Laporan PBL Ii
Laporan PBL Ii
“GARUK-GARUK KEPALA”
BLOK DERMATO-MUSKULOSKELETAL
KELOMPOK II :
Sabtu, 19 November 2010
Aulia Dyah Febrianti G1A009002
Ficky Ardiansyah N G1A009008
Istiani Danu Purwanti G1A009018
Sri Wahyudi G1A009049
Vemy Melinda G1A009053
Kusnendar Irmandono G1A009054
Andromeda G1A009074
Amrina A. F. G1A009078
Nita Irmawati G1A009096
Devy Destriana M. A G1A009116
Unggul Anugrah P G1A009121
Anggia Puspitasari G1A008058
Dermatitis Seboroik adalah salah satu penyakit kulit yang banyak diderita semua orang
khususnya seseorang yang memiliki tipe kulit yang cenderung berminyak dan mengenai
bagian kulit yang berambut seperti kepala, alis, kumis, jenggot serta bagian kulit lainnya
yang banyak mengandung kelenjar minyak. Kondisi ringan dari dermatitis seboroik ini
disebut sebagai ketombe jika menyerang kulit kepala. Adanya dermatitis seboroik
terkadang sangatlah mengganggu penampilan. Apabila keadaan semakin parah, dermatitis
seboroik akan menjalar keseluruh bagian kepala dan akan menimbulkan bau yang tidak
sedap.
Banyak sekali penyait kulit yang memiliki gejala yang hampir serupa dengan
dermatitis seboroik. Apabila kurang jeli, dapat brakibat kesalahan diagnosis dan tentunya
terjadi kesalahan dalam penatalaksanaan pula. Oleh karena itu, agar dapat menegakkan
diagnosis yang tepat dan memberikan penatalaksanaan yang efektif, pemahaman mengenai
dermatitis seboroik perlu dikuasai.
Maka pada PBL ke-2 kali ini disajikan sebuah kasus mengenai dermatitis seboroik agar
kami terpacu dalam mempelajari dermatitis seboroik secara lebih dalam. Dalam laporan ini
akan kami bahas antara lain mengenai diagnosis-diagnosis yang memungkinkan berkenaan
dengan kasus tersebut. Kemudian dilanjutkan pada hasil diagnosis berdasarkan petunjuk-
petunjuk selanjutnya pada kasus termasuk didalamnya adalah plan of diagnosis maupun
plan of therapy.
BAB II
HASIL DISKUSI
Skenario Kasus
GARUK-GARUK KEPALA
Anak Bagus berumur 13 tahun mengeluh kulit kepala bagian belakang seperti ada luka
berwarna putih dan kadang-kadang gatal sejak 1 tahun yang lalu. Pasien sering
menggaruk-garuk jika gatal. Gatal terutama dirasakan pada saat beraktivitas atau
berkeringat. Kemudian mulai timbul seperti luka berwarna putih yang semakin meluas
pada kulit kepala. Pasien berkeramas dengan shampoo setiap 1-2 hari sekali, tetapi masih
tetap gatal.
Info IV
DD : Dermatitis seboroik
Psoriasis
Tinea kapitis
Ptiriasis rosea
HIPOTESIS
Dilihat dari status dermatologis dan macam-macam penjelasan dari Differential Diagnosis,
maka dapat disimpulkan diagnosis kerja (DK) dari pasien ini adalah Dermatitis seboroik.
V. Sasaran Belajar
1. Penjabaran dari DK di atas.
2. Etiopatogenesis
Dermatitis seboroika disebabkan meningkatnya status seboroika yaitu aktivitas
kelenjar sebasea yang hiperaktif sehingga sekresi sebumnya meningkat (Djuanda,
2009).
Selain itu dermatitis seoroika juga dapat dipengaruhi faktor predisposisi. Beberapa
faktor predisposisinya yaitu :
a. Hormon
Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan pada usia pubertas. Pada bayi dijumpai
hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan
membaik bila kadar hormon ini menurun.
b. Jamur Pityrosporum ovale
Penelitian lain menunjukan bahwa Pityrosporum ovale (Malassezia ovale), jamur
lipofilik, banyak pada penderita dermatitis seboroik. Pertumbuhan P. ovale yang
berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya
yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri melalui
aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans.
c. Perbandingan komposisi lipid dikulit berubah, jumlah kolesterol, trigliserida,
parafin meningkat; dan kadar squelen,asam lemak bebas dan wax ester menurun.
d. Iklim
e. Genetik stasus seboroik ( seborrhoeic state ) yang diturunkan.
f. Lingkungan
g. Hormon
h. Neurologik
PREDILEKSI :
Pada daerah berambut karena banyak kelenjar sebasea, ialah :
a. Bayi
Ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk) dan
generalisata (penyakit Leiner) yang terbagi menjadi familial dan non-familial.
b. Orang dewasa
Berdasarkan daerah lesinya DS terjadi pada kulit kepala (pitiriasis sika daninflamasi),
wajah (blefaritis marginal, konjungtivitis, pada daerah lipatan/ sulcusnasolabial, area
jenggot, dahi, alis), daerah fleksura (aksilla, infra mamma,umbilicus, intergluteal,
paha), badan (petaloid, pitiriasiform) dan generalisata(eritroderma, eritroderma
eksoliatif), retroaurikula, telinga, dan dibawah buah dada.
