Anda di halaman 1dari 50

TUGAS UTILITAS BANGUNAN

SISTEM PENANGKAL PETIR DAN JARINGAN

Oleh :
Anggota Kelompok 5 :
 Arfilian Permana Putra (02)
 Isnani Nur Rahma (12)
 M. Rivanda Zulkarnaen (14)
 Nada Shelawati (15)
 Reynaldi Abimantara (18)
Kelas 3 MRK 4

JURUSAN TEKNIK SIPIL


PRODI D-IV MANAJEMEN REKAYASA KONSTRUKSI
POLITEKNIK NEGERI MALANG
TAHUN 2019
BAB 1
SISTEM PENANGKAL PETIR
1.1 Pengertian Petir
Petir adalah salah satu fenomena alam yang paling kuat dan menghancurkan.
Kekuatan petir yang pernah tercatat adalah mulai dari ribuan amper sampai 200.000
amper atau sama dengan kekuatan yang dibutuhkan untuk menyalakan 500 ribu lampu
bohlam 100 watt. Meskipun arus petir hanya sesaat kira-kira selama 200 micro-detik tapi
hasil kerusakan yang ditimbulkan sangat luarbiasa. Efek dari serangan langsung sangat
jelas terlihat, mulai dari kerusakan bangunan, kebakaran sampai bahaya kematian bagi
manusia. Selain itu pada saat petir menyambar akan ada loncatan muatan listrik ke
benda yang bersifat konduktor disekitar pusat hantaman. Loncatan ini bahkan bisa
mengalir kemana- mana hingga puluhan kilometer. Untuk hal tersebut diatas diperlukan
penangkal petir yang sangat baik terutama untuk gedung, fasilitas umum dan pusat bisnis
yang menghandalkan komputer atau peralatan elektronik untuk seluruh kegiatan bisnis-
nya.
Petir telah banyak membuat kerugian pada manusia dan kerusakan pada peralatan
sejak dulu. Semakin banyaknya pemakaian alat elektronik dan peralatan tegangan rendah
saat ini telah meningkatkan jumlah statistik kerusakan yang ditimbulkan oleh pengaruh
sambaran petir baik langsung maupun tidak langsung. Indonesia memiliki hari guruh yang
tinggi dengan jumlah sambaran petirnya yang banyak, sehingga kerusakan dan kerugian
yang ditimbulkannya pun lebih besar.
Upaya proteksi manusia dan peralatan telah dilakukan, namun dengan semakin
luas, semakin canggih dan banyaknya peralatan listrik dan elektronik yang digunakan
menyebabkan semakin rumitnya sistem yang diperlukan. Keadaan alam iklim tropis
Indonesia pada umumnya termasuk daerah dengan hari petir yang tinggi setiap tahun.
Karena keterbatasan data besarnya hari petir untuk setiap lokasi di Indonesia. Pada saat ini
diasumsikan bahwa di lokasi yang tinggi di atas gunung atau menara dan gedung yang
menjulang tinggi ditengah-tengah area yang bebas atau dilahan terbuka seperti sawah,
ladang, kemungkinan sambaran lebih tinggi. Tempat-tempat dengan tingkat sambaran
tinggi frekwensi maupun intensitasnya mendapat prioritas pertama untuk
penanggulangannya, sedangkan tempat-tempat yang relatif kurang bahaya petirnya
mendapat prioritas ke dua dengan pemasangan protektor yang lebih sederhana. Lokasi
yang mempunyai nilai bisnis tinggi industri kimia, pemancar TV, Telekomunikasi, gedung
perkantoran dengan sistem perkantoran dan industri strategis seperti hankam, bandara
udara memerlukan proteksi yang dilakukan seoptimal mungkin, sedangkan lokasi
dengan nilai bisnis rendah mungkin makin sederhana sistem protektor yang akan
dipasang.

Gambar 1.1 Sambaran Petir


Dengan berkembangnya teknologi yang pesat hingga kini, maka pelepasan muatan
petir dapat merusak jaringan listrik dan peralatan elektronik yang lebih sensitif. Sambaran
petir pada tempat yang jauh sudah mampu merusak sistem elektronika dan
peralatannya,seperti instalasi komputer, perangkat telekomunikasi, sistem kontrol, alat-
alat pemancar dan instrument serta peralatan elektronik sensitif lainnya. Untuk
mengatasi masalah ini maka perlindungan yang sesuai harus dipasang pada peralatan
atau instalasi terhadap bahaya sambaran petir langsung maupun induksinya. Salah satu
penyebabnya kurangnya informasi mengenai petir dan masalah yang dapat ditimbulkan.
 Terdapat 2 teori yang mendasari terjadinya petir, yaitu:
a) Proses Ionisasi
Petir terjadi diakibatkan oleh terkumpulnya ion bebas bermuatan negatif
dan positif di awan. Ion listrik dihasilkan oleh gesekan antar awan dan juga
inonisasi ini disebabkan oleh perubahan bentuk air dari cair menjadi gas atau
sebaliknya.
b) Gesekan antar awan
Pada awalnya awan bergerak mengikuti arah angin, selam proses
bergeraknya awan ini maka saling bergesekan satu dengan lainnya. Dari proses
ini terlahir elektron elektron bebas yang memenuhi permukaan awan. Proses ini
bisa digambarkan secara sederhana pada sebuah penggaris plastic yang
digosokkan pada rambut maka penggaris ini akan mampu menarik potongan
kertas. Pada suatu saat awan ini akan terkumpul di sebuah kawasan, saat inilah
petir dimungkinkan terjadi karena electron-elektron bebas ini saling
menguatkan satu dengan lainnya. Sehingga memiliki cukup beda potensial
untuk menyambar permukaan bumi.
1.2 Kerusakan Akibat Sambaran Petir
Keadaan alam iklim tropis Indonesia umumnya termasuk daerah dengan hari petir
yang tinggi setiap tahun.Sambaran petir memiliki kemampuan merusak yang sangat hebat
dan merugikan bagi obyek-obyek di bumi antara lain :
1. Beban termal (terjadi panas pada bagian-bagian yang dialiri oleh arus petir).
2. Beban mekanis karena timbulnya gaya elekto dinamis sebagai akibat tingginya
puncak arus.
3. Beban gerak mekanis karena Guntur.
4. Beban tegangan lebih karena adanya induksi dan pergeseran potensial di dalam
bangunan.
Adapun kerusakan kerusakan lainnya antara lain :
a. Kerusakan Akibat Sambaran Langsung
Kerusakan ini biasanya langsung mudah diketahui sebabnya, karena petir
menyambar sebuah gedung dan sekaligus peralatan listrik atau elektronik yang
ada di dalamnya ikut rusak kemungkinan mengakibatkan kebakaran gedung, dan
kerusakan yang parah pada peralatan PABX, kontrol AC, komputer, alat
pemancar yang akan hancur total.
b. Kerusakan Akibat Sambaran Tidak Langsung
Kerusakan ini sulit diidentifikasi karena petir yang menyambar pada satu titik
lokasi sehingga hantaran induksi melalui aliran listrik atau kabel PLN,
telekomunikasi, pipa pam dan peralatan besi lainnya dapat mencapai 1 km dari
tempat petir terjadi. Sehingga tanpa disadari tiba- tiba peralatan komputer,
pemancar TV, radio, PABX terbakar dan rusak.
Misalkan Petir menyambar tiang PLN lokasi A sehingga tegangan atau
arusnya mencapai dan merusak peralatan rumah sakit dan peralatan
telekomunikasi di lokasi B karena jarak tiang PLN (A) ke rumah sakit dan
peralatan telekomunikasi tersebut (B) adalah kurang atau sama dengan 1 km.
1.3 Bagian-bagian dari Sistem Grounding / Penangkal Petir
 Splitzen (Batang Penangkal petir), sebuah alat berbentuk tiang yang menyerap aliran
listrik dari petir yang menyambar.
 Konduktor (sistem pengkabelan), kabel yang digunakan sebagai penghantar aliran
listrik dari Splitzer menuju ke tanah (pembumian). Untuk kabel yang jauh dari
jangkauan biasanya menggunakan kabel BC, sedangkan yang dekat dengan jangkauan
biasa menggunakan kabel BCC dan NYY seperti Federal kabel atau Supreme Kabel.
 Terminal, sebuah sistem bawah tanah yang bertugas meneruskan hantara listrik ke
dalam tanah. Biasanya berupa pipa tembaga yang berdiameter setengah inch dan
memiliki panjang 3 sampai 4 meter.

Seperti yang terlihat pada penjelasan gambar diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa fungsi kerja dari Grounding system adalah:
1. Membawa muatan listrik petir langsung menuju kedalam tanah .
2. Mengurangi kerusakan sistem pada perangkat elektronik rumah, karena adanya
penyeimbang arus yang sudah di integrasikan ke grounding system.
1.4 Skema pemasangan Instalasi Ground System pada bangunan rumah
1. Pemasangan splitzen atau tiang penyangga yang berfungsi menyerap aliran listrik
petir diletakkan di tempat tertinggi dari suatu bangunan. Bentuk dari Splitzen terbagi
dua jenis, yaitu tunggal dan trisula dengan bahan utama adalah batang tembaga dan
langsung dihubungkan langsung ke terminal atua pipa tembaga dengan menggunakan
kabel BC 50 mm dari Supreme kabel ataupun Federal kabel.
2. Memasang instalasi sub terminal berbahan plat tembaga 5cm x 20 cm yang memiliki
integrasi dengan terminal di dalam rumah, untuk menghindari korsleting pada
perangkat elektronik.
3. Memasang sebuah arester pada sistem instalasi listrik yang dihubungkan langsung ke
dalam terminal grounding menggunakan kabel BC/ NYY ukuran 15 mm yang
berfungsi untuk menurunkan tegangan lebih pada jaringan listrik.
4. Pemasangan terminal, sebagi tempat terhubungnya beberapa kabel dari Splitzer
menuju ke bawah tanah dengan menggunakan sebuah kabel BC berukuran 50 mm.
5. Nilai tahanan dari sistem pembumian atau pentanahan sekitar 3 ohm. Untuk itu jangan
menanam pipa sistem pembumian di wilayah yang berpasir ataupun berbatu, karena
nilai tahanannya sedikit.
1.5 Ruang lingkup pekerjaan dari system penangkal petir di suatu bangunan
1. Air Terminal (Terminal Udara)
Sistem air terminal ini harus mampu melindungi seluruh bangunan serta
sekelilingnya dari sambaran petir dan tidak mempengaruhi peralatan elektrik yang
ada dalam bangunan. Terminal udara (air terminal) yang digunakan ada 3 macam,
yaitu: sistem komvensional air terminal, system radio aktif air terminal dan sistem
elektrostatik.

