Oleh :
ISNANI NUR RAHMA
1641320104 / 12
3 MRK 4
Penulangan yang diberikan di seluruh zona angker harus sedemikain hingga mencegah
retak dan pecahnya beton akibat gaya tekan terpusat yang disalurkan melalui angker. Selain
itu, pengecekan tegangan tumpu di beton pada zona lokal harus dilakukan, yang merupakan
akibat dari gaya tekan tersebut, untuk menjamin bahwa kapasitas tumpu tekan ijin beton tidak
dilampaui.
- Distribusi Tegangan pada Endblock
Beban yang diberikan pada permukaan endblock akan menghasilkan tegangan tekan
longitudinal dan tegangan tarik transversal yang besar. Dengan meningkatnya jarak dari ujung
permukaan, tegangan tersebut akan terdistribusi hingga jarak yang sama dengan ketinggian
balok, dan setelah itu distribusi tegangan menjadi linear, seperti yang dapat diprediksi dengan
analisis elastis untuk pengaruh gaya prategang eksentris. Pada balok pascatarik, transfer dan
distribusi beban secara gradual tidak mungkin terjadi karena gayanya bekerja secara langsung
di muka ujung balok melalui plat tumpu dan angker. Adanya transisi secara tidak gradual pada
tegangan tekan longitudinal dari yang terpusat menjadi linear menimbukan tegangan tarik
transversal besar dalam arah yang tegak lurus dengan tegangan tekannya. Perubahan dalam
arah tegangan tekan utama akan disertai dengan tegangan tarik yang bekerja pada arah yang
tegak lurus. Pola dan besarnya tegangan yang terjadi pada beton tergantung pada lokasi
distribusi dari gaya terpusat yang diberikan pada tendon.
Gaya prategang yang diberikan pada struktur merupakan gaya yang ditransfer Pada
struktur merupakan gaya terpusat pada suatu bidang yang terdistribusi secara radial, sehinggga
perhitungannya tegangan berdasarkan pada penyebaran gaya pada koordinat polar.
Thimosenko dan Godier (1976) telah merumuskan penyebaran tegangan yang bekerja pada
bahan yang semi elasatis dengan persamaan sebagai berikut:
Tegangan tumpu yang besar didepan plat angker menyebar disepanjang daerah angker,
menghasilkan tegangan transversal, sampai pada jarak La dari plat angker distribusi tegangan
dan regangan linear diprediksikan dengan teori balok sederhana. Distribusi tegangan in terjadi
pada daerah angker diilustrasikan pada gambar 2.4.
Pengaruh dari berbagai macam pelat angker baik besar maupun lokasi tegangan
transversal disepanjang sumbu dapat dengan jelas dilihat pada gambar. Dengan meningkatnya
ukuran plat, besar tegangan tarik maximum akan menurun dan lokasinya semakin menjauh dari
ujung. Tegangan tarik juga muncul pada permukaan ujung dari daerah angker pada bagian
sudut pojok dari plat angker. Walaupaun tegangan ini relatif besar, tegagan ini bekerja pada
daerah yang kecil dan menghasilkan tegangan tarik yang kecil pula. Guyon (1953)
menyarankan bahwa tegangan tarik sekitar 4% dari gaya prategang longitudinal yang berada
dekat dengan permukaan ujung membebanai daerah angker apabila a/h lebih besar dari 0.1.
Lokasi dari sumbu dimana gaya prategang bekerja pada sumbu balok diperhitungkan memiliki
pengaruh pada besar dan distribusi tegangan pada daerah angker. Apabila jarak dari gaya yang
bekerja juga meningkat akan mengakibatkan tegangan tarik pada daerah angker juga akan
meningkat. Gambar 2.6 mengambarkan trayektori tegangan daerah angker dengan penampang
prismatis dengan lokasi plat angker yang memiliki eksentrisitas. Dengan panjang x dari muka
beban, pemusatan tegangan tumpu terdistribusi secara asimetris. Trayektori tegangan yang
menunjukan aliran gaya akan mengakibatkan jarak yang tidak sama, namun akan menghasilkan
tegangan tarik dan tekan transversal disepanjang sumbu angker dengan cara yang sama dengan
angker yang terletak pada pusat penampang.
Isobar yang ditunjukan pada gambar 2.6. gaya brusting yang besar terjadi dibelakang
plat angker dan semakin jauh, tegangan tarik pada bagian ujung semakin membesar. Tegangan
tarik ini, atau tegangan spalling, adalah khusus untuk angker dengan beban eksentris. Isobar
tegangan transversal pada daerah angker yang terdiri atas banyak plat angker ditunjukan pada
gambar 2.7. Panjang daerah pengangkeran yang menerima tegangan transversal yang cukup
signifikan (La) berkurang dengan penambahan jumlah angker yang simetris. Daerah yang
langsung berada pada masing-masing angker memiliki tegangan brusting dan isobar tegangan
disusun dalam angker tunggal yang lebih dekat diletakan pada daerah ujung dari endblock
seperti yang terlihat pada gambar.