3. Gelaja klinis
Kelainan kulit yang terdiri dari eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan dengan batas yang kurang tegas. Dermatitis Seboroik yang ringan hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil
yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan
kasar. Kelainan tersebut disebut dengan pitiriasis sika (ketombe). Sedangkan bentuk
yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-
krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok,
mulai di bagian verteks dan frontal (Djuanda, 2009).
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan
berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga
posaurikular, dan leher. Pada daerah dahi, batasnya sering cembung (Djuanda, 2009).
Pada keadaan yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta
yang kotor, dan berbau tidak sedap. Selain di tempat-tempat tersebut, Dermatitis
Seboroik juga dapat mengenai liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sternal,
areola mamae, lipatan pada bawah mame pada wanita, interskapular, umbilikus, lipat
paha, dan daerah anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi kelainan dapat berupa
papul-papul. Dermatitis Seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika
meluas, dapat menjadi eritroderma, yang pada bayi disebut penyakit Leiner. (Djuanda,
2009).
4. Patofisiologi
Peningkatan status seborik pada pasien menyebabkan pertumbuhan Pityrosporum
ovale berlebihan. Sebenarnya Pityrosporum ovale merupakan flora normal dalam
tubuh manusia, akan tetapi karena adanya perubahan patologik yaitu peningkatan
sekresi sebum maka hal ini memicu Pityrosporum ovale bereproduksi berlebihan.
Pengikatan jumlah Pityrosporum ovale yang berlebihan ini akan bereaksi dengan
tubuh melalui proses inflamasi. Reaksi inflamasi selanjutnya menimbulkan tanda
eritema. Selanjutnya diikuti denga fungisolesa sel-sel epidermis yang menyebabkan
adanya lesi. Lesi yang berkepanjangan menyebabkan nekrosis sel epidermis dan
squama. Squama yang merupakan tanda khas dermatitis seboroika ada yang halus dan
kasar, tergantung lokasi dan ketebalan kulit.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea
kapitis maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.
b. Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik.
c. Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki
karakteristik yang khas yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan
parafin disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.
6. Diagnosis
Diagnosis dari kasus di atas dapat ditegakkan dari :
1. Anamnesis
a. Mengeluh gatal-gatal, terutama pada saat beraktivitas atau berkeringat.
b. Mengeluh kulit kepala bagian belakang seperti ada luka berwarna putih.
c. Luka tersebut semakin meluas pada kulit kepala.
2. Pemeriksaan fisik
Status dermatologi : Terdapat macula numuler dalam batas tegas, squama kasar
putih di region kepala belakang.
3. Pemeriksaan penunjang
Pada pemerikasaan kerokan lesi kulit kepala didapatkan pityrosporum ovale.
7. Penatalaksanaan
Sistemik:
A. Oral
1. Kotrikosteroid
Digunakan pada bentuk yang berat dengan dosis prednisone 20-30mg sehari. Jika
telah ada peraikan, dosis diturunkan perlahan-lahan.
2. Isotretionin
Untuk mengurangi aktivitas kelenjar sebasea hingga 90% sehingga terjadi
pengurangan produksi sebum. Penggunaan dengan dosis 0,1-0,3 mg/Kg/BB.
3. Ketokonazol
Apabila ditemui langsung P.ovale. Pemberian dilakukan dengan dosis 200mg per
hari.
B. Topikal
1. Selenium sulfide (selsun)
Pada ptiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 -3 kali dikeramasi selama 5-15 menit.
2. Emolien, (urea 10%)
Jika terdapat skuama dan krusta
3. Ter
4. Resorsin 1-3%
5. Sulfur praesipartum 4-20%
6. Kortikosteroid
Misalnya krim hidrokortison 2 1/2%. Digunakan bila disertai dengan inflamasi
yang berat.
7. Krim ketokonazol 2%
Non sistemik:
1. Melakukan perawatan rambut
2. Menghindari makanan yang banyak mengandung lemak
8. Komplikasi
Dermatitis seboroik yang meluas sampai menyerang menyerang saluran telinga luar
bisa menyebabkkan otitis eksterna yaitu radang yang terdapat pada saluran telinga
bagian luar. Jika tidak mendpatkan pengobatan yang adekuat, maka DS akan
mmeluas ke daerah sternal, aerola mamae, umbilikus, lipat paha dan daerah
anogenital. Karena kerontokan yang berlebihpun dapat menyebabkan kebotakan.
9. Prognosis
Prognosis Dermatitis seboroik baik karena dapat sembuh sendiri dan merespon
pengobatan topikal dengan baik. Namun pada sebagian kasus penyakit ini agak sukar
untuk disembuhkan meskipun terkontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. dkk. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 119-120.
Naldi, Luigi., Rebora, Alfredo. 2009. Seborrheic Dermatitis. N Engl J Med, vol.360 : 387-
396.
Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC.
Schwartz, Robert A., M.D., Janusz, Christopher A., And Janniger, Camila K. 2006.
Seborrheic Dermatitis : An Overview. Am Fam Physician, vol.74 : 125-30.
Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit ed.2. Jakarta: EGC.
Tajima, Mami. 2005. Malassezia Species in Patients with Seborrheic Dermatitis and
Atopic Dermatitis. Japanese Journal of Medical Mycology, vol.46(3):163-167.
Tsai, Kun-Ying., Yang, Chih-Hsun., Kuo, Tseng-tong., Hong, Hong-Shang., Chang, John
W.C. 2006. Hand-Foot Syndrome and Seborrheic Dermatitis-Like Rash Induced by
Sunitinib in a Patient With Advanced Renal Cell Carcinoma. Journal of Clinical
Oncology, vol 24(36):5786-5788.