Gambar 1.5 Air terminal


2. Down Conductor (penghantar)
Down conductor terdiri dari satu jalur menghubungkan secara listrik dengan
sempurna antara air terminal dengan system pertanahan. Down conductor terdiri
dari kabel korial (kabel BC) dari air terminal hingga kotak sambung (junction box)
di lantai dasar.
3. System Pertanahan (Grounding system)
Elektroda pertanahan harus dimasukan ke dalam tanah secara vertical, batang
tembaga harus dilindungi terhadap korosi dengan serbuk arang disekitar tembaga.

Gambar 3. Salah satu contoh sistem Pertanahan


4. Pekerjaan Bak Kontrol
Diantara penunjang dari sistem penangkal petir adalah bak kontrol untuk
melindungi perkabelan dan sistem pertanahan.
1.6 Macam - Macam Sistem Penangkal Petir
a) Penangkal Petir Sistem Franklin
Penangkal petir sistem Franklin menggunakan ide melindungi kerucut,
dimana jari–jari alasnya sama dengan tinggi kerucut. Tinggi penangkal petir dari
permukaan tanah ke puncak penangkal petir di gedung. Jenis penangkal petir dengan
sistem Franklin ini banyak dipakai karena ekonomis. Metode ini menggunakan
konduktor yang mampu melindungi wilayah dalam bentuk kerucut dengan
ketinggian sebanding dengan radius bagian atasnya. Metode ini sesuai digunakan
untuk bangunan menara masjid atau gereja, cerobong asap, menara tower, antena
pemancar radio, gedung–gedung yang tinggi dimana area yang harus dilindungi
berbentuk kerucut dan juga biaya installasi tidak terlalu mahal.

Gambar 1.6 Radius Perlindungan Sistem Franklin


Kedua ilmuwan tersebut Faraday dan Franklin menjelaskan system yang
hampir sama, yakni system penyalur arus listrik yang menghubungkan antara bagian
atas bangunan dan grounding, sedangkan system perlindungan yang di hasilkan
ujung penerima/splitzer adalah sama pada rentang 30 - 40 derajat. Perbedaannya
adalah system yang di kembangkan Faraday bahwa kabel penghantar berada pada
sisi luar bangunan dengan pertimbangan bahwa kabel penghantar juga berfungsi
sebagai material penerima sambaran petir, yaitu berupa sangkar elektris atau biasa
di sebut dengan sangkar faraday.
b) Penangkal Petir Radio Aktif
Penelitian terus berkembang akan sebab terjadinya petir, dan semua ilmuwan
sepakat bahwa terjadinya petir karena ada muatan listrik di awan berasal dari proses
ionisasi, maka untuk menggagalkan proses ionisasi dilakukan dengan cara
menggunakan zat beradiasi seperti Radiun 226 dab Ameresium 241 karena kedua
bahan ini mampu menghamburkan ion radiasinya yang dapat menetralkan muatan
listrik awan. Maka manfaat lain hamburan ion radiasi tersebut akan menambah
muatan pada ujung finial/splitzer, bila mana awan yang bermuatan besar tidak
mampu di netralkan zat radiasi kemudian menyambar maka akan cenderung
mengenai penangkal petir ini. Keberadaan penangkal petir jenis ini telah dilarang
pemakaiannya, berdasarkan kesepakatan internasional dengan pertimbangan
mengurangi zat beradiasi di masyarakat, selain itu penangkal petir ini dianggap
dapat mempengaruhi kesehatan manusia.
c) Penangkal Petir Elektrostatis
Prinsip kerja penangkal petir elektrostatis mengadopsi sebagian
system penangkal petir radio aktif, yaitu menambah muatan pada ujung
finial/splitzer agar petir selalu melilih ujung ini untuk di sambar. Perbedaan dengan
system radio aktif adalah jumlah energi yang dipakai. Untuk penangkal petir radio
aktif muatan listrik dihasilkan dari proses hamburan zat berradiasi sedangkan
pada penangkal petir elektrostatis energi listrik yang dihasilkan dari listrik awan
yang menginduksi permukaan bumi.

1.7 Cara Menyalurkan Tegangan Listrik


a. Menanam elektroda pentanahan secara merata di sekeliling bangunan, sehingga
tegangan tanah yang timbul di sekeliling bangunan dapat diperkecil.

Gambar 1.7.a Elektroda plat pentanahan


b. Memperdalam pentanahan elektroda pentanahan sehingga dari arus petir dapat
menyebar di bagian permukaan sebelah dalam dari tanah relatif lebih banyak
dibandingkan dengan muatan yang mengalir di permukaan tanah, sehingga
tegangan tanah di permukaan dapat diperkecil.

Gambar 1.7.b Memperdalam elektroda pentanahan


c. Menghubungkan sistem perpipaan tersebut dengan elektroda pentanahan yang
terdekat atau dengan menggunakan sistem pentanahan yang berbentuk grid.

