Anda di halaman 1dari 7

TATALAKSANA KETOASIDOSIS DIABETIK PADA ANAK

Anak dengan ketosis dan hiperglikemia tanpa disertai gejala muntah dan dehidrasi berat dapat
diterapi di rumah atau pusat layanan kesehatan terdekat. Namun, untuk mendapatkan perawatan
yang baik, perlu dilakukan reevaluasi berkala dan pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh dokter
ahli. Dokter anak yang telah mendapat pelatihan penanganan KAD harus terlibat langsung. Anak
juga dapat dimonitoring dan diterapi sesuai standar baku, serta dilakukan berbagai pemeriksaan
laboratoris secara berkala untuk mengevaluasi sejumlah parameter biokimia.8 Anak dengan
tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau penurunan derajat
kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia < 5 tahun dan onset
baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak. Terdapat lima penanganan
prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan jalan
napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena, tes glukosa, dan pemeriksaan status
mental.8

Penanganan pasien anak dengan KAD, antara lain:

 Prinsip utama penanganan KAD sesuai dengan resusitasi emergensi dasar, yaitu airways,
breathing, dan circulation.
 Sebagai tambahan, pasien dengan KAD harus diberikan diet nothing by mouth, suplementasi
oksigen, dan apabila terjadi kemungkinan infeksi diberikan antibiotic.
 Tujuan utama terapi pada satu jam pertama resusitasi cairan dan pemeriksaan laboratorium
adalah :
- Cairan : pemberian NaCl isotonis bolus, 20 mL/Kg sampai dengan 1jam atau kurang .
- Glukosa : tidak diberikan, kecuali bila penurunan glukosa serum mencapai 250-300 mg/dL
selama dehidrasi.
 Tujuan berikutnya dilakukan pada jam jam selanjutnya setelah hiperglikemia, asidosis dan
ketosis teratasi, yaitu monitoring, pemeriksaan laborataorium ulang, stabilisasi glukosa
aadarah pada alevel 150-250 mg/dL.

MONITORING

Perlu dilakukan observasi dan pencatatan perjam mengenai keadaan pasien, mencakup
medikasi oral dan intavena, cairan hasil laboratorium selama periode penanganan. Monitoring
yang dilakukan harus mencakup :

- Pengukuran nadi, respirasi, dan tekanan darah per jam


- Pengukuran input dan output cairan setiap jam (atau lebih sering). Apabaila terdapat
gangguan derajat kesadaran, maka pemasangan kateterisasi urine perlu dilakukan
- Pada KAD berat, monitoring EKG akan membantu menggambarkan profil hiperkalemia
atau hipokalemia melalui ekspresi gelombang T.
- Glukosa darah kapiler harus dimonitor perjam (dapat dibandingkan dengan glukosa darah
vena , mengingat metode kapiler dapat menjadi inakurat pada kasus asidosis atau perfusi
perifer yang buruk)
- Tes laboratorium : elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah dan gas darah harus diulangi
setiap 2-4 jam. Pada kasus berat, pemeriksaan elektrolit dilakukan perjam. Peningkatan
leukosit menunjukkan adaanya stress fisiologik dan bukan merupakan tanda infeksi
- Observaasi status neurologic dilakukan perjam atau lebih sering untuk menentukan adanya
tanda dan gejala edema serebri. Nyeri kepala, detak jantung melambat, muntah berulang,
peningkatan tekanan darah, penurunan saturaasi oksigen, perubahan status neorologik .
pemeriksaan neurologic dapat ditemukan kelumpuhan saraf kranialis aatau penurunan
respons pupil.

CAIRAN DAN NATRIUM

Osmolalitas cairan yang tinggi di dalam kompartemen ekstraselular akan


menyebabkan pergeseran gradien cairan dari intrasel ke ekstrasel. Beberapa penelitian
terhadap pasien dengan IDDM yang mendapat terapi insulin menunjukkan defisit cairan
sebanyak kurang lebih 5L bersamaan dengan kehilangan20% garam natrium dan kalium.
Pada saat yang sama, cairan ekstraselular mengalami penyusutan. Keadaan syok dengan
kegagalan hemodinamik jarang terjadi pada KAD. Pengukuran kadar natrium serum bukan
merupakan ukuran derajat penyusutan cairan ekstrasel terkait efek dilusi cairan. Osmolalitas
efektif (2[Na+ K+] + glukosa) pada saat yang sama berkisar antara 300 – 350 mOsm/L.
Peningkatan ureum nitrogen serum dan hematokrit mungkin dapat memprediksi derajat
penyusutan cairan ekstraselular.2,3

Onset dehidrasi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus, yang


menyebabkan penurunan regulasi kadar glukosa dan keton yang tinggi di dalam darah.
Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa pemberian cairan intravena saja akan
menyebabkan penurunan kadar glukosa darah dalam jumlah yang relatif besar akibat
peningkatan laju filtrasi glomerulus. Tujuan pemberian cairan dan natrium pada KAD, antara
lain:

1. Mengembalikan volume sirkulasi efektif


2. Mengganti kehilangan natriumdan cairan intrasel maupun ekstrasel.
3. Mengembalikan laju filtrasi glomerulus dengan meningkatkan clearance glukosa dan
keton dari dalam darah.
4. Menghindari edema serebri.

