Anda di halaman 1dari 14

JAWABAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER

Sejarah Perjuangan Umat Islam Indonesia

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester Tiga


Mata Kuliah Sejarah Perjuangan Umat islam Indonesia
Pengampu : Dr. Ahmad Adabi Darban, SU.

Disusun Oleh :
UNTUNG SUPRIYADI
NIM : O 000080028

MAGISTER PEMIKIRAN ISLAM


KONSENTRASI PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
Soal: 1
Proses awal perjuangan umat Islam di Indonesia dalam mengembangan Islam,
sehingga masyarakat Indonesia dengan mudah menerima secara damai
memeluk Islam.

Jawaban :

Penyebaran Islam di Indonesia di dibawa oleh para pedagang dari berbagai


negara, pertumbuhan komunitas Islam bermula di berbagai pelabuhan-pelabuhan
penting di sumatera, jawa, dan daerah-daerah pesisir lainya. Kerajaan-kerajaan Islam
yang pertama berdiri di daerah pesisir, seperti kerajaan Samudera Pasai, Aceh,
Demak, Banten, dan Cirebon.

Secara umum terdapat 3 teori besar tentang asal-usul penyebaran Islam di


Indonesia, yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia.(lihat Menemukan
Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonwsia dan Api Sejarah yang ditulis Ahmad
Mansur Syeyanegara). Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang
permasalahan waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku
penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara. Untuk mengetahui lebih jauh dari
teori-teori tersebut, secara singkat dapat dipaparkan sebagai berikut:

TEORI GUJARAT

Teori ini berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan
pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:

a) Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran


Islam di Indonesia.

b) Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia
–Cambay – Timur Tengah – Eropa.

c) Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297
yang bercorak khas Gujarat.
Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan
Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan
perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan
Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia
(Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa
di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam
dari India yang menyebarkan ajaran Islam.

TEORI MAKKAH

Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori
lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia
pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah:

a) Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat
perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab
sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga
sesuai dengan berita Cina.

b) Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh


mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan
Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.

c) Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut


berasal dari Mesir.

Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para
ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan
politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan
yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.

TEORI PERSIA

Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan


pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia
dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
a) Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein
cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran.
Di
Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut.
Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.

b) Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran
yaitu Al – Hallaj.

c) Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk
tandatanda bunyi Harakat.

Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan


kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam
masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke-7 dan mengalami
perkembangannya pada abad 13.

Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari
peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati.
Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali
yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:

1. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi


menyebarkan Islam di Jawa Timur.

2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di


daerah Ampel Surabaya.

3. Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana

Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).

4. Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah
Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.

5. Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah


Bukit Giri (Gresik).
6. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran
Islam di daerah Kudus.

7. Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya


menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.

8. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar
Syaid menyebarkan Islamnya di daerah Gunung Muria.

9. Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan


Islam di Jawa Barat (Cirebon)

Demikian sembilan wali yang sangat terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa
sebagian memandang para wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat
dengan Allah, sehingga dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang
dikasihi Allah.

Dari berbagai paparan sejarah kedatangan dan perkembangan Islam di


nusantara serta para ulama’ yang berjasa menyebarkanya, kita bisa mengambil ibroh
atau pelajaran berharga dari metode dakwah yang mereka gunakan, yaitu adanya
pendekatan kultural yang menyentuh sendi-sendi budaya masyarakat secara langsung.
Terjadinya akulturasi budaya antara para juru dakwah dan masyarakan sekitar serta
mampu menjadikan negara Indonesia berpenduduk muslim terbesar di dunia
menjadikan sebuah prestasi yang gemilang bagi mereka para juru dakwah di
nusantara. Hal itulah yang menjadi sebab mudahnya masyarakat menerima Islam
dengan senang hati, tanpa adanya huru-hara dan perseteruan. Namun disisi lain
terjadilah sinkretisasi ajaran Islam dengan ajaran lama dan budaya setempat, sehingga
muncul berbagai penyimpangan ajaran Islam berupa syirik, takhayul , khurofat dan
lain sebagainya.

Soal: 2

A. Peran ajaran Islam dalam membangkitkan semangat melawan monopoli,


penindasan dan penjajahan di Indonesia.

