Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN RISTENSI URIN 2015

ASKEP RETENSI URIN

DISUSUN OLEH :
NAMA : SUGIYANTO UMASUGI
NIRM : 1201102
SEMETER : VI B

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH MANADO
T . A 2015-2016
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah…..
Tiada kata yang paling indah selain puji dan puja syukur kehadirat Allah swt,yang mana
dengan limpahan rahmat dan karunia Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabiyaullah
Muhammad saw beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah rela mempetaruhkan harta, jiwa
dan raganya untuk membawa umat manusia dari dunia kegelapan menuju dunia yang terang
benderang dan penuh dengan ilmu pengetahuan.
Kami sadari peyusunan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan maka berpegang
dari itu semua kami sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang konstruktif dari para
pembaca pada umumnya dan dosen bidang studi pada khususnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat menambah referensi kita semua….
“ tak ada gading yang tak retak,tak ada manusia yang sempurna ˝

Billahifii sabililhaq fastabiqulkhairat


Wassalammualaikum Wr.Wb

Penyusun
Sugiyanto Umasugi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................


DAFTAR ISI ...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................


A. Latar brlakang...........................................................................................
B. Rumusan masalah.....................................................................................
C. Tujuan ......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................


A. Anatomi fisiologi.........................................................................................
B. Definisi........................................................................................................
C. Etiologi........................................................................................................
D. Patofisiologi................................................................................................
E. Manifestasi Klinik.......................................................................................
F. Penatalaksanaan medis................................................................................
G. Komplikasi..................................................................................................
H. Pemeriksaan Diagnostik..............................................................................
I. Patway.........................................................................................................

BAB III ASKEP TEORI..........................................................................................


BAB IV ASKEP KASUS..........................................................................................
BAB V PEMBAHASAN...........................................................................................
BAB VI PENUTUP...................................................................................................
A. Kesimpulan ..............................................................................................
B. Saran .........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................


JURNAL....................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Sehat adalah suatu keadaan yang masih termasuk dalam variasi normal dalam standar yang
diterima untuk kriteria tertentu berdasarkan jenis kelamin, kelompok penduduk dan wilayah (
WHO, 1957).
Dalam era globalisasi segala upaya ditujukan untuk dapat meningkatkan kualitas manusia
Indonesia. Peningkatan kesehatan masyarakat harus dimulai dari peningkatan kesehatan keluarga.
Hal ini tidak mungkin dapat terwujud tanpa perbaikan dan peningkatan kesehatan masyarakat
Indonesia, maka dibutuhkan petugas kesehatan yang memiliki keterampilan ketelitian dan
kecakapan dalam merawat klien dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dalam
kesempatan ini, penulis membahas tentang perawatan pasien dengan retensio urine,karena pasien
dengan retensio urine merupakan hal penting yang harus ditangani dan dibutuhkan keterampilan,
ketelitian serta kecakapan dalam merespon keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien.

2. Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan wawasan dan kemampuan tenaga kesehatan serta masyarakat sebagai
gambaran nyata dalam asuhan keperawatan pada klien retensio urine dan incontinensia urine.
B. Tujuan Khusus
 Sebagai bahan masukan untuk mengembangkan program pendidikan di masa-masa mendatang.
 Sebagai bahan masukan atau tolak ukur keberhasilan dalam program pendidikan kesehatan.
 Sebagai bahan kajian dalam hal memberikan asuhan keperawatan pada klien retensio urin.

3. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu mengaplikasikan pengalaman, pemahaman tentang bagaimana
mengelola dan mencapai tujuan asuhan keperawatan berkualitas pada situasi yang nyata.

2. Bagi Institusi Pendidikan


Program Studi Ilmu Keperawatan Aisyiyah Palembang dapat menjadi suatu bahan kajian
yang memberikan gambaran kondisi lapangan, sehingga untuk kedepannya dapat membekali
mahasiswa nya dengan keterampilan yang dibutuhkan.

3. Bagi Institusi Rumah Sakit Dr.Moehammad Hoesin Palembang


Dapat menjadi wahana pertukaran informasi dengan dunia pendidikan yang akan
memberikan pencerahan tentang Asuhan Keperawatan yang dapat meningkatkan mutu pelayanan
Rumah Sakit.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Fisiologi
Saluran perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria dan urethra. Ginjal
merupakan organ yang berbentuk seperti kacang dan terletak di kedua sisi kolumna vertebralis.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibanding ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati katup
terletak di kosta ke-12, sedangkan ginjal kiri terletak setinggi kosta ke-11. Berat Ginjal + 125
gram.
Ureter merupakan saluran yang menghubungkan ginjal dengan vesika urinaria, panjang
ureter 10 – 12 inci, berfungsi sebagai penyalur urine ke vesika urinaria. Kandung kemih adalah
suatu organ yang berongga yang terletak di sebelah anterior tepat di belakang os pubis, yang
tersusun dari otot polos, yang berkontraksi dan berfungsi sebagai tempat penampungan urine
sementara dan menyalurkan urine ke uretra. Uretra merupakan saluran kecil yang dapat
mengembang dan berjalan dari kandung kemih keluar tubuh. Panjang uretra pada wanita 1,5 inci
dan pada pria 8 inci.
Fungsi- fungsi utama dari ginjal adalah :
1. Ultra filtrasi : Menyaring darah dan bahan-bahan yang terlarut serta membuang
cairan yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh.
2. Pengendalian cairan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Keseimbangan asam basa : Mempertahankan derajat asam dan basa dengan
mensekresi ion H dan pembentukan Bicarbonat sebagai Buffer.
4. Mengatur tekanan darah dengan mengendalikan volume sirkulasi dan sekresi
urine.
5. Mengatur metabolisme dengan mengaktifkan vitamin D yang diatur oleh kalsium
fosfat ginjal.
6. Memproduksi eritrosit : eritropoetin yang disekresikan oleh ginjal dan
merangsang sumsum tulang agar membuat sel-sel eritrosit.
7. Ekskresi produk sisa : Membuang langsung produk metabolisme yang terdapat
pada filtrasi glomerulus.

