Anda di halaman 1dari 45

Sediaan GEL

I. DEFINISI

· Gel merupakan sistem semipadat terdiri

dari suspensi yang dibuat dari partikel

anorganik yang kecil atau molekul

organik yang besar, terpenetrasi oleh

suatu cairan. gel kadang – kadang

disebut jeli. (FI IV, hal 7)

· Gel adalah sediaan bermassa lembek,

berupa suspensi yang dibuat dari zarah

kecil senyawaan organik atau

makromolekul senyawa organik,

masing-masing terbungkus dan saling

terserap oleh cairan (Formularium

Nasional, hal 315)

II. TEORI

2.1 Pengolongan (Disperse Sistem),

(Lachman, hal 496)

A. Berdasarkan sifat fasa koloid :

· Gel anorganik, contoh : bentonit

magma

· Gel organik, pembentuk gel

berupa polimer

B. Berdasarkan sifat pelarut :

· Hidrogel (pelarut air).


Hidrogel pada umumnya terbentuk

oleh molekul polimer hidrofilik yang

saling sambung silang melalui

ikatan kimia atau gaya kohesi

seperti interaksi ionik, ikatan

hidrogen atau interaksi hidrofobik.

Hidrogel mempunyai

biokompatibilitas yang tinggi sebab

hidrogel mempunyai tegangan

permukaan yang rendah dengan

cairan biologi dan jaringan

sehingga meminimalkan kekuatan

adsorbsi protein dan adhesi sel;

hidrogel menstimulasi sifat

hidrodinamik dari gel biological, sel

dan jaringan dengan berbagai cara;

hidrogel bersifat lembut/lunak,

elastis sehingga meminimalkan

iritasi karena friksi atau mekanik

pada jaringan sekitarnya.

Kekurangan hidrogel yaitu memiliki

kekuatan mekanik dan kekerasan

yang rendah setelah mengembang.

Contoh : bentonit magma, gelatin

· Organogel (pelarut bukan air/


pelarut organik). Contoh :

plastibase (suatu polietilen dengan

BM rendah yang terlarut dalam

minyak mineral dan didinginkan

secara shock cooled), dan dispersi

logam stearat dalam minyak.

· Xerogel.

Gel yang telah padat dengan

konsentrasi pelarut yang rendah

diketahui sebagai xerogel. Xerogel

sering dihasilkan oleh evaporasi

pelarut, sehingga sisa – sisa

kerangka gel yang tertinggal.

Kondisi ini dapat dikembalikan pada

keadaan semula dengan penambahan

agen yang mengimbibisi, dan

mengembangkan matriks gel.

Contoh : gelatin kering, tragakan

ribbons dan acacia tears, dan

sellulosa kering dan polystyrene .

C. Berdasarkan bentuk struktur gel:

· Kumparan acak

· Heliks

· Batang

· Bangunan kartu
D. Berdasarkan jenis fase terdispersi (FI

IV, ansel):

· Gel fase tunggal, terdiri dari

makromolekul organik yang tersebar

serba sama dalam suatu cairan

sedemikian hingga tidak terlihat

adanya ikatan antara molekul

makro yang terdispersi dan cairan.

Gel fase tunggal dapat dibuat dari

makromolekul sintetik (misal

karbomer) atau dari gom alam

(misal tragakan). Molekul organik

larut dalam fasa kontinu.

· Gel sistem dua fasa, terbentuk

jika masa gel terdiri dari jaringan

partikel kecil yang terpisah. Dalam

sistem ini, jika ukuran partikel dari

fase terdispersi relatif besar, masa

gel kadang-kadang dinyatakan

sebagai magma. Partikel anorganik

tidak larut, hampir secara

keseluruhan terdispersi pada fasa

kontinu.

2.2 Kegunaan (Lachman,1989.

Pharmaceuitical Dosage System.


Dysperse system. Volume 2, hal 495 –

496)

· Gel merupakan suatu sistem yang

dapat diterima untuk pemberian oral,

dalam bentuk sediaan yang tepat, atau

sebagai kulit kapsul yang dibuat dari

gelatin dan untuk bentuk sediaan obat

long – acting yang diinjeksikan secara

intramuskular.

· Gelling agent biasa digunakan

sebagai bahan pengikat pada granulasi

tablet, bahan pelindung koloid pada

suspensi, bahan pengental pada sediaan

cairan oral, dan basis suppositoria.

· Untuk kosmetik, gel telah digunakan

dalam berbagai produk kosmetik,

termasuk pada shampo, parfum, pasta

gigi, dan kulit – dan sediaan perawatan

rambut.

