Anda di halaman 1dari 9

PERCOBAAN III

Analisis Zat Pengawet pada Makanan

Tujuan:
1. Untuk mengidentifikasi keberadaan formalin dan boraks pada sampel makanan.

Prinsip Dasar:
Prinsip dari praktikum ini adalah analisis formalin dan boraks pada sampel makanan
yang didasarkan pada adanya perubahan warna, terbentuknya endapan dan adanya gas.

Dasar Teori:

Senyawa Formalin

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau menusuk, uapnya
merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan rasa membakar. Bobot tiap mililiter
adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan
kloroform dan eter (Norman and Waddington, 1983).
Didalam formalin mengandung sekitar 37% formaldehid dalam air, biasanya ditambah
methanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama
(desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin adalah Formol,
Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal,
Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith (Astawan, Made, 2006).
Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul H2CO. Karena kecilnya
molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang
dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus –NH2 dari protein yang ada pada tubuh
membentuk senyawa yang mengendap (Harmita, 2006).
Formaldehid (formalin) adalah larutan tidak berwarna, reaktif, dan dapat membentuk
polimer pada suhu normal pada saat berwujud gas. Kalor pembakaran untuk gas formalin 4,47
Kcal / gram. Daya bakar dilaporkan pada rentang volume 12,5 – 80 % di udara. Campuran 65
– 70 % formaldehid di dalam udara sangat mudah terbakar. Formaldehid dapat terdekomposisi
menjadi metanol dan karbonmonooksida pada suhu 150°C dan pada suhu 300°C jika
dekomposisi tidak menggunakan katalis. Pada tekanan atmosfer formaldehid mudah
mengalami fotooksidasi menjadi karbondioksida (WAAC Newsletter, 2007).
Formaldehid yang lebih dikenal dengan nama formalin ini adalah salah satu zat
tambahan makanan yang dilarang. Meskipun sebagian banyak orang sudah mengetahui
terutama produsen bahwa zat ini berbahaya jika digunakan sebagai pengawet, namun
penggunaannya bukannya menurun namun malah semakin meningkat dengan alasan harganya
yang relatif murah dibanding pengawet yang tidak dilarang dan dengan kelebihan. Formalin
sebenarnya bukan merupakan bahan tambahan makanan, bahkan merupakan zat yang tidak
boleh ditambahkan pada makanan. Memang orang yang mengkonsumsi bahan pangan
(makanan) seperti tahu, mie, bakso, ayam, ikan dan bahkan permen, yang berformalin dalam
beberapa kali saja belum merasakan akibatnya. Tapi efek dari bahan pangan (makanan)
berformalin baru bisa terasa beberapa tahun kemudian. Formalin dapat bereaksi cepat dengan
lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernafasan. tubuh cepat teroksidasi membentuk
asam format terutama di hati dan sel darah merah. Pemakaian pada makanan dapat
mengakibatkan keracunan pada tubuh manusia, yaitu rasa sakit perut yang akut disertai muntah-
muntah, timbulnya depresi susunan syaraf atau kegagalan peredaran darah (Effendi, 2009).
Formalin merupakan salah satu pengawet non pangan yang sekarang banyak
digunakan untuk mengawetkan makanan. Formalin adalah nama dagang dari campuran
formaldehid, metanol dan air dengan rumus kimia CH2O. Formalin yang beredar di pasaran
mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% –40%. Di Indonesia, beberapa
undang-undang yang melarang penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah
Peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No.
1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat
karsinogenik bagi tubuh manusia (Sitiopan, 2012).
Formalin atau Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal), merupakan aldehida
berbentuk gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan
Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867.
Formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon. Terkandung
dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi,
formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana dan
hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan
sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia (Reuss 2005).
Formaldehida bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu
larutan formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara (Reuss 2005).
Penggunaan formalin diantaranya sebagai pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai
pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, pembasmi lalat dan serangga, bahan pembuat
sutra bahan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak, bahan perekat untuk produk kayu
lapis (plywood) (Oke, 2008).
Larutan formaldehid adalah disinfektan yang efektif melawan bakteri vegetatif, jamur
atau virus tetapi kurang efektif melawan spora bakteri. Formaldehid bereaksi dengan protein
dan hal tersebut mengurangi aktivitas mikroorganisme. Efek sporosidnya meningkat, yang
meningkat tajam dengan adanya kenaikan suhu. Larutan 0,5 % formaldehid dalam waktu 6 –
12 jam dapat membunuh bakteri dan dalam waktu 2 – 4 hari dapat membunuh spora, sedangkan
larutan 8% dapat membunuh spora dalam waktu 18 jam. Formaldehid memiliki daya
antimicrobial yang luas yaitu terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella
pneumonia, Pseudomonas aerogenosa, Pseudomonas florescens, Candida albicans,
Aspergillus niger, atau Penicillium notatum. Mekanisme formaldehid sebagai pengawet diduga
bergabung dengan asam amino bebas dari protoplasma sel atau mengkoagulasikan protein
(Cahyadi, 2006).