Isobar yang mucul pada penampang ini dimaksudkan hanya untuk memvisualisasikan
prilakunya. Beton adalah material yang ealstis linear dan keretakan daerah angker pada beton
prategang tidak terjadi tepat seperti yang ditunjukan pada gambar 2.5 dan 2.7. Sehingga analisis
elastis linear yang menunjukan daerah tarik yang cukup besar, baik dibelakang plat angker dan
pada bagian permukaan balok, dimana keretakan pada beton dapat diprediksi selama
pemberian tegangan berlangsung. Formasi keretakan mengurangi kekakuan dalam arah
transversal dan menimbulkan redistribusi tegangan yang cukup signifikan pada daerah angker.
Dengan demikian, perkuatan pengangkeran sangat dibutuhkan didaerah transfer beban dalam
bentuk tulangan tertutup, sengkang, atau alat-alat pengangkeran yang menutupi semua
prategang utama dan penulangan longitudinal nonprategang. Dalam hal balok pascatarik,
perkuatan vertikal perlu diberikan untuk mengekang kait dimuka ujung dibelakang plat tumpu.
Seperti yang telah dilkukan oleh Songwut Hengprathanee dengan judul penelitiannya :
Linear And Nonlinear Finite Element Analyses Of Anchorage Zones In Post-Tensioned
Concrete Structures, memberikan penjelasan hasil penelitian dari beberapa pakar
sebelumnya, diantaranya:
Guyon (1953)
Guyon (1953) menyelidikai prilaku beban konsentis yang diterapkan pada
penampang persegi. pada penelitian ini, metode deret fourier digunakan untuk
menyelesaikan hubungan antara gaya prategang dan rasio relatif ketinggian plat
angker terhadap tinggi penampang (a/h, dimana a adalah ketinggaian plat
angker dan h adaalah ketinggian penampang, seperti yang ditunjukan pada
gambar 2.8). Hubungan ini sangat mempengaruhi disain daerah angker,
Spalling Zone
Spalling adalah bagian permukaan beton yang terlepas dalam bentuk kepingan atau
bongkahan kecil. Kerusakan ini disebabkan oleh korosi tulangan, kebakaran dll. Volume
tulangan yang terkorosi membesar menimbulkan tegangan dalam tarik pada beton sekeliling
tulangan, jika tetangan ini melampaui kekuatan beton yg mengelilinginya, terjadilah Spalling.
Pada saat kebakaran, spalling disebabkan oleh perbedaan pemuaian antara agregat dan mortal
yg saling kontradiktif. Pada suhu tinggi, agregat akan memuai, setelah suhu menjadi normal
kembali ukuran agregat akan kembali seperti semula. Sedangkan mortal memuai hnaya sampai
sekitar suhu 200o C, setelah itu menyusut kembali. Perbedaan ini menimbulkan tegangan lokal
pada bidang batas antara kedua batas bahan ini, jika tegangan lekat melabihi kuat lekatnya kan
terjadi retak/pecah, yang berlanjut dengan spalling.
Metode perbaikan pada kerusakan spalling, tergantung pada besar dan dalamnya spalling yang
terjadi.
1) Patching
Untuk spalling yang tidak terlalu dalam (kurang dari selimut beton) dan area yang tidak
luas, dapat digunakan metode patching. Metode perbaikan ini adalah metode perbaikan
manual, dengan melakukan penempelan mortar secara manual. Pada saat pelaksanaan
yang harus diperhatikan adalah penekanan pada saat mortar ditempelkan; sehingga
benar-benar didapatkan hasil yang padat. Material yang digunakan harus memiliki sifat
mudah dikerjakan, tidak susut dan tidak jatuh setelah terpasang (lihat maksimum
ketebalan yang dapat dipasang tiap lapis), terutama untuk pekerjaan perbaikan
overhead. Umumnya yang dipakai adalah monomer mortar, polymer mortar dan epoxy
mortar.
2) Grouting
Sedang pada spalling yang melebihi selimut beton, dapat digunakan metode grouting,
yaitu metode perbaikan dengan melakukan pengecoran memakai bahan non-shrink
mortar. Metode ini dapat dilakukan secara manual (gravitasi) atau menggunakan
pompa. Pada metode perbaikan ini yang perlu diperhatikan adalah bekisting yang
terpasang harus benar-benar kedap, agar tidak ada kebocoran spesi yang mengakibatkan
terjadinya keropos dan harus kuat agar mampu menahan tekanan dari bahan grouting.