· Gel dapat digunakan untuk obat yang

diberikan secara topikal (non streril)

atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh

atau mata (gel steril) (FI IV, hal 8)

2.3 Keuntungan dan Kekurangan Sediaan

Gel.
Keuntungan sediaan gel :

· Untuk hidrogel : efek pendinginan

pada kulit saat digunakan; penampilan

sediaan yang jernih dan elegan; pada

pemakaian di kulit setelah kering

meninggalkan film tembus pandang,

elastis, daya lekat tinggi yang tidak

menyumbat pori sehingga pernapasan

pori tidak terganggu; mudah dicuci

dengan air; pelepasan obatnya baik;

kemampuan penyebarannya pada kulit

baik.

Kekurangan sediaan gel :

· Untuk hidrogel : harus menggunakan

zat aktif yang larut di dalam air

sehingga diperlukan penggunaan

peningkat kelarutan seperti surfaktan

agar gel tetap jernih pada berbagai

perubahan temperatur, tetapi gel

tersebut sangat mudah dicuci atau

hilang ketika berkeringat, kandungan

surfaktan yang tinggi dapat

menyebabkan iritasi dan harga lebih

mahal.

· Penggunaan emolien golongan ester


harus diminimalkan atau dihilangkan

untuk mencapai kejernihan yang tinggi.

· Untuk hidroalkoholik : gel dengan

kandungan alkohol yang tinggi dapat

menyebabkan pedih pada wajah dan

mata, penampilan yang buruk pada kulit

bila terkena pemaparan cahaya

matahari, alkohol akan menguap dengan

cepat dan meninggalkan film yang

berpori atau pecah-pecah sehingga

tidak semua area tertutupi atau kontak

dengan zat aktif.

2.4 Sifat / Karakteristik Gel (lachman,

496 – 499)

· Zat pembentuk gel yang ideal untuk

sediaan farmasi dan kosmetik ialah

inert, aman dan tidak bereaksi dengan

komponen lain

· Pemilihan bahan pembentuk gel harus

dapat memberikan bentuk padatan yang

baik selama penyimpanan tapi dapat

rusak segera ketika sediaan diberikan

kekuatan atau daya yang disebabkan

oleh pengocokan dalam botol, pemerasan

tube, atau selama penggunaan topikal.


· Karakteristik gel harus disesuaikan

dengan tujuan penggunaan sediaan

yang diharapkan.

· Penggunaan bahan pembentuk gel

yang konsentrasinya sangat tinggi atau

BM besar dapat menghasilkan gel yang

sulit untuk dikeluarkan atau

digunakan).

· Gel dapat terbentuk melalui

penurunan temperatur, tapi dapat juga

pembentukan gel terjadi satelah

pemanasan hingga suhu tertentu.

Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat

terlarut hanya pada air yang dingin

yang akan membentuk larutan yang

kental dan pada peningkatan suhu

larutan tersebut akan membentuk gel.

· Fenomena pembentukan gel atau

pemisahan fase yang disebabkan oleh

pemanasan disebut thermogelation

Sifat dan karakteristik gel adalah

sebagai berikut (Disperse system):

1. Swelling

Gel dapat mengembang karena

komponen pembentuk gel dapat


mengabsorbsi larutan sehingga

terjadi pertambahan volume. Pelarut

akan berpenetrasi diantara matriks

gel dan terjadi interaksi antara

pelarut dengan gel. Pengembangan

gel kurang sempurna bila terjadi

ikatan silang antar polimer di dalam

matriks gel yang dapat menyebabkan

kelarutan komponen gel berkurang.

2. Sineresis.

Suatu proses yang terjadi akibat

adanya kontraksi di dalam ma s sa gel.

Cairan yang terjerat akan keluar dan

berada di atas permukaan gel. Pada

waktu pembentukan gel terjadi

tekanan yang elastis, sehingga

terbentuk ma ssa gel yang tegar.

Mekanisme terjadinya kontraksi

berhubungan dengan fase relaksasi

akibat adanya tekanan elastis pada

saat terbentuknya gel. Adanya

perubahan pada ketegaran gel akan

mengakibatkan jarak antar matriks

berubah, sehingga memungkinkan

cairan bergerak menuju permukaan.


Sineresis dapat terjadi pada hidr ogel

maupun organogel.

3. Efek suhu

Efek suhu mempengaruhi struktur

gel. Gel dapat terbentuk melalui

penurunan temperatur tapi dapat

juga pembentukan gel terjadi setelah

pemanasan hingga suhu tertentu.

Polimer separti MC, HPMC, terlarut

hanya pada air yang dingin

membentuk larutan yang kental.

Pada peningkatan suhu larutan

tersebut membentuk gel. Fenomena

pembentukan gel atau pemisahan

fase yang disebabkan oleh

pemanasan disebut thermogelation.

