratum album Hort.Berol. ex Hornem.
Nama umum : Bandotan
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Ageratum
Spesies : Ageratum conyzoides L.
62
5. Digitaria ciliaris
Nama ilmiah : Digitaria ciliaris
Sinonim : Digitaria sanguinalis (L.) Scop. var. ciliaris (Retz.) Parl.
Nama umum : Suket cakar
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Cyperales
Famili : Poaceae
Genus : Digitaria
Spesies : Digitaria ciliaris (Retz.) Koeler
2. Portulaca villosa
Nama ilmiah : Portulaca villosa
Sinonim : Portulaca pilosa subs. villosa (Cham.) R.Geesink
Nama umum : Krokot
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Caryophyllales
Famili : Portulacaceae
Genus : Portulaca
Spesies : Portulaca villosa
3. Digitaria adscendens
Nama ilmiah : Digitaria adscendens
Sinonim : Digitaria ciliaris (Retz.) Koeler
Nama umum : Genjoran
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Digitaria
Spesies : Digitaria adscendens (Kunth) Henrard
64
Total 6 8 24 38 22,2 16,3 1326,33 12,67 100 3 100 0,18 100 300 100 1,004 0,437
66
𝐾𝑀 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡
Kerapatan Nisbi (KN) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑀 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 x 100%
4,33
KN Jukut pahit = x 100% = 21,67%
20
1,67
KN gulma a = x 100% = 8,33%
20
0,33
KN Bandotan = x 100% = 1,67%
20
8
KN R. ceker ayam = 20 x 100% = 40%
1
KN Teklan = 20 x 100% = 5%
4
KN Alang-alang = 20 x 100% = 120%
0,33
KN gulma b = x 100% = 1,67%
20
0,33
KN gulma c = x 100% = 1,67%
20
Frekuensi
𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡
Frekuensi Mutlak (FM) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑙𝑜𝑡
1 1
FM Jukut pahit = 3 = 0,33 FM Teklan = 3 = 0,33
2 1
FM gulma a = 3 = 0,67 FM Alang-alang = 3 = 0,33
1 1
FM Bandotan = 3 = 0,33 FM gulma b = 3 = 0,33
2 1
FM R. ceker ayam = 3 = 0,67 FM gulma c = 3 = 0,33
𝐹𝑀 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡
Frekuensi Nisbi (FN) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐹𝑀 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 x 100%
0,33
FN Jukut pahit = 3,33 x 100% = 10%
0,67
FN gulma a = 3,33 x 100% = 20%
0,33
FN Bandotan = 3,33 x 100% = 10%
67
0,67
FN R. ceker ayam = 3,33 x 100% = 20%
0,33
FN Teklan = 3,33 x 100% = 10%
0,33
FN Alang-alang = 3,33 x 100% = 10%
0,33
FN gulma b = 3,33 x 100% = 10%
0,33
FN gulma c = 3,33 x 100% = 10%
Dominansi
𝑑1 𝑥 𝑑2 2
Luas Basal Area = ( ) 𝑥 3,14
4
12,5 𝑥 7,5 2
LBA Jukut pahit =( ) 𝑥 3,14 = 1724,9
4
14 𝑥 5,5 2
LBA gulma a = ( 4 ) 𝑥 3,14 = 1163,6
7𝑥3
LBA Bandotan = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 85,546
3 𝑥 4,5
LBA ceker ayam = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 35,767
8 𝑥 4,5
LBA Teklan = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 254,34
29 𝑥 12
LBA Alang-alang = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 23767
9,5 𝑥 6
LBA gulma b = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 637,62
6 𝑥 2,5
LBA gulma c = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 44,156
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑠𝑎𝑙 𝑎𝑟𝑒𝑎
Dominansi Mutlak (DM) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑙𝑜𝑡
1724,9
DM Jukut pahit = 50𝑥50𝑥3 = 0,23
1163,6
DM gulma a = 50𝑥50𝑥3 = 0,15
86,546
DM Bandotan = 50𝑥50𝑥3 = 0,01
35,767
DM R. ceker ayam = 50𝑥50𝑥3 = 0,0047
