Pedoman Pelayanan Igd
Pedoman Pelayanan Igd
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN IGD
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MUNYANG KUTE
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MUNYANG KUTE
REDELONG TENTANG PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI
GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
MUNYANG KUTE REDELONG
Kedua : Kebijakan pedoman pelayanan instalasi gawat darurat
Rumah Sakit Munyang Kute Redelong sebagaimana
dimaksud dalam Diktum Kesatu sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini,
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan dilakukan
perbaikan sebagaimana mestinya apabila di kemudian hari terdapat
kekeliruan
Ditetapkan di : Redelong
Tanggal :
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Munyang Kute Redelong
dr.Sri Tabahhati,Sp.An
Nip.19710825 200504 2 001
PEDOMAN PELAYANAN
ISNTALASI GAWAT
DARURAT
B.Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan Instalasi Gawat Darurat meliputi
1. Pasien dengan kasus True Emergency. Yaitu pasien yang tiba – tiba berada
dalam keadaan gawat darurat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya atau anggota badannya ( akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya.
2. Pasien dengan kasus False Emergency. Yaitu pasien dengan:
Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat
Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya.
Keadaan tidak gawat dan tidak darurat.
B. Batasan Operasional
1. Instalasi Gawat Darurat Adalah unit pelayanan di rumah sakit yang
memberikan pelayanan pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan
kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multidisiplin.
2. Triage. Adalah pengelompokan korban yang berdasarkan atas berat ringannya
trauma / penyakit serta kecepatan penanganan / pemindahannya.
3. Prioritas.
Adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahan yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul.
4. Survey Primer Adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang
mengancam jiwa.
5. Survey Sekunder Adalah melengkapi survei primer dengan mencari perubahan
– perubahan anatomi yang akan berkembang menjadi semakin parah dan
memperberat perubahan fungsi vital yang ada berakhir dengan mengancam
jiwa bila tidak segera diatasi.
6. Pasien Gawat darurat adalah Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan
gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota
badannya ( akan menjadi cacat ) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
7. Pasien Gawat Tidak Darurat adalah Pasien berada dalam keadaan gawat
tetapi tidak memerlukan tindakan darurat misalnya kanker stadium lanjut.
8. Pasien Darurat Tidak Gawat adalah Pasien akibat musibah yang datang tiba –
tiba tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya, misalnya luka
sayat dangkal.
9. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat. Misalnya pasien dengan ulcus tropium ,
TBC kulit , dan sebagainya.
10. Kecelakaan ( Accident ) adalah Suatu kejadian dimana terjadi interaksi
berbagai faktor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehingga
menimbulkan cedera fisik, mental dan sosial.
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
a. Tempat kejadian :
i. Kecelakaan lalu lintas.
ii. Kecelakaan di lingkungan rumah tangga.
iii. Kecelakaan di lingkungan pekerjaan.
iv. Kecelakaan di sekolah.
v. Kecelakaan di tempat – tempat umum lain seperti halnya : tempat
rekreasi, perbelanjaan, di area olah raga, dan lain – lain.
b. Mekanisme kejadian: Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda
asing, tersengat, terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun listrik atau
radiasi.
c. Waktu kejadian
1. Waktu perjalanan ( travelling / transport time )
2. Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain – lain.
11. Cidera.
Masalah kesehatan yang didapat / dialami sebagai akibat kecelakaan.
12. Bencana.
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau
manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaaan manusia, kerugian harta
benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta
menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan masyarakat dan pembangunan
nasional yang memerlukan pertolongan dan bantuan.
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan
dari salah satu system / organ di bawah ini, yaitu :
A. Susunan saraf pusat.
B. Pernafasan.
C. Kardiovaskuler.
D. Hati.
E. Ginjal.
F. Pancreas.
Kegagalan ( kerusakan ) System / organ tersebut dapat disebabkan oleh :
1. Trauma / cedera,
2. Infeksi,
3. Keracunan ( poisoning ),
4. Degerenerasi ( failure),
5. Asfiksi,
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar ( excessive loss of water
and electrolit ),
7. Dan lain-lain.
Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan dan hipoglikemia
dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat ( 4 – 6 ), sedangkan kegagalan
sistim/organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lama.