Pembentukan Urine
Nefron merupakan unit fungsional dari ginjal, yang merupakan awal pembentuk urine. Ginjal ini
tersusun + 1 juta nefron yang terdiri dari sebuah glomerulus dan sebuah tubulus. Dinding kapiler
glomerulus tersusun oleh sel-sel endotel dan membran basalis, Glomerulus membentang dan
membentuk tubulus yang terdiri atas 3 bagian yaitu :
1. Tubulus proximal :
Dalam keadaan normal, + 20 % dari plasma melewati glomerulus akan disaring ke dalam nefron
dengan jumlah 80 liter per hari yang terdiri dari filtrat yaitu : air, elektrolit dan molekul kecil
lainnya masuk ke dalam tubulus proximal di proses hingga 60 % dan filtrat tersebut di serap
kembali ke dalam darah, kecuali glukosa 100 % di serap yang disebut dengan “Reabsorbsi
Obligat” (mutlak).
1. Ansa Henle
Cairan dari tubulus proximal masuk ke Ansa henle. Ketika cairan turun ke ansa henle desenden,
ada transportasi aktif ureum yang menyebabkan kepekatan meningkat, ketika naik lewat ansa
henle asenden ada transportasi aktif H2O (dikeluarkan)
1. Tubulus Distal
Di dalam tubulus ini terjadi 3 proses yaitu :
1) Reabsorbsi air oleh Anti Diuretik Hormon
Bila tubuh kekurangan air maka otak akan membuat banyak anti diuretic hormon sehingga
penyerapan di distal banyak juga dan urine menjadi sedikit. Begitu sebaliknya bila air berlebih
jumlah anti diuretik hormon sedikit dan filtrat dapat lolos yang akhirnya jadi urine banyak.
2) Bekerjanya anti diuretik hormon
Anti diuretik hormon dapat juga dikeluarkan oleh korteks anak ginjal untuk melakukan
transportasi aktif yaitu mengeluarkan kalsium dan menarik natrium.
3) Sekresi zat-zat sisa metabolime dan zat racun tubuh.
1. Ductus Kolligentes
Merupakan tubulus penampung setelah tubulus distal. Di sini masih terjadi proses reabsorbsi air
oleh anti diuretik hormon. Bila cairan sudah melewati ductus kolligentes maka disebut dengan
“urine” yang dilanjutkan ke kalix minor menuju kalix mayor dan melewati pelvis ginjal
mengalirkan urine ke ureter menuju ke vesika urinaria dengan gerakan peristaltik yang membuka
sfingter ureter, kemudian urine masuk ke dalam vesika urinaria, sebagai tempat penampungan
sementara.
1. Vesika Urinaria
Suatu kantong berotot yang disebut musculus Detrusor, yang terisi sedikit demi sedikit urine,
mulai dari volume 0 – 100 cc, tekanan kandung kemih sedikit bertambah. Dari volume 100 – 400
cc tekanan kandung kemih tidak berubah, karena Musculus Detrusor mengembang mengikuti
jumlah air kemih lewat 400 cc ke atas tekanan meningkat dan meregangkan Musculus Detrusor.
Regangan ini mengirim impuls afferent ke medula spinalis lumbal dan sacral dengan susunan
saraf pusat. Dari lumbal sacral keluar impuls efferent ke Musculus Detrusor (mengerut).
Merangsang pembukaan sfingter urethra internal untuk membuka sehingga timbul keinginan
untuk BAK, dengan mengalirkan urine keluar tubuh melalui sfingter urethra eksterna.
Komposisi Urine
Urine yang normal biasanya berwarna jernih sampai dengan kuning muda, tidak terdapat
glukosa, eritrosit, leukosit dan trombosit serta protein. Bau sedikit pesing, berat jenis 1010 –
1030.
Urine terdiri dari :
1. Air
2. Elektrolit
3. Zat asam sisa metabolism

B. Definisi
Retensi urin adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita
Selekta Kedokteran). Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam akndung kemih, dapat
terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995).
Retensi urin adlah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan
atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth).
Retensi urin adalah sutau keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya
kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. (PSIK UNIBRAW).

C. Etiologi
 Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4 setinggi T12 L1.
Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada
operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel, tabes
doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat.
 Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM atau
penyakit neurologist, divertikel yang besar.
 Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil, tumor pada
leher vesika, atau fimosis.
 Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran porstat, kelainan patologi urethra (infeksi,
tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.

D. Manifestasi Klinis
a. Diawali dengan urine mengalir lambat.
b. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan kandung
kemih tidak efisien.
c. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
d. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
e. Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.

E. Patofisiologi
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit yang
hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Retensio urine
dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti ansietas, kelainan patologi
urethra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa
kerusakan pusat miksi di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis
sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan
tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot
detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher
vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan
terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen. Factor obat dapat mempengaruhi proses BAK,
menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan produksi
urine menurun. Factor lain berupa kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma dan lain
sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot perut, peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat
relaksasi dengan baik. Dari semua factor di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian
terjadi poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi
bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa kateterisasi
uretra.

F. Komplikasi
 Perdarahan.
 Ekstravasasi urin.

G. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai
berikut:
 Pemeriksaan specimen urine.
 Pengambilan: steril, random, midstream
 Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit.
 Sistoskopy, IVP.

H. Penatalaksanaan medis
 Sejumlah tindakan diperlukan untuk mencegah distensi kandung kemih yang berlebihan dan
mengatasi infeksi atau obstruksi.
 Beberapa obat penyebab retensi urin yang mencakup:
 Preparat dan antidepresan-antispasmodik (seperti:atropine)
I. Patway

BAB III
ASKEP TEORI
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan umum - Riwayat kesehatan keluarga - Riwayat kesehatan klien
c. Riwayat kesehatan sekarang
 Bagaimana frekuensi miksinya
 Adakah kelainan waktu miksi
 Apakah rasa sakit terdapat pada daerah setempat atau secara umum Apakah penyakit timbul
setelah adanya penyakit lain
 Apakah terdapat mual muntah atau oedema
 bagaimana keadaan urinya
 Adakah secret atau darah yang keluar
 Adakah hambatan seksual
 Bagaimana riwayat menstruasi
 Bagaimana riwayat kehamilan
 Rasa nyeri
d. Data fisik Inpeksi : seluruh tubuh dan daerah genital
 Palpasi : pada daerah abdomen
 Auskultasi : kuadran atas abdomen dilakukan untuk mendeteksi bruit
 Tingkat kesadaran
 TB, BB
 TTV
e. Data psikologis
 Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit
 Tingkat adaptasi pasien terhadap penyakit
 Persepsi pasien terhadap penyakit
f. Data social, budaya, spiritual
 Umum : hubungan dengan orang lain, kepercayaan yang dianut dan keaktifanya dalam
kegiatan.