4. Efek elektrolit.

Konsentrasi elektrolit yang sangat

tinggi akan berpengaruh pada gel

hidrofilik dimana ion berkompetisi

secara efektif dengan koloid terhadap

pelarut yang ada dan koloid

digaramkan (melarut). Gel yang tidak

terlalu hidrofilik dengan konsentrasi

elektrolit kecil akan meningkatkan


rigiditas gel dan mengurangi waktu

untuk menyusun diri sesudah

pemberian tekanan geser. Gel Na-

alginat akan segera mengeras

dengan adanya sejumlah konsentrasi

ion kalsium yang disebabkan karena

terjadinya pengendapan parsial dari

alginat sebagai kalsium alginat yang

tidak larut.

5. Elastisitas dan rigiditas

Sifat ini merupakan karakteristik

dari gel gelatin agar dan

nitroselulosa, selama transformasi

dari bentuk sol menjadi gel terjadi

peningkatan elastisitas dengan

peningkatan konsentrasi pembentuk

gel. Bentuk struktur gel resisten

terhadap perubahan atau deformasi

dan mempunyai aliran viskoelastik.

Struktur gel dapat bermacam-macam

tergantung dari komponen

pembentuk gel.

6. Rheologi

Larutan pembentuk gel (gelling agent)

dan dispersi padatan yang terflokulasi


memberikan sifat aliran pseudoplastis

yang khas, dan menunjukkan jalan

aliran non – Newton yang

dikarakterisasi oleh penurunan

viskositas dan peningkatan laju aliran.

1. Penampilan gel : transparan atau

berbentuk suspensi partikel koloid

yang terdispersi, dimana dengan

jumlah pelarut yang cukup banyak

membentuk gel koloid yang

mempunyai struktur tiga dimensi.

2. Inkompatibilitas dapat terjadi

dengan mencampur obat yang

bersifat kationik pada kombinasi zat

aktif, pengawet atau surfaktan

dengan pembentuk gel yang bersifat

anionik (terjadi inaktivasi atau

pengendapan zat kationik tersebut).

3. Gelling agents yang dipilih harus

bersifat inert, aman dan tidak

bereaksi dengan komponen lain

dalam formulasi.

4. Penggunaan polisakarida

memerlukan penambahan pengawet

sebab polisakarida bersifat rentan


terhadap mikroba.

5. Viskositas sediaan gel yang tepat,

sehingga saat disimpan bersifat solid

tapi sifat soliditas tersebut mudah

diubah dengan pengocokan sehingga

mudah dioleskan saat penggunaan

topikal.

6. Pemilihan komponen dalam

formula yang tidak banyak

menimbulkan perubahan viskositas

saat disimpan di bawah temperatur

yang tidak terkontrol.

7. Konsentrasi polimer sebagai gelling

agents harus tepat sebab saat

penyimpanan dapat terjadi

penurunan konsentrasi polimer yang

dapat menimbulkan syneresis (air

mengambang diatas permukaan gel)

8. Pelarut yang digunakan tidak

bersifat melarutkan gel, sebab bila

daya adhesi antar pelarut dan gel

lebih besar dari daya kohesi antar

gel maka sistem gel akan rusak.

2.6. Komponen Gel

1. Gelling Agents (Pustaka : Dysperse


System, vol. II, page 499-504)

Sejumlah polimer digunakan dalam

pembentukan struktur berbentuk

jaringan yang merupakan bagian

penting dari sistem gel. Termasuk dalam

kelompok ini adalah gum alam, turunan

selulosa, dan karbomer. Kebanyakan

dari sistem tersebut berfungsi dalam

media air, selain itu ada yang

membentuk gel dalam cairan nonpolar.

Beberapa partikel padat koloidal dapat

berperilaku sebagai pembentuk gel

karena terjadinya flokulasi partikel.

Konsentrasi yang tinggi dari beberapa

surfaktan nonionik dapat digunakan

untuk menghasilkan gel yang jernih di

dalam sistem yang mengandung sampai

15% minyak mineral.

Berikut ini adalah beberapa contoh

gelling agent :

A. Polimer (gel organik)

a. Gum alam (natural gums )

Umumnya bersifat anionik

(bermuatan negatif dalam

larutan atau dispersi dalam


air), meskipun dalam jumlah

kecil ada yang bermuatan

netral, seperti guar gum.

Karena komponen yang

membangun struktur kimianya,

maka natural gum mudah

terurai secara mikrobiologi dan

menunjang pertumbuhan

mikroba. Oleh karena itu,

sistem cair yang mengandung

gum harus mengandung

pengawet dengan konsentrasi

yang cukup. Pengawet yang

bersifat kationik inkompatibel

dengan gum yang bersifat

anionik sehingga

penggunaannya harus

dihindari.