254,34
DM Teklan = 50𝑥50𝑥3 = 0,034
23767
DM Alang-alang = 50𝑥50𝑥3 = 3,17
637,62
DM gulma b = 50𝑥50𝑥3 = 0,085
44,156
DM gulma c = 50𝑥50𝑥3 = 0,0059
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐷𝑀 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
Dominansi Nisbi (DN) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐷𝑀 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 x 100%
0,229
DN Jukut pahit = x 100% = 6,22%
3,69
0,155
DN gulma a = x 100% = 4,20%
3,69
0,0115
DN Bandotan = x 100% = 0,31%
3,69
68
0,0047
DN R. ceker ayam = x 100% = 0,12%
3,69
0,0339
DN Teklan = x 100% = 0,92%
3,69
3,168
DN Alang-alang = x 100% = 85,76%
3,69
0,085
DN gulma b = x 100% = 2,3%
3,69
0,0058
DN gulma c = x 100% = 0,16%
3,69
11,98 11,98
H’ Bandotan = − ( 300 𝐼𝑛 ) = 0,13
300
60,13 60,13
H’ R. ceker ayam = − ( 300 𝐼𝑛 ) = 0,32
300
15,92 15,92
H’ Teklan = − ( 300 𝐼𝑛 ) = 0,16
300
115,76 115,76
H’ Alang-alang = −( 𝐼𝑛 ) = 0,37
300 300
13,97 13,97
H’ gulma b = − ( 300 𝐼𝑛 ) =0,14
300
11,83 11,83
H’ gulma c = − ( 300 𝐼𝑛 ) = 0,13
300
𝐾𝑀 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡
Kerapatan Nisbi (KN) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑀 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 x 100%
1,33
KN Jotang kuda = 5,67 x 100% = 23,53%
1
KN Bandotan = 5,67 x 100% = 17,65%
1
KN Sembung Rambat = 5,67 x 100% = 17,65%
0,67
KN Patikan Kebo = 5,67 x 100% = 11,76%
70
1,67
KN Rumput Kebo = 5,67 x 100% = 29,41%
Frekuensi
𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡
Frekuensi Mutlak (FM) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑙𝑜𝑡
1 1
FM Jotang kuda = 3 = 0,33 FM Patikan Kebo = 3 = 0,33
1 1
FM Bandotan = 3 = 0,33 FM Rumput Kebo = 3 = 0,33
2
FM Sembung Rambat = 3 = 0,67
𝐹𝑀 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡
Frekuensi Nisbi (FN) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐹𝑀 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 x 100%
1,33
FN Jotang kuda = 5,67 x 100% = 23,53%
1
FN Bandotan = 5,67 x 100% = 17,65%
1
FN Sembung Rambat = 5,67 x 100% = 17,65%
0,67
FN Patikan Kebo = 5,67 x 100% = 11,76%
1,67
FN Rumput Kebo = 5,67 x 100% = 29,41%
Dominansi
𝑑1 𝑥 𝑑2 2
Luas Basal Area = ( ) 𝑥 3,14
4
7𝑥5 2
LBA Jotang kuda =( ) 𝑥 3,14 = 240,41
4
2 𝑥 2,5 2
LBA Bandotan = ( 4 ) 𝑥 3,14 = 60,10
8 𝑥 1,5
LBA Sembung Rambat = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 44,46
3,5 𝑥 1,5
LBA Patikan Kebo = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 5,41
9 𝑥 3,5
LBA Rumput Kebo = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 194,73
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑠𝑎𝑙 𝑎𝑟𝑒𝑎
Dominansi Mutlak (DM) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑙𝑜𝑡
240,41
DM Jotang kuda = 50𝑥50𝑥3 = 0,03
60,10
DM Bandotan = 50𝑥50𝑥3 = 0,008
44,46
DM Sembung Rambat = 50𝑥50𝑥3 = 0,006
5,41
DM Patikan Kebo = 50𝑥50𝑥3 = 0,0007
194,73
DM Rumput Kebo = 50𝑥50𝑥3 = 0,03
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐷𝑀 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
Dominansi Nisbi (DN) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐷𝑀 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 x 100%
0,33
DN Jotang kuda = 0,07 x 100% = 44,10%
71
0,008
DN Bandotan = x 100% = 11,03%
0,07
0,006
DN Sembung Rambat = x 100% = 8,16%
0,07
0,0007
DN Patikan Kebo = x 100% = 0,99%
0,07
0,03