2. DIAGNOSA
1. Retensi urin b.d ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri
3. Intoleransi aktivitas
4. Ansietas b.d krisis situasi

3. PERENCANAAN
1. Retensi urin b.d ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
Kriteria evaluasi :
1. Berkemih dengan jumlah yang cuk
2. Tidak teraba distensi kandung kemih

Intervensi Rasional
1. Dorong pasien utnuk berkemih tiap 2-4 1. Meminimalkan retensi urin distensi
jam dan bila tiba-tiba dirasakan. berlebihan pada kandung kemih.
2. Tanyakan pasien tentang inkontinensia 2. Tekanan ureteral tinggi menghambat
stres. pengosongan kandung kemih.
3. Observasi aliran urin, perhatikan ukuran 3. Berguna untuk mengevaluasi obsrtuksi
dan ketakutan. dan pilihan intervensi.
4. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap 4. Retensi urin meningkatkan tekanan
berkemih.. dalam saluran perkemihan atas.
5. Perkusi/palpasi area suprapubik 5. Distensi kandung kemih dapat dirasakan
diarea suprapubik.

2. Gangguan rasa nyaman: nyeri


Kriteria evaluasi :
1. Menyatakan nyeri hilang/ terkontrol
2. Menunjukkan rileks, istirahat dan peningkatan aktivitas dengan tepat

Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas 1. Memberikan informasi untuk membantu
nyeri. dalam menetukan intervensi.
2. Plester selang drainase pada paha dan 2. Mencegah penarikan kandung kemih dan
kateter pada abdomen. erosi pertemuan penis-skrotal.
3. Pertahankan tirah baring bila 3. Tirah baring mungkin diperlukan pada
diindikasikan. awal selama fase retensi akut.
4. Berikan tindakan kenyamanan 4. Meningktakan relaksasi dan mekanisme
koping.
5. Meningkatkan relaksasi otot.
5. Dorong menggunakan rendam duduk,
sabun hangat untuk perineum.

3.Intoleransi aktivitas
Kriteria evaluasi:
1. Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tidak adanya
dispnea, kelemahan, tanda vital dalam rentang normal.

Intervensi Rasional
1. Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. 1. Menetapkan kemampuan/kebutuhan
pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi 2. Menurunkan stres dan rangsangan
pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. berlebihan, meningkatkan istirahat.
3. Jelaskna pentingnya istirahat dalam
rencana pengobatan dan perlunya 3. Tirah baring dapat menurunkan
keseimbangan aktivitas dan istirahat. kebutuhan metabolik, menghemat energi
untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan respons individual pasien
terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan
pernapasan.
4. Bantu aktivitas perawatan diri yang
diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan 4. Meminimalkan kelelahan dan membantu
aktivitas selama fase penyembuhan. keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.

4. Ansietas b.d krisis situasi


Kriteria evaluasi :
1. Mengakui dan mendiskusikan takut/masalah
2. Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/istirahat.

Intervensi Rasional
1. Identifikasi persepsi pasien tentang 1. Mendefinisikan lingkup masalah
ancaman yang ada dari situasi. individu dan mempengaruhi pilihan
intervensi.
2. Observasi respon fisik,seperti gelisah, 2. Berguna dalam evaluasi derajat masalah
tanda vital, gerakan berulang. khususnya bila dibandingkan dengan
pernyataan verbal.
3. Dorong pasien/orang terdekat untuk 3. Memberikan kesempatan untuk
mengakui dan menyatakan rasa takut. menerima masalah, memperjelas kenyataan
takut dan menurunkan ansietas.
4. Memberikan kayakinan untuk membantu
4. Identifikasi pencegahan keamanan yang ansietas yang tak perlu.
diambil, seperti marah dan suplai
oksigen. Diskusikan.
BAB IV
ASKEP KASUS
Pengkajian
Nama : Ny H Umur : 50 Thn Alamat : Prembun 3/1 Prembun Kebumen. Tanggal :11
juni 2011 Jam : 14.02 Riwayat kesehatan sekarang Pasien datang ke RS Saras Husada
Purworejo dengan keluhan tidak bias bung air kecil sejak kemarin sing,1 hari yang lalu. Pasien
merasa sakit pada kandung kemih karena tidak bias kencing. Pasien tampak menahan sakit.
Tampak ada penumpukan pada kandung kemih. Keluarga pasien mengatakan tidak ada yang
mengalami penyakit yang sama seperti yang di derita pasien sekarang. Pasien mengatakan tidak
mempunyai penyakit gula dan darah tinggi. Pemeriksaan tanda tanda vital TD : 150/80 mmHg N
: 96 x/mnt R : 24 x/mnt S : 36,2 CGCS : 15 Pengkajian nyeri P : pasien mengatakan sakit karena
tidak bias kencing Q : nyeri seperti di tekan R : nyeri pada kandung kemih S : sekala 7 tujuh T :
klien mengatakan sakit sejak tadi pagi.

Pengkajian Masalah dan Psikologi dan Spriritual


Psikologi
Perasaan klien setelah mengalami masalah ini sangat sedih. Suami klien selalu menghibur
hati klien untuk mengatasi perasaan sedih klien. Rencana klien setelah masalahnyaterselesaikan
klien akan pulang kerumah.
Jika rencana ini tidak dapat terselelesaikan, klien akan tetap berobat hingga sembuh.
Klien tidak mengetahui tentang penyakitnya.
Spiritual
Aktifitas yang biasa dilakukan sehari-hari adalah sholat Aktifitas adalah yang tidak dapat
dilaksanakan sekarang adalah sholat.
Sosial
Aktifitas / peran klien di masyarakat adalah masyarakat biasa, kebiasaan lingkungan yang
tidak disukai adalah membuang sampah sembarangan.
Cara mengatasi keberatan tersebut adalah membakar sampah tersebut.

1.1.5 Aktifitas Sehari-hari


No Kegiatan Sebelum masuk RS Setelah masuk RS
1. Nutrisi:
 Frekuensi 3x1 3x1
 Jenis Variasi variasi
 Jumlah 1 porsi 1 Porsi
Masalah kep Tidak ada masalah Tidak ada masalah

2. Minum/cairan
tubuh 4x1 4x1
 Frekuensi Air putih Air putih
 Jenis 1 Liter 1 liter
 Jumlah Tidak ada masalah Tidak ada Masalah
Masalah Kep
3. Eliminasi :
BAB 1x1
 Frekuensi 1x1 Padat
 Konsentrasi Padat Kuning
 Warna Kuning Tidak ada Masalah
Masalah Kep Tidak ada Masalah

BAK 2X1
 Frekuensi 2x1 Cair
 Konsentrasi Cair Kuning
 Warna Kuning Tidak dapat BAK
Masalah Kep Tidak dapat BAK
4. Personal Hyegine
 Mandi 2x1 2x1
 Keramas 2x1 2x1
 Gosok Gigi 2x1 2x1
 Potong Kuku 1 x seminggu 1 x Seminggu
 Ganti 2x1 2x1
pakaian Tidak ada Masalah Tidak ada Maslah
Masalah Kep
5. Aktivitas &
Istirahat 3 jam sehari 3 jam sehari
 Lama tidur
siang 8 jam sehari 6 jam sehari
 Lama tidur
malam Tidak ada Tidak ada
 Ganggauan Tidak ada masalah Tidak ada Masalah
Tidur
Masalah Kep