Jawaban:
Islam sejak awal diajarkan oleh Rosulullah menolak penghambaan manusia
kepada manusia, penghambaan seorang muslim hanya mutlak kepada Allah. Islam
juga menghormati kedaulatan individu manusia, tidak benar seseorang mendholimi
orang lain dengan merampas haknya, mengekang kemerdekaannya, sebaliknya tiap
individu diharuskan mengasihi, menolong bahkan menyantuni saudaranya sesama
manusia yang tidak berkemampuan, baik secara materi atau lainnya. Oleh karenanya
penjajahan manusia atas manusia lainnya tidak dibenarkan Islam.

Islam mengajarkan membalas keburukan dengan kebaikan, namun demikian


jika keburukan sudah kelewat batas dan membahayakan umat, maka seorang muslim
dibolehkan membalas dengan perbuatan setimpal. Untuk itulah jihad disyari’atkan
dalam Islam untuk melindungi kehormatan dan kemulyaannya. Dan itulah yang
dilakukan masyarakat Indonesia, yang mayoritasnya beragama Islam terhadap
penjajah Portugis, Belanda, Jepang dan yang lainnya. Sementara penganut agama
lainnya justru lebih banyak mengekor para penjajah untuk kepentingan sesaat mereka.

Teriakan “Takbir” dalam berbagai peperangan rakyat Indonesia melawan para


penjajah adalah bukti ruh ajaran Islam telah memotivasi perjuangan mereka mengusir
penjajah. Demikian juga peran para ulama yang terjun langsung memimpin setiap
pertempuran, menjadi bukti bahwa ajaran Islam telah berhasil membangkitkan
semangat melawan ketidakadilan, penindasan dan monopoli penjajah.

B. Mengapa masyarakat memangkat ulama sebagai pemimpin dalam


perjuangan melawan kolonial di berbagai daerah.

Jawaban:

Sejak awal Islam, Rosulullah telah mencontohkan dirinya tidak saja hanya
sebagai pemimpin spiritual, tetapi juga pemimpin dalam berbagai hal, termasuk
kemasyarakatan dan kenegaraan. Hal ini juga diikuti oleh para sahabat dan para
pengikutnya. Hal tersebut sangatlah wajar, karena memang mereka menampilkan
dirinya sebagai tauladan bagi masyarakatnya, tidak hanya dalam peperangan tetapi
juga dalam pekerjaan dan kegiatan sehari-hari.
Demikian halnya dengan para ulama di nusantara ini, mereka tidak hanya
mengajarkan syari’at agama, tetapi juga bagaimana membangun tata kehidupan
bermasyarakat. Merekapun tidak hanya mengajarkan saja, namun mempraktekkannya
sekaligus. Jadilah mereka sosok idola bagi masyarakatnya, didengar nasehat dan kata-
katanya, diturut perintahnya dan larangannya.

Mereka jugalah pelopor dan penggerak berbagai perlawanan kepada penjajah di


berbagai daerah, seperti: di Aceh ada Cut Nyak Dien, Tengku Umar dan Tengku Cik
Ditiro, di Sumbar ada Imam Bonjol, di Jawa ada Pangeran Diponegoro, KH Wahid,
gerakan Rifaiyyah dan masih banyak yang lainnya.

C. Ajaran Komunisme/Marrxisme masuk ke indonesia sebagai rekayasa Belanda


dalam menghadapi perjuangan umat Islam Indonesia.

Jawaban :

Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan sejarah masa lalunya yang sangat
kelam, sampai sekarang ini masih menjadi partai terlarang. Masyarakat Indonesia
belum bisa melupakan tragedi-tragedi mengerikan yang telah dilakukan orang-orang
PKI, terutama tragedi G30S PKI tahun 1965.

Sejarah awal munculnya komunis di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari upaya
orang orang Belanda untuk lebih menguasai bangsa Indonesia, karena faham komunis
pertama kali dibawa masuk ke Indonesia oleh orang-orang belanda buangan dengan
tokohnya Henk Sneevliet. Pada tahun 1914 Ia mendirikan partai Persatuan Sosial
Demokrat Hindia Belanda (Indische Sociaal Democratische Vereegniging) yang
anggotanya semula terdiri dari orang-orang Belanda dan orang Indonesia keturunan
Belanda, tapi kemudian mereka juga merekrut orang-orang pribumi.

Tokoh-tokoh komunis Indonesia pada awalnya berasimilasi ke dalam Sarekat


Islam. Namun kemudian terjadi perselisihan, sehingga mereka memisahkan diri dan
mendidirkan partai baru yang disebut ISDV. Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei
1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia. Semaoen
diangkat sebagai ketua partai. PKH adalah partai komunis pertama di Asia yang
menjadi bagian dari Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai ini pada
kongresnya kedua Komunis Internasional pada 1920. Pada 1924 nama partai ini sekali
lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).