DN Rumput Kebo = 0,07 x 100% = 35,72%
45,34
C Bandotan = ( 300 )2 = 0,02
59,14
C Sembung Rambat = ( 300 )2 = 0,04
29,42
C Patikan Kebo = ( 300 )2 = 0,01
81,80
C Rumput Kebo = ( 300 )2 = 0,07
𝐾𝑀 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡
Kerapatan Nisbi (KN) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑀 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 x 100%
6,67
KN Krokot = 18,33 x 100% = 36,36%
0,33
KN Calincing = 18,33 x 100% = 1,82%
1,67
KN Bandotan = 18,33 x 100% = 9,09%
5,33
KN Teki udel-udelan = x 100% = 29,09%
18,33
3,67
KN Suket Cakar = 18,33 x 100% = 20%
0,67
KN Patelele = 18,33 x 100% = 3,64%
Frekuensi
𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡
Frekuensi Mutlak (FM) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑙𝑜𝑡
3 2
FM Krokot =3 =1 FM Teki udel-udelan = 3 = 0,67
1 3
FM Calincing = 3 = 0,33 FM Suket Cakar =3 = 1
2 1
FM Bandotan = 3 = 0,67 FM Patelele = 3 = 0,33
𝐹𝑀 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡
Frekuensi Nisbi (FN) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐹𝑀 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 x 100%
1
FN Krokot = 4 x 100% = 25%
0,33
FN Calincing = x 100% = 8,33%
4
0,67
FN Bandotan = x 100% = 16,67%
4
0,67
FN Teki udel-udelan = 4
x 100% = 16,67%
73
1
FN Suket Cakar = 4 x 100% = 25%
0,33
FN Patelele = x 100% = 8,33%
4
Dominansi
𝑑1 𝑥 𝑑2 2
Luas Basal Area = ( ) 𝑥 3,14
4
10 𝑥 3
LBA Krokot = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 176,63
7𝑥3
LBA Calincing = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 86,55
10 𝑥 3
LBA Bandotan = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 176,63
9𝑥4 2
LBA Teki udel-udelan = ( ) 𝑥 3,14 = 254,34
4
5𝑥2
LBA Suket Cakar = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 19,63
4𝑥2
LBA Patelele = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 12,56
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑠𝑎𝑙 𝑎𝑟𝑒𝑎
Dominansi Mutlak (DM) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑙𝑜𝑡
176,63
DM Krokot = 50𝑥50𝑥3 = 0,02
86,55
DM Calincing = 50𝑥50𝑥3 = 0,01
176,63
DM Bandotan = 50𝑥50𝑥3 = 0,02
254,34
DM Teki udel-udelan = 50𝑥50𝑥3 = 0,03
19,63
DM Suket Cakar = 50𝑥50𝑥3 = 0,003
12,56
DM Patelele = 50𝑥50𝑥3 = 0,002
𝐾𝑀 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡
Kerapatan Nisbi (KN) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑀 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 x 100%
1,67
KN Krokot = x 100% = 13,18%
12,67
0,33
KN Rumput Belulang = 12,67 x 100% = 2,61%
10,67
KN Genjoran = 12,67 x 100% = 84,21%
Frekuensi
𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡
Frekuensi Mutlak (FM) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑙𝑜𝑡
1
FM Krokot = 3 = 0,33
1
FM Rumput Belulang = 3 = 0,33
2
FM Genjoran = 3 = 0,67
𝐹𝑀 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡
Frekuensi Nisbi (FN) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐹𝑀 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 x 100%
0,33
FN Krokot = 1,33 x 100% = 25%
0,33
FN Rumput Belulang = 1,33 x 100% = 25%
0,67
FN Genjoran = 1,33 x 100% = 50%
Dominansi
𝑑1 𝑥 𝑑2 2
Luas Basal Area = ( ) 𝑥 3,14
4
5 𝑥 3,6 2
LBA Krokot =( ) 𝑥 3,14 = 63,59
4
10,2 𝑥 6,7 2
LBA Rumput Belulang = ( 4 ) 𝑥 3,14 = 916,56
7𝑥6
LBA Genjoran = ( 4 )2 𝑥 3,14 = 346,19
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑠𝑎𝑙 𝑎𝑟𝑒𝑎