Formaldehid membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri dehidrasi


(kekurangan air) sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan.
Artinya formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang
melindungi lapisan di bawahnya supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan
lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh maka formalin akan
bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan
berikutnya (Cipta Pangan, 2006)

Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein
sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi
tersebut protein mengeras dan tidak dapat larut (Herdiantini, 2003). Sifat penetrasi formalin
cukup baik, tetapi gerakan penetrasinya lambat sehingga walaupun formaldehid dapat
digunakan untuk mengawetkan sel-sel tetapi tidak dapat melindungi secara sempurna, kecuali
jika diberikan dalam waktu lama sehingga jaringan menjadi keras (Herdiantini, 2003).

Boraks
Boraks adalah senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B), Boraks merupakan
anti septik dan pembunuh kuman. Bahan ini banyak digunakan sebagai bahan anti jamur,
pengawet kayu, dan antiseptik pada kosmetik (Svehla, G). Asam borat atau boraks (boric acid)
merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan
makanan. Boraks adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7.10H2O berbentuk kristal putih,
tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi
natrium hidroksida dan asam borat (Syah, 2005).

Gambar 1. Struktur Kimia Boraks

Komposisi dan bentuk asam borat mengandung 99,0% dan 100% H3BO3. Mempunyai
bobot molekul 61,83 dengan B = 17,50% ; H = 4,88% ; O = 77,62% berbentuk serbuk hablur
kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis (Cahyadi,
2008). Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: jarak lebur sekitar
171°C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol 85% dan tak
larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat
atau asam tetrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada
suhu 100°C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO2). Asam borat
merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam boratlarut sempurna
dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak
tercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida (Cahyadi, 2008).
Efek boraks yang diberikan pada makanan dapat memperbaiki struktur dan tekstur
makanan. Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso dan lontong akan membuat
bakso/lontong tersebut sangat kenyal dan tahan lama, sedangkan pada kerupuk yang
mengandung boraks jika digoreng akan mengembang dan empuk serta memiliki tekstur yang
bagus dan renyah. Parahnya, makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih
alami, sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan uji khusus
boraks di Laboratorium (Depkes RI, 2002).
Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium hidroksid aatau asam
borat). Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan oleh
industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles
mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks juga digunakan sebagai bahan solder,
pembuatan gelas, bahan pembersih/pelicin porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu
(Aminah dan Himawan, 2009).
Asam borat dan boraks telah lama digunakan sebagai aditif dalam berbagai makaan.
Sejak asam borat dan boraks diketahui efektif terhadap ragi, jamur dan bakteri, sejak saat itu
mulai digunakan untuk mengawetkan produk makanan. Selain itu, kedua aditif ini dapat
digunakan untuk meningkatkan elastisitas dan kerenyahan makanan serta mencegah udang
segar berubah menjadi hitam.
Efek negatif dari penggunaan boraks dalam pemanfaatannya yang salah pada kehidupan
dapat berdampak sangat buruk pada kesehatan manusia. Boraks memiliki efek racun yang
sangat berbahaya pada sistem metabolisme manusia sebagai halnya zat-zat tambahan makanan
lain yang merusak kesehatan manusia. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No.722/MenKes/Per/IX/88 boraks dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang untuk
digunakan dalam pembuatan makanan. Dalam makanan boraks akan terserap oleh darah dan
disimpan dalam hati. Karena tidak mudah larut dalam air boraks bersifat kumulatif. Dari hasil
percobaan dengan tikus menunjukkan bahwa boraks bersifat karsinogenik. Selain itu boraks
juga dapat menyebabkan gangguan pada bayi, gangguan proses reproduksi, menimbulkan
iritasi pada lambung, dan atau menyebabkan gangguan pada ginjal, hati, dan testes (Suklan H)
Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati,
lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak
terbentuknya urin), koma, merangsang system saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis,
sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian (Widyaningsih dan
Murtini, 2006).
Keracunan kronis dapat disebabkan oleh absorpsi dalam waktu lama. Akibat yang timbul
diantaranya anoreksia, berat badan turun, muntah, diare, ruam kulit, alposia, anemia dan konvulsi.
Penggunaan boraks apabila dikonsumsi secara terus-menerus dapat mengganggu gerak
pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi dan kekacauan mental. Dalam jumlah serta
dosis tertentu, boraks bisa mengakibatkan degradasi mental, serta rusaknya saluran pencernaan,
ginjal, hati dan kulit karena boraks cepat diabsorbsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan, kulit
yang luka atau membran mukosa (Saparinto dan Hidayati, 2006).