Beberapa contoh gum alam :

i. Natrium alginat

· Merupakan

polisakarida, terdiri

dari berbagai proporsi

asam D-mannuronik

dan asam L-guluronik


yang didapatkan dari

rumput laut coklat

dalam bentuk garam

monovalen dan divalen.

Natrium alginat

1,5-2% digunakan

sebagai lubrikan, dan

5-10% digunakan

sebagai pembawa.

· Garam kalsium

dapat ditambahkan

untuk meningkatkan

viskositas dan

kebanyakan formulasi

mengandung gliserol

sebagai pendispersi.

· Tersedia dalam

bebrapa grade sesuai

dengan viskositas yang

terstandardisasi yang

merupakan kelebihan

natrium alginat

dibandingkan dengan

tragakan.

ii. Karagenan
· Hidrokoloid yang

diekstrak dari

beberapa alga merah

yang merupakan suatu

campuran tidak tetap

dari natrium, kalium,

amonium, kalsium, dan

ester-ester magnesium

sulfat dari polimer

galaktosa, dan 3,6-

anhidrogalaktosa.

· Jenis kopolimer

utama ialah kappa,

iota, dan lambda

karagenan. Fraksi

kappa dan iota

membentuk gel yang

reversibel terhadap

pengaruh panas.

· Semua karagenan

adalah anionik. Gel

kappa yang cenderung

getas, merupakan gel

yang terkuat dengan

keberadaan ion K. Gel


iota bersifat elastis

dan tetap jernih

dengan keberadaan ion

K.

iii. Tragakan

· Menurut NF,

didefinisikan sebagai

ekstrak gum kering

dari Astragalus

gummifer Labillardie,

atau spesies Asia dari

Astragalus.

· Material kompleks

yang sebagian besar

tersusun atas asam

polisakarida yang

terdiri dari kalsium,

magnesium, dan

kalium. Sisanya adalah

polisakarida netral,

tragakantin. Gum ini

mengembang di dalam

air.

· Digunakan sebanyak

2-3% sebagai lubrikan,


dan 5% sebagai

pembawa.

· Tragakan kurang

begitu populer karena

mempunyai viskositas

yang bervariasi.

Viskositas akan

menurun dengan cepat

di luar range pH 4,5-7,

rentan terhadap

degradasi oleh mikroba.

· Formula

mengandung alkohol

dan/atau gliserol dan/

atau volatile oil untuk

mendispersikan gum

dan mencegah

pengentalan ketika

penambahan air.

iv. Pektin

· Polisakarida yang

diekstrak dari kulit

sebelah dalam buah

citrus yang banyak

digunakan dalam
makanan. Merupakan

gelling agent untuk

produk yang bersifat

asam dan digunakan

bersama gliserol

sebagai pendispersi dan

humektan.

· Gel yang dihasilkan

harus disimpan dalam

wadah yang tertutup

rapat karena air dapat

menguap secara cepat

sehingga meningkatkan

kemungkinan

terjadinya proses

sineresis.

· Gel terbentuk pada

pH asam dalam larutan

air yang mengandung

kalsium dan

kemungkinan zat lain

yang befungsi

menghidrasi gum.

b. Derivat selulosa

· Selulosa murni tidak


larut dalam air karena

sifat kristalinitas yang

tinggi. Substitusi dengan

gugus hidroksi menurunkan

kristalinitas dengan

menurunkan pengaturan

rantai polimer dan ikatan

hidrogen antar rantai.

· Derivat selulosa yang

sering digunakan adalah

MC, HEMC, HPMC, EHEC,

HEC, dan HPC.

· Sifat fisik dari selulosa

ditentukan oleh jenis dan

gugus substitusi. HPMC

merupakan derivat selulosa

yang sering digunakan.

· Derivat selulosa rentan

terhadap degradasi

enzimatik sehingga harus

icegah adanya kontak

dengan sumber selulosa.

Sterilisasi sediaan atau

penambahan pengawet

dapat mencegah penurunan


viskositas yang diakibatkan

oleh depolimerisasi oleh

enzim yang dihasilkan dari

mikroorganisme. Misalnya :

MC, Na CMC, HEC, HPC

· Sering digunakan

karena menghasilkan gel

yang bersifat netral,

viskositas stabil, resisten

terhadap pertumbuhan

mikroba, gel yang jernih,

dan menghasilkan film yang

kuat pada kulit ketika

kering. Misalnya MC, Na

CMC, HPMC

c. Polimer sintetis (Karbomer =

karbopol)

· Sebagai pengental

sediaan dan produk

kosmetik.

· Karbomer merupakan

gelling agent yang kuat,

membentuk gel pada

konsentrasi sekitar 0,5%.

Dalam media air, yang


diperdagangkan dalam

bentuk asam bebasnya,

pertama-tama dibersihkan

dulu, setelah udara yang

terperangkap keluar

semua, gel akan terbentuk

dengan cara netralisasi

dengan basa yang sesuai.