Dominansi Mutlak (DM) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑙𝑜𝑡
76
63,59
DM Krokot = 50𝑥50𝑥3 = 0,01
916,56
DM Rumput Belulang = 50𝑥50𝑥3 = 0,12
346,19
DM Genjoran = 50𝑥50𝑥3 = 0,05
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐷𝑀 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
Dominansi Nisbi (DN) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐷𝑀 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 x 100%
0,01
DN Krokot = 0,18 x 100% = 4,79%
0,12
DN Rumput Belulang = 0,18 x 100% = 69,10%
0,05
DN Genjoran = 0,18 x 100% = 26,10%
Koefisien Komunitas
𝑊
C = 2 𝐴+𝐵 x 100%
Hutan-Agroforestri
Nilai Kerapatan Hutan = 20
Nilai Kerapatan Agroforestri = 5,67
Nilai Kerapatan Terendah Hutan = 0,66
Nilai Kerapatan Terendah Agroforestri = 1,67
0,66+1,67
C=2 x 100% = 18,15%
20+5,67
Hutan-Tanaman Semusim
Nilai Kerapatan Hutan = 20
Nilai Kerapatan Tanaman Semusim = 18,33
Nilai Kerapatan Terendah Hutan = 0,66
Nilai Kerapatan Terendah Tanaman Semusim = 1
1+0,66
C = 2 20+18,33 x 100% = 8,66%
Hutan-Pemukiman
Nilai Kerapatan Hutan = 20
Nilai Kerapatan Pemukiman = 12,67
Nilai Kerapatan Terendah Hutan = 0,66
Nilai Kerapatan Terendah Pemukiman = 2
2+0,66
C = 2 20+12,67 x 100% = 16,28%
Agroforestri-Tanaman Semusim
Nilai Kerapatan Agroforestri = 5,67
Nilai Kerapatan Tanaman Semusim = 18,33
Nilai Kerapatan Terendah Agroforestri = 1,67
Nilai Kerapatan Terendah Tanaman Semusim = 1
1,67+1
C = 2 5,67+18,33 x 100% = 22,25%
Agroforestri-Pemukiman
Nilai Kerapatan Agroforestri = 5,67
Nilai Kerapatan Pemukiman = 12,67
Nilai Kerapatan Terendah Agroforestri = 1,67
Nilai Kerapatan Terendah Pemukiman = 2
1,67+2
C = 2 5,67+12,67 x 100% = 40,02%
Tanaman Semusim-Pemukiman
Nilai Kerapatan Tanaman Semusim = 18,33
Nilai Kerapatan Pemukiman = 12,67
Nilai Kerapatan Terendah Tanaman Semusim = 1
78
Planthopper
√ - - 1
(Acanalonia conica)
Kumbang (Curinus
coeruleus) - √ - 2
Total 82
79
Plot Hutan
Titik
Nama Serangga Peran Total Dokumentasi
Pengamatan
Yellow Trap Ngengat (Amata Serangga 1
sp.) lain
Lalat Serangga 1
(Drosopilidhae) lain
Laba-Laba Serangga 1
(Lycosa sp.) lain
Plot Agroforestri
Tabel Pengamatan Serangga pada Plot 2 (Agroforestri) berdasarkan Metode
Pengamatan Serangga (Yellow Trap, Pitfall, Sweepnet, dan Langsung)
B. PITFALL
a. -Belalang kayu (Valanga 1 Hama
nigricornis)
b. Kecoa 4 Detritifor
(Blattella asahinai) (serangga
lain)
C. SWEEPNET
1. - - - -
D. LANGSUNG
1. Kutu Tempurung atau 1 Hama
kutu hijau (Coccus
viridis)
2. Planthopper 1 Hama
(Acanalonia conica)
Wereng hijau
1. 84 Hama
(Empoasca spp)
Lalat bibit
7. (Atherigona 24 Hama
orientalis)
Serangga
8. Nyamuk (Culicidae) 3
lain
B. PITFALL
- - - - -
87
Lalat bibit
1. (Atherigona 1 Hama
orientalis)
D. LANGSUNG
Larva kumbang
Musuh
kubah spot M
1. 1 Alami
(Menochillus
(predator)
sexmaculatus)
Ulat grayak
2. 1 Hama
(Spodoptera litura)
Jangkrik (Gryllus
4. 1 Hama
bimaculatus)
B. PITFALL
- - - -
C. SWEEPNET
- - - - -
D. LANGSUNG
1. Walang sangit 1 Serangga Lain
(Leptocorisa acuta)
No Arthropoda Jumlah Pi ln pi pi ln pi
Ngengat
1. 1 0,016393443 -4,110873864 -0,067391375
(Amata sp.)
Lalat
2. 6 0,098360656 -2,319114395 -0,228109613
(Drosopilidhae)
Kumbang spot
3. M (Menochillus 3 0,049180328 -3,012261576 -0,148144012
sexmaculatus)
Laba-Laba
4. 2 0,032786885 -3,417726684 -0,112056613
(Lycosa sp.)