Soal : 3

Konsep Snouck Hurgronje sebagai penasehat Pemerintah Hindia Belanda untuk


menghadapi perjuangan Umat Islam Indonesia.

Jawaban:

Snouk Hurgronje nama lengkapnya adalah Christian Snouck Hurgronje lahir di


Tholen Belanda tahun 1857 dan meninggal tahun 1936. Ia penganut Protestan agama
yang dianut keluarganya. Sejak kecil Snouck sudah diarahkan pada bidang teologi.
Tamat sekolah menengah, dia melanjutkan ke Universitas Leiden untuk mata kuliah
Ilmu Teologi dan Sastra Arab, 1875. Lima tahun kemudian, dia tamat dengan predikat
cum laude. Snouck kemudian melanjutkan pendidiklan ke Mekkah, 1884. Snouck
memeluk Islam dan berganti nama menjadi Abdul Ghaffar.

Rupanya Snouck memang orientalis tulen sehingga pengetahuannya tentang


Islam (bahkan sampai masuk Islam) benar-benar digunakannya untuk kepentingan
karirnya sebagai seorang peneliti, yang akan membawanya sebagai penasehat
pemerintah Belanda untuk mengatur strategi mengalahkan perlawanan kaum
muslimin di Indonesia. Peran Snouck jelas terlihat ketika secara perlahan Belanda
memadamkan perlawana orang-orang Aceh yang heroik, dan perlawanan orang Aceh
sangat kental nuansa dan simbolisasi Islamnya.

Untuk bisa mengalahkan orang Aceh, Snouck membaur dengan mereka dalam
kehidupan sehari-hari, hal ini sangat memungkinkan mengingat Ia telah masuk Islam
dan memiliki banyak koneksi denga orang Arab Aceh selama Ia tinggal dan belajar di
Makkah, Snouck juga banyak menguasai ilmu-ilmu keislama termasuk penguasaan
bahasa Arab yang sangat baik.

Pengamatan Snouck terhadap Aceh sebenarnya sudah dimulai saat ia berada di


Mekkah. Dia tertarik melihat orang Arab sering memperbincangkan Perang Aceh.
Orang Aceh cukup banyak dan begitu fanatik dalam melawan Belanda. Ia ingin sekali
menyumbangkan usulan ilmiah kepada pemerintah guna menundukkan Aceh. Hal
yang segera disampaikan kepada pemerintah Belanda, adalah mengusahakan
pemisahan Islam dan politik di negeri jajahan. Para jamaah haji diawasi, karena
berpotensi membawa ide pan-Islamisme ke Aceh. Ini bertentangan dengan
kepentingan Belanda.

Setelah Snouck memahami kondisi masyarakat Aceh dengan segala kelebihan


dan kelemahannya, lalu Ia melakukan politik belah bambu Divide et Impere antara
kalangan ulama dengan hulubalang, karena dua kelompok inilah kekuatan utama
Aceh. Pada akhirnya perlawanan rakyat Aceh melemah dan tidak berarti lagi
dibanding kekuatan Belanda.

Soal: 4

Proses terbentuknya “Djakarta Charter” dan nasib perkembangannya.

Jawaban:

Sudah menjadi fakta sejarah bahwa kata-kata yang tercantum menjadi sila-sila
dalam Pancasila mula-mula berasal dari suatu dokumen yang ditandatangai oleh
anggota-anggota Badan Penyelidik Untuk Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) yang diketuai oleh Sukarno. Dokumen itu kemudian dikenal sebagai
Piagam Jakarta yang ditandatangani pada tanggal 22 Juni 1945. Adalah juga fakta
sejarah bahwa pada tanggal 18 Agustus 1945, terjadi perubahan dalam dokumen itu,
yaitu perubahan sila pertama Pancasila dengan menghapus tujuh kata keramat:
“dengan menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluknya” dan hanya menyisakan
kata-kata “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Ada yang mencoba mengaburkan fakta ini dengan menyebut Pancasila sebagai
buah pikiran Sukarno dalam pidato pembukaan sidang BPUPKI 1 Juni 1945 sehingga
tanggal ini kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Bahkan untuk semakin
mengaburkan makna historis yang semestinya, ditambahkanlah bumbu mitos yang
sampai sekarang masih banyak diajarkan. Pancasila ini dikait-kaitkan dengan karya-
karya Empu Prapanca, Negara Kertagama, dan Empu Tantular, Sutasoma, yang hidup
semasa kejayaan raja-raja Majapahit. Barangkali mitos itu sengaja diungkap untuk
semakin mengukuhkan bahwa Pancasila memang sesuatu yang sudah hidup sejak
lama dan berakar dalam darah daging bangsa Indonesia.