Pada penelitian terhadap hewan dan manusia terlihat bahwa ada kemungkinan terjadi
peningkatan tekanan intracranial selama pemberian cairan intravena. Pada hewan coba yang
dibuatkan ke dalam kondisi KAD, tampak bawa pemberian cairan hipotonik , bila
dibandingkan cairan hipertonik , berkaitan dengan peningkatan tekanan intracranial. Pada
pemberian cairan isotonic atau yang mendekati isotonic dapat segera mengatasi asidosis ,bila
diberikan sesuai standar. Namun, penggunaan cairan isotonic 0,9% dalam jumlah besar juga
memiliki ririko lain yaitu asidosis metabolic hiperkloremik.

Belum terdapat data yang mendukung penggunaan koloid dibandingakan kristaloid


dalam tatalaksana KAD . juga belum terdapat data mengenai pemberian cairan yang lebih
encer dari larutan NaCl 0,45% . Penggunaan cairan ini yang mengandung sejumlah besar
cairan dan elektrolit dapat menyebabkan perubahan osmolaritas dengan cepat dan memicu
perpindahan cairan ke dalam kompartemen intraselular.

Insulin meskipun rehidrasi saja sudah cukup bermanfaat dalam menurunkan konsentrasi
glukosa darah, pemberian insulin juga tidak kalah penting dalam normalisasi kadar glukosa
darah dan mencegah proses lipolisis dan ketogenesis. Meskipun diberikan dengan dosis dan
cara yang berbeda , telah banyak bukti yang menunjukkan pemberian insulin intravena dosis
rendah merupakan standar terapi efektif. Penelitian fisiologis menunjukkan bahwa insulin
pada dosis 0,1 unit/kg/jam, ayang akan mencapai kadar insulin plasma 100-200 unit/mL
dalam 60 menit, cukup efektif. Kadar ini cukup potensial karena mampu mengimbangi
kemungkinan resistensi insulin dan yang paling penting menghambat proses lipolisis dan
ketogenesis , menekan produksi glukosa , dan menstimulasi peningkatan ambilan glukosa di
perifer. Pemulihan asidemia bervariasi bergantung normalisasi kadar glukosa darah.

Adapun pedoman pemberian insulin pada anak dengan KAD antara lain :

1. Insulin tidak diberikan sampai hipokalemia terkoreksi.


2. Insulin diberikan 0,1 U/kg secara bolus intravena , dilanjutkan dengan pemberian 0,1
U/Kg /jam intravena secara konstan melalui jalur infuse
3. Untuk memberikan drip insulin, penambahan setiap unit regular insulin setara dengan kg
bb pasien untuk setiap 100mL salin. Pengaturan kecepatan infuse adalah 10mL/jam,
sehingga didapatkan dosis 0,1 U/Kg/jam.
4. Untuk menghindari keadaan hipoglikemia dapat ditambahkan glukosa secara intravena
apabila glukosa plasma menurun hingga 250-300 mg/Dl.

KALIUM

Pada orang dewasa dengan KAD terjadi penuruna kalium hingga 3-6 mmol/kg. Namun,
pada anak data yang ada masih sedikit. Sebagian besar kehilangan kalium dari intrasel adalah
hipertonisitas, defisiensi insulin, dan buffering ion hydrogen di dalam sel. Kadar kalium
serum pada awal kejadian dapat normal, meningkat, atau menurun. Hipokalemia yang terjadi
berkaitan dengan perjalanan penyakit yang lama, sedangkan hiperkalemia terjadi akibat
penurunan fungsi renal. Pemberian insulin dan koreksi asidosis akan memfasilitasi kalium
masuk ke intrasel sehingga kadar dalam serum menurun.