· Dalam sistem cair, basa

anorganik seperti NaOH,

KOH, dan NH4 OH sebaiknya

ditambahkan.

· pH harus dinetralkan

karena karakter gel yang

dihasilkan dipengaruhi oleh

proses netralisasi atau pH

yang tinggi.

· Viskositas dispersi

karbomer dapat menurun

dengan adanya ion-ion.

· Merupakan gelling agent

yang kuat, maka hanya

diperlukan dalam

konsentrasi kecil.

B. Polietilen (gelling oil)


Digunakan dalam gel hidrofobik

likuid, akan dihasilkan gel yang

lembut, mudah tersebar, dan

membentuk lapisan/film yang

tahan air pada permukaan kulit.

Untuk membentuk gel, polimer

harus didispersikan dalam minyak

pada suhu tinggi (di atas 80 0 C)

kemudian langsung didinginkan

dengan cepat untuk

mengendapkan kristal yang

merupakan pembentukan matriks.

C. Koloid padat terdispersi

· Mikrokristalin selulosa

dapat berfungsi sebagai

gellant dengan cara

pembentukan jaringan karena

gaya tarik-menarik antar

partikel seperti ikatan

hidrogen.

· Konsentrasi rendah

dibutuhkan untuk cairan

nonpolar. Untuk cairan polar

diperlukan konsentrasi yang

lebih besar untuk membentuk


gel, karena adanya kompetisi

dengan medium yang

melemahkan interaksi antar

partikel tersebut.

D. Surfaktan

Gel yang jernih dapat dihasilkan

oleh kombinasi antara minyak

mineral, air, dan konsentrasi

yang tinggi (20-40%) dari

surfaktan anionik. Kombinasi

tersebut membentuk mikroemulsi.

Karakteristik gel yang terbentuk

dapat bervariasi dengan cara

meng-adjust proporsi dan

konsentrasi dari komposisinya.

Bentuk komersial yang paling

banyak untuk jenis gel ini adalah

produk pembersih rambut.

E. Gellants lain

Banyak wax yang digunakan

sebagai gellants untuk media

nonpolar seperti beeswax,

carnauba wax, setil ester wax.

F. Polivinil alkohol

Untuk membuat gel yang dapat


mengering secara cepat. Film

yang terbentuk sangat kuat dan

plastis sehingga memberikan

kontak yang baik antara obat dan

kulit. Tersedia dalam beberapa

grade yang berbeda dalam

viskositas dan angka penyabunan.

G. Clays (gel anorganik)

Digunakan sebanyak 7-20%

sebagai basis. Mempunyai pH 9

sehingga tidak cocok digunakan

pada kulit. Viskositas dapat

menurun dengan adanya basa.

Magnesium oksida sering

ditambahkan untuk meningkatkan

viskositas. Bentonit harus

disterilkan terlebih dahulu untuk

penggunaan pada luka terbuka.

Bentonit dapat digunakan pada

konsentrasi 5-20%. Contohnya :

Bentonit, veegum, laponite

2. Bahan tambahan

a. Pengawet

Meskipun beberapa basis gel

resisten terhadap serangan


mikroba, tetapi semua gel

mengandung banyak air sehingga

membutuhkan pengawet sebagai

antimikroba. Dalam pemilihan

pengawet harus memperhatikan

inkompatibilitasnya dengan gelling

agent.

Beberapa contoh pengawet yang

biasa digunakan dengan gelling agent :

· Tragakan : metil

hidroksi benzoat 0,2 % w/v

dgn propil hidroksi benzoat

0,05 % w/v

· Na alginate : metil hidroksi

benzoat 0,1- 0,2 % w/v, atau

klorokresol 0,1 % w/v atau

asam benzoat 0,2 % w/v

· Pektin : asam benzoat 0,2

% w/v atau metil hidroksi

benzoat 0,12 % w/v atau

klorokresol 0,1-0,2 % w/v

· Starch glyserin :

metil hidroksi benzoat

0,1-0,2 % w/v atau asam

benzoat 0,2 % w/v


· MC : fenil merkuri

nitrat 0,001 % w/v atau

benzalkonium klorida 0,02%

w/v

· Na CMC : metil hidroksi

benzoat 0,2 % w/v dgn propil

hidroksi benzoat 0,02 % w/v

· Polivinil alkohol :

klorheksidin asetat 0,02 %

w/v

Pada umumnya pengawet

dibutuhkan oleh sediaan yang

mengandung air. Biasanya digunkan

pelarut air yang mengandung

metilparaben 0,075% dan

propilparaben 0,025% sebagai

pengawet.

