Lestari Agusalim*
Program Studi Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Trilogi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah kebijakan pajak ekspor bagi komoditas
pertanian utama mampu mendorong pertumbuhan output sektor agroindustri. Model yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model CGE comparative static. Data yang digunakan
adalah Tabel Input-Output 2008 dan Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) 2008,
serta data pendukung lainnya. Simulasi dilakukan dengan mengenakan pajak ekspor bagi
komoditas pertanian utama, disesuaikan dengan kebijakan pemerintah untuk mempercepat
pertumbuhan agroindustri. Hasil simulasi menunjukkan kebijakan tersebut mampu
menghambat pertumbuhan ekspor pada komoditas yang dikenai pajak sehingga mendorong
percepatan pertumbuhan output agroindustri dalam jangka panjang, walaupun dalam jangka
pendek berdampak negatif terhadap pertumbuhan output agroindustri. Di sisi lain, kebijakan
tersebut tidak pro terhadap pertumbuhan ekonomi dan memperburuk daya saing ekspor.
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze wether export tax policy on primary agriculture
commodity can stimulate the growth of agroindustry. The model used in this research is a
comparative static CGE model. The data used is the Input-Output Table in 2008, the System
Accounting Matrix (SAM) Table in 2008, and other relevant supporting sources. Simulations
carried out by applying export taxes on primary agricultural commodities, adjusted by
government policy to accelerate the growth of agroindustry. The simulation indicates that it can
inhibit the export growth on taxed commodities so that accelerate the long term agroindustrial
output growth. Although it has negative effect on the short term. On the other hand, the policy
doesn’t pro the economic growth and aggravate the export competitiveness.
lapangan kerja untuk mengurangi tingginya 2006). Proses tranformasi telah terjadi di
tingkat pengangguran. Riedel (1992) Indonesia, dimana sektor pertanian yang
mengungkapkan sektor industri dianggap selama ini berkontribusi besar terhadap PDB
sebagai obat mujarab untuk mengatasi masalah terdominasi oleh sektor Industri. Transformasi
pembangunan ekonomi di negara-negara tersebut mulai terlihat sejak tahun 1991, di
berkembang. Hal serupa juga dinyatakan mana kontribusi sektor industri pengolahan
oleh Soekartawi (2005) dan Saragih dan sebesar 19,95% yang nilainya lebih besar
Krisnamurthi (1992) yang menyatakan bahwa daripada kontribusi sektor pertanian, yaitu
pengembangan sektor agroindustri penting sebesar 18,43%. Pada tahun 2015, kontribusi
karena akan menghasilkan produk yang sector industri mencapai 21,52% terhadap
memiliki nilai tambah dan memiliki pangsa PDB. Penyumbang terbesar dalam sektor
pasar yang besar. Akan tetapi, pelaksanaan industri adalah sektor agroindustri. Meskipun
industrialisasi tidak selalu mengalami demikian, kontribusinya terhadap PBD setiap
keberhasilan. Sebagai contoh, industrialisasi tahunnya terus menurun sejak tahun 1999
di Indoensia sempat rontok pada krisis (BPS, 2016).
tahun 1998. Hal ini dikarenakan industri Pada tahun 2015, agroindustri masih tetap
yang berkembang pada saat itu adalah menjadi subsektor dominan dilihat dari
industri besar yang kurang memperhatikan kontribusi terhadap PDB sektor industri, yaitu
usaha kecil dan tidak berbasis pertanian 58,62%. Secara nasional, sektor ini mampu
(Tambunan dan Priyanto 2005). Oleh karena berkontribusi sebesar 12,62% lebih rendah
itu, Indonesia sebagai negara yang memliki daripada sektor pertanian yang berkontribusi
sumber daya alam dan sumber daya manusia sebesar 13,08%. Pergerakan kontribusi dan
yang melimpah haruslah membangun pertumbuhan agroinudstri dapat dilihat pada
industri yang didasarkan pada keunggulan Gambar 1.