1.1.6 Data Penunjang


Tanggal Pemeriksaan : 11 Juni 2011
 Darah Rutin
 Leukosit : 5200 mm
 LED : 5 mm/Dam
 HB : 13,4 g/dl
 Darah Kimia
 Ureum : 30 mg/dl
Tanggal Pemeriksaan:
 Urine
 Protein : Meningkat (+)

1.1.7 Terapi yang diberikan


1. Metronidorzol tab 3x1
2. Vit. B complek 1x1
3. laxadin byr 2x1

Analisa Data

Nama Pasien : Ny.H Diagnosa Medik : Retensio Urin


Jenis Kelamin : Perempuan No. Rek Med : 41.29.09
No. Kamar/Bed : 3/4 Hari/tanggal :

No Tanggal / Jam Data Fokus Etiologi Problem


1 12-06-2011 Ds: - Klien mengatakan Urine tidak dapat Peningkatan
10.00 wib badannya bengkak dialirkan volume cairan
- Klien tidak dapat baik dalam tubuh
Do: - Badan klien tampak
Edema Terjadi
penimbunan
cairan ekstrasel /
udem

Peningkatan
volume cairan
dalam tubuh
2 12-06-2011 Ds: - Klien mengatakan Mobilitas Aktivitas
badannya tidak dapat bergerak terbatas
bebas
Do: - Klien tampak lemas
- Klien tampak bebas total

3 12-06-2011 Ds: - Klien selalu bertanya Kurangnya Cemas


tentang penyakitnya pengetahuan
Do: - Klien tampak gelisah tentang
penyakitnya dan
proses dan
penyembuhannya

Daftar Masalah Keperawatan


1. Peningkatan volume cairan dalam tubuh
2. Aktivitas terbatas
3. Cemas

Prioritas Diagnosa Keperawatan

1. Peningkatan volume cairan dalam tubuh


2. Aktivitas terbatas
3. Cemas

Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan urin tidak dapat dikeluarkan
ditandai dengan:
Ds: Klien mengatakan badannya bengkak dan klien sangat jarang baik
Do: badan klien tampak edema

2. Aktivitas terbatas berhubungan dengan mobilitas ditandai dengan:


Ds: Klien mengatakan badannya tidak dapat bergerak
Do: - Klien tampak lemas
- Klien tampak Badrestotal

3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan proses


penyembuhannya:
Ds : Klien selalu bertanya tentang penyakitnya.
Do: Klien tampak gelisah

Rencana Keperawatan

Nama Pasien : Ny.H Diagnosa Medik : Retensio Urin


Jenis Kelamin : Perempuan No. Rek Med : 41.29.09
No. Kamar/Bed : 3/4 Hari/tanggal :

No Tgl/ jam Diagnosa Tujuan dan kriteria intervensi Rasional paraf


keperawatan hasil
1. 412- 06 Peningkatan volume jangka panjang : kaji keadaan dengan mengkaji
- 2011 cairan dalam tubuh voleme cairan utama tanda edema
berhubungan dengan tubuh normal. diharapkan dapat
urine tidak dapat menujukan
dikeluarkan . jangkah pendek : perpindahan cairan
Ditandai dengan : setelah dilakukan karena permeatktas
Ds : kilen tindakan mudah distensi .
mengatakan badanya keperwatan selama
bengkak dan klien 3 x 24 jam kontrol input dengan mengontrol
tidak dapat BAK> volume cairan dan output per input dan output
tubuh normal 24 jam. diharapkan dapat
Do : badan klien dengan kriteria mengetahui fungsi
tampak edema . hasil : BAK kebutuhan
- tidak pergantiaan cairan
terjadinya udema dan penurunan
- tidak ada resiko cairan.
keluhan pada tubuh
dengan
berkalaborasi berkalaborasi
dengan tim dengan tim medis
mrdis dalam dalam pemeriksaan
pemeriksaaan leb fungsi BAK
laboratorium diharapkan dapat
fungsi BAK memberikan
gambaran sejauh
mana terjadi
kesusahan BAK.
2. 12-06- Aktivitas terbatas jangka panjang : kaji keadaan dengan mengkaji
2011 berhubungan dengan tubuh dapat imobilits . imobilits diharapkan
11.OO terjadinya kekakuan bergerak bebas / dapat menunjukan
WIB pada normal. perubahan dalam
tubuh.Dintandai perpindahan dalam
dengan : jangka pendek posisi.
:setelah dilakukan
Ds : klien tindakan dengan memberikan
mengatakan badanya keperawatan selama kontrol tindakan mengatur
tidak dapat bergerak 3 x24 jam tubuh pergerakan posisi pasien dengan
bebas . dapat bergerak pasien / posisi semi fowler
dengan bebas / aktivitas . agar dapat
normal dengan beraktvitas yang
krikteria hasil :- dibutuhkan .
Do : - klien tampak tidak lemas
lemas. tdak bedrest total .
-klien tampak
bedrest total.
3. 12-06- Cemas berhubungan Jangka panjang : berikan dengan memberikan
2011 dengan kurangnya klien mengerti penjelsan / penjelasan ,
11.00 pengetahuan tentang tentang pengertian pengertian dan
wib penyakit dan proses penyakitnya. gambaran gambaran tentang
penyuluhan tentang penyakit kilen
.Ditandai dengan : Jangka pendek : penyakit klien diharapkan klien agr
setelah dilakukan . dapat mengerti
Ds : klien selalu tindakan dengan penyakit
bertanya tentang keperawatan selama kilen .
penyakitya. 2 x 24 jam.Klien
mengerti tentang
Do : klien tampak penyakit dengan
gelisah . krikteria hasil :
- Sudah jarang
bertanya .
- Tampak
tenang.
Catatan Perkembangan

Nama pasien : Ny ” H ” Diagnosa medis : Rentisio urine


Jenis kelamin : Perempuan Nomed Record : 41.29.09
No kamar/ bed : 3 / 4 Hari / tanggal :

No Tanggal /jam Implementasi Tanggal / jam evaluasi paraf

1. 12-06-2011 - mengkaji keadaan edema 4 -08- 2010 S : klien mengatakan


09.30 wib - mengontrol input dan output per 10 .00 wib badanya masih bengkak.
24 jam.
- bekalaborasi dengan tim medis O : - klien masih tampak
dalam pemeriksaan laboratorium edema
fungsi BAK . - input dan output tidak ada
perubahan.