Alat dan Bahan

Alat

1. Lumpang dan alu


2. Satu set tabung reaksi
3. Pipet
4. Cawan porselin
5. Pembakar spirtus
6. Batang pengaduk
7. Serbet

Bahan

1. HCl
2. FeSO4
3. KMnO4
4. Kunyit
5. Sampel makanan yang mengandung pengawet

Prosedur Kerja

A. Pengujian Blanko Formalin

a. Pengujian Larutan Blanko Formalin dengan FeSO4 dan HCl


1. Masukkan sebanyak 1 ml formalin ke dalam cawan porselen
2. Teteskan FeSO4 dan HCl tetes kemudian amati perubahannya
3. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan lalu amati perubahan yang terjadi
a. Pengujian Larutan Blanko Formalin dengan KMnO4
1. Masukkan sebanyak 1 ml formalin ke dalam cawan porselen
2. Teteskan KMnO4 beberapa tetes kemudian amati perubahannya
3. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan lalu amati perubahan yang terjadi
b. Pengujian Larutan Blanko Formalin dengan Ekstrak Kunyit
1. Masukkan sebanyak 1 ml formalin ke dalam cawan porselen
2. Teteskan ekstrak kunyit beberapa tetes kemudian amati perubahannya
3. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan lalu amati perubahan yang terjadi

B. Pengujian Blanko Boraks

a. Pengujian Larutan Blanko Boraks dengan FeSO4 dan HCl


1. Masukkan sebanyak 1 ml boraks ke dalam cawan porselen
2. Teteskan FeSO4 dan HCl beberapa tetes kemudian amati perubahannya
3. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan lalu amati perubahan yang terjadi
b. Pengujian Larutan Blanko Boraks dengan KMnO4
1. Masukkan sebanyak 1 ml boraks ke dalam cawan porselen
2. Teteskan KMnO4 beberapa tetes kemudian amati perubahannya
3. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan lalu amati perubahan yang terjadi
c. Pengujian Larutan Blanko Boraks dengan Ekstrak Kunyit
1. Masukkan sebanyak 1 ml boraks ke dalam cawan porselen
2. Teteskan ekstrak kunyit beberapa tetes kemudian amati perubahannya
3. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan lalu amati perubahan yang terjadi

C. Pengujian Sampel Yang Mengandung Formalin dan Boraks

a. Pengujian Sampel Makanan dengan FeSO4 dan HCl


1. Timbang sampel x yang akan diidentifikasi sebanyak 5 gr
2. Kemudian potong kecil-kecil sampel yang sudah ditimbang
3. Gerus sampel dengan menggunakan lumpang dan alu
4. Masukkan sampel ke dalam tabung reaksi
5. Teteskan FeSO4 dan HCl beberapa tetes kemudian amati perubahannya
6. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan lalu amati perubahan yang terjadi
b. Pengujian Sampel Makanan dengan KMnO4
1. Timbang sampel x yang akan diidentifikasi sebanyak 5 gr
2. Kemudian potong kecil-kecil sampel yang sudah ditimbang
3. Gerus sampel dengan menggunakan lumpang dan alu
4. Masukkan sampel ke dalam tabung reaksi
5. Teteskan KMnO4 beberapa tetes kemudian amati perubahannya
6. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan lalu amati perubahan yang terjadi
c. Pengujian Sampel Makanan dengan Ekstrak Kunyit
1. Timbang sampel x yang akan diidentifikasi sebanyak 5 gr
2. Kemudian potong kecil-kecil sampel yang sudah ditimbang
3. Gerus sampel dengan menggunakan lumpang dan alu
4. Masukkan sampel ke dalam tabung reaksi
5. Teteskan ekstrak kunyit beberapa tetes kemudian amati perubahannya
6. Selanjutnya sampel tersebut dipanaskan lalu amati perubahan yang terjadi
Data Pengamatan
No. Sampel + Reagen Sebelum dipanaskan Setelah dipanaskan

Anda mungkin juga menyukai