komparatifnya sehingga dapat menjadi Berdasarkan Gambar 1, kontribusi
keunggulan kompetitif. agroindustri secara konsisten menurun setiap
Strategi pembangunan yang disusun oleh tahunnya. Pertumbuhan sektor ini mengalami
pemerintah lambat laun akan disesuaikan penurunan signifikan pada tahun 1998 sebagai
dengan kondisi transformasi struktural akibat dari krisis ekonomi dan politik yang
perekonomian yang dicirikan dengan adanya terjadi pada saat itu. Sejak tahun 1999 sampai
pembangunan ekonomi (Todaro dan Smith dengan tahun 2015 rata-rata pertumbuhan
102
Percepatan Pertumbuhan Agroindustri Indonesia Melalui Kebijakan Pajak Ekspor: [Lestari Agusalim]
103
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 10 No. 2 ▪ AGUSTUS 2017
dilakukan kajian lebih mendalam mengenai input antara, (4) permintaan gabungan
apakah kebijakan pajak ekspor mampu input primer dan input antara, (5) gabungan
menjadi instrumen yang efektif untuk komoditi dari output industri, (6) Permintaan
mendorong percepatan pertumbuhan untuk barang-barang investasi, (7) permintaan
agroindustri. rumah tangga, (8) ekspor dan permintaan
akhir lainnya, (9) permintaan margin, (10)
DATA DAN METODOLOGI harga ditingkat pembeli, (11) kondisi market
clearing, (12) pajak tidak langsung, (13) PDB
Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini dari sisi pendapatan dan pengeluaran, dan
adalah data sekunder diantaranya data Tabel (14) kesimbangan perdagangan dan agregasi
Input-Output (I-O) tingkat nasional tahun lainnya.
2008, Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Oleh karena jumlah persamaan dalam
tahun 2008, data PDB dan komponennya, serta setiap blok persamaan di atas sangat banyak,
berbagai data pendukung lainnya. Sumber maka tidak akan ditampilkan semua. Sebagai
data diperoleh dari Badan Pusat Statistik contoh, dalam blok 8 terdapat persamaan
(BPS), Kementerian Pertanian, Kementerian ekspor dan permintaan akhir lainnya. Fungsi
Perindustrian, Kementerian Keuangan, permintaan aktual untuk komoditas ekspor
Kementerian Perdagangan, Kementerian secara individu dirumuskan sebagai berikut:
Kehutanan, dan berbagai institusi nasional
dan internasional, serta sumber lainnya yang X4c= F4Qc [P4c /PHI/ P4c]EXP_ELASTc..........(1)
berasal dari penelitan sebelumnya.
Model yang digunakan dalam penelitian Adapun notasi dalam persamaan di atas
ini adalah model CGE comparative static yang diuraikan sebagai berikut: “X4c” menyatakan
merupakan kombinasi dan pengembangan volume ekspor berdasarkan komoditi. ”P4c”
dari model dasar ORANI-F (Horridge et al., adalah harga komoditi (rupiah). “PHI”
1993), INDOF (Oktaviani, 2000), dan WAYANG merupakan nilai tukar (rupiah per dolar
(Wittwer, 1999) sehingga dapat digunakan US). “EXP_ELASTc” adalah elastisitas ekspor
sebagai alat analisis untuk mengkaji dampak berdasarkan komoditi. “F4c” adalah demand
pajak ekspor bagi pertanian utama terhadap shifter.
ekonomi makro dan ouput dan harga Salah satu persamaan yang tedapat
agroindustri, serta ekspor impor sektor agro dalam Blok 12 adalah pajak penjualan.
industri di Indonesia. Selanjutnya model ini Pajak penjualan dinyatakan dalam bentuk
diberi nama model CGE AGROINDUSTRI. ad valorem tax dan masing-masing jenis
Analisis belum memasukkan unsur dinamis komoditas yang dibedakan atas sumber dan
(waktu), sehingga disebut sebagai model jenis penggunaannya memiliki rate pajak yang
comparative static. Dalam penelitian ini akan berbeda-beda. Sebagai contoh, perhitungan
dikaji dampak jangka pendek (short run) pajak yang dikenakan bagi produsen adalah:
dan jangka panjang (long run) dari kebijakan
pajak ekspor. Menurut Horridge (2001), T1csi= F0TAXc_s * F1TAX_csi.............................(2)
durasi jangka pendek tidak dapat dinyatakan
secara eksplisit, tetapi umumnya sekitar satu “T1csi” adalah nilai pajak dari suatu komoditi
sampai tiga tahun. Dalam jangka pendek yang diproduksi oleh domestik. “F0TAXc_s
diasumsikan pengeluaran pemerintah dan * F1TAX_csi” adalah variabel shifter. Bentuk
investasi riil tidak konstan, serta upah riil umum dari penerimaan pajak adalah tingkat
kaku. Dalam jangka panjang ketiga variabel pajak dikalikan dengan nilai produk sebelum
tersebut mengalami perubahan. dikenai pajak atau sama dengan (Power of tax-
Sistem persamaan dalam model ini terdiri 1) dikalikan dengan nilai produk sebelum
dari 14 blok persamaan, diantaranya; (1) dikenai pajak.