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan intervesi 1,2,3,4


2. 12-06-2011 - mengkaji keadaan imobilitas 4 -08 – 2010 S : klien mengatakan
10.00 wib - mengontrol pengerakan pasien 11.00 wib badanya masih tidak dapat
/ aktivitas bergerak bebas .

O : - klien tampak lemas


- klien tapak bederst total

A : masalah belum teratasi

P : lanjutkan
intervensi 1,2,3,4
3. 12-06-2011 - memberikan penjelasn, 4 -08- 2010 S : klien masih selalu
11.00 wib pengertian dan gambaran tentang 11.20 wib bertanya tentang epnyakitnya
penykit.
O : klien tampak cemas

A : maslah belum teratasi


P : lanjutkan intervensi
1,2,3,4,

No Tanggal/jam Implementasi Tanggal / jam evaluasi paraf

1. 12-06-2011 -mengkaji keadaan edema 5-08-2010 S: klien mengatakan


09.30 wib -mengontrol input dan output per 10.30 wib badannya sudah mulai tidak
24 jam bengkak lagi
-berkolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium fungsi BAK O :input dan output belum
mulai seimbang

A: masalah teratasi sebagian

P: lanjutkan intervensi
1,2,3,4
2 12-06-2011 -mengkaji keadaan imobilitas 5-08-2010 S: klien mengatakan
11.00 wib -mengontrol pergerakan pasien / 11.30 wib badannya masih tidak dapat
aktivitas bergerak bebas

O: -klien tampak lemas


-klien tampak bedres total

A: masalah belum teratasi

P: lanjutkan intervensi
1,2,3,4
3 12-06-2011 -memberikan penjelasan, 5-08-2010 S: klien masih selalu
12.30 wib pengertian dan gambaran tentang 01.00 wib bertanya tentang penyakitnya
penyakit
O: klien masih tampak
gelisah

A: masalah belum teratasi

P: lanjutkan intervensi
1,2,3,4

No Tanggal / jam Implementasi Tanggal / jam evaluasi paraf


1 12-06-2011 -mengkaji keadaan edema 6-08-2010 S: klien menngatakan BAK
08.30 wib -mengontrol input dan output per 09.00 wib sudah lancar
24 jam
-berkolaborasi dengan tim medis O: input dan output sudah
dalam pemeriksaan laboratorium seimbang
fungsi BAK
A: masalah teratasi

P: hentikan intervensi,
pertahankan keadaan klien.
2 12-06-2011 -mengkaji keadaan imobilitas 6-08-2010 S: klien mengatakan
09.30 wib -mengontrol penyerahan pasien / 10.00 wib badannya dapat bergerak
aktivitas bebas kembali

O: -klien tampak
bersemangat
-klien tidak bedres total

A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi,
pertahankan keadaan klien.

3 12-06-2011 -memberikan penjelasan, 6-08-2010 S: klien sudah mulai tidak


10.30 wib pengertian dan gambaran tentang 11.00 wib bertanya lagi tentang
penyakit penyakitnya dan sudah
mengerti tentang
penyakitnya

O: klien tampak tenang

A: masalah teratasi

P: hentikan intervensi,
pertahankan keadaan klien.
BAB V
PEMBAHASAN
1. PENGKAJIAN
Adanya proses sistematis berupa pengumpulan,verifikasi,komunikasi Data tentang
klien.pengkajian pada askep teori dengan askep pada Ny H banyak hasil di temukan sama,hal
tersebut di karenakan data kondisi klien yang mendukung pengkajian.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adalah mengetahui kesehatan aktual dan pontensial di mana perawat melalui pendidikan
dan pengalaman,mempunyai wewenang untuk mengatasi masalah tersebut.
Diagnosa pada askep Ny.H
1. Peningkatan volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan urin tidak dapat dikeluarkan
2. Aktivitas terbatas berhubungan dengan mobilitas.
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Adalah rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah yang dialami oleh
pasien.
Intervensi yang di buat pada asuhan keperawatan Ny H berdasarkan teori

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pada tahap perencanaan dan tindakan keperawatan menurut diagnosa keperawatan yang
muncul pada Ny H disesuaikan dengan kondisi,situasi dan kemampuan klien serta disesuaikan
dengan saranan dan prasarana yang tersedia di ruangan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Retensio urine adalah ketidakmampuan melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau
dorongan terhadap hal tersebut atau tertahanya urine didalam kandung kemih.
Klien dengan retensio urine dapat terjadi karena berbagai factor seperti:
 Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang,
 pembesaran porstat
 kelainan patologi urethra.
Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan dan Penatalaksanaan pada kasus retensio urine
dengan cara :
a. Kateterisasi urethra.
b. Dilatasi urethra dengan boudy.
c. Drainage suprapubik.
Sedangkan incontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan.
Incontinenensia dibedakan atas 3 tipe antara lain:
a. Incontinensia urgensi
b. Incontinentia tekanan
c. Over flow incontinensia

2. Saran
1. Bagi perawat agar dapat menunjang kebersihan keperawatan maka perlu memiliki pengetahuan
dan keterampilan dalam penanganan kasus retensio urine.
2.Perawat hendaknya menerapkan asuhan keperawatan dalam melaksanakan proses
3.Perlu ada kerja sama antara perawat dan pihak keluarga pasien yang baik, agar intervensi yang
dilakukan dapat terlaksana dengan baik untruk mengatasi masalah pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI Pusdiknakes. 1995. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan dan Penyakit
Urogenital. Jakarta: Depkes RI.
2. Doenges E. Marilynn, Moorhouse Frances Mary, Geisster C Alice. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien Edisi 3.
Jakarta: EGC.
3. Mansyoer Arif, dkk. 2001. Kapita selekta kedokteran Jilid 1 Edisi ke tiga. Jakarta: Media
Aesculapius.
4. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner & Suddarth Edisi
8 Jakarta: EGC.
5. www. Google.com