Piagam Jakarta sendiri lahir dari suatu pergulatan dan dialog antar-berbagai
kelompok dan elemen yang ke depan akan menjadi bagian dari bangsa ini. Dialog ini
tidak dimonopoli oleh suatu kekuatan manapun. Juga tidak ada intervensi dari pihak
asing manapun, termasuk dari pihak Jepang yang membentuk BPUPKI sendiri.
Masing-masing melemparkan argumen dan saling membantah dengan elegan sebagai
pemimpin-pemimpin yang layak menjadi teladan. Tidak ada kepentingan individual
yang akan mengorbankan kepentingan bangsa sendiri. Suasana diaolog begitu terbuka
hingga akhirnya setelah 22 hari bersidang, disepakatilah dokumen Piagam Jakarta
yang isinya sebagian besar menjadi Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.

Semua pihak merasa puas dengan hasil kesepakatan itu. Dalam pidatonya
tanggal 9 Juli 1945, Sukarno sendiri menyebut Piagam Jakarta ini sebagai gentlemen’s
agreement antara kelompok nasionalis dan kelompok Islam. Pernyataan ini diamini
oleh hampir semua pihak. Kelompok Islam yang dengan gigih ingin tetap
memperjuangkan Islam sebagai dasar negara di negeri yang mayoritas Muslim inipun
sepakat dengan Piagam Jakarta ini. Masing-masing pihak sudah merasa cukup
terwakili kepentingannya. Tanda tangan yang dibubuhkan oleh Sukarno, M. Hatta,
A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, A.K. Muzakkir, Agus Salim, A. Subardjo, A.
Wahid Hasyim, dan Moch. Yamin sebagai wakil-wakil dari semua golongan menjadi
bukti akan kesepakatan luhur itu.

Kesepakatan ini ternyata tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan semua
pihak. Tanggal 18 Agustus 1945 mulai terjadi riak-riak kekecewaan. Bagian akhir dari
Piagam Jakarta diubah oleh panitia yang dibentuk kemudian yang hanya
beranggotakan sembilan orang. Panitia ad hoc ini dinamai Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang juga dibentuk Jepang. Poin penting yang diubah
oleh panitia ini adalah tujuh kata setelah Ke-Tuhanan, diubah menjadi Ketuhanan
Yang Maha Esa. Juga diubah klausul pasal pada batang tubuh UUD Pasal 6 ayat 1
mengenai kriteria presiden. Semua ayat itu mensyaratkan presiden harus orang Islam,
namun kemudian diubah menjadi hanya “harus orang asli Indonesia.”
Yang merasa paling dikecewakan atas perubahan ini adalah kelompok Islam.
Mereka merasa bahwa kesepakatan yang sudah disepakati bersama dimentahkan
hanya dalam ruang dialog sempit sembilan orang anggota PPKI. Walaupun demikian,
sebagai warga bangsa yang baik, umat Islam tetap menghormati keptusan itu. Ruang-
ruang yang memungkinkan bagi umat Islam untuk kembali merehabilitasi
kepentingan mereka yang terzhalimi dmanfaatkan sebaik-baiknya. Konstituante
adalah ruang paling terbuka untuk itu. Namun sayang, akhirnya Konstituante harus
gagal di tangan otoritiarianisme Sukarno yang memaksakan Dekrit pada 5 Juli 1959.

Di era reformasi sekarang inipun sebenarnya sudah ada beberapa upaya yang
dilakukan para politisi muslim untuk memperjuangkan kembalinya tujuh kata yang
dieliminir para founding father negeri ini di masa lalu, seperti dilakukan oleh para
politisi dari partai bulan bintang (PBB) lewat parlemen. Namun sampai sekarang ini,
usaha tersebut belum membuahkan hasil, terbentur oleh kelompok nasionalis sekuler
yang begitu kuat dan tidak adanya kesatuan dikalangan umat Islam sendiri.