Gambar 1.7.c Menghubungkan sistem perpipaan

1.8 Sistem Proteksi Petir


Pengadaan instalasi proteksi sambaran petir meliputi penangkal petir eksternal
dan penangkal petir internal. Hal-hal yang berkaitan dengan sistem proteksi, teknologi
dan biaya investasi yang diperlukan ditentukan oleh tingkat perlindungan penangkal petir
yang diinginkan. Sedang tingkat perlindungan yang diinginkan ditentukan oleh jenis, tipe
dan fungsi bangunan dan peralatan yang akan dilindungi serta resiko yang timbul jika
terjadi kegagalan perlindungannya.
Tingkat perlindungan suatu sistem proteksi sambaran petir dikelompokkan dalam
tingkat perlindungan biasa atau normal, yaitu untuk bangunan-bangunan biasa yang bila
terjadi kegagalan perlindungan tidak menyebabkan bahaya beruntun, seperti bangunan
perumahan, gedung- gedung. Tingkat Perlindungan Sangat Tinggi yaitu untuk bangunan
atau instalasi yang jika terjadi kegagalan perlindungan dapat menyebabkan bahaya ikutan
yang tidak terkendali seperti pusat instalasi nuklir. Biaya investasi yang diperlukan
untuk ketiga tingkat perlindungan di atas pada dasarnya terbagi dalam biaya investasi
Penangkal Petir Eksternal dan biaya investasi Penangkal Petir Internal dan minimalisasi
biaya total dapat dilakukan dengan menerapkan konsepsi bahwa penangkal petir eksternal
merupakan bagian tak terpisahkan dari penangkal petir internal.
Ada 3 jenis prinsip penting yang dimiliki oleh penangkal petir modern yaitu :
a. Penyaluran arus petir yang sangat kedap atau tertutup terhadap obyek sekitar
dengan menggunakan terminal penerima dan kabel penghantar khusus yang
memiliki sifat isolasi tegangan tinggi.
b. Menciptakan elektron bebas awal yang besar sebagai streamer emission pada bagian
puncak dari sistem penangkal petir terminal dan juga bebas radioaktif.
c. Memberikan jaminan keamanan terhadap obyek yang dilindungi radius proteksi yang
luas dari intensitas sambaran dari petir.
1.9 Pembuatan Sistem Pentanahan/Grounding
Sistem pentanahan berfungsi sebagai sarana mengalirkan arus petir yang menyebar
ke segala arah ke dalam tanah. Hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan sistem
pentanahan adalah tidak timbulnya bahaya tegangan langkah dan tegangan sentuh.
Kriteria yang dituju dalam pembuatan sistem pentanahan adalah bukannya rendahnya
harga tahanan tanah akan tetapi dapat dihindarinya bahaya seperti tersebut di depan.
Selain itu sistem pentanahan sangat menentukan rancangan sistem penangkal
petir internal, semakin tinggi harga tahanan pentanahan akan semakin tinggi pula
tegangan pada penyama potensial (potential equalizing bonding) sehingga upaya
perlindungan internalnya akan lebih berat.
1.10 Pengadaan Sistem Penyaluran Arus Petir
Arus sambaran petir yang mengenai finial harus secara cepat dialirkan ke tanah dengan
pengadaan sistem penyaluran arus petir melalui jalan terpendek. Dimensi atau luas
penampang, jumlah dan rute penghantar ditentukan oleh kuadrat arus impuls sesuai
dengan tingkat perlindungan yang ditentukan serta tingginya arus puncak petir.
Resiko bahaya yang dapat ditimbulkan dari penyaluran arus petir ini terutama adalah
adanya induksi elektromagnetik pada peralatan elektronik di dalam bangunan.
1.11 Proteksi Pembumian
Bagian terpenting dalam instalasi sistem penangkal petir adalah sistem
pembumiannya. Kesulitan pada sistem pembumian biasanya karena berbagai macam
jenis tanah. Hal ini dapat diatasi dengan menghubungkan semua metal Equipotensialisasi
dengan elektrode tunggal yang ke arah ditanam ke dalam bumi. Untuk dapat
mengantisipasi perkembangan peralatan listrik dan elektronika, maka peralatan proteksi
dalam Konsep Daerah Proteksi yang berorientasi pada Electromagnetic
Compatibility-EMC juga mempunyai tugas yang disesuaikan dengan kebutuhan
tersebut.
1.12 Perlindungan Untuk Bangunan
Penyebab dari pada kerusakan yang diakibatkan oleh sambaran petir terutama
adalah besarnya amplitudo arus petir dan kecuraman arus petir, dimana amplitudo arus
petir berkisar antara 5000 Ampere sampai 200.000 Ampere. Kerusakan bangunan
yang disambar dapat berupa kerusakan thermis, misalkan bagian yang tersambar
terbakar dan dapat pula berupa kerusakan mekanis. Misalkan sambaran petir mengenai
atap bangunan yang mengakibatkan bangunan atau tembok menjadi retak ataupun menjadi
roboh.
Perlindungan pada bangunan terhadap sambaran petir sangat di anjurkan dimana letak
ukuran dan bentuk bangunan sangat mempengaruhi sukar atau mudahnya bangunan
tersambar dan juga apakah sambaran akan menimbulkan kerusakan yang parah atau
tidak.
1.13 Sistem Perlindungan Dengan Penangkal Petir
a. Sistem Penangkal Petir
Instalasi penangkal petir merupakan suatu sistem yang menggabungkan
komponen–komponen dan peralatan–peralatan yang secara keseluruhan berfungsi
sebagai penangkal petir yang menyalurkan sambaran petir ke tanah. Sistem tersebut
dipasang sedemikian rupa sehingga semua bagian dari bangunan beserta isinya atau
benda–benda di dalamnya terlindung dan terhindar dari bahaya sambaran langsung
maupun tak langsung. Installasi ini di kelompokan menjadi bagian penghantar diatas
tanah dan penghantar didalam tanah. Dengan pemasangan installasi penangkal petir
tidak menambah atau mengurangi kemungkinan suatu bangunan atau peralatan
terkena sambaran petir, akan tetapi bila terjadi sambaran petir arusnya akan disalurkan
ke tanah lewat installasi penyaluran sehingga bangunan dan peralatan didalamnya
terlindung. Ada beberapa cara yang bisa digunakan, antara lain : Penagkal petir sistim
Franklin dan Faraday.
b. Fungsi Perlindungan dari Installasi Penangkal Petir.
Untuk hal tersebut diatas diperlukan penangkal petir yang sangat handal terutama
untuk gedung, fasilitas umum dan pusat bisnis yang menghandalkan komputer atau
peralatan elektronik untuk seluruh kegiatan bisnisnya. Ada 4 kriteria yang harus
di perhatikan dalam sistem penangkal petir untuk dapat mengikuti standar dunia
yang telah teruji antara lain : Jaringan Termination, penghantar atau down conductors,
jaringan pembumian grounding dan bonding untuk menghindari side flashing. Korosi
adalah hal yang sering terjadi pada sistem penangkal petir, dengan mutu material yang
rendah banyak di dijumpai penangkal petir yang terpasang hanya baik untuk 3-12
bulan. Setelah korosi terjadi pada semua komponen, sistem penangkal petir tidak lagi
menghantar dengan sempurna. Akibatnya jelas kerugian material sampai bahaya
kematian bagi manusia pastikan semua sistem penangkal petir terbuat dari material
tembaga murni, bukan campuran dan kwalitas pabrik yang baik.
1.14 Sistem Pentanahan
Sistem pentanahan yang efektif adalah permintaan dasar dari semua struktur bangunan
modern selain itu juga diperlukan untuk sistem operasional dari segi keamanan terhadap
kebocoran tegangan listrik. Pembumian umumnya merupakan keharusan untuk keperluan
peralatan antar lain :
1. Pembangkit listrik serta sistem transmisi dan distribusinya
2. Penangkal petir
3. Pembuangan listrik statis
4. Telekomunikasi
5. Peralatan computer
Sistem pentanahan penangkal petir dapat dibuat dalam 3 bentuk, di antaranya:
 Single Grounding Rod
Grounding system penangkal petir yang hanya terdiri atas satu buah titik
penancapan batang (rod) pelepas arus atau ground rod di dalam tanah dengan
kedalaman tertentu (misalnya 6 meter). Untuk daerah yang memiliki karakteristik tanah
yang konduktif, biasanya mudah untuk didapatkan tahanan sebaran tanah di bawah 5
ohm dengan satu buah ground rod penangkal petir.
 Paralel Grounding Rod
Jika sistem single grounding rod penangkal petir masih mendapatkan hasil
kurang baik (nilai tahanan >5 ohm), maka perlu ditambahkan ground rod ke dalam
tanah yang jarak antar batang minimal 2 meter dan dihubungkan dengan kabel
BC/BCC. Penambahan ground rod penangkal petir dapat juga ditanam mendatar
dengan kedalaman tertentu, bisa mengelilingi bangunan membentuk cincin atau cakar
ayam. Kedua teknik ini bisa diterapkan secara bersamaan dengan acuan tahanan
sebaran/resistansi kurang dari 5 ohm setelah pengukuran dengan Earth Ground Tester.
 Multi Grounding System
Bila didapati kondisi tanah yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Kering atau air tanah dalam.
Kandungan logam sedikit.
basa (berkapur).
pasir dan berpori (porous).
Ground rod penangkal petir ditancapkan pada daerah titik logam dan di kisaran
kabel penghubung antar ground rodnya. Tanah humus yaitu tanah dari kotoran ternak
dan tanah liat sawah cukup memenuhi standar hantar tanah yang baik.
Pengukuran Tahanan Jenis Tanah
Faktor keseimbangan antara tahanan pengetanahan dan kapasitas di sekelilingnya
adalah tahanan jenis tanah yang direpresentasikan dengan harga tahanan jenis tanah pada
daerah kedalaman yang terbatas tergantung dari beberapa factor, antara lain : jenis tanah (
tanah liat, pasir berbatu), lapisan tanah ( tahanan jenis berlainan) , kelembaban tanah dan suhu
/temperatur tanah.
Tahanan jenis tanah bervariasi dari 500 sampai dengan 500.000 Ohm per cm 3 . kadang-
kadang harga ini dinyatakan dalam Ohm-cm. pernyataan ohm-cm merepresentasikan tahanan
di antara dua permukaan yang berlawanan dari suatu volume tanah yang berisi 1 cm 3 . Untuk
mengurangi variasi tahanan jenis tanah akibat pengaruh musim, pengetanahan dapat di
lakukan dengan menanamkan elektroda sampai mencapai kedalam di mana terdapat air tanah
yang konstan. Pada sistim pengetanahan yang tidak mungkin atau tidak perlu untuk ditanam
lebih dalam sehingga mencapai air tanah yang konstan, dimana variasi tahanan jenis tanah
sangat besar.
Untuk mengukur tahanan jenis tanah diperlukan setelah diperoleh harga tahanan jenis
tanah, dan biasanya diambil harga yang tertinggi, maka berdasarkan harga tahanan jenis tanah
tersebut dibuat perencanaan pengetanahan.
Konfigurasi Penanaman Elektroda Tanah
Elektroda yang banyak di gunakan adalah elektroda berbentuk batang dan elektroda
strip. Dimana elektroda batang tersebut ditanam kedalam tanah dengan cara vertical dan
elektroda strip ditanam kedalam tanah dengan cara horizontal. Elektroda batang banyak di
gunakan karena mudah pemasangannya terutama dapat memenuhi syarat nilai tahanan
yang dibutuhkan, dapat juga di lakukan pemasangan beberapa elektroda secara parallel.
Elektroda strip digunakan bilamanan lapisan tanah di bawah permukaan tanah yang dangkal
mempunyai tahanan jenis tanah yang rendah, sedangkan lapisan dibawahnya terdiri dari
jenis tanah yang keras yang memiliki tahanan jenis tanah yang tinggi.
1.15 Sistem Perlindungan Electronic Transient Over Voltage
Surge atau lonjakan tegangan tinggi meskipun terjadi sesaat bahkan tidak lebih dari
1/20 detik cukup dapat merusak peralatan elektronik yang sensitif. umumnya peralatan
listrik (AC) dapat bekerja dengan baik dengan tegangan yang berkisar -/+10% dan dapat
bertahan pada tegangan 700V untuk durasi tidak lebih dari 200 micro detik.
Karena surge terjadi sangat cepat, sehingga kejadian tersebut tidak dapat di lihat mata
kita, namun percayalah bahwa dalam 1 hari terjadi banyak transient atau overvoltage,
surge dengan sekala bervariasi mulai dari beberapa volt saja sampai ribuan volt per
kejadian. Fungsi perlindungan dari installasi penangkal petir untuk proteksi peralatan
seperti, Komputer, Data communication network, Building management, PABX, CCTV,
Alarm, Telekomunikasi, PLC.
Tujuan utama dari berbagai sistem pentanahan tersebut adalah untuk mendapatkan
tahanan kontak ke tanah yang cukup kecil. Untuk mengetahui sejauh mana tahanan
kontak ke tanah dapat diperkecil,
1.16 Kebutuhan Bangunan Terhadap Perlindungan Petir
A. Kebutuhan Bangunan Terhadap Instalasi Penangkal Petir Agar Terhindar dari Ancaman
Bahaya Petir Berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir.
Jenis Bangunan yang perlu diberi penangkal petir dikelompokan menjadi :
1. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkat, menara dan cerobong pabrik.
2. Bangunan penyimpanan bahan mudah meledak atau terbakar, misalnya pabrik
amunisi, gudang bahan kimia.
3. Bangunan untuk kepentingan umum seperti gedung sekolah, stasiun, bandara dan
sebagainya.
4. Bangunan yang mempunyai fungsi khusus dan nilai estetika misalnya museum,
gedung arsip negara.
Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan suatu instalasi proteksi petir ditentukan oleh
besarnya kemungkinan kerusakan serta bahaya yang terjadi jika bangunan tersebut
tersambar petir. Berdasarkan Peraturan umum Instalasi Penangkal Petir besarnya kebutuhan
tersebut mengacu kepada penjumlahan indeks-indeks tertentu yang mewakili keadaan
bangunan di suatu lokasi dan dituliskan sebagai berikut
R = A+B+C+D+E
Dari persamaan tersebut maka terlihat bahwa semakin besar nilai indeks akan semakin
besar pula resiko (R) yang di tanggung suatu bangunan sehingga semakin besar kebutuhan
bangunan tersebut akan sistem proteksi petir.
Bebarapa Indeks perkiraan bahaya petir di tunjukkan ke dalam tabel berikut ini.
Indeks A : Bahaya Berdasarkan Jenis Bangunan, sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah
Bangunan. Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di Indonesia. Hal 17.

Indeks B : Bahaya Berdasarkan Konstruksi Bangunan, sumber : Direktorat Penyelidikan


Masalah Bangunan. Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di Indonesia.
Hal 18.
Indeks C : Bahaya Berdasarkan Tinggi Bangunan, sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah
Bangunan. Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir Untuk Bangunan di Indonesia. Hal 19.

Indeks D : Bahaya Berdasarkan Situasi Bangunan, sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah


Bangunan. Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di Indonesia. Hal 19.

Indeks E : Bahaya Berdasarkan Hari Guruh, sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah


Bangunan. Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di Indonesia. Hal 19.
Dengan memperhatikan keadaan di tempat yang hendak di cari resikonya dan kemudian
menjumlahkan indeks - indeks tersebut di peroleh suatu perkiraan bahaya yang di tanggung
bangunan dan tingkat yang harus di terapkan. Di samping ini adalah tabel Perkiraan
bahaya Sambaran PetirBerdasarkan PUPP, sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah
Bangunan. Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di Indonesia. Hal 19.