Perbandingan Pemasangan Kateter Menetap


selama 12 dan 24 jam Pasca Seksio Sesarea pada Pencegahan
Retensio Urin dan Resiko Infeksi Saluran Kemih
Max Rarung
Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi,
Rumah Sakit Prof.Dr.R.D. Kandou, Manado
Abstract
The objective of this research is to evaluate the occurance of urine retension and bladder
infection
post caesarian section after in 12 hours and 24 hours of catetherisation. Setting of the research
is Obstetric
D Care Unit Room Prof.Dr.R.D. Kandou Hospital, Manado North Sulawesi. The research design
is Open
Clinical Test Research. Subjects are all post sectio caesarean surgery patients in Central
Surgery Unit and
Obstetric Surgery Unit Prof.Dr.R.D.Kandou Hospital, Manado, North Sulawesi. Selection of
patients
was based on inclusion and exclusion cathegory depending on the possibility to collect their
urine samples.
There were 100 samples from 226 cases based on inclusion cathegory. In this research there’s
no
significant difference between 12 hours and 24 hours cathetherisation with urine retension and
bladder
infection. And there’s significant difference between urine volume residual and bladder capacity
with 12
hours and 24 hours cathetherisation. The conclusion of this research is at least 24 hours
cathetherization
is suggested to prevent urine retension in post caesarean section patients.
Keywords: Urine retension, bladder infection, 12 hours and 24 hours catheterization
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi terjadinya retensi urin dan infeksi kandung
kemih
posting bagian caesar setelah 12 jam dan 24 jam catetherisation. Setting penelitian ini adalah
Kebidanan
Room D Perawatan Satuan Prof.Dr.R.D. Rumah Sakit Kandou, Manado Sulawesi Utara. Desain
penelitian adalah Open
Penelitian Klinis Uji. Subyek adalah pasien bedah caesar semua posting sectio Bedah Unit Pusat
dan
Bedah Kebidanan Rumah Sakit Satuan Prof.Dr.RDKandou, Manado, Sulawesi Utara. Pemilihan
pasien
didasarkan pada inklusi dan eksklusi cathegory tergantung pada kemungkinan untuk
mengumpulkan sampel urin mereka.
Ada 100 sampel dari 226 kasus berdasarkan inklusi cathegory. Dalam penelitian ini tidak ada
perbedaan yang signifikan antara 12 jam dan 24 jam cathetherisation dengan retensi urin dan
kandung kemih
infeksi. Dan ada perbedaan yang signifikan antara volume urin kapasitas residual dan kandung
kemih dengan 12
jam dan 24 jam cathetherisation. Kesimpulan dari penelitian ini adalah minimal 24 jam
cathetherization
disarankan untuk mencegah retensi urin pasca pasien operasi caesar.
Kata kunci: Urine retensi, infeksi kandung kemih, 12 jam dan 24 jam kateterisasi

Pendahuluan
Salah satu persiapan seksio sesarea adalah pemasangan kateter folley. Umumnya indikasi
penggunaan kateter menetap adalah untuk pengeluaran urin, meningkatkan luasnya paparan saat
seksio sesarea pada segmen bawah rahim, mengurangi cedera traktus urinarius saat pembedahan,
mengevaluasi keseimbangan cairan dan mencegah retensio urin pasca seksio sesarea.1-3 Pasca
seksio sesarea, kateter menetap dipertahankan agar kandung kemih tetap kosong guna
mengistirahatkan kandung kemih dan mencegah terjadinya regangan yang berlebihan pada
kandung kemih akibat dari gangguan berkemih spontan yang dapat menyebabkan retensio urin.
Peregangan yang berlebihan dari kandung kemih ini akan menyebabkan regangan pada otot
detrusor sehingga memperlambat fungsi pengosongan kandung kemih. Terganggunya fungsi
kandung kemih ini merupakan faktor predisposisi timbulnya infeksi saluran kemih. Ghoreishi
melaporkan resiko penggunaan kateterisasi persalinan pada seksio sesarea akan menyebabkan
12- 25% bakteriuria asimptomatis. Sehdev HM mengatakan 2-6%
resiko infeksi saluran kemih akibat pemakaian kateter menetap 24 jam pasca seksio sesarea.1
Rivzi dkk menemukan 1,6% penderita yang mengalami infeksi saluran kemih pada pemasangan
kateter pasca seksio sesarea.

Retensio urin pasca persalinan merupakan salah satu komplikasi yang bisa terjadi pada kasus
obstetri. Retensio urin didefinisikan tidak ada buang air kecil secara spontan selama 6 jam
setelah melahirkan pervaginam. Pada persalinan dengan seksio sesarea didefinisikan tidak
adanya proses berkemih spontan 6 jam setelah pelepasan kateter. Kejadian retensio urin pasca
persalinan tercatat berkisar antara 1,7-17,9%. Pribakti melaporkan 9,1% retensio urin pasca
seksio sesarea di RSUD Ulin Banjarmasin.7 Penelitian Rizvi dkk mendapatkan 11,9% retensio
urin pasca seksio sesarea.6 Penelitian Suskhan di RSUPNCM tahun 1998 mendapatkan kejadian
retensio urin pasca seksio sesarea sebesar 17,1% jika kateter
menetap dipertahankan 6 jam. Bila dipertahankan 24 jam, sebesar 7,1%.8 Kemampuan pasien
untuk mengosongkan kandung kemih sebelum terjadi distensi berlebihan harus dipantau. Lama
kateter menetap dipertahankan pasca seksio sesarea masih bervariasi.
Kateter menetap dianjurkan dilepas 12 jam atau 24 jam pasca seksio sesarea.8 Sehdev dari
Departemen Obstetri Ginekologi Universitas Pennsylvania meneliti terdapat 3,2% infeksi saluran
kemih setelah persalinan seksio sesarea oleh karena pemakaian kateter menetap. Sehdev
menganjurkan pemasangan kateter menetap 24 jam pada seksio sesarea untuk mencegah retensio
urin.
Ghoreishi berpendapat kateter menetap dipertahankan 24-48 jam pasca seksio sesarea untuk
mencegah over distensi kandung kemih. Jhonson menganjurkan untuk melepas kateter 6 jam
pasca seksio sesarea.
Ghoreishi mengemukakan semakin lama kateter dipertahankan, resiko infeksi saluran kemih
akan meningkat. Edward dari Centers for Disease Control and Preventionmengatakan kejadian
infeksi saluran kemih tergantung dari cara pemasangan, pengambilan urin, lama pemakaian, dan
kualitas kateter tersebut.4,5 Insidensi infeksi saluran kemih meningkat sesuai dengan lamanya
pemakaian kateter, bervariasi sekitar 3- 33%. Untuk menghindari resiko infeksi saluran kemih,
prosedur pemasangan kateter harus steril dan kateter harus bebas dari bakteri.7,9,10 Protokol
Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri Ginekologi FKUI / RSUPNCM –
Jakarta, kateter menetap dipertahankan 24 jam pasca seksio sesarea.8