Material yang digunakan harus memiliki sifat mengalir dan tidak susut. Umumnya
digunakan bahan dasar semen atau epoxy.
Bursting Steel
Bursting Steel berupa rangkaian tulangan besi dipasang dan tertanam di belakang
casting. Berfungsi sebagai perkuatan untuk menahan penyebaran gaya arah radial yang terjadi
akibat gaya prategang yang bekerja pada casting. (Standar Bangunan Atas Jembatan, Dirjen
Bina Marga). Bursting steel dipasang di belakang angkur hidup berfungsi sebagai tambahan
perkuatan tulangan pada saat stressing. Ukuran, bentuk dan jarak disesuaikan dengan gambar
kerja.
a) Full Prestressing
Prategang penuh adalah beton pratekan dengan kompresi dominan dan tegangan
nol yang diizinkan pada Batas Layanan Kombinasi beban tahap dan juga memenuhi
Tahap Batas Akhir. Suatu sistem yang dibuat sedemikian rupa, sehingga tegangan yang
terjadi adala tekan pada selurih tampang. Scara teoritis sistem ini tidak memerlukan
tulangan pasif. Penggunaan full prestressing ini tidak ekonomis, menurut berbagai
penelitian biaya struktur dengan beton pratekan dan full prestressing dapat sampai 3, 4,
5 kali lebih mahal dari pada struktur yang sama tetapi
dari beton bertulang biasa dengan menggunakan tulangan baja mutu tinggi.
Pada sistem full prestressing, seluruh penampang balok beton direncanakan
dalam kondisi mengalami tegangan tekan (tidak ada tarik sama sekali), dan sebaliknya
pada sistem partial prestressing penampang beton diijinkan mengalami tegangan tarik.
Tegangan tarik yang terjadi pada sistem partial prestressing dibatasi nilainya, agar tidak
melebihi nilai yang diijinkan. Mengingat kuat tarik beton hanya sebesar 10% dari kuat
tekan beton dan sifatnya yang sangat erratic (variatif sekali), maka pada umumnya
dipakai tulangan baja pasif untuk memikul tegangan tarik yang terjadi pada penampang
balok pratekan partial prestressing, serta untuk keperluan mengendalikan besarnya
retak yang terjadi. Pada tulisan ini akan ditunjukkan bahwa meskipun balok sudah
direncanakan memakai sistem full prestressing (seluruh penampang beton menerima
tegangan tekan), kemungkinan terjadinya tarik pada sebagian penampang beton masih
mungkin akan terjadi. Penyebab utama terjadinya tarik disebabkan antara lain adalah
adanya ketidak tentuan pada sifat-sifat material beton, baja dan besarnya beban yang
bekerja. Adanya ketidaktentuan tersebut menyebabkan tegangan yang terjadi pada
sebuah penampang merupakan sebuah nilai yang bervariasi dan bukannya sebuah nilai
yang dapat ditentukan dengan secara pasti (deterministic). Untuk itu akan dilakukan
perhitungan tegangan pada penampang balok full prestressing, dengan memasukkan
variabitas sifat-sifat beton, baja dan beban yang bekerja. Variabilitas sifat-sifat beton,
baja dan beban tersebut akan diperhitungkan dengan memakai analisa teori
kemungkinan (probability analysis).
Penyebab utama terjadinya retak pada balok pratekan full prestressing adalah
adanya ketidaktentuan sifat-sifat beton, baja dan beban yang bekerja. Dengan adanya
ketidaktentuan ini, maka nilai tegangan yang terjadi pada penampang beton bukan
merupakan nilai yang dapat ditentukan dengan tepat (determinisitic), tetapi nilai ini
merupakan sebuah variable acak (random variable), yang mempunyai nilai rata-rata
(mean) dan sebaran tertentu (coefficient of variation).
b) Partial Prestressing
Prategang sebagian adalah beton struktural yang memanfaatkan kombinasi dari
kedua prategang Baja dan baja tulangan pasif yang memungkinkan tegangan tarik dan
lebar retak terbatas di Batas layanan Kombinasi beban negara dan juga memenuhi
Ultimate Limit Stage pada saat yang bersamaan.
Pada sistem partial prestressing penampang beton diijinkan mengalami
tegangan tarik. Dalam memikul beban, kabel baja prategang bekerja bersama tulangan
pasif dengan tujuan agar strukturnya berperilaku lebih daktil. Dimana tegangan tarik
boleh terjadi sampai 45 kg/cm2 dengan lebar retak yang dikendalikan dengan
memasang baja tulangan biasa.