permintaan untuk tenaga kerja, (2) permintaan
untuk input primer, (3) permintaan untuk
104
Percepatan Pertumbuhan Agroindustri Indonesia Melalui Kebijakan Pajak Ekspor: [Lestari Agusalim]
105
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 10 No. 2 ▪ AGUSTUS 2017
penurunan konsumsi rumah tangga dan sebesar 0,2% artinya 99,8% komoditas kayu
peningkatan devaluasi riil. Dalam jangka digunakan untuk memenuhi pasar domestik,
pendek, penurunan ekspor jauh lebih kecil sehingga apabila dikenakan pajak ekspor,
dibandingkan dengan penurunan impor, hal maka justru menjadi beban produksi bagi
ini berimplikasi rasio neraca perdagangan sektor tersebut, sehingga berdampak negatif
terhadap PDB mengalami peningkatan. Dari terhadap ouput di pasar domestik meski
sisi penerimaan, dalam jangka pendek PDB besaran perubahannya relatif kecil. Pangsa
riil turun karena baik sewa barang modal, ekspor industri kelapa sawit (CPO) mencapai
dan sewa lahan mengalami penurunan. 67%, sehingga hanya 33% digunakan dalam
Dalam jangka panjang, walaupun upah pasar domestik. Output domestik minyak
riil mengalami peningkatan karena terjadi sawit (CPO) turun karena selama ini
deflasi, tapi sewa barang modal dan lahan minyak sawit lebih banyak diekspor dalam
makin makin turun, sehingga secara agregat bentuk CPO dan belum mampu dilakukan
mengakibatkan PDB riil turun. beragam inovasi untuk membuat produk
Secara umum, hasil simulasi pengenaan turunan dari minyak sawit tersebut. Hal
pajak ekspor pada dasarnya bertujuan untuk ini dikarenakan penguasaan research and
mempercepat pertumbuhan agroindusri, akan development produk hilir turunan CPO masih
tetapi berdampak negatif terhadap variabel lemah (Kemenperin, 2009). Penelitian lainya
ekonomi makro. Bila keberhasilan ekonomi dilakukan oleh Panjaitan (2013) menyatakan
nasional hanya dinilai berdasarkan indikator bahwa minimnya hilirisasi minyak sawit
ekonomi makro, maka kebijakan tersebut (CPO) disebabkan oleh dukungan riset yang
dinilai tidak pro terhadap pertumbuhan belum optimal dan lemahnya kebijakan
ekonomi nasional, dan memperburuk daya instrumen fiskal yang dibutuhkan untuk
saing ekspor. mendorong kompetitif volume diversifikasi
produk minyak sawit. Padahal, minyak sawit
Dampak terhadap Output dan Harga (CPO) memiliki potensi diversifikasi tinggi.
Domestik Sektoral Rekayasa kimia ataupun modifikasi fisika
Kebijakan pajak ekspor dalam jangka dapat memberikan beragam produk turunan
pendek menyebabkan hampir semua sektor sawit, baik peruntukan pangan maupun non
agroindustri mengalami penurunan output, pangan.
kecuali sektor industri kertas dan karbon dan Di sisi lain, sektor kakao mengalami
industri pengolahan karet. Penurunan tersebut pertumbuhan output yakni, sebesar 3,34%.
relatif kecil. Penyebab utama penurunan Hal ini menunjukkan bahwa komoditas kakao
output domestik di sektor agroindustri mampu terserap ke dalam pasar domestik.
dikarenakan terjadinya penurunan output Hal ini memberikan gambaran bahwa
domestik di sektor pertanian. pasar domestik merespon positif kebijakan
Secara teoritis kebijakan pajak ekspor akan pemerintah dalam mengenakan pajak ekspor
meningkatkan biaya produksi bagi sektor kakao. Sektor lain yang tidak membutuhkan
yang dikenai pajak, sehingga menghambat banyak input pertanian, maupun input dari
produsen mengekspor komoditas yang agroindustri justru mengalami peningkatan
dikenai pajak tersebut dan menjualnya di output seperti sektor pertambangan, industri
pasar domestik (Salvatore, 1997). Tetapi teori kimia, industri semen, sektor listrik gas dan
tersebut tidak terbukti pada sektor kayu air bersih, sektor bangunan, dan sektor jasa.
dan industri kelapa sawit (CPO) di mana Selanjutnya, dalam jangka panjang
dalam jangka pendek kedua sektor tersebut diasumsikan telah terjadi perubahan
mengalami penurunan output domestik, penyesuaian alokasi penggunaan faktor-
masing-masing sebesar 0,04% dan 1,33%. Hal faktor produksi dan perubahan investasi.
ini menunjukkan bahwa kedua komoditas Dengan demikian, pengenaan pajak
tersebut tidak terserap di pasar domestik. ekspor tentunya memiliki pengaruh yang
Untuk diketahui, pangsa ekspor kayu hanya berbeda terhadap output domestik sektoral.