Kutu daun
5. 45 0,737704918 -0,304211374 -0,224418227
(Aphids sp)
Capung (Anax
6. 4 0,06557377 -2,724579503 -0,178660951
junius)
Total 61 Total -0,95878079
H' 0,95878079
92
No Arthropoda Jumlah pi ln pi pi ln pi
Wereng hijau
1. 84 0,424242424 -0,857450232 -0,363766765
(Empoasca spp)
Kutu daun
2. 82 0,414141414 -0,881547783 -0,365085446
(Aphis gossypii)
Lalat bibit
3. (Atherigona 25 0,126262626 -2,069391206 -0,261286768
orientalis)
Nyamuk
4. 3 0,015151515 -4,189654742 -0,063479617
(Culicidae)
Larva kumbang
kubah spot M
5. 1 0,005050505 -5,288267031 -0,026708419
(Menochillus
sexmaculatus)
Ulat grayak
6. (Spodoptera 1 0,005050505 -5,288267031 -0,026708419
litura)
Jangkrik
7. (Gryllus 1 0,005050505 -5,288267031 -0,026708419
bimaculatus)
8. Thrips sp. 1 0,005050505 -5,288267031 -0,026708419
Total 198 Total -1,160452274
H' 1,160452274
93
Plot 1 (Hutan)
D = [ (0,016 )2 + (0,098)2 + (0,049)2+ (0,032)2+ (0,073)2+ (0,066)2]
= 0,0003 + 0,0097 + 0,0024 + 0,0011 +0,5442 +0,0043
= 0,5619
94
Plot 2 (Agroforestri)
D = [ (0,0244)2 + (0,0122)2 + (0,7561)2+ (0,0122)2+ (0,0610)2+ (0,0122)2 +
(0,0488)2+ (0,0122)2+ (0,0122)2+ (0,0122)2+ (0,0122)2+ (0,00244)2]
= 0,00059 + 0,00015 + 0,57168 + 0,00015 + 0,00372 + 0,00015 + 0,00238
+ 0,00015 + 0,00015 + 0,00015 + 0,00015 +0,00059
= 0,580013
Plot 3 (Tanaman Semusim)
D = [ (0,42 )2 + (0,41)2 + (0,127)2+ (0,015)2+ (0,005)2+ (0,005)2+ (0,005)2+
(0,005)2]
= 0,179982+ 0,171513 + 0,015942+ 0,000230 +0,000026 +0,000026+
0,000026+ 0,000026
= 0,367769
Plot 4 (Tanaman Semusim dan Pemukiman)
D = [ (0,056)2 + (0,460)2 + (0,274)2+ (0,016)2+ (0,008)2+ (0,137)2+ (0,008)2+
(0,008)2+ (0,032)2]
= 0,0032 + 0,2113 + 0,0752 + 0,0003 + 0,0001 + 0,0188 + 0,0001 +
0,0001
= 0,3100
95
Pengamatan Penyakit
Plot Agroforestri
Tabel Pengamatan Penyakit pada Plot 2 (Agroforestri)
Penyakit/ Intensitas
No. Gejala Dokumentasi
Patogen Serangan
1. Karat daun Daun yang Sampel 1:
sakit timbul bercak
kopi kuning kemudian 5%
berubah menjadi coklat Sampel 2:
(lihat gambar). 2,72%
Permukaan bercak pada Sampel 3:
sisi bawah daun
terdapat uredospora 4,08%
seperti tepung
berwarna oranye atau Sampel 4:
jingga. Pada 1,15%
serangan berat pohon
tampak Sampel 5:
kekuningan, daunnya
gugur akhirnya 5,73%
pohon menjadi gundul.
Intensitas Penyakit
(80 𝑥 0)+(20 𝑥 1)+( 0 𝑥 2) (0 𝑥 3)+(0 𝑥 4)+
Sampel 1 = x 100%= 5%
100 𝑥 4
(100 𝑥 0)+(10 𝑥 1)+(0 𝑥 2)+ ( 0𝑥 3)+( 0𝑥 4)
Sampel 2 = x 100% = 2,71%
110 𝑥 4
(82𝑥 0)+( 16𝑥 1)+(0 𝑥 2)+ ( 0𝑥 3)+(0 𝑥 4)
Sampel 3 = x 100% = 4,08%
98 𝑥 4
(103 𝑥 0)+( 5𝑥 1)+( 0𝑥 2)+ (0 𝑥 3)+(0 𝑥 4)
Sampel 4 = x 100% = 1,157%
108 𝑥 4
(84 𝑥 0)+( 25𝑥 1)+(0 𝑥 2)+ (0 𝑥 3)+(0 𝑥 4)
Sampel 5 = x 100% = 5,73%
109 𝑥 4
96
7. Kepemilikan ternak:
Memiliki ternak (sapi/kambing): Skor 5
Menggaduh ternak (sapi/kambing) Skor 3
Tidak punya ternak Skor` 1
9. Kearifan lokal:
Identifikasi kearifan lokal yang ada di masyarakat
(a) Pranoto mongso (menggunakan tanda-tanda alam untuk melakukan
aktivitas pertanian): 2 musim. Musim hujan mulai desember akhir untuk
tanam padi. Musim kemarau mulai bulan 7-12 tanam sayur.