Bahan dan Cara


Penelitian dalam bentuk uji klinis terbuka. Dibagi dalam bentuk 2 kelompok, kelompok pertama
dipasang kateter menetap pasca seksio sesarea dalam 12 jam dan kelompok kedua
dipasang kateter menetap pasca seksio sesarea dalam 24 jam. Penelitian dilakukan di Instalasi
Rawat Inap D Obstetri RSU Prof.Dr. R.D. Kandou Manado hingga besar sampel terpenuhi.
Subyek penelitian adalah seluruh penderita pasca seksio sesarea yang dilakukan di Instalasi
Bedah Sentral dan Kamar Bedah Obstetri RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Kriteria inklusi
- pasien pasca seksio sesarea transperitoneal profunda.
- Lama operasi <=2 jam
- Tidak ada infeksi sebelumnya
Kriteria eksklusi
Perbandingan Pemasangan Kateter Menetap selama 12 dan 24 jam Pasca Seksio Sesarea
pada Pencegahan Retensio Urin dan Resiko Infeksi Saluran Kemih (Max Rarung)
- Adanya infeksi saluran kemih, infeksi intrapartum dan pastus lama sebelum dilakukan seksio
sesarea.
- Mengalami gangguan berkemih sebelum dilakukan seksio sesarea.
- Telah dilakukan tindakan bedah obstetri seperti ekstrasi vakum atau forceps.
- Pasien dengan keadaan umum lemah, mengalami komplikasi akibat langsung kehamilan dan
yang mempunyai penyakit / kelainan yang tidak langsung berhubungan dengan kehamilan.
- Bekas seksio sesarea.
- Pasien menolak turut serta penelitian.

Cara
Pasien yang akan dilakukan seksio sesarea transperitoneal profunda dipasang kateter folley no.
16 trans urethra. Subyek yang masuk kriteria penelitian kemudian ditentukan secara
acak, masuk kateter menetap 12 jam atau 24 jam pasca seksio sesarea.
Setelah kateter menetap selama 12 jam atau 24 jam dipertahankan lalu dilepas. Subyek penelitian
pada masingmasing kelompok dievaluasi selama enam jam. Bila pasien tidak dapat
berkemih, subyek penelitian masuk kriteria retensio urin (overt).
Dilakukan kateterisasi urin, diukur dengan gelas ukur kemudian dilakukan pemeriksaan
urinalisa. Bila penderita dapat berkemih spontan, urin yang keluar diukur dan segera
dilakukan kateterisasi untuk mengetahui sisa urin dalam kandung kemih. Bila urin sisa >= 200
ml, subyek penelitian masuk kriteria retensio urin (covert).
Kapasitas kandung kemih didapatkan dari hasil pengukuran pada retensio urin dengan cara
menjumlahkan volume urin hasil berkemih spontan dengan volume urin sisa hasil kateterisasi
setelah kateterisasi spontan.
Pengukuran kapasitas kandung kemih bersamaan dengan pemeriksaan urinalisa untuk menilai
adanya bakteriuria. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan urinalisa sederhana untuk
mendeteksi adanya bakteriuria. Hasil analisa yang mendukung kearah infeksi yaitu dengan
diperoleh lebih dari 10 leukosit/LPB.
Analisis data
Analisis data menggunakan perangkat
Software SPSS for Windows versi 15.0
dengan :
1. Analisa deskriptif untuk karakteristik subyek.
2. Uji Fisher Exact untuk menguji kasus retensio urin pasca seksio sesarea.
3. Uji X2 untuk menguji kasus infeksi saluran kemih pasca seksio sesarea.
4. Uji t untuk menguji perbandingan rata-rata kapasitas kandung kemih volume urin sisa dan
lama operasi.

Pembahasan
Pada kelompok kateter menetap12 jam dan 24 jam umur terbanyak adalah 31-40 tahun, masing-
masing 21 kasus (42%) dan 30 kasus (60%). Berdasarkan paritas, didapatkan
multiparitas yang terbanyak pada kelompok kateter menetap 12 jam dan 24 jam masing-masing
28 kasus (56%) dan 27 kasus (54%). Ghoreishi dan Rizvi mendapatkan tidak ada korelasi
retensio urin pasca seksio sesarea terhadap umur, paritas dan operasi elektif / cito.4,6 Angka
kejadian retensio urin didapatkan 4 kasus (8%) pada pemasangan kateter menetap selama 12 jam
pasca seksio sesarea, sedangkan pada yang 24 jam didapatkan kejadian
retensio urin 1 kasus (2%). Tidak ada perbedaan bermakna (p= 0,362) kejadian retensio urin
pasca seksio sesarea kedua kelompok. Pribakti melaporkan ada 9,1% retensio urin pasca seksio
sesarea di RSUD Ulin Banjarmasin. Suskhan dari RSUPNCM Jakarta mendapatkan
kejadian retensio urin pasca seksio sesarea sebesar 17,1% jika kateter menetap dipertahankan 6
jam, sedangkan jika dipertahankan 24 jam angka kejadiannya 7,1%. Resiko 2,4 kali lebih besar
terjadi retensio urin jika kateter menetap di pasang 6 jam dibanding 24 jam.
Pada penelitian ini, seluruh kasus retensio urin diklasifikasikan sebagai retensio urin tersamar
(covert) sebanyak 5 kasus (5%) sedangkanretensio urin yang jelas (overt) tidak ditemukan.
Retensio urin yang tersamar diidentifikasikan dengan peningkatan jumlah urin yang masih
tersisa setelah berkemih spontan, sedangkan retensio urin yang jelas menunjukan
ketidakmampuan untuk berkemih secara spontan setelah 6 jam kateter menetap dilepaskan,
dengan tanda-tanda urgensi dan strangulasi. Rizvi dkk mendapatkan insidensi retensio urin
tersamar ditemukan 0,7% sedangkan retensio urin jelas sebesar 0,14%. Retensio urin tersamar
merupakan suatu fenomena yang bersifatself-limiting dimana biasanya volume residual akan
kembali normal dalam 4 hari.6,11 Kejadian retensio urin pasca seksio sesarea pada pemasangan
kateter menetap 12 jam pasca seksio sesarea lebih besar dibandingkan dengan 24 jam.
Lama kateter menetap dipertahankan pasca seksio sesarea masih bervariasi, Suskhan mengatakan
rasa nyeri luka insisi dinding perut pasca seksio sesarea yang secara reflek menginduksi spasme
dari otot levator yang menyebabkan kontraksi spastik pada sfingter urethra.
Rasa nyeri ini yang menyebabkan pasien enggan mengkontraksikan otot-otot dinding perut guna
memulai pengeluaran urin yang menyebabkan retensio urin.8,12 Pada penelitian ini didapatkan
kejadian infeksi saluran kemih 11 kasus (22%) pada pemasangan kateter
menetap 12 jam pasca seksio sesarea sedangkan bila pemasangan menetap 24 jam kejadiannya
sebesar 9 kasus (18%). Uji statistik tidak ada perbedaan yang bermakna (p=0,617) kejadian
infeksi saluran kemih pasca seksio sesarea antara pemasangan kateter menetap 12 jam dan 24
jam pasca seksio sesarea. Jadi pada penelitian ini tidak ditemukan
adanya perbedaan antara lama pemasangan kateter menetap 12 jam atau 24 jam dengan kejadian
infeksi saluran kemih. Berbeda dengan apa yang dikatakan Ghoreishi, semakin lama
kateter dipertahankan, resiko infeksi saluran kemih akan meningkat; Edward dariCenters for
Disease Control and Prevention mengatakan kejadian infeksi