b. Penambahan Bahan higroskopis

Bertujuan untuk mencegah

kehilangan air. Contohnya gliserol,

propilenglikol dan sorbitol dengan

konsentrasi 10-20 %

c. Chelating agent

Bertujuan untuk mencegah basis

dan zat yang sensitive terhadap


logam berat. Contohnya EDTA

III. FORMULA

3.1 Formula Umum/standar

R/ Zat aktif

Basis gel

Zat tambahan

3.2 Formula Basis Gel

CONTOH BASIS FORMULA GEL

1. R/ Ichtimol 2 g

Tragakan 5 g

Alkohol 10 mL

Gliserol 2 g

Air hingga 100 g

Buat 50 g

Metoda pembuatan:

· Disiapkan untuk 60 g sebagai

antisipasi kehilangan dalam proses

· Botol ditara dan siapkan

mucilago tragakan dengan 33 mL air

· Ichtimol, gliserol dan 10 mL air

dicampurkan, kemudian tambahkan

mucilage tragakan, lalu diaduk/

dikocok

· Berat diadjust dengan air,

kemudian dikocok kembali, lalu


dimasukkan ke dalam wadah

Pembuatan mucilage tragakan :

· Pembawa disiapkan

· Botol bermulut lebar dikalibrasi,

dikeringkan di dalam oven kemudian

dinginkan

· Alkohol dimasukkan kemudian

tambahkan tragakan (jangan

terbalik karena akan

mengakibatakan terjadinya

pengentalan) kemudian dilakukan

pengocokkan untuk mencampurkan

· Ditungkan kedalam wadah yang

berisi pembawa, lalu ditutup dan

dikocok segera

· Volume digenapkan, lalu

dicampurkan dan dimasukkan

kedalam wadah untuk penyimpanan

2. R/ Na-alginat 7 g

Gliserol 7 g

Metil hidroksi benzoate 0,2 g

Ca-glukonat 0,05 g

Air hingga 100 g

Catatan : basis ini harus disimpan

semalam sebelum digunakan


Metoda pembuatan :

· Na-alginat dibasahkan dengan

gliserol dalam mortir

· Pengawet dan Ca-glukonat

dilarutkan ke dalam 80 mL air

dengan bantuan pemanasan, lalu

dinginkan hingga 60°C dan diaduk

atau distirer cepat

· Campuran Na-lginat-gliserol

ditambahkan ke dalam vorteks

dengan jumlah sedikit, lalu diaduk

lebih lanjut hingga homogen,

kemudian dimasukkan ke dalam

wadah

3.3. Formula gel

(Pustaka : Liweberman, Herbert A., martin M.

R., Gilbert S. B., 1989. Phamaceutical Dosage

Forms Disperse System, Vol II, Macel Dekker

Inc., New york. Hal 504-506)

1. Gel minyak mineral

R/ Polietilen 10 %

Minyak mineral 90 %

Cara pembuatan ;

Dicampurkan dan aduk atau kocok.

Campuran dipanaskan hingga 90°C


campur hingga homogen, lalu dinginkan

dengan cepat melalui pengadukan.

2. Gel efedrin sulfat

R/ Efedrin sulfat 10 g

Tragakan 10 g

Metil salisilat 0,1 g

Eucalyptol 1 mL

Minyak pine needle 0,1 mL

Gliserin 150 g

Air 830 mL

Cara pembuatan :

Efedrin sulfat dilarutkan ke dalam air

dan ditambahkan gliserin, tragakan,

kemudian komponen lainnya. Campurkan

dengan baik dan simpan dalam wadah

tertutup baik selama 1 minggu dengan

pengadukan.

3. Clear gel

R/ Minyak mineral

10 %

Polioksietilen 10 oleil eter

20,7 %

Polioksietilen fatty gliserida

10,3 %

Propilen glikol
8,6 %

Sorbitol 6,9 %

Air

43,5 %

Cara pembuatan :

Semua komponen dipanaskan kecuali air

hingga 90°C, kemudian air dipanaskan

secara terpisah hingga 85°C. Air

dicampurkan ke dalam komponen lain

tersebut dengan pengadukan, lalu

dinginkan hingga 60°C

4. Gel zinc oksida

R/ Karbomer 934 P (karbopol 934 P)

0,8 %

NaOH (larutan 10 %)

3,2 %

ZnO

20 %

Air

76 %

Cara pembuatan :

Karbomer didispersikan ke dalam air,

kemudian ditambahakan NaOH dengan

pengadukan yang lambat untuk

menghindari penyerapan /penjerapan


udara. Kemudian tambahkan ZnO dan

campurkan hingga homogen

5. Gel sun Screening

R/ Etanol 53 %

Karbomer 940 1 %

Gliseril-p-amino benzoat 3 %

Monoisopropanolamin 0,09 %

Air 52,91 %

Cara pembuatan :

Karbomer 940 didispersikan ke

dalam alcohol dan giseril-p-amino

benzoat dilarutkan ke dalm larutan.