(b) Penggunaan bahan-bahan alami setempat untuk pupuk atau pengendalian
hama/penyakit : iya, pupuk kandang dan pupuk hijau.
102
10. Kelembagaan
Sebutkan kelembagaan apa saja yang ada di masyarakat (yang terkait dengan
pertanian), misalkan: kelompok tani, koperasi, lembaga keuangan dsb.
Adanya kelompok tani “wonoasri” . Tetapi hanya untuk subsidi, tidak untuk
peminjaman modal dan sosialisasi.
11. Tokoh masyarakat: ada / tidak tokoh panutan dalam pengelolaan usahatani,
sebutkan. Dosen FP UB
2. Plot Agroforestri
1. Macam / jenis komoditas yang ditanam (semakin beragam jenis tanaman,
semakin berkelanjutan).
Tanaman apa saja yang Bapak/Ibu budidayakan?
Lahan tegal, Jenis tanaman: Kopi, durian, nangka, dan pisang.
Selanjutnya lakukan penilaian jenis tanaman tersebut dengan skor dibawah ini.
Jenis tanaman untuk lahan tegal:
5 jenis atau lebih : Skor 5
4 jenis Skor 4
3 jenis Skor 3
2 jenis Skor 2
1 jenis Skor 1
2. Akses terhadap sumber daya pertanian: Berapakah luas lahan yang Bapak/ibu
kuasai?
Jenis Lahan
Tanah Milik Warisan dari orang tua, Tegal (ha): 3.650 m2/ 0,365 ha
Selanjutnya lakukan penilaian penguasaan lahan tersebut dengan skor di bawah ini
(lingkari yang sesuai).
1) Penguasaan lahan sawah :
Milik sendiri 100% Skor: 5
Milik sendiri sebagian Skor: 4
Sewa > 50% Skor: 3
Sakap > 50% Skor 2
Buruh tani (tanpa lahan) Skor 1
2) Penguasaan lahan tegal :
Milik sendiri 100% Skor: 5
Milik sendiri sebagian Skor: 4
Sewa > 50% Skor: 3
Sakap > 50% Skor 2
104
4. Akses pasar: tersedia pasar apa tidak akan komoditas yang Bapak/Ibu
budidayakan?
(a) Jenis tanaman : kopi
Tersedia dengan harga wajar Skor 5, Tersedia harga dibawah standar Skor 3, Tidak
tersedia Skor 1
(b) Jenis tanaman : durian
Tersedia dengan harga wajar Skor 5, Tersedia harga dibawah standar Skor 3, Tidak
tersedia Skor 1
(a) Ya, Karena menggunakan bahan-bahan organik berupa pupuk organik dan
pestisida nabati.
7. Kepemilikan ternak:
Memiliki ternak (sapi/kambing): Skor 5, Menggaduh ternak (sapi/kambing) Skor 3,
Tidak punya ternak Skor` 1
9. Kearifan lokal:
Identifikasi kearifan lokal yang ada di masyarakat
(a) Kepercayaan/adat istiadat:
Pembukaan desa dimulai pada tahun 1816 oleh tetua desa yaitu Mbah.
Sebojoyo. Melaksanakan bersih desa sekali dalam setahun pada bulan Dzulhijah
(besar) pada hari jumat kliwon, pelaksanaan bersih desa dan selamatan dilakukan
di Punden.
(b) Pranoto mongso (menggunakan tanda-tanda alam untuk melakukan aktivitas
pertanian):
Pada bulan januari merupakan awal musim hujan maka para petani di daerah sana
menanam padi. Dan pada saat musim kemarau menanam palawija.
(c) Penggunaan bahan-bahan alami setempat untuk pupuk atau pengendalian
hama/penyakit :
Pengendalian hama penyakit menggunakan bahan-bahan alami,
(d) Apakah ada kegiatan-kegiatan pertanian yang menciptakan keguyuban,
kebersamaan, kerjasama (misalkan gotong royong, tolong ,menolong, dsb).