JKM. Vol.8 No.1 Juli 2008: 45 - 51


Saluran kemih tergantung dari cara pemasangan, pengambilan urin, lama pemakaian, dan
kualitas kateter tersebut. Insidensi infeksi saluran kemih meningkat sesuai dengan lamanya
pemakaian kateter, bervariasi sekitar 3- 33%. Untuk menghindari resiko infeksi saluran kemih,
prosedur pemasangan kateter harus steril dan kateter harus bebas dari bakteri.4,5
Sehdev dari Departemen Obstetri dan Ginekologi Universitas Pennsylvania mengatakan, 2-16%
resiko infeksi saluran kemih akibat pemakaian kateter menetap 24 jam pasca seksio
sesarea.
Pada penelitian ini, pemasangan kateter menetap 12 jam pasca seksio sesarea didapatkan
kapasitas kandung kemihnya rerata 402 ml dengan simpangan baku 48,7 ml sedangkan
pada pemasangan kateter menetap 24 jam kapasitas kandung kemih rerata 418,2% dengan
simpangan baku 41,1 ml.
Ada perbedaan bermakna (p=0,038%) diantara dua kelompok. Pada penelitian ini juga
didapatkan volume urin sisa pada pemakaian kateter menetap 12 jam pasca seksio sesarea rerata
97,7 ml dengan simpangan baku 50,96 ml sedangkan pada pemakaian kateter menetap 24 jam
volume urin sisa rerata 55,3 ml dengan simpangan baku 35,36 ml. Volume urin
sisa diukur dari hasil kateterisasi setelah penderita berkemih spontan untuk menilai kasus
retensio urin. Terdapat perbedaan sangat bermakna (p<0,001) volume urin pasca seksio sesarea
antara pemasangan kateter menetap 12 jam dan 24 jam. Hal ini menunjukkan resiko
kejadian retensio urin lebih besar jika pemasangan kateter menetap pasca seksio sesarea lebih
cepat dilepaskan.Ramsay & Torbert dari Departemen Obstetri dan Ginekologi RS Southern
Glasgow, volume residu akan meningkatkan insiden gangguan aliran berkemih sebesar 88,6%.11
Rivzi mendapatkan, resiko dari efek terburuk bila volume residunya antara 500-800 ml yang
dapat mengakibatkan kerusakan ireversibilitas dari otot polos detrusor kandung kemih.
Lamanya pemasangan kateter menetap masih bervariasi karena bila kateter lebih cepat
dilepaskan akan menyebabkan fungsi berkemih ibu belum pulih sehingga dapat terjadi
retensio urin. Pemasangan kateter yang terlalu lama akan memudahkan terjadinya infeksi saluran
kemih sehingga perlu dicari waktu yang ideal lamanya kateter dipertahankan pasca
seksio sesarea.6,11
Simpulan
Tidak ada perbedaan bermakna kejadian retensio urin dan infeksi saluran kemih pada
pemasangan kateter menetap 12 jam dan 24 jam pasca seksio sesarea. Namun ada perbedaan
bermakna volume urin sisa dan kapasitas kandung kemih pada pemasangan kateter menetap 12
dan 24 jam pasca seksio sesarea. Hal ini menunjukkan resiko kejadian retensio urin lebih besar
bila kateter menetap dipertahankan selama 12 jam pasca seksio sesarea. Kejadian infeksi saluran
kemih tergantung dari cara pemasangan, pengambilan urin, lama pemakaian, dan kualitas kateter
tersebut.
Saran
Kateter menetap sebaiknya dipertahankan minimal 24 jam pasca seksio sesarea.
Perbandingan Pemasangan Kateter Menetap selama 12 dan 24 jam Pasca Seksio Sesarea
pada Pencegahan Retensio Urin dan Resiko Infeksi Saluran Kemih (Max Rarung)
Daftar Pustaka
1. Sehdev HM. Caesarean Delivery. Available : : www.emedicine.com/med/topic3283.htm. Last
update August 6, 2005.
2. Jhonson K. Study find no need to catheterize before c-section. Ob/Gyn News, June 2001: 1-5.
3. Thornhill JA, Fitzpatrick JM. Urinary tract infection. In : Stanton SL, Monga KA Clinical
Urogynecology. 2nd ed. Churchill Livingstone, 2000: 329-41.
4. Ghoreishi J. Indwelling. Urinary catheter in Caesarean Delivery. International Journal Of
Gynaecology and Obstetric 2003; 83 : 267-70.
5. Edward S. Guideline for prevention of catheter – associated urinary tract infection.
Available: www.cdc.gov/gl_catheter_assoc.html. Last update: April 1st, 2005.
6. Rivzi RM, Khan ZS, Khan Z. Diagnosis and Management of post partum urinary retension.
International Journal of Gynaecology and Obststric 2005; 91: 71-2.
7. Pribakti B. Tinjauan kasus retensio urin post pasrum di RSUD Banjarmasin 2002-2003. Dexa
Medica, Januari – Maret 2006; vol 19, no 1; 10-12.
8. Suskhan DJ. Penatalaksanaan retensio urin pasca bedah. Dalam : Junizaf, Eds. Buku Ajar :
Uroginekologi. Sub-bagian Uroginekologi-Rekonstruksi Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI /
RSUPN – CM, Jakarta 2002. hal 63-7.
9. Saultz JW, Tofler WL, Shackles JY. Post pastum urinay retention. Am J Board Fam Pract,
Sept 1991; 4: 341-44.
10. Yip SK, Sahota D, Pang MW, et al. Screening test model using duration of labor for the
detection of post partum urinary retention. Neurology and Urodynamics 2005; 24: 248-53.
11. Ramsay IN, Torbert TE. Incidence of abnormal voiding parameters in the immidiate post
partum period. Neurol Urodyn 2003;
12: 179-83. 12. Kermans G, Wyndale JJ et al. Puerperal
Urinary Retention. Acta Urol Belgica 1996 ; 54 : 376 – 85.

Anda mungkin juga menyukai