Soal : 5

Peta Perkembangan dan pergulatan Pemikiran Islam di Indonesia

Jawaban:

Pergulatan pemikiran Islam di Indonesia, sudah barang tentu di mulai semenjak


hadirnya Islam di bumi Nusantara tercinta ini. Seperti kita ketahui, sebelum Islam
masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia telah menganut agama Hindu, Budha dan
kepercayaan lokal Animisme dan Dinamisme. Para pendakwah Islam saat itu lebih
mendahulukan mengenalkan ajaran islam yang berkaitan dengan ibadah, ahlak dan
mu’amalah Islami dari pada aqidah, berbeda dengan apa yang dilakukan Nabi
Muhammad yang mendahulukan aqidah dari pada lainnya.

Maka wajar saja jika kondisi Islam di Indonesia mengalami banyak perubahan
dari ajaran asli sesuai dengah al-Qur’an dan Hadis, banyak penyimpangan berupa
syirik, tahayyul, khurofat dan lain sebagainya. Dalam kondisi seperti itulah muncul
pemikiran untuk melakukan tajdid/purifikasi/pemurnian ajaran Islam. Tokoh yang
muncul diantaranya: kaun Padri, Syeh Surkati dengan al-Irsyadnya, KH. Ahmad
Dahlan dengan Muhammadiyahnya, A.Hasan dengan Persisnya. Pergolakan
pemikiran yang terjadi saat itu berkisar antara mereka yang terkontaminasi ajaran
lama sebelum kedatangan Islam dengan para pembaharu tersebut.

Pergolakan pemikiran Islam berikutnya terjadi di masa perjuangan


kemerdekaan, terjadi antara kaum nasionalis sekuler yang bersekutu dengan
kelompok sosialis di satu sisi dengan tokoh-tokoh muslim yang menginginkan Islam
sebagai edeologi berbangsa dan bernegara di sisi yang lain. Pergolakan ini berlanjut
sampai masa orde lama di bawah pimpinan Sukarno. Hasil perjuangan tokoh-tokoh
muslim yang tergabung dalam partai Masyumi tersebut berupa piagam jakarta asli
sebelum dihilangkan tujuh kata pada sila pertama di pancasila. Penghapusan itu
merupaka penghianatan dan konspirasi yang dilakukan para nasiunalis sekuler yang
berkalaborasi dengan non muslim.

Selanjutnya perkembangan dan pergolakan pemikiran Islam mengalami


penurunan eskalasi, hal ini dikarenakan kemampuan rezim Suharto mengkooptasi
sedemikian rupa kepentingan-kepentingan kaum muslimin, dengan berbagai macam
pembatasan sehingga ruang gerak umat Islam terbatasi.

Pergolakan pemikiran Islam kembali menemukan momentumnya, setelah sekian


lama masing-masing kelompok melakukan gerakan bawah tanah pada era reformasi.
Kelompok–kelompok Islam mulai dengan tegas menampakan pemikiran
pemikirannya. Dari mereka yang masih konsisten di jalan dakwah yang lurus, seperti
gerakan-gerakan harokah baru semisal ikhwanul muslim, yang selanjutnya
bermetamorfosa menjadi Partai Keadilan Sejahtera, Hisbuttahrir, Jama’atuttabligh,
Salafi dengan berbagai friksinya dan yang lainnya. Yang harus diwaspadai adalah
gelombang pemikiran yang dikedepankan oleh kelompok liberal dengan mengusung
konsep pluralisme agama, relativisme, hermeneutika tafsir al-Qur’an, kesetaraan
gender, Ham versi barat dan seterusnya.

Kelompok ini telah memulai gerakannya sejak kehadiran Harun Nasution yang
kemudian mejadi rektor IAIN Jakarta, setelah harun meroket nama Nurchplis Majid
dengan jargon awalnya, Islam Yes, Partai Islam No. Di era sekarang ini kaum liberal
bagaikan petani yang sedang memanen hasil tanamnya, mereka menguasai jagad
pemikiran Islam dengan bermacam gagasan yang justru bertentangan dengan ajaran
Islam.

Soal : 6

Dinamika perjuangan umat Islam Indonesia era orde baru.

Jawaban:

Sejarah telah mencatat peran umat Islam Indonesia pada setiap fase perjuangan
bangsa, sejak kedatangan Islam di Indonesia yang disambut dengan suka cita oleh
bangsa ini, sebagai harapan baru bagi terwujudnya kehidupan yang lebih baik. Sejak
jaman kolonial, perang kemerdekaan, jaman orde lama, umat Islam telah memberikan
kontribusinya, termasuk ketika menghantarkan Jendral Suharto ke tampuk pimpinan
orde baru.