Sebutkan dan jelaskan.
106
Apabila ada kegiatan panen maka masyarakat bergotong royong dalam pemanenan,
dan hal tersebut dilakukan secara bergiliran.
10. Kelembagaan
Sebutkan kelembagaan apa saja yang ada di masyarakat (yang terkait dengan
pertanian), misalkan: kelompok tani, koperasi, lembaga keuangan dsb.
Terdapat perkumpulan kelompok tani dan KUD untuk menjual susu sapi.
11. Tokoh masyarakat: ada / tidak tokoh panutan dalam pengelolaan usahatani,
sebutkan.
Ada, kepala desa dan para tetua di desa tersebut
= 35.700.000,-
Keterangan:
Y = jumlah produksi yang diperoleh dari usahatani (unit)
Py = harga produksi (Rp/unit)
ri = harga input ke-i
Xi = jumlah penggunaan input ke-i
Kelayakan usaha secara finansial dihitung dengan menggunakan R/C rasio
denga rumus sebagai berikut: 𝑅/𝐶 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜=𝑅𝐶
R/C ratio = 39.000.000/3.300.000 = 11,8, karena > 1 maka dapat dikatakan layak.
Artinya setiap Rp 1,- biaya yang dikeluarkan petani maka petani akan memperoleh
penerimaan sebesar Rp 11,8
Jika R/C > 1, maka usahatani tersebut layak secara finansial
Jika R/C = 1, maka usahatani tersebut impas
Jika R/C < 1, maka usahatani tersebut tidak layak secara finansial
Kuisioner Sejarah Lahan Pada Lansekap Pertanian
1. Sejak kapan desa dibuka untuk pemukiman? Dari mana saja asal para penduduk
desa?
Desa ini dibuka sejak tahun 1816 oleh tetua desa yang bernama Mbah
Sebajaya, awalnya merupakan hutan yang kemudian dibuka menjadi areal
pemukiman dan pertanian. Penduduk berasal dari pindahan warga yang tergusur
akibat pembangunan waduk Selorejo dan berasal dari Dusun Jabon sebanyak 300
jiwa.
2. Apakah ada rencana untuk pengalihan fungsi lahan pertanian di desa ini?
(1) Bila tidak, apa alasannya?
(2) Bila ya, digunakan untuk apa dan berapa luasannya?
Ada, apabila populasi penduduk bertambah maka tidak menutup
kemungkinan untuk mengubah areal pertanian menjadi pemukiman. Selain itu, juga
merubah lahan hutan menjadi lahan pertanian guna untuk memenuhi kebutuhan
pangan yang semakin meningkat.
3. Apakah ada pembukaan areal hutan untuk pertanian 2 tahun terakhir ini? Bila ya,
digunakan untuk apa dan siapa yang membuka (penduduk desa setempat/ dari luar
desa)
Terdapat pembukaan lahan hutan untuk lahan pertanian yang dilakukan oleh
perhutani. Lahan tersebut akan menjadi hutan produksi dengan komoditas yang
dibudidayakan berupa pinus dan kopi.
4. Apakah ada perubahan luasan hutan yang dikelola Perhutani yang dimanfaatkan
masyarakat di desa?
Bertambah, digunakan untuk budidaya tanaman kopi dengan naungan
berupa pinus.
5. Apakah ada peraturan di desa tentang pemanfaatan lahan?
(1) Bila ada sebutkan! Siapa yang membuat peraturan tersebut?
109
Ada, praturan tersebut dibuat oleh perhutani yaitu dilarang menebang pohon
pinus yang berada di hutan.
(2) Apa ada sangsi bila tidak mematuhi peraturan tersebut? Bila ya, sebutkan
sangsinya dan siapa yang akan memberi sangsi
Sanksi yang diberikan apabila melanggar peraturan adalah akan dilaporkan
ke polisi dan di penjara sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
6. Apa ada tempat tertentu yang secara adat atau kesepakatan masyarakat
dilindungi? Bila ya, apa saja dan dimana tempatnya?
Ada, yaitu punden tempat selamatan bersih desa
7. Mengapa tempat tersebut dilindungi?
Karena,untuk menjaga warisan budaya leluhur warga setempat.