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD)
dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh :
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat.
2. Kecepatan meminta pertolongan.
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan.
4. Ditempat kejadian.
5. Dalam perjalanan ke rumah sakit.
6. Pertolongan selanjutnya secara mantap di rumah sakit.
D. Landasan Hukum :
1. Undang – undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
2. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 436 / Menkes / SK / VI / 1993
tentang berlakunya Standar Pelayanan di Rumah Sakit
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 0701 / YANMED / RSKS / GDE / VII
/ 1991 Tentang Pedoman Pelayanan Gawat Darurat
4. Undang – undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
5. Undang – undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
—
BAB 2
STANDAR KETENAGAAN.
A. Kualifikasi SDM.
1. Pola ketenagaan dan kualifikasi SDM IGD adalah :
Kualifikasi
Nomor Nama Jabatan Formal Keterangan
D III Bersertifikat
2 Ka Ru IGD Keperawatan BLS/BTCLS/PPGD
D III Bersertifikat
4 Perawat Pelaksana IGD Keperawatan BLS/BTCLS/PPGD
Bersertifikat ACLS/ATLS
5 Dokter IGD Dokter Umum
–
6 TPK SMU
B. Distribusi Ketenagaan
Pola pengaturan ketenagaan Instalasi Gawat Darurat yaitu :
1. Untuk Dinas Pagi :
Petugas yang berdinas pagi terdiri dari petugas shift dan petugas Administrasi
serta Kepala Ruangan dengan rincian sebagai berikut:
1) yang bertugas sejumlah 4 ( Empat ) orang dengan standar minimal
bersertifikat BTCLS.
2) Petugas Administrasi berjumlah dua orang dengan persyaratan pendidikan
minimal SMA.
3) Kepala Ruangan
2. Untuk Dinas Sore :yang bertugas sejumlah 4 ( Empat ) orang dengan standar
minimal bersertifikat BTCLS.
Kategori :
- 1 orang Penanggung Jawab Shift.
- 3 orang Pelaksana.
3. Untuk Dinas Malam : yang bertugas sejumlah 4 (Empat) orang dengan standar
minimal bersertifikat BLS.
Kategori :
- 1 orang Penanggung Jawab Shift.
- 3 orang Pelaksana
Pengaturan Jaga.
1. Pengaturan Jaga Perawat IGD.
Pengaturan jadwal dinas perawat IGD dibuat dan di pertanggung jawabkan
oleh Kepala Ruang (Karu) IGD dan disetujui oleh Kasie Pengendalian
Instalasi.
Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke
perawat pelaksana IGD setiap satu bulan..
Setiap tugas jaga / shift harus ada perawat penanggung jawab shift ( PJ
Shift) dengan syarat pendidikan minimal D III Keperawatan dan masa kerja
minimal 2 tahun, serta memiliki sertifikat tentang kegawat daruratan.
Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, dinas sore, dinas malam, lepas
malam, libur dan cuti selama dua hari.
Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat
jaga sesuai jadwal yang telah ditetapkan ( terencana ), maka perawat yang
bersangkutan harus memberitahu Karu IGD : 2 jam sebelum dinas pagi, 4
jam sebelum dinas sore atau dinas malam. Sebelum memberitahu Karu
IGD, diharapkan perawat yang bersangkutan sudah mencari perawat
pengganti, Apabila perawat yang bersangkutan tidak mendapatkan perawat
pengganti, maka KaRu IGD akan mencari tenaga perawat pengganti yaitu
perawat yang hari itu libur atau perawat IGD yang tinggal di dekat rumah
sakit.
Apabila ada tenaga perawat tiba – tiba tidak dapat jaga sesuai jadwal yang
telah ditetapkan ( tidak terencana ), maka KaRu IGD akan mencari perawat
pengganti yang hari itu libur atau perawat IGD yang tinggal di dekat rumah
sakit. Apabila perawat pengganti tidak di dapatkan, maka perawat yang
dinas pada shift sebelumnya wajib untuk menggantikan.(Prosedur
pengaturan jadwal dinas perawat IGD sesuai SOP terlampir).