Secara perlahan

Monoisopropanolamin ditambahkan.

Kemudian secara perlahan-lahan

ditambahkan air dan dikocok dengan

seksama untuk menghindari

penyerapan udara, larutan akan

jernih dan terbentuk gel.

6. Gel hidroksi peroksida

R/ Poloksamer F-127

25 %

Hidrogen peroksida (larutan 30 %)

10 %

Air murni
65 %

Cara pembuatan :

Air dipanakan hingga 40-50° F dan

disimpan pada wadah pencampuran.

Poloksamer F-127 ditambahkan secara

perlahan dengan pengadukan yang baik

kemudian pengadukan dilakukan kembali

hingga larutan terbentuk. Temperatur

dijaga pada suhu 50° F. Tambahkan

larutan hydrogen peroksida dingin

secara perlahan dengan pengadukan

yang baik. Lalu pindahkan ke dalam

wadah dan disimpan dalam temperatur

ruangan hingga cairan menjadi gel yang

jernih.

7. Basis clear Jelly

R/ Na-alginat

3g

Metil paraben 0,2 g

Natrium heksametafosfat

5g

Gliserin 10 g

Air murni

100 g

Cara pembuatan :
Metil paraben dilarutkan ke dalam

gliserin dengan penambahan panas.

Kemudian ditambahkan air ke dalm

gliserin yang hangat dengan

pengadukanm yang cepat, kemudian

Natrium heksametafosfat dilarutkan ke

dalam larutan. Lalu ditambahkan Na-

alginat dengan pengadukan cepat yang

kontinu hingga terl;arut sempurna.

Mengacu pada salep!!!

V. METODA DAN PROSEDUR PEMBUATAN

Proses pembuatan (Pustaka : Lachman,

Disperse System Vol. 2) :

1. Timbang sejumlah gelling agent

sesuai dengan yang dibutuhkan

2. Gelling agent dikembangkan sesuai

dengan caranya masing-masing

3. Timbang zat aktif dan zat tambahan

lainnya

4. Tambahkan gelling agent yang sudah

dikembangkan ke dalam campuaran

tersebut atau sebaliknya sambil diaduk

terus-menerus hingga homogen tapi

jangan terlalu kuat karena akan

menyerap udara sehingga menyebabkan


timbulnya gelembung udara dalam

sediaan yang nantinya dapat

mempengaruhi pH sediaan.

5. Gel yang sudah jadi dimasukkan ke

dalam alat pengisi gel dan diisikan ke

dalam tube sebanyak yang dibutuhkan

6. Ujung tube ditutup lalu diberi etiket

dan dikemas dalam wa dah ynag

dilengkapi brosur dan etiket

Wadah Gel

Gel lubrikan harus dikemas dalam

tube dan harus disterilkan

Gel untuk penggunaan mata

dikemas dalam tube steril.

Gel untuk penggunaan pada kulit

dapat dikemas dalam tube atau

pot salep.

Wadah harus diisi cukup penuh

dan kedap udara untuk mencegah

penguapan.

Metoda sterilisasi :

Gel steril digunakan untuk penggunaan

mata dan untuk lubrikan alat/kateter yang

dimasukkan ke dalam tubuh . Gel disterilkan

dengan metoda sterilisasi awal yaitu bahan awal


disterilkan masing-masing kemudiaan dibuat

secara aseptic. Gel kemudian di masukkan ke

dalam wadah yang steril.

Cara lain gel dapat disterilkan dengan

metoda sterilisasi akhir dengan radiasi sinar

gamma Co60 .

Wadah untuk gel sterl adalah tube yang

terbuat Dari logam. Tube disterilkan dengan

metoda panas kering, yaitu dengan pemanasan

160° C selama 1 jam.

Contoh formula gel steril :

Pilokarpin Hidroklorida (Sediaan Gel

untuk Mata)

R/ Pilokarpin HCl (zat

aktif)

4%

Benzalkonium klorida

(pengawet)

0.08%

Dinatrium edetat

(chelating agent)

Karbomer 940 (gelling

agent)

Natrium hidroksida

(adjust pH)
qs

dan atau

Asam Hidroklorida

(adjust pH)

qs

Air murni (purified

water)

qs 100

mL

Cara Pembuatan :

Karbomer didispersikan ke dalam

sebagian air dan disterilisasi dalam autoklaf.

Pilokarpin HCl, dinatrium edetat, dan

benzalkonium klorida dilarutkan dalam air yang

berbeda. Larutan ini kemudian disterilisasi

dengan metode filtrasi membran. Dispersi

karbomer kemudian ditambahkan ke dalam

larutan pilokarpin pada kondisi aseptik. Volume

akhir disesuaikan dengan menambahkan air

steril, juga dilakukan pada kondisi aseptik.