Ada fenomena yang menarik dalam masa ini yang berulang kembali seperti
pada masa sebelumnya. Setelah sukses menghantar kekuatan politik Orba ke puncak
kekuasaannya, tidak serta merta kekuatan politik umat islam diserahi "tanda jasa"
sebagai salah satu kekuatan pendukung yang berhasil merubah peta perpolitikan di
Indonesia. Bahkan sebaliknya ada ketakutan yang kuat dari unsur militer terhadap
kekuatan politik umat Islam sehingga peran politik umat Islam secara perlahan namun
sistimatis dilumpuhkan. Sinyalemen yang pertama adalah "disingkirkannya" para
pemimpin politik umat Islam dari panggung politik Orba. Bukan pemimpin umat
Islam seperti Subchan ZE atau Nurdin Lubis (keduanya NU yang gigih ikut dalam
barisan pembasmian PKI) yang ikut barisan pemerintahan baru (Orba), melainkan
kelompok sekuler anti Islam (Ali Murtopo, Daud Yusuf) dan minoritas cina dan
katolik seperti Yusuf Wanadi, Sofyan Wanadi, Cosmas Batubara, David Napitupulu,
dll yang mendapat peran utama dalam sinetron Orde baru.

Penyingkiran elit politik umat Islam disusul dengan pelarangan rehabilitasi


(pendirian kembali) partai masyumi dalam artian pelarangan pendirian partai yang
berbasis Islam yang melibatkan orang-orang eks Masyumi. Tindakan pelumpuhan
secara sistimatis ini diperjelas lagi dengan diperkuatnya kekuatan politik Orde Baru
melalui partai Golkar. Realitas lainya yang dilihat sebagai pelecehan terhadap umat
Islam adalah RUU Perkawinan thn 1973. RUU ini mendapat protes yang sangat keras
dari umat Islam karena dilihat tidak sesuai dengan Syari'at Islam sehingga upaya ini
dipahami sebagai upaya untuk mensekulerkan umat Islam. Realitas politik berikutnya
adalah pengakuan resmi pemerintah terhadap pengikut aliran "keperyaan" sebagai
satu aliran resmi (meskipun masih dalam kategori budaya, ia berada di bawah
depdikbud).

Realitas yang "terakhir" adalah dijadikannya Pancasila sebagai asas tunggal


yang berarti bahwa tertutupnya kemungkinan untuk menjadikan Islam sebagi dasar
negara RI. Bahkan satu-satunya partai politik yang berbasis dan berasas Islam PPP
harus meletakkan dasar baru yakni Pancasila. Realitas – realitas semacam ini menoreh
kembali luka lama kaum Muslim karena yang mereka dapatkan dari hasil tuaian pada
masa orba pun merupakan duri-duri kegagalan dan bagi banyak orang dilihat sebagai
kekalahan untuk kesekian kalinya. Salah satu bentuk letupan yang lahir akibat duri-
duri kekecewaan adalah tragedi kemanusiaan di Tanjung Priok.

Inilah keberadaan politik umat Islam pada paruh pertama masa Orde Baru yang bisa
dikategorikan sebagai fase Konfrontasi (sebelum era 80-an) dan fase berikutnya
adalah fase Akomodasi (setelah era 80-an khususnya era 90-an). Fase kedua ini
ditandai dengan bangkitnya kelompok intelektual Muslim dan kelahiran ICMI thn
90-an. Terlepas dari pemahaman bahwa ICMI adalah buah dari rekayasa politik Orde
Baru untuk membendung kekuatan Islam baru melalui kelompok intelektualnya,
ICMI pun telah mencatat sejarah yang cukup signifikan dalam dunia perpolitikan
Indonesia. Kehadiran ICMI menyingkirkan peran dominan non Muslim dalam ranah
politik, ekonomi dan militer. Nama-nama seperti Beny Moerdani (Katolik/Militer)
dan tiga Ekonom protestan terkemuka yang dijuluki dengan "mafia berkley" atau
singkatan RMS: Radius Prawiro, Adrianus Mooy dan Sumarlin tersingkirkan oleh
kelompok Islam (seperti Habibie, Adi sasono, Marie Muhammad, dll) dalam Kabinet
Pembangunan VI (1993-). Mulai dari paruh kedua Orde Baru sampai saat ini peran
"Militer hijau" (militer yang pernah mengenyam pendidikan agama sebagai santri)
tidak dapat disepelekan dalam peta perpolitikan bangsa. Wallahu waliyyu at-taufiiq
wa al-hidaayah.

Anda mungkin juga menyukai