A. Standar Fasilitas
1. Fasilitas & Sarana.
IGD RSUD Munyang Kute berlokasi di lantai I gedung utama yang terdiri dari
ruangan Triase, ruang resusitasi , ruang tindakan bedah , ruangan tindakan non
bedah dan ruangan observasi.
Ruangan resusitasi terdiri dari 1 ( satu ) tempat tidur , ruangan tindakan bedah
terdiri dari satu (1 ) tempat tidur, ruangan tindakan non bedah terdiri dari 2 ( dua
) tempat tidur, ruangan observasi terdiri dari 2 ( dua ) tempat tidur.
2. Peralatan.
Peralatan yang tersedia di IGD mengacu kepada buku pedoman pelayanan
Gawat Darurat Departermen Kesehatan RI untuk penunjang kegiatan pelayanan
terhadap pasien Gawat darurat.
3. Alat yang harus tersedia adalah bersifat life saving untuk kasus kegawatan
jantung seperti monitor dan defribrilator.
Alat – alat untuk ruang resusitasi :
1. Mesin suction ( 1 set ),
2. Oxigen lengkap dengan flowmeter ( 1 set ),
3. Laringoskope anak & dewasa ( 1 set ),
4. Spuit semua ukuran ( masing – masing 10 buah ).
5. Oropharingeal air way ( sesuai kebutuhan ).
6. Infus set / transfusi set ( 5 / 5 buah ).
7. Brandcard fungsional diatur posisi trendelenberg, ada gantungan infus &
penghalang ( 1 buah ).
8. Gunting besar (1 buah ).
9. Defribrilator ( 1 buah ).
10. Monitor EKG ( 1 buah ).
11. Trolly Emergency yang berisi alat – alat untuk melakukan resusitasi ( 1 buah ).
12. Papan resusitasi ( 1 buah ).
13. Ambu bag ( 1 buah ).
14. Stetoskop ( 1 buah ).
15. Tensi meter ( 1 buah ).
16. Thermometer ( 1 buah ).
17. Tiang Infus ( 1 buah ).
1. Tablet
Jenis Obat
No Nama Obat Satuan Jumlah
Anti hypertensi/
1. Adalat 5 mg Tablet 10 Betabloker
Anti hypertensi /
2. Adalat 10 mg Tablet 10 Betabloker
c. Cairan Infus
Jenis Obat
No Nama Obat Satuan Jumlah
1. Asering Kolf 4
7. Kaen 3 B Kolf 1
8. Kaen 3 A Kolf 1
9. Larutan 2 A Kolf 7
# Suppositoria
Jenis Obat
No Nama Obat Satuan Jumlah
Anti piretik,
4. Paracetamol Sup Supp 1 Analgetik
Anti piretik,
5. Propyretic 160 mg Supp 1 Analgetik
Anti piretik ,
6. Proris Sup Supp 6 Analgetik
2. OBAT PENUNJANG
3. Injeksi
1. Obat tablet
Jenis Obat
No Nama Obat Satuan Jumlah
3. Norit Tablet 15
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
INDIKATOR
WAKTU TUNGGU
KATEGORI AMBANG
MAKSIMUM
KINERJA
ATS 1 Segera 100%
ATS 2 10 menit 80%
ATS 3 30 menit 75%
ATS 4 60 menit 70%
ATS 5 120 menit 70%
a. ATS 1 (Immediately life-threatening) Keadaan mengancam kehidupan, harus
segera di lakukan tindakan.