Adapun pedoman pemberian cairan dan kalium pada anak dengan KAD, antara lain ;

1. Berikan larutan Nacl isotonic atau 0,45 % dengan suplementasi kalium.


2. Penambahan kalium berupa kalium klorida , kalium fosfat, atau kalium asetat.
3. Apabila kadar kalium serum berada pada nilai rendah yang membahayakan,
dipertimbangkan pemberian kalium oral, dalam formulasi cair. Apabila koreksi
hipokalemia lebih cepat daripada pemberian intravena , kecepatan pemberian harus
dikurangi
4. Apabila kadar kalium serum <3,5 tambahkan 40mEq/L kedalam cairan intravena
5. Apabila kadar kalium serum 3,5 – 5,0 tambahkan 30mEq/L
6. Apabila kadar kalium serum 5,0 – 5,5 tambahkan 20mEq/L
7. Apabila kadar kalium serum lebih besar dari 5,5 maka tidak perlu dilakukan penambahan
preparat kalium ke dalam cairan intravena.
8. Apabila kadar kalium serum tidak diketahui, evaluasi gambar EKG untuk menilai profil
hiperkalemia pada EKG

FOSFAT
Penurunan kadar fosfat intrasel terjadi akibat diuretic osmotic. Pada dewasa,
penurunan berkisar antara antara 0,5 – 2,5 mmol/kg , sedangkan pada anak belum ada
data yang lengkap. Penurunan kadar fosfat plasma setelah terapi dimulai akan semakin
yang berat dakompartemen intraselular. Kadar fosfat plasma yang rendah berhubungan
dengan gangguan metabolic dalam skala yang luas , yaitu penurunan kadar eritrosit 2,3-
difosfogliserat dan pengaruhnya terhadap oksigenasi jaringan. Penurunan kadar fosfat
plasma akan terjadi sampai beberapa hari setelah KAD mengalami resolusi. Namun
beberapa penelitian prospektif menunjukkan tidak adanya keuntungan klinis yang
bermakna pada terapi penggantian fosfat. Meski demikian, dalam upaya menghindari
keadaan hipokaliemia berat, kalium fosfat dapat diberikan secara aman yang
dikombanasikan dengan kalium klorida atau asetat untuk menghindari hiperkloremia.

ASIDOSIS

Asidosis yang berat dapat diatasi dengan pemberian cairan dan insulin. Pemberian
insulin akan menhentikan sintesis asan keton dan memungkinkan asam keton
dimetabolisme. Metabolisme keto-anion akan menghasilkan bikarbonat (HCO3-) dan
akan mengoreksi asidemia secara spontan . selain itu, penanganan hipovolemia akan
memperbaiki perfusi jaringan dan fungsi renal yang menurun sehingga akan
meningkatkan ekskresi asam organic dan mencegah asidosis laktat.

Pada KAD , terjadi peningkatan anion gap. Anion utama dalam hal ini adalah
hidroksibutirat dan asetoasetat.

Anion gap = [Na+] – [Cl] + [HCO3-]

Nilai normal = 12 mmol/L


Indikasi pemberian bikarbonat pada KAD masih belum jelas. Beberapa penelitian
menelaah pemberian natrium bikarbonat kepada sejumlah anak dan dewasa, namun tidak
menunjukkan adanya manfaat yang bermakna

Sebaliknya, terdapat beberapa alasan untuk tidak menggunakan bikarbonat . hal


ini diperkuat oleh kenyataan bahwa terapi bikarbonat dapat menyebabkan asidosis SSP
paradoksikal dan koreksi asidosis yang terlalu cepat dengan bikarbonat akan
menghasilkan keadaan hipokalemia dan meningkatkan penimbunan natrium sehingga
terjadi hipertonisitas serum. Selain itu terapi alkali dapat meningkatkan produksi badan
keton oleh hepar, sehingga memperlambat pemulihan keadaan ketosis. Namun pada
pasien tertentu dan pada keadaan tertentu , pemberian terapi alkali justru memberikan
keuntungan misalnya pada keadaan asidemia sangat berat (pH <6,9) yang disertai dengan
penurunan kontraktilitas jantung dan vasodilatasi perifer , maka pemberian terapi alkali
ditujukan untuk menangani gangguan perfusi dan hiperkalemia yang mengancam jiwa.

ASIDEMIA SEREBRI

Terapi edema serebri harus dilakukan sesegera mungkin setelah gejala dan tanda
muncul. Kecepatan pemberian cairan harus dibatasi dan diturunkan. Meskipun manitol
menunjukkan efek yang menguntungkan pada banyak kasus, namun sering kali justru
menimbulkan efek merusak bila pemberian tidak tepat. Pemberian manitol harus
dilakukan sesuai keadaan dan setiap keterlambatan pemberian akan mengurangi
efektivitas. Manitol intravena diberikan 0,25 -1,0 g/Kg selama 20 menit pada pasien
dengan tanda edema serebri sebelum terjadi kegagalan respirasi. Pemberian ulang
dilakukan setelah 2jam apabila tidak terdapat respon positif setelah pemberian awal.
Saline hipertonik 3% . sebanyak 5-10 mL/Kg selama 30 menit dapat digunakan sebagai
pengganti manitol. Intubasi dan ventilasi mungkin perlu dilakukan sesuai kondisi. Sering
kali, hiperventilasi yang ekstrem terkait dengan edema serebri yang terkait dengan KAD.

Anda mungkin juga menyukai