B. Kebutuhan Bangunan Terhadap Instalasi Penangkal Petir Agar Terhindar dari Ancaman
Bahaya Petir Berdasarkan National Fire Protection Association (NFPA) 780.
Cara penentuan yang di gunakan pada standar NFPA 780 hampir sama dengan cara
yang digunakan pada PUPP yaitu dengan menjumlahkan beberapa indeks yang mewakili
keadaan lokasi struktur bangunan berada kemudian hasil penjumlahan di bagi dengan indeks
yang mewakili isokerainic level di daerah tersebut. Secara matematik dituliskan sebagai :
R + (A+B+C+D+E) / F.
Beberapa indeksnya di nyatakan sebagai berikut ;
Indeks A : Jenis Struktur, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35
Indeks B : Jenis Konstruksi, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35.
Indeks C : Lokasi Bangunan, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35.
Indeks D : Topografi, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35.
Indeks E : Penggunaan dan Isi Bangunan, sumber : National Fire Protection Association 780.
Hal 35
Indeks F : Isokeraunic Level, sumber : National Fire Protection Association 780. Hal 35.
Tabel disamping ini menunjukan Perkiraan Kebutuhan Penangkal Petir Berdasarkan NFPA
780. Hal 34.
C. Kebutuhan Bangunan Terhadap Instalasi Penangkal Petir Agar Terhindar Dari Ancaman
Bahaya Petir Berdasarkan International Electrotechnical Commision (IEC) 1024-1-1.
Untuk keperluan perhitungan yang lebih detail dan terperinci digunakan standart IEC
1024-1-1. Berdasarkan standart ini pemilihan tingkat proteksi yang memadai untuk
suatu sistem proteksi petir didasarkan pada frekuensi sambaran petir langsung di daerah
setempat (Nd) yang diperkirakan ke struktur yang di proteksi dan frekuensi
sambaran petir tahunan di daerah setempat (Nc) yang diperbolehkan. Kerapatan kilat petir ke
tanah atau kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan di daerah tempat struktur yang
akan di proteksi.
Nd = Ng.Ae.10-6 / tahun. Dimana Ae adalah area cakupan dari struktur (m2) yaitu
daerah permukaan tanah yang di anggap sebagai struktur yang mempunyai frekuensi
sambaran petir langsung tahunan.
Daerah yang di proteksi adalah daerah di sekitar struktur 3h dimana h adalah tinggi
struktur yang di proteksi. Contoh penentuan Ae ditunjukkan sebagai berikut : (a) Proyeksi ke
bidang vertikal, (b) Proyeksi ke bidang horizontal. Pengambilan keputusan perlu atau tidaknya
memasang sistem proteksi petir pada bangunan berdasarkan perhitungan Nd dan Nc dilakukan
sebagai berikut : Jika NdNc diperlukan sistem proteksi petir dengan efisiensi E>1-(Nc/Nd)
dengan tingkat proteksisesuai tabel 2.17.
Sistem proteksi terhadap sambaran petir berdasarkan IEC TC 81 menjelaskan bahwa
suatu instalasi penangkal petir yang terpasang sempurna harus terdiri dari 3 bagian, yaitu
proteksi eksternal, proteksi internal dan sistem pembumian (grounding). Maka dari itu Flash
Vectron Lightning Protection melakukan pengembangan dan penelitian di laboratorium serta
dilapangan, berdasarkan usaha tersebut suatu rancangan system proteksi petir secara terpadu
telah diterapkan oleh Flash Vectron Lightning Protection yaitu " SEVEN POINT PLAN ".
1.17 Prinsip Perlindungan Petir
Jika kita memperhatikan bahaya yang di akibatkan sambaran petir, maka sistem
perlindungan petir harus mampu melindungi struktur bangunan atau fisik maupun
melindungi peralatan dari sambaran langsung dengan di pasangnya penangkal
petir eksternal (Eksternal Protection) dan sambaran tidak langsung dengan di pasangnya
penangkal petir internal (Internal Protection) atau yang sering di sebur surge arrester serta
pembuatan grounding system yang memadai sesuai standart yang telah di tentukan.
sampai saat ini belum ada alat atau system proteksipetir yang dapat melindungi 100 % dari
bahaya sambaran petir, namun usaha perlindungan mutlak dan wajib sangat di
perlukan. Berdasarkan usaha tersebut suatu rancangan system proteksi petir secara terpadu
telah di kembangan oleh Flash Vectron Lightning Protection "SEVEN POINT PLAN".
Tujuan dari "SEVEN POINT PLAN" tersebut meliputi :
1. Menangkap Petir
Dengan cara menyediakan system penerimaan (Air Terminal Unit) yang dapat dengan
cepat menyambut sambaran arus petir, dalam hal ini mampu untuk lebih cepat dari
sekelilingnya dan memproteksi secara tepat dengan memperhitungkan besaran petir. Terminal
Petir Flash Vectron mampu memberikan solusi sebagai alat penerima sambaran petir karena
desainnya dirancang untuk digunakan khusus di daerah tropis.
2. Menyalurkan Arus Petir
Sambaran petir yang telah mengenai terminal penangkal petir sebagai alat penerima
sambaran akan membawa arus yang sangat tinggi, maka dari itu harus dengan cepat disalurkan
ke bumi (grounding) melalui kabel penyalursesuai standart sehingga tidak terjadi loncatan
listrik yang dapat membahayakan struktur bangunan atau membahayakan perangkat yang ada
di dalam sebuah bangunan.
3. Menampung Petir
Dengan cara membuat grounding system dengan resistansi atau tahanan tanah kurang
dari 5 Ohm. Hal ini agar arus petir dapat sepenuhnya diserap oleh tanah tanpa terjadinya step
potensial. Bahkan dilapangan saat ini umumnya resistansi atau tahanan tanah untuk
instalasi penangkal petir harus dibawah 3 Ohm.
4. Proteksi Grounding System
Selain memperhatikan resistansi atau tahanan tanah, material yang digunakan untuk
pembuatan grounding juga harus diperhatikan, jangan sampai mudah korosi atau karat, terlebih
lagi jika didaerah dengan dengan laut. Untuk menghindari terjadinya loncatan arus petir yang
ditimbulakn adanya beda potensial tegangan maka setiap titikgrounding harus dilindungi
dengan cara integrasi atau bonding system.
5. Proteksi Petir Jalur Power Listrik
Proteksi terhadap jalur dari power muntak diperlukan untuk mencegah terjadinya
induksi yang dapat merusah peralatan listrik dan elektronik.
6. Proteksi Petir Jalur PABX
Melindungi seluruh jaringan telepon dan signal termasuk pesawat faxsimile dan
jaringan data
7. Proteksi Petir Jalur Elektronik
Melindungi seluruh perangkat elektronik seperti CCTV, mesin dll dengan memasang
surge arrester elektronik
Di bawah ini beberapa tips untuk menghindari tersambar petir :
1. Jika anda melihat sambaran petir atau mendengar gelegar guruh segeralah menuju
bangunan yang telah terlindungi dengan penangkal petir atau mendekatlah ke mobil
atau truk.
2. Pakailah sepatu dari kulit atau karet yang tidak bocor, usahakan memakai kaos kaki
yang kering, sebagai upaya memisahkan tubuh kita dari tanah sehingga petir enggan
melalui tubuh kita.
3. Jika anda berada di luar rumah maka hindarilah berada di areal terbuka, tempat
ketinggian, berada di tempat yang berair, di bawah pohon tinggi atau benda logam yang
menjulang tinggi.
4. Jika tempat berlindung tidak ada, sebaiknya anda jongkok tapi hindari tangan anda
menyentuh tanah dan jangan berbaring karena akan memudahkan penyaluran
tenaga petir ke tanah.
5. Jika anda berada di luar ruangan maha hindari berdiri bergerombol dengan orang lain,
buatlah jarak orang ke orang sekitar 5 meter.
6. Jika kita berada di areal terbuka dan merasakan rambut kita berdiri itu
pertanda petir akan menyambar kita, kita harus melakukan gerakan rukuk yaitu
menekuk badan ke arah depan (Syukur bila menghadap kiblat) dan menempatkan kedua
tangan di lutut, cara ini akan membuat kita selamat.
7. Jika kita berada di dalam ruangan hindarilah berdiri dekat pintu, jendela dan tempat
yang berair.
8. Perangkat elektronik seperti televisi, radio, komputer sebaiknya di matikan dan di cabut
stop kontaknya, bila tidak memungkinkan menjauhlah dari perangkat elektronik
tersebut.
9. Bagi kita menbawa HP, HT dan radio saku sebaiknya di matikan segera, pisahkan
antena dengan body untuk mengurangi rangsangan petir menyambar.
10. Jika ada korban terkena sambaran petir tangani dengan hati-hati dan jangan dibawa
bersama barang yang bermuatan listrik agar tidak terkena sambaran ulang
BAB II
JARINGAN TELEPON
2.1 SISTEM KOMUNIKASI
Pada umumnya jaringan instalasi dalam bangunan dibuat dalam bentuk diagram satu
garis (single line diagram), baik untuk jaringan kabel listrik, telepon, tata suara, maupun sistem
instalasi lainnya yang terkait dengan fungsi dari suatu bangunan.
1. Jaringan Kabel Telepon
Penggunaan sejumlah telepon pada suatu bangunan pada umumnya tidak
diketahui secara tepat dan oleh karenanya perlu dirancang secara terpadu dengan
perancangan jaringan utilitas lainnya. Meskipun pada saat tahap rancangan jumlah
telepon sudah diketahui, pada kenyataannya masih sering terjadi penambahan jumlah
dan perubahan jaringan layanan telepon.
Untuk maksud ini, maka perancangan jumlah saluran telepon didasarkan pada
perkiraan per satuan luas lantai yang akan mempengaruhi alokasi kebutuhan ruangan
untuk kebutuhan :
1. Layanan penerimaan telepon, berikut panel utama telepon.
2. Saluran vertical (Riser), pipa saluran, dan panel distribusi.
3. Lemari untuk perlengkapan telekomunikasi.
4. Lokasi tempat penambahan sambungan.
5. Ruang peralatan untuk perlengkapan khusus telekomunikasi.
6. Sistem distribusi, termasuk pipa jaringan, kotak sambungan di lantai, dll.
Untuk dapat berfungsinya sistem telekomunikasi didalam bangunan,
diperlukan saluran telepon dan Telkom, yang mempunyai fasilitas hubungan keluar
local (dalam kota), hubungan keluar interlokal (DDD – Domestic Direct Dialling) atau
hubungan international (IDD – International Direct Dialling).
Sistem dalam bangunan dimulai dari saluran Telkom ke fasilitas PABX
(Private Automatic Branch Exchange), selanjutnya dihubungkan ke kotak hubung
induk (MDF – Main Distribution Frame). Melalui kabel distribusi (DC – Distribution
Cable) jaringan telepon disebarkan ke kotak terminal (JB – Junction Box) yang ada
pada tiap – tiap lantai bangunan. Dari kotak terminal ini jaringan telepon diteruskan ke
pesawat telepon.
Instalasi jaringan telepon menggunakan kabel berisolasi plastik yang dimasukan dalam pipa
PVC.
2. Jaringan Kabel Komputer/ Data/ Multimedia
Jaringan komputer merupakan sekumpulan komputer berjumlah banyak yang
terpisah-pisah akan tetapi saling berhubungan dalam melaksanakan tugasnya. Dua buah
komputer misalnya dikatakan terkoneksi bila keduanya dapat saling bertukar informasi.
Bentuk koneksi dapat melalui: kawat tembaga, serat optik, gelombang mikro, satelit
komunikasi.
Dalam suatu jaringan computer, pengguna harus secara eksplisit :
- Masuk atau log in ke sebuah mesin
- Menyampaikan tugas dari jauh
- Memindahkan file-file
- Menangani sendiri secara umum seluruh manajemen jaringan
Jaringan komputer menjadi penting bagi manusia dan organisasinya karena itu ada
beberapa tujuan jaringan komputer adalah :
1. Resource sharing/ berbagi sumber : seluruh program, peralatan dan data yang dapat
digunakan oleh setiap orang yang ada dijaringan tanpa dipengaruhi lokasi sesumber
dan pemakai.
2. High reliability/kehandalan tinggi : tersedianya sumber-sumber alternative
kapanpun diperlukan.
3. Menghemat uang : membangun jaringan dengan komputer-komputer kecil lebih
murah dibandingkan dengan menggunakan mainframe. Data disimpan di sebuah
komputer yang bertindak sebagai server dan komputer lain yang menggunakan data
tersebut bertindak sebagai client. Bentuk ini disebut Clientserver.
4. Scalability / skalabilitas : meningkatkan kinerja dengan menambahkan komputer
server atau client dengan mudah tanpa mengganggu kinerja komputer server atau
komputer client yang sudah ada lebih dulu.
5. Medium komunikasi : memungkinkan kerjasama antar orang-orang yang saling
berjauhan.
6. Akses informasi luas : dapat mengakses dan mendapatkan informasi dari jarak jauh
7. Hiburan interaktif
Adanya server computer memungkinkan disajikannya pelayanan yang beragam dalam
suatu bangunan, antara lain : untuk keperluan ruan kerja (work station) dengan penggunaan
komputer personal (PC – Personal Computer), untuk layanan jaringan local (LAN – Local Area
Network) dengan beberapa terminal dan printer, untuk telecopier dan facsimile, untuk
dihubungkan dengan pesawat telepon ataupun untuk pengendalian lingkungan dan
keselamatan.
Selanjutnya, dengan bantuan modem, V-sat atau antenna microwave, sistem komputer/
data/ multimedia pada suatu bangunan dihubungkan dengan jaringan eksternal melalui
provider atau satelit.
3. Sistem Otomasi Bangunan
Sistem otomasi bangunan (BAS – Building Automation System) diintegrasikan
dalam suatu bangunan pintar (Intelligent building atau smart building). Integrasi sistem
dari bangunan pintar ini memberikan secara nyata penghuni/ pengguna bangunan
semua kemampuan untuk memenuhi kebutuhan suatu lingkungan kantor yang modern,
seperti :
1. Telepon dan integrasinya dengan ruang kerja
2. Komputer personal
3. Proses pembuatan teks dan tulisan
4. Berita/ pesan, baik berupa suara , maupun dalam bentuk elektronik
5. Facsimile
6. Akses data melalui jaringan komputer (on – line database)
7. Teks video (videotext)
8. Konferensi jarak jauh (teleconference)
Sistem informasi pada bangunan pintar terdiri dari empat komponen utama :
a) Telekomunikasi
Telekomunikasi merupakan pusat pada bangunan yang mempunyai banyak penghuni/
pengguna, yang didasarkan pada penggunaan jaringan telepon. Sistem yang umumnya
digunakan adalah PBX (Privat Branch Exchange) atau PABX (Privat Automatic Branch
Exchange) atau sistem telekomunikasi, termasuk fasilitas SMS (Short Messege Servicei).