Gambaran Klinis :
1. Henti jantung
2. Henti napas
3. Distress pernapasan
4. Frekuensi pernapasan < 10x/menit
5. Sesak nafas berat
6. Tekanan darah < 80 mmHg atau syok pada anak dan bayi
7. Tidak ada respon/ respon hanya dengan rangsang nyeri (GCS <9)
8. Kejang yang sedang berlangsung
9. Gangguan jiwa, dengan ancaman kekerasan yang segera
10. Overdosis obat intravena atau hipoventilasi
Gambaran klinis :
Gambaran klinis :
1. Hipertensi berat
2. Kehilangan banyak darah
3. Napas pendek
4. Saturasi oksigen 90-95%
5. BSL > 16 mmol/lt
6. Demam dengan sebab lain misalnya daya tahan tubuh menurun, reaksi
steroid
7. Muntah persisten
8. Dehidrasi
9. Cedera kepala
10. Nyeri hebat karena sabab lain sehigga memerlukan obat analgesik
11. Nyeri dada bukan karena penyakit jantung
12. Nyeri perut pada pasien > 65 tahun
13. Cedera ekstremitas sedang (deformitas, laserasi berat)
14. Terganggunya sensasi raba pada ekstremitas (denyut nadi tidak teraba)
15. Trauma dengan riwayat risiko tinggi
16. Anak-anak berisiko
17. Kasus- kasus psikiatri :
Stress berat sehingga berisiko melukai diri sendiri
Psikotik akut
Kecanduan/ potensi untuk menyerang
18. Riwayat kejang
d. ATS 4 (Potentially life-serious or situational urgency or significant complexity)
Pemeriksaan dan pengobatan dimulai dalam waktu 60 menit dan
berpotensi mengancam kehidupan.
Gambaran klinis :
1. Perdarahan sedang
2. Apirasi benda asing, tidak ada distress pernapasan
3. Cedera dada tanpa gangguan pernapasan
4. Cedera kepala ringan tanpa penurunan kesadaran
5. Nyeri sedang
6. Muntah atau diare tanpa dehidrasi
7. Visus normal, adanya inflamasi atau benda asing pada mata
8. Trauma ekstremitas ringan, pergelangan kaki terkilir
9. Nyeri abdomen tidak spesifik
10. Kasus- kasus psikiatri :
Masalah kesehatan mental
Dalam pengawasan dan tidak ada risiko langsung terhadap diri sendiri
atau orang lain
e. ATS 5 (Less urgent) Penilaian dan pengobatan dimulai dalam waktu 120
menit.
Gambaran klinis :
1. Nyeri ringan
2. Risiko ringan dan tidak ada gejala klinis
3. Gejala ringan dari sakit yang stabil
4. Gejala ringan dari kondisi risiko rendah
5. Luka lecet yang ringan (tidak memerlukan penjahitan luka)
6. Imunisasi
7. Kasus – kasus psikiatri :
Gejala kronik
Tujuan
Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di rumah sakit
Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )
TATA LAKSANA
1. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada
pasien
2. Melaporkan pada dokter jaga IGD
3. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga
4. Mengobservasi keadaan umum pasien
5. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “ Pelaporan Insiden
Keselamatan”
BAB VII
KESELAMATAN KERJA.
A. Pendahuluan
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi
lebih tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejal. Setiap hari ribuan anak
berusia kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 – 49 tahun terinfeksi
HIV. Dari keseluruhan kasus baru 25% terjadi di Negara – negara berkembang yang
belum mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus
yang sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus
secara langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi
penularan dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa
pelingdung, pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya
kewaspadaan umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit :
tato, tindik, dll).
Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui
tindakan pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut
data PMI angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08%
pada tahun 1998 dan angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan
WHO adalah 2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis
karena tidak memberikan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat
keinginan untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi
semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi
dikenal melalui “ Kewaspadaan Umum “ atau “Universal Precaution” yaitu dimulai
sejak dikenalnya infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi “Petugas
Kesehatan”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan
kontak langsung dengan pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya
mempunyai resiko terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga
kesehatan dan keselamatan darinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja
maksimal.
B. Tujuan
1. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat
melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
2. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai
resiko tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk
menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip
“Universal Precaution”.
Tindakan yang beresiko terpajan
Cuci tangan yang kurang benar.
Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman.
Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman.
Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat.
Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.