Produk yang sudah jadi kemudian diisikan ke

dalam tube gel untuk mata yang sebelumnya

sudah disterilkan, dilakukan pada kondisi

aseptik.

Pustaka : Avis, Lieberman, Lachman, 1993.


Pharmaceutical Dosage Forms, Parenteral

Medication, Vol. II, 2 nd Ed. Hal. 576

(Total perkiraan yang dibutuhkan 20

tube)

A. Evaluasi fisik

1. Penampilan (Diktat teknologi

likuida dan semisolid hal.127)

Yang dilihat penampilan, warna dan

bau.

2. Homogenitas ( Diktat teknologi

likuida dan semisolid hal.127)

Caranya: oleskan sedikit gel diatas

kaca objek dan diamati susunan

partikel yang terbentuk atau

ketidak homogenan.

3. Viskositas/rheologi (lihat lampiran

martin, Farfis hal 501)

Menggunakan viscometer Stromer

dan viscometer Brookfield

4. Distribusi ukuran partikel

Prosedur :

· sebarkan

sejumlah gel yang

membentuk lapisan tipis

pada slide mikroskop


· Lihat di

bawah mikroskop

· Suatu

partikel tidak dapat

ditetapkan bila

ukurannya mendekati

sumber cahaya

· Untuk cahaya putih, suatu

mikroskop bisa dapat mengukur

partikel 0,4 – 0,5 mm. Dengan

lensa khusus dan sinar UV,

batas yang lebih rendah dapat

diperluas sampai 0,1

5. Uji Kebocoran ( Lihat Lampiran FI

IV Hal. 1096)

6. Isi minimum (Lihat Lampiran FI IV

hal.997)

7. Penetapan pH (Lihat Lampiran FI IV

hal 1039)

8. Uji pelepasan Bhan aktif dari sediaan

gel (Pustaka TA Ivantina

“Pelepasan Diklofenak Dari Sediaan

Salep”)

Prinsip : mengukur kecepatan

pelepasan bahan aktif dari sediaan


gel dengan cara mengukur

konsentrasi zat aktif dalam cairan

penerima pada waktu-waktu

tertentu

9. Uji difusi bahan aktif dari

sediaan gel (Pustaka TA Sriningsih

“Kecepatan difusi kloramfenikol

dari sediaan salep”)

Prinsip : Menguji difusi bahan aktif

dari sediaan gel menggunakan

suatu sel difusi dengan cara

mengukur konsentrasi bahan aktif

dalam cairan penerima pada selang

waktu tertentu)

10. Stabilitas gel (Dosage Form,

disperse system vol.2 hal 507) 1 tube

a. Yield value suatu sediaan

viskoelastis dapat ditentukan

dengan menggunakan

penetrometer. Alat ini berupa

logam kerucut atau jarum.

Dalamnya penetrasi yang

dihasilkan dilihat dari sudut

kontak dengan sediaan diwawah

suatu tekanan. Yield value ini


dapat dihitung dengan rumus :

SO = yield value

m = massa kerucut dan

fasa gerak (g)

g = percepatan gravitasi

p = dalamnya penetrasi

(cm)

n = konstanta material

mendekati 2

Yield value antara 100-1000

dines/cm 2 menunjukkan

kemampuan untuk mudah

tersebar. Nilai dibawah ini

menunjukkan sediaan terlalu

lunak dan mudah mengalir.,

diatas nilai ini menunjukkan

terlalu keras dan tidak dapat

tersebar.

b. Dilakukan uji dipercepat

dengan :

· Agitasi atau

sentrifugasi (Mekanik)

Sediaan disentrifugasi

dengan kecepatan tinggi

(sekitar 30000 RPM). Amati


apakah terjadi pemisahan

atau tidak (Lachman hal

1081)

· Manipulasi suhu

Gel dioleskan pada kaca

objek dan dipanaskan pada

suhu 30, 40, 50, 60, 70 °

C. Amati dengan bantuan

indicator (seperti sudan

merah) mulai suhu berapa

terjadi pemisahan, makin

tinggi suhu bearti makin

stabil)

B. Evaluasi kimia

Identifikasi zat aktif (sesuai dengan

monografi FI IV/kompendia lain)

Penetapan kadar zat aktif (sesuai

dengan monografi FI IV/kompendia lain)

C. Evaluasi biologi

· Uji penetapan potensi

antibiuotik (lihat lampiran FI IV hal

891)

· Uji sterilitas (lihat Lampiran FI

IV Hal 855)
Kategori: INFO UMUM

Anda mungkin juga menyukai