2.2 SISTEM TELEPON


Sistem network atau hubungan telepon dalam suatu gedung / bangunan, yaitu :
a. Hubungan eksternal
Berhubungan dengan nomor diluar yang tidak dalam ruang lingkup lingkunan
sistem PABX sebagai sentral telepon dalam gedung baik panggilan masuk (incoming)
atau panggilan keluar, seperti hubungan lokal, SLJJ, dan SLI.
b. Hubungan internal
Berhubungan masih dalam lingkungan sistem PABX sebagai sentral telepon
antar sambungan cabang/ nomor extension yang satu dengan sambungan cabang/
nomor extension yang lain.
Perangkat atau peralatan yang digunakan dalam jaringan telepon dalam gedung,
yaitu:
1. Junction Box, Kotak pembagi jaringan telepon yang berfungsi sebagai terminal
telepon dari Telkom ke jaringan dalam gedung milik pribadi.
2. Panel incoming-outgoing, Titik input Kotak Terminal Batas (KTB) dari jaringan
Telkom menuju panel MDF.
3. MDF, Main Distribution Frame (MDF) yaitu panel atau kotak pembagi terminal
utama/ induk jaringan telepon dalam gedung baik dari SST telkom menuju PABX atau
pendistribusian jaringan extension ke ruangan-ruangan.
4. PABX, Private Automatic Branch Exchange (PABX) yaitu perangkat untuk
memperbanyak atau menambah nomor SST Telkom menjadi nomor extension, sebagai
sentral telepon dalam gedung yang mengatur lalu lintas komunikasi suara.
5. UPS, Unit Power Supply (UPS) yaitu catu daya listrik cadangan apabila daya listrik
PLN mengalami pemadaman dan agar tegangan PABX tetap stabil 48 VDC.
6. Batere, Sumber listrik cadangan yang menggantikan sumber listrik PLN 48 VDC.
7. Arrester, Alat untuk melindungi peralatan telepon dari kerusakan akibat kejutan
tegangan berlebih, terkena petir, short circuit.
8. Operator Console, Alat operator telepon yang merupakan pintu gerbang dalam
melakukan komunikasi suara dapat mengatur lalu-lintas komunikasi suara,
menghubungkan ke nomor yang akan dituju baik telepon masuk (Incoming) maupun
telepon keluar (Outgoing) dan dalam lingkungan telepon intern.
Tipe operator console :
a. Telephone Based : Menggunakan pesawat telepon digital sebagai operator
console, dengan konsep yang praktis, common dan user friendly sehingga dapat
memberikan pelayanan dengan cepat dan lebih cocok digunakan oleh
perusahaan skala kecil dan menengah.
b. Computer Based : Operator console tipe ini menggunakan perangkat komputer
yang dilengkapi multimedia system dan peralatan khusus. Konsep ini memiliki
features yang lebih canggih dan diperuntukkan bagi perusahaan skala menengah
dan besar.
9. Jaringan/ instalasi, Merupakan rangkaian penghubung peralatan-peralatan telepon
yang membawa sinyal komunikasi seperti terminal-terminal, PABX, operator console,
pesawat telepon, dll. Berupa pair-kabel atau sepasang kabel (1 pair berisi 2 kawat
tembaga penghubung).
10. Roset, Adalah alat untuk menghubungkan jaringan/ instalasi telepon dengan kabel
pesawat telepon. Berupa terminal penghubung Out Bow (OB) yang tidak ditanam di
dinding dan terminal penghubung In Bow (IB) yang ditanam didinding.
11. Pesawat telepon, Adalah alat yang digunakan untuk merubah suara menjadi sinyal
komunikasi.
12. Billing system, digunakan untuk memonitor biaya pemakaian telepon sehingga
dapat mengontrol, menganalisa dan merencanakan biaya operasional khususnya
pemakaian telepon. Berikut ini adalah keperluan atau pencatatan yang dapat diperoleh
dengan adanya billing system, yaitu :
- Tanggal dan waktu panggilan terjadi
- Nomor yang dipanggil
- Nomor saluran cabang yang memanggil
- Lama pembicaraan
- Authorization code
- Code account yang dibebankan
- Dapat merekam semua pembicaraan lokal, nasional atau internasional
1. Jenis – Jenis Nada Telepon
Agar pesawat telepon dan sentral dapat berhubungan, diperlukan pensinyalan
(signalling).
a. Dialing Tone (Nada Pilih)
Dialing Tone adalah nada yang dikirimkan oleh sentral ke pesawat telepon
sebagai tanda jaringan tersedia dan siap untuk digunakan. Nada ini dikirimkan pada
saat pemakai telepon mengangkat handset telepon (telepon tidak dalam keadaan
berdering). Nada ini adalah nada kontinyu dengan frekuensi 350 Hz dan 440 Hz
atau 600 Hz dan 120 Hz, dengan besar -13 dBmO.
b. Dial (Rotary Dial, Push Button Dial)
Ketika pemakai telepon menekan nomor tertentu, pesawat telepon tersebut
mengirimkan nomor dial ke sentral. Nomor dial yang dikirimkan oleh pesawat
telepon dapat berbentuk pulsa-pulsa (Rotary Dial System) maupun pasangan nada
berfrekuensi tertentu (Push Button Dial). Pada Rotary Dial System, nomor-nomor
pada pesawat telepon berupa piringan berputar atau rangkaian lojik yang
menghasilkan pulsa-pulsa.
Lebar setiap pulsa adalah 10 millidetik. Pada Push Button System, nomor-
nomor pada pesawat berupa switch lembut yang mudah ditekan. Pesawat akan
menghasilkan sinyal sinyal dengan dua frekuensi yang berbeda. Sistem ini disebut
juga Two Tone Dialling atau Dual Tone Multi Frequency (DTMF). Alokasi
frekuensinya ditetapkan oleh CCITT berdasarkan rekomendasi No.Q 23.

Dari gambar di atas, setiap nomor terdiri dari 2 pasang frekuensi (low band
dan high band), contohnya jika menekan angka 1 akan menghasilkan nada 697 Hz
dan 1209Hz.
c. Ringing Back Tone (Nada Panggil Balik)
Nada ini dikirimkan oleh sentral ke pesawat telepon pemanggil, jika nomor
pelanggan yang dipanggil telah berdering. Nada akan berhenti jika pelanggan
mengangkat pesawat teleponnya. Nada ini berfrekuensi 440 dan 480 Hz sebesar -
19 dBmO, dengan kondisi 2 detik hidup (ON) dan 4 detik mati (OFF).
d. Busy Tone (Nada Sibuk)
Busy Tone akan dikirimkan sentral ke pesawat telepon pemanggil jika saluran
yang tersedia sibuk ataupun pesawat pelanggan yang dituju sedang sibuk. Nada
akan berhenti jika pesawat telepon pemanggil diletakkan kembali. Frekuensi yang
digunakan 480 Hz dan 620 Hz dengan besar -24 dBmO. Nada terputus putus pada
selang waktu 0,5 detik.
e. Reorder Tone (Nada Gangguan)
Nada ini akan dikirimkan sentral telepon ke pesawat telepon pelanggan jika
terjadi gangguan, seperti putus, hubungan singkat dan sebagainya. Nada gangguan
berupa nada kontinyu yang berfrekuensi 480 dan 620 Hz dengan selang interupsi
0,5 detik.
f. Ringing Tone (Nada dering)
Ringing tone dikirimkan sentral ke pesawat telepon pelanggan yang dipanggil.
Sinyal ini mengaktifkan bel pada pesawat telepon. Sinyal berfrekuensi antara 20
sampai 40 Hz dengan tegangan antara 40V sampai 150V.
g. Call Waiting (Nada Tunggu)
Call waiting menandakan adanya interupsi atau panggilan lain saat telepon
sedang off hook. Nada ini berfrekuensi 440 Hz sebesar -13 dBmO,. dengan durasi
0,3 detik dan berselang setiap 10 detik. Berikut ini gambar perbandingan level
sinyal pada sistem telepon.