Sebutkan kelembagaan apa saja yang ada di masyarakat (yang terkait dengan
pertanian), misalkan: kelompok tani, koperasi, lembaga keuangan dsb. Adanya
kelompok tani “Tani Luhur ” . Namun, gapoktan tersebut tidak ada kegiatan
yang dilakukan
11. Tokoh masyarakat: ada / tidak tokoh panutan dalam pengelolaan usahatani,
sebutkan. Dosen FP UB
12. Analisis usahatani dan kelayakan usaha
(b) Lakukan wawancara kepada petani tentang komoditas yang ditanam, berapa
jumlah produksi dan harga jualnya, penggunaan input dan harga masing-
masing input.
Jika dalam satu lahan ditanami lebih dari satu macam komoditas (tumpang sari),
tanyakan semua produksi tanaman dan penggunaan inputnya. Hindari
perhitungan ganda;
(e) Hitung berapa nilai produksi dan biayanya;
(f) Hitung pendapatan kotor usahatani (Gross Farm Family Income);
(g) Hitung kelayakan usaha dengan rumus R/C rasio.
Apabila usahatani tersebut layak secara finansial maka akan lebih berkelanjutan
dari aspek finansial. Dalam arti usahatani tersebut mampu membiaya biaya-biaya
yang harus dikeluarkan sehingga akan lebih berlanjut jika dibandingkan dengan
usahatani yang tidak layak secara finansial.
Tabel analisis finansial Plot Tanaman Pemukiman dan Tanaman Semusim
Luas Nilai
Jumlah Harga/
Jenis Tanaman Tanam Produksi
Produksi (kg) Unit
(ha) (Rp)
Jagung manis ¼ ha 2,4 ton .2.000
Rp. 1.000 atau
Kubis ¼ ha 8 ton
Rp. 1.500
Konsumsi
padi ¼ ha 1,3 ton
pribadi
9. Kearifan lokal:
Identifikasi kearifan lokal yang ada di masyarakat
a. Kepercayaan/adat istiadat : musim tanam padi menggunakan adat cok
bakal / sesajen kecil.
Musim panen padi adat kebiasaan nya dilakukan oleh orang yang pann
saja atau orang yang bersangkutan saja.
Ada adat nyadran yaitu nylameti deso.
b. Penggunaan bahan-bahan alami setempat untuk pupuk atau pengendalian
hama/penyakit : iya, pupuk kandang kambing.
c. Apakah ada kegiatan-kegiatan pertanian yang menciptakan keguyuban,
kebersamaan, kerjasama (misalkan gotong royong, tolong ,menolong,
dsb). Sebutkan dan jelaskan. Tidak dilakukan gotong royong disawah,
namun dilakukan gotong royong dirumah dan dijalan
10. Kelembagaan
Sebutkan kelembagaan apa saja yang ada di masyarakat (yang terkait dengan
pertanian), misalkan: kelompok tani, koperasi, lembaga keuangan dsb.
Adanya kelompok tani “Dapoktan” . terdapat ketua, dan terdapat juga
pinjaman uang sebesar 2 juta jika tidak punya biaya untuk mengolah tanah
11. Tokoh masyarakat: ada / tidak tokoh panutan dalam pengelolaan usahatani,
sebutkan. Tidak ada
12. Analisis usahatani dan kelayakan usaha
(c) Lakukan wawancara kepada petani tentang komoditas yang ditanam, berapa
jumlah produksi dan harga jualnya, penggunaan input dan harga masing-
masing input.
116
Jika dalam satu lahan ditanami lebih dari satu macam komoditas (tumpang sari),
tanyakan semua produksi tanaman dan penggunaan inputnya. Hindari
perhitungan ganda;
(h) Hitung berapa nilai produksi dan biayanya;
(i) Hitung pendapatan kotor usahatani (Gross Farm Family Income);
(j) Hitung kelayakan usaha dengan rumus R/C rasio.
Apabila usahatani tersebut layak secara finansial maka akan lebih berkelanjutan
dari aspek finansial. Dalam arti usahatani tersebut mampu membiaya biaya-biaya
yang harus dikeluarkan sehingga akan lebih berlanjut jika dibandingkan dengan
usahatani yang tidak layak secara finansial.
Tabel Analisis Finansial Plot Tanaman Semusim
Luas Nilai
Jumlah Harga/
Jenis Tanaman Tanam Produksi
Produksi (kg) Unit
(ha) (Rp)
Kubis 0,5 Rp2000/kg
No Kegiatan Dokumentasi
No Kegiatan Dokumentasi
Pengamatan biodiversitas
5. tumbuhan dengan
menggunakan frame
No Kegiatan Dokumentasi