2. Perangkat Telepon
Pada dasarnya pesawat telepon standar merniliki bagian-bagian antara lain :
- Network block, terdiri dari rangkaian yang memisahkan antara input dari mikropon dan
output ke speaker serta rangkaian antiside tone.
- Standar dial, yaitu papan dial yang digunakan untuk memilih alamat tujuan yang akan
dihubungi.
- Papan dial ini terdiri dari jenis push button maupun rotary dial.
- Ringer, terdiri atas ranghaian bel yang akan berbunyi saat telepon dihubangi.
- Handset, yaitu tempat meletakkan komponen mikropon dan speaker.
- Hook switch, switch yang berfungsi untuk mengaktifkan telepon. Hook switch berhubungan
dengan peletakan handset.
Kelima bagian pesawat telepon di atas ditunjukkan pada Gambar IV.3.
Mikropon sebagai alat input sinyal suara dan speaker sebagai alat output untuk
mendengar suara lawan bicara diletakkan pada handset telepon. Kemudian keduanya
dihubungkan ke network block. Network block terdiri dari rangkaian anti side tone dan
rangkaian induksi (duplex coil). Rangkaian anti side tone berfungsi sebagai peredam agar suara
pembicara tidak terdengar lebih besar dari suara lawan bicara. Sedangkan rangkaian induksi
digunakan untuk mencegah tegangan DC 48V masuk ke mikropon dan speaker serta sebagai
konversi duplex. Ringer dan rangkaian dial dihubungkan secara paralel ke line telepon. Hook
switch diletakkan agar dapat mendeteksi saat kondisi on hook maupun off hook.

Handset, ringer, dial dan hook switch dihubungkan ke network blok dengan
menggunakan kabel. Handset dihubungkan ke titik A dan B (speaker) serta ke titik B dan C
(mic). Ringer diliubungkan seri dengan sebuah koil dan capasitor dan dihubungkan paralel
dengan line (titik D dan E). Push button dial dihubuugkan ke D dan E. Hook Switch
dihubuugkan dengan beberapa cara, dapat diletakkan antara L1 dan D, atau antara L2 dan E,
dapat menggunakan single atau doubel switch. VRl dan VR2 adalah resistor variabel yang
ditrim untuk menyesuaikan volume suara (incoming dan outgoing).
Pesawat telepon modern telah menggunakan IC sebagai pengganti pemakaian trafo,
selain itu dapat ditambahkan fitur-fitur seperti display, CLIP, lamp indicator, memory dan lain
lain.

3. Jaringan Akses Telepon


3.1. Jaringan Akses
Jaringan Akses adalah jaringan yang menghubungkan pelanggan dengan sentral telepon.
Jaringan ini adalah dasar jaringan telepon, karena pada dasarnya jaringan telekomunikasi
adalah gabungan dari beberapa jaringan akses. Ada empat jaringan akses yang digunakan
dalam telekomunikasi, yakni :
 Jaringan Lokal Akses Kabel (Jarlokab atau Jarkab), yaitu jaringan yang menggunakan
kabel tembaga sebagai media transmisinya. Jaringan kabel adalah jaringan yang
paling lama dan paling banyak digunakan. Peningkatan jaringan ini menggunakan
teknologi penggandaan seperti Pair Gain dan xDSL.
 Jaringan Lokal Akses Radio (Jarlokar), yaitu jaringan yang menggunakan radio
sebagai media aksesnya. Teknologi terdiri dari radio wireless (Wireless Local Loop,
WLL), Cordless dan radio Point To Point.
 Jaringan Lokal Akses Fiber Optik (Jarloka fl, jaringan ini menggunakan serat opti
sebagai medianya. Aplikasinya terdiri dari FTTZ, FTTC, FTTB, FTTO dan FTTH.
 Jaringan Akses Hibrid, jaringan ini menggunakan media transmisi gabungan,
aplikasinya antara lain teknologi HFC, PON dll.
3.2. Jaringan Lokal Akses Kabel
3.2.1. Konfigurasi Jaringan Kabel Telepon
Jaringan kabel yang menghubungkan sentral telepon ke pelanggan menggunakan kabel
tembaga dengan jumlah 1 pasang (pair) untuk 1 pelanggan. Kabel ditarik dari MDF (di sentral)
melalui konstruksi kabel primer (terdiri dari manhole dan duct) dan diterminasi ke titik
distribusi skunder (RK), yang kemudian didistribusikan ke rumah penduduk melalui tiang dan
Distribution Point (DP). Dari DP ditarik ke rumah menggunakan drop wire dan diterminasi
dilokasi tertentu di rumah. Selanjutnya dengan menggunakan IKR/G jaringan dihubungkan
dengan pesawat telepon.

 MDF (Main Distribution Frame) : Rangka Pembagi Utama yaitu tempat terminasi
antara kabel telepon ke sentral dan kabel telepon ke pelanggan (kabel primer).
 Kabel Primer : Ditempatkan dan didistribusikan dari MDF di dalam gedung sentral ke
arah rumah kabel (RK). Penempatan kabel melalui tanam langsung atau duct, dan
menggunakan titik penarikan manhole atau handhole, serta terdapat daerah yang dicatu
secara langsung (DCL).
 Rumah Kabel : Rumah Kabel atau Cross Connect cabinet menjadikan distribusi kabel
primer fleksibel dan menghubungkan jaringan kabel primer dengan jaringan kabel
sekunder.
 DCL : DCL atau Daerah Catuan Langsung adalah daerah layanan dimana kabel dari
MDF langsung dicatukan ke DP.
 Kabel Sekunder : Ditempatkan dan didis tribusikan dari Rumah Kabel (RK) ke arah
Distribution Point (DP). Pendistribusiannya melalui sistem kabel udara dan sistem
kabel bawah tanah. Distribusi sekunder menggunakan tiang.
 Distribution Point : Digunakan untuk menghubungkan kabel sekunder ke saluran
dropwire ke rumah pelanggan, yang nantinya diteruskan ke pesawat telepon. DP
diletakkan di atas tiang maupun di dinding.
 IKR/G: Instalasi Kabel Rumah/ Gedung adalah tatacara pemasangan jaringan telepon
di dalam rumah atau gedung. Titik hubungannya dimulai dari Kotak Titik Bagi (KTB)
sampai ke pesawat telepon.
3.2.2. Besaran Jaringan Akses Kabel
Penentuan besaran jaringan kabel ditentukan oleh jumlah pelanggan yang akan
dilayani, serta perkiraan kebutuhan (demand) beberapa tahun ke depan. Oleh sebab itu
penentuannya harus dimulai dari penentuan letak DP, penentuan letak dan kapasitas RK,
penentuan kapasitas dan tipe kabel sekunder (termasuk penggunaan tiang), penentuan kapasitas
dan tipe kabel primer ( termasuk penggunaan sistem duct) dan penetuan besar MDF yang
dibutuhkan. Selain itu dibutuhkan pemahaman sistem pendukungnya.
1. Distribution Point( DP)
Distribution Point (DP) merupakan terminasi kabel dropwire dari rumah
pelanggan. Daerah cakupannya ditetapkan sedemikian rupa sehingga kabel dropwire
dapat menjangkau rumah pelanggan. Kapasitas DP umumnya terdiri dari 10 dan 20
pair, namun dalam beberapa aplikasi terdapat kapasitas 49, 60, dan 100 pair. Kapasitas
10 pair biasa digunakan di daerah residensial, sedangkan 20 pair di daerah bisnis.
Peletakannya ada di tiang atau di dinding. Perhitungan kapasitasnya adalah untuk
kebutuhan sampai 5 tahun dibagi 0,8. Dari kapasitas yang tersedia disisakan 1 atau 2
line sebagai cadangan. Untuk daerah dengan kebutuhan kecil dapat ditambahkan
penggunaan tiang untuk menyokong dropwire. Namun demikian jika terdapat lebih
dari 3 line dropwire yang melebihi jarak 150 m sebaiknya ditiadakan.
2. Rumah kabel
Cakupan Rumah Kabel (RK) atau Cross Connect Cabinet (CCC) ditentukan oleh
batas-batas geografi seperti sungai, jalall besar dan lain lain. Tempt jika tidak spesifik,
maka disesuaikan dengan batas kapasitas RK tersebut. Umumnya satu RK digunakan
untuk maksimum 900 pelanggan. Kapasitasnya ditentukan oleh demand 5 tahun
mendatang dibagi 0,8. Kapasitas RK terdiri dari ukuran 800, 1200, 1600 dan 2400.
RK disusun atas blok blok terminal dengan kapasitas 100 dan 200 SST. Berikut tabel
kapasitas maksimum kabel primer dan sekunder dalam RK.

Penempatan RK sering dilakukan di pinggir jalan, sehingga digunakan kabinet yang


ditopang oleh koiistruksi sekitar 50 cm di atas tanah.
3. Kabel Sekunder
Ukuran kabel sekunder tergantung jumlah pair ke DP, estimasinya adalah untuk
demand 5 tahun. Jumlah pair yang didistribusikan akan diakumulasikan sepanjang
rute kabel sekunder sampai sejumlah 200 pair. Tetapi ada baiknya menerapkan
layanan per 100 pair. Berikut ini jenis kabel sekunder yang digunakan, balk aplikasi
kabel udara maupun kabel tanam langsung.

Kabel udara digunakan jika rute kabel adalah daerah temporer yang sedang
dibangun dengan kepadatan demand yang rendah serta lokasi geografis susah
digali. Sedangkan kabel tanam langsung jika situasinya mudah digali dan stabil.
Pemakaian tiang pada jaringan sekunder terdiri dari pemakaian tiang-tiang
utama, tiang percabangan, temberang tarik, tiang penyokong, temberang labrang.
Jarak antara tiang adalah 40 m dan tidak boleh melebihi 55 m. Panjang tiang 7 - 9
m dengan lengkungan kabel minimum 4,5 m dan 6 m jika menyeberang jalan.
Penyambungan kabel harus terkonsentrasi dan diminimalkan. Untuk percabangan
kabel maksimum 4 cabang.
4. Kabel primer
Jumlah pair untuk kabel primer adalah 2/3 dari total perkiraan kabel sekunder
yang diterminasi pada RK untuk demand 5 tahun. Aplikasi Tanam Langsung
diterapkan pada daerah yang relatif stabil dengan demand kurang dari 300 pair.
Kapasitas kabel yang digunakan untuk tanam langsung maksimal 1400 pair.
Aplikasi Duct untuk kabel primer diterapkan jika daerah yang dilayani tidak stabil,
rawan terhadap penggalian dan pembongkaran. Perkiraan demand untuk satu
cabang harus lebih dari 300 pair. Kekuatan kabel dan duct harus diperkirakan tahan
sampai 10 tahun, sedangkan kapasitas duct harus diperkirakan sampai 5 tahun.
Berikut ini jenis kabel primer untuk aplikasi duct dan tanam langsung.
Untuk aplikasi kabel primer yang menggunakan duct (pipa yang dicor beton),
diperlukan konstruksi manhole dan handhole untuk penarikan kabel. Manhole dan
handhole ditempatkan pada trotoar jalan yang mudah dicapai. Panjang maksimum
antar manhole/ handhole adalah 240 tn dan 150 in untuk jalur berbelok.
Kapasitas duct terdiri kapasitas kecil (2 atau 4. pipa) dan kapasitas besar (1ebih
adri 4 pipa). Setiap jalur harus disediakan minimal 1 pipa kosong untuk
penambahan kabel dimasa yang akan dating.
5. Main Distribution Frame (MDF)
MDF terdiri dari frame vertikal dan horizontal, frame vertikal dihubungkan
dengan kabel primer sedangkan frame horizontal dihubungkan dengan SLIC pada
sentral. Berikut ini gambar konstruksi MDF, namun baglian horizontal yang ke
sentral tidak diperlihatkan.

Ukuran MDF minimal 5 frame vertikal dan dalam penempatannya, satu kabel
primer tidak diperbolehkan dipecah menjadi 2 frame yang berbeda.
6. Penamaan dan skema jaringan kabel
Untuk memudahkan merencanakan dan menggambarkan jaringan kabel,
digunakan penamaan/ penomoran.
7. IKRG
IKR/G atau Instalasi Kabel Rumah/Gedung adalah pengetahuan tatacara
pemasangan instalasi kabel telepon di rumah dan di gedung. IKR/G pada dasarnya
sangat sederhana, tetapi jika yang dipasang adalah instalasi PABX kapasitas besar
dalam suatu gedung maka akan diperlukan pengetahuan dan pengalaman tersendiri.
2.3 TEKNIK SWITCHING
2.3.1 Perkembangan Teknologi Switching
Sejarah sentral telepon dimulai dari ditemukannya telepon pada tahun 1876 oleh
Alexander Graham Bell. Kemudian sentral telepon manual (Manual System) dibangun
pertama kali tahun 1878 di Connecticut serta beberapa tempat lain. Hingga pada tahun
1891 ditemukan sistem sentral yang langsung dikendalikan pesawat telepon (Step By
Step System) oleh Almon B. Strowger dan sentralnva lebih dikenal sebagai sentral
Strowger. Tahun 1912. seorang, engineer Swedia, Gotthief Betulander menemukan
sistem sentral otomatis crossbar vang, sederhana,sistemnya disebut Crossbar
Batulander.
Perkembangan pemakaian komputer menyebabkan system komunikasi bergeser ke
system digital. Maka ditemukanlah time switch yang menggunakan elektronika digital.
Sistem pengontrolannya tetap menggunakan komputer (Stored Program Controlled).
Selain itu, komunikasi juga tidak dibatasi untuk suara yang didigitalisasi, tetapi juga
komunikasi data dan gambar (multimedia) sehingga perkembangan sentral digital tidak
hanya melayani system circuit switching, tetapi juga packet switching. Pada akhir abad
20, sistem penggunaan serat optik mulai berkembang. Engineer telekomunikasi mulai
memikirkan sistem sentral yang menggunakan optik, sehingga muncul sistem optical
switching.
2.3.2 Jenis- Jenis Switch Yang Digunakan
a. Selektor
Selektor merupakan alat pemilih yang menghubungkan satu masukkan (inlet)
dengan beberapa pilihan keluaran (outlet). Selektor elektromekanik digerakkan secara
elektromagnetik maupun dengan mempergunakan elektromotor. Selektor banyak
digunakan pada awal teknologi switching.

b. Crossbar Switch
Crossbar switch atau switch yang terdiri dari garis/ batang yang bersilangan adalah
sistem switch yang menghubungkan beberapa titik input output yang berbentuk matriks.
Crossbar switch menggunakan rele elektromagnet dan terdiri dari 10 horizontal bar yang
digerakkan oleh 5 pasang rele elektromagnet dan 20 vertikal bar yang digerakkan 20 rele
elektromagnet, sehingga memiliki 200 titik persilangan.
c. Rele
Selain selektor dan crossbar switch, rele banyak digunakan sebagai komponen
penbentuk sentral telepon. Berdasarkan dasar fisika yang membentuk rele, rele
terdiri atas rele elektrostatis, rele elektromagnetis, rele thermo, SCR (Silicon
Controlled Rectifier), Rele cahaya dan transistor.
Selektor dan crossbar pada dasarnya juga adalah rele, namun memiliki banyak
outlet. Rele clektromagnetis adalah rele yang paling banyak digunakan sebelum
ditemukan sentral digital. Rele ini menggunakan magnetik reed yang memiliki
kelebihan, antara lain frekuensi kontak yang besar, ukurannya kecil, waktu
kontaknya cepat serta dapat di gerakkan hanya dengan pulsa satu mdetik.
4. Struktur Switching
Secara sederhana, struktur switching adalah kumpulan switch yang menghubungkan
beberapa inlet (masukan) ke beberapa outlet (keluaran). Switch dapat dibentuk memakai
selektor, crossbar switch ataupun rele. Struktur switch yang paling sederhana adalah
susunan Square Matrix.

Pada Square Matrix, jika terdapat 5 inlet dan 5 outlet, maka dibutuhkan 25 switch..
Jumlah switch ditentukan oleh jumlah inlet dan outlet serta aturan switching yang ditentukan,
misalnya tidak semua outlet dapat diakses oleh inlet. Sistem ini disebut Graded Square Matrix.
Triangular Matrix metniliki jumlah switch yang lebih kecil dibandingkan Square Matriks. Pada
Square Matrix sepasang inlet dan outlet memiliki 2 switch, sehingga memiliki 2 jalur
hubungan, sedangkan pada Triangular Matrix setiap pasangan hanya memiliki 1 jalur
hubungan.
5. Jenis – Jenis Sentral Telepon
Sentral telepon (telepon exchange) adalah sistem yang dibentuk oleh switching
dilengkapi oleh komponen pendukungnya, seperti satudaya, interface jaringan akses dll.
Karena switching adalah komponen utama, dalam penyebutannya sering digunakan kata
switching untuk menyebutkan kata sentral. Berdasarkan perkembangan pengontrolannya,
switching dibagi atas sistem manual, sistem step by step, sistem common control dan sistem
SPC.
a. Sentral Manual
Telepon pertama kali ditemukan oleh Alexander G'raham Bell pada tahun 1870,
yang menyusul dibentuknya sistem switching. Sentral dibentuk menjadi switchboard
yang dioperasikan oleh operator. Saat pelanggan A mengangkat handset, operator
mendapat alert (lampu indikator menyala) dan menanyakan kepada siapa ingin
dihubungkan (misal pelanggan B). Operator kemudian mengirim nada ringing ke
pelanggan B, setelah diangkat, operator menghubungkan keduanya dengan kabel plug
cord. Masing-masing operator mengoperasikan satu switchboard.
b. Step By Step (Direct Control)
Step By Step adalah sistem switching otomatis yang paling tua dan paling
sederhana. Step By Step Switching menggunakan pengontrolan dial langsung (direct-
dial control) dimana switch secara langsung merespon digit yang 45 dikirimkan telepon
ke masing-masing tingkatan switch. Sistem switching Step By Step mengguuakan
selektor sebagai komponen utamanya. Sistem switching in' mendominasi dunia
telekomunikasi sampai tahun 1970. Komponen utama sistem switching Step By Step
antara lain :
 Subcriber Line Circuit, untuk mendeteksi handset telepon yang akan
memanggil dan member nada sibuk pada pelanggan lain jika dipanggil.
 Linefinder dan Allotter, melayani pelanggan yang akan memanggil dan
mengalokasikan salurannya ke Group Selector.
 Group Selector, menerima digit dari telepon pe»langgil dan merutekannya
tingkat demi tingkat.
 Final Selector dan Ring Generator, Selektor yang berhubungan langsung
dengan telepon yang dipanggil dan memberikan sinyal dering.
 Charging Circuit, mendeteksi jika telepon yang memanggil telah disambungkan
dan menghitung biaya pembicaraan. PG/CSH Alarm, memberikan sinyal
pengontrolan untuk kesalahan perangkat.
c. Line Finder & Allotter pada Sentral Step By Step
Saat telepon pelanggan diangkat, arus mengalir dan dideteksi oleh SLC. Seperti
disebutkan di atas, jika telepon mendial maka akan langsung menggerakan Group
Selector. Tetapi karena jumlah inlet selector terbatas dibandingkan jumlah pelanggan,
maka ditempuh metode pendahuluan dengan 2 langkah, yakni :
(1) Menemukan selektor yang bebas (menggunakan Alloter) dan
(2) Menghubungkan telepon yang memanggil ke selektor jika ada Group Selektor
yang bebas (menggunakan Line Finder).

d. Pre Selector Group Selector dan Final Selector


Beberapa sentral Step By Step tidak menggunakan Linefinder dan Alloter,
tetapi langsung menggunakan selektor. Selektor yang langsung terhubung dengan
pelanggan ini disebut Pre Selector, sedangkan selektor terakhir disebut final selector.
Selector yang berada diantara Pre dan Final selector disebut Group Selector. Satu
selector mewakili satu digit nomor telepon.
Contoh Sentral Step By Step Sederhana
Berikut ini contoh sentral Step By Step sederhana yang melayani 5 pelanggan dan 1
trunk untuk ke sentral lain. Karena kapasitasnya yang kecil, maka selektor yang dipakai
hanyalah Line Finder, dan Final Selector.

Masing-masing pelanggan dihubungkan ke SLIC dan terhubung ke 3 Line Finder. 3


line finder berarti setiap saat ada 3 telepon yang bisa menggunakan sentral. Dibandingkan
jumlah pelanggan, diperoleh perbandingan 3:5 atau 60%. Persentasi ini sering disebut sebagai
konsentrasi. Jika disebut 20%, maka hanya 20% dari pelanggan yang bisa menggunakan sentral
secara bersamaan. Sentral dengan 5 pelanggan di atas menggunakan 3 Line Finder yang
menghasilkan 3 telepon yang bisa aktif secara bersamaan dengan pertimbangan, 1 telepon
menelepon ke sentral lain dan 2 telepon menelepon pelanggan di dalam sentral, sehingga 5
pesawat telepon dapat aktif secara bersamaan.
e. Sentral Strowger
Salah satu sentral Step By Step yang terkenal adalah Sentral Strowger. Generasi
pertama sentral ini dibuat tahun 1880 berbentuk collar box yang kemudian dipatenkan
pada tahun 1891. Masing-masing telepon dihubungkan dengan sentral menggunakan 5
kabel, 1 kabel untuk grounding, 4 kabel untuk nomor panggil.
Sentral Strowger digunakan pertama kali di La Porte, Indiana, tahun 1892.
Kelemahan sentral ini menggunakan banyak kabel ke pelanggan dan pelanggan harus
menghapal berapakali ia menekan tombol.
6. ANTENA
Antena adalah transformator/struktur transmisi antara gelombang terbimbing
(saluran transmisi) dengan gelombang ruang bebas atau sebaliknya. Sekarang antena
adalah salah satu elemen penting yang harus ada pada sebuah teleskop radio, TV, radar,
dan semua alat komunikasi lainnya yang menggunakan sinyal. Sebuah antena adalah
bagian vital dari suatu pemancar atau penerima yang berfungsi untuk menyalurkan sinyal
radio ke udara. Bentuk antena bermacam macam sesuai dengan desain, pola penyebaran
dan frekuensinya. Panjang antenna secara efektif adalah panjang gelombang frekuensi
radio yang dipancarkannya. Antenna setengah gelombang adalah sangat poluler karena
mudah dibuat dan mampu memancarkangelombang radio secara efektif.
1. Fungsi Antena
Fungsi antena adalah untuk mengubah sinyal listrik menjadi sinyal
elektromagnetik, lalu meradiasikannya (pelepasan energy elektromagnetik ke udara/
ruang bebas). Dan sebaliknya, antena juga dapat berfungsi untuk menerima sinyal
elektromagnetik (Penerima energi elektromagnetik dari ruang bebas ) dan
mengubahnya menjadi sinyal listrik. Pada radar atau sistem komunikasi satelit, sering
dijumpai sebuah antena yang melakukan kedua fungsi (peradiasi dan penerima)
sekaligus. Namun, pada sebuah teleskop radio, antena hanya menjalankan fungsi
penerima saja.
2. Penggunaan Antena
a. Penggunaan Antena Pada Radio Antena
Adalah salah satu elemen penting yang harus ada pada sebuah teleskop radio.
Fungsinya adalah untuk mengubah sinyal listrik menjadi sinyal elektromagnetik, lalu
meradiasikannya. Dan sebaliknya, antena juga dapat berfungsi untuk menerima sinyal
elektromagnetik dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Sehingga sinyal radio yang
dipancarkan oleh stasiun radio dapat ditangkap oleh radio.
b. Penggunaan Antena Pada Televisi
Berdasarkan peraturan internasional yang berkaitan dengan pengaturan
penggunaan frekwensi (Radio Regulation) untuk penyiaran televisi pada pita frekwensi
VHF dan UHF. Sejarah pertelevisian di Indonesia diawali pada tahun 1962 oleh TVRI
di Jakarta dengan menggunakan pemancar televisi VHF. Pembangunan pemancar
TVRI berjalan dengan cepat terutama setelah diluncurkannya satelite palapa pada tahun
1975. Pada tahun 1987, yaitu lahirnya stasiun penyiaran televisi swasta pertama di
Indonesia, stasiun pemancar TVRI telah mencapai jumlah kurang lebih 200 stasiun
pemancar yang keseluruhannya menggunakan frekwensi VHF, dan pemancar TV
swasta pertama tersebut diberikan alokasi frekuensi pada pita UHF. Kebijaksanaan
penggunaan pita frekwensi VHF untuk TVRI dan UHF untuk swasta. Sehingga untuk
menangkap siaran TV digunakan antena VHF dan UHF.
c. Penggunaan Antena Pada Radar Radar atau Radio Detection and Ranging
Adalah suatu alat yang sistemnya memancarkan gelombang elektromagnetik
berupa gelombang radio dan gelombang mikro. Pantulan dari gelombang yang
dipancarkan tadi digunakan untuk mendeteksi obyek. Radar menggunakan spektrum
gelombang elektromagnetik pada rentang frekuensi 300 MHz hingga 30 GHz atau
panjang gelombang 1 cm hingga 1 meter. Komponen sistem radar :
1. Transmiter untuk membangkitkan sinyal radio dari osilator.
2. Waveguide adalah penghubung antara Transmiter dan Antena.
3. Receiver adalah penerima pantulan sinyal radio
4. Signal processor adalah peralatan yang mengubah sinyal analog ke sinyal digital.
5. Radar Controller adalah penghubung yang akan mengantarkan informasi ke use
3. Jenis Antena
a. Berdasarkan Fungsi
Berdasarkan fungsinya antena dibedakan menjadi antena pemancar, antena
penerima, dan antena pemancar sekaligus penerima. Di Indonesia antena pemancar
banyak dimanfaatkan pada staisun-satsiun radio dan televisi. Selanjutnaya antena
penerima, antena penerima ini bisanya digunakan pada alat-alat seperti radio, tv dan
alat komunikasi lainnya.
b. Berdasarkan Gainnya
Berdasarkan besarnya gain antena dibedakan menjadi antena VHF dan UHF
yang biasanya digunakan pada TV. Kiranya semua orang tahu bahwa besarnya daya
pancar, akan mempengaruhi besarnya signal penerimaan siaran televisi disuatu tempat
tertentu pada jarak tertentu dari stasiun pemancar televisi. Semakin tinggi daya pancar
semakin besar level kuat medan penerimaan siaran televisi.
Besarnya gain antena dipengaruhi oleh jumlah dan susunan antena serta
frekuensi yang digunakan. Antena pemancar UHF tidak mungkin digunakan untuk
pemancar TV VHF dan sebaliknya, karena akan menimbulkan VSWR yang tinggi.
Sedangkan antena penerima VHF dapat saja untuk menerima signal UHF dan
sebaliknya, namun gain antenanya akan sangat mengecil dari yang seharusnya. Kualitas
hasil pencaran dari pemancar VHF dibandingkan dengan kualitas hasil pancaran dari
pemancar UHF adalah sama, asalkan keduanya memenuhi persyaratan dan spesifikasi
yang telah ditentukan.
c. Berdasarkan Polarisasinya
Berdasarkan polarisasinya antena dibedakan menjadi dua yaitu antena dipol dan
monopol. Antena dipol memiliki polarisasi linear vertikal, sedangkan antena monopol
polarisasinya hanya pada satu arah. Dengan karakter seperti ini, antena dipol banyak
dimanfaatkan untuk sistem komunikasi dengan wilayah cakupan yang luas. Antena
directional dan antena omnidirectional. Antenna directional adalah antena yang pola
radiasi pancarannya terarah sehingga efektifitas pancaran radio hanya ke satu arah saja,
sedangkan antena omnidirectional dapat memancarkan gelombang ke segala arah.
d. Berdasarkan Bentuknya
Antena berdasarkan bentuknya antara lain : mikrostrip, parabola, vee, horn,
helix, dan loop. Walaupun amat sering dijumpai teleskop radio yang menggunakan
antena berbentuk parabola, ada beberapa jenis antena lainnya yang juga sering
digunakan pada sebuah teleskop radio atau interferometer. Contoh antena berdasarkan
bentuknya adalah antena parabola, Antena parabola biasanya didesain untuk Frekuensi
Ultra Tinggi UHF, penerima siaran TV Satelit, dan transmisi gelombang mikro.
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Apa perbedaan antena dipol dan monopol ?
 Antena dipol memiliki polarisasi linear vertikal, sedangkan antena monopol
polarisasinya hanya pada satu arah. Dengan karakter seperti ini, antena dipol
banyak dimanfaatkan untuk sistem komunikasi dengan wilayah cakupan yang
luas. Antena directional dan antena omnidirectional. Antenna directional adalah
antena yang pola radiasi pancarannya terarah sehingga efektifitas pancaran
radio hanya ke satu arah saja, sedangkan antena omnidirectional dapat
memancarkan gelombang ke segala arah.
2. Apa kelemahan dan kelebihan Penangkal Petir Sistem Franklin, Radio Aktif,
Elektrostatis ?
 System Franklin
Kelebihan : banyak dipakai karena ekonomis, biaya installasi tidak terlalu
mahal.
Kelemahan : Kurang andal meredam sambaran petir, Tidak tahan lama,
Jangkauan perlindungan terbatas
 Sistem Radio Aktif
Kelebihan : mengurangi zat beradiasi di masyarakat
Kelemahan : dapat membahayakan / mempengaruhi kesehatan manusia
 System Elektrostatis
Kelebihan : Tidak banyak membutuhkan komponen maupun kabel, Area
perlindungan lebih luas antara 60-150 m, Lebih murah untuk area perlindungan
yang luas
3. Apakah dalam satu gedung bisa menggunakan sitem penangkal petir dengan kombinasi
?
 Tidak bisa , karena pada masing masing sistem mempunyai ion radiasi/muatan
pada ujung finial/splitzer yang apabila di kombinasi dengan lain system akan
membahayakan manusia disekitarnya.
 Dan dari ketiga system tersebut , sangat disarankan adalah system franklin
karena sangat aman dari pada sistem radioaktif
4. Ketentuan menggunakan system grounding rod pada suatu bangunan ?
 Terdiri atas satu buah titik penancapan batang (rod) pelepas arus atau ground
rod di dalam tanah dengan kedalaman tertentu (misalnya 6 meter). Untuk daerah
yang memiliki karakteristik tanah yang konduktif, biasanya mudah untuk
didapatkan tahanan sebaran tanah di bawah 5 ohm dengan satu buah ground rod
penangkal petir. Cara penggantian tanah dengan tanah yang mempunyai sifat
menyimpan air atau tanah yang kandungan mineral garam dapat menghantar
listrik dengan baik. Ground rod penangkal petir ditancapkan pada daerah titik
logam dan di kisaran kabel penghubung antar ground rodnya.

Anda mungkin juga menyukai