106
Percepatan Pertumbuhan Agroindustri Indonesia Melalui Kebijakan Pajak Ekspor: [Lestari Agusalim]
Output Harga
Sektor Jangka Jangka Jangka Jangka
Pendek Panjang Pendek Panjang
Sektor pertanian
Padi -0,09 -0,15 -0,16 -1,57
Tanaman makanan
-0,09 0,22 -0,13 -1,41
lainnya
Karet -0,10 1,32 0,29 -1,21
Tebu -0,08 0,33 0,15 -1,59
Kelapa sawit -3,89 -2,93 -5,44 -5,58
Tembakau -0,16 0,03 -0,08 -1,46
Kopi -0,03 0,25 0,01 -0,26
Teh -0,05 0,39 0,27 -1,66
Kakao 3,34 3,55 -4,39 -4,36
Tanaman perkebunan
-0,79 -0,37 -0,99 -1,71
lainnya
Peternakan -0,09 0,24 -0,14 -1,88
Kayu -0,04 0,23 -0,23 -1,63
Hasil hutan lainnya -0,06 0,46 -0,15 -0,96
Perikanan -0,09 0,24 -0,09 -1,48
Sektor agroindustri
Makanan -0,04 0,18 -0,26 -1,02
Industri kelapa sawit -1,33 -0,10 -7,64 -7,18
Beras -0,10 0,15 -0,14 -1,28
Terigu -0,10 0,05 -0,10 -0,77
Gula -0,08 0,32 0,02 -0,98
Minuman -0,09 -0,06 -0,10 -0,87
Rokok -0,15 -0,07 -0,11 -0,62
Pemintalan -0,04 0,87 -0,03 -0,06
Tekstil, pakaian, & kulit -0,10 0,30 0,00 -0,39
Bambu, kayu, & rotan -0,06 0,10 0,02 -0,45
Kertas & karbon 0,04 -0,08 0,02 -0,39
Pupuk pestisida -0,76 -0,35 -0,29 -0,61
Pengolahan karet 0,01 0,14 0,03 -0,34
Berdasarkan Tabel 2, hampir di setiap sektor pertumbuhan negatif tersebut semakin kecil.
mengalami pertumbuhan positif. Bagi Sektor yang dikenai pajak memiliki dampak
sektor-sektor yang semulanya mengalami yang berbeda di mana sektor kakao dan kayu
pertumbuhan negatif, dalam jangka panjang, mengalami pertumbuhan positif, masing-
107
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 10 No. 2 ▪ AGUSTUS 2017
masing sebesar 3,55% dan 0,23%. Sementara apabila terjadi perubahan permintaan maka
itu, sektor industri kelapa sawit (CPO) akan mempengaruhi pola perubahan harga
mengalami pertumbuhan negatif dengan (Mankiw et al., 2012).
besaran relatif lebih kecil dibandingkan Hasil simulasi pada Tabel 2 menujukkan
dengan jangka pendek, yaitu sebesar 0,10%. terjadi penurunan harga output domestik
Subsektor agroindustri yang mengalami sektoral pada sebagian besar sektor ekonomi.
pertumbuhan positif diantaranya industri Dalam jangka pendek, penurunan output
makanan, industri beras, industri terigu, domestik sektoral mendorong penurunan
industri gula, industri pemintalan, industri harga. Hal ini disebabkan oleh penurunan
tekstil, pakaian, dan kulit, industri bambu, output mendapat respon negatif dari sisi
kayu, dan rotan, dan industri pengolahan permintaan. Penurunan harga terbesar
karet. Di sisi lain terjadi pertumbuhan negatif terjadi di sektor kelapa sawit, sektor kakao,
pada industri kelapa sawit (CPO), industri dan industri kelapa sawit (CPO), masing-
minuman, industri rokok, industri kertas dan masing sebesar. 5,44%, 4,39%, dan 7,64%.
karbon, dan industri pupuk pestisida. Dalam jangka panjang, peningkatan output
Hasil simulasi menujukkan bahwa kebijakan domestik sektoral, menyebabkan harga
pajak ekspor memiliki dampak yang berbeda output domestik turun. Penurunan harga
dalam jangka pendek dan jangka panjang. jauh lebih besar dibandingkan dengan
Dalam jangka pendek, pajak ekspor belum penurunan harga dalam jangka pendek. Hal
mampu mendorong peningkatan output ini terjadi karena peningkatan output pada
domestik pada sektor yang dikenai pajak jangka panjang tidak diikuti oleh perubahan
kecuali sektor kakao. Akibatnya, kebijakan permintaan. Penurunan harga output
ini tidak mampu mendorong percepatan domestik, mendorong peningkatan ekspor
petumbuhan agroindustri. Sebaliknya, dalam dalam jangka panjang.
jangka panjang terjadi pertumbuhan positif
hampir diseluruh subsektor agroindustri, Dampak terhadap Ekspor dan Impor
tetapi dengan laju yang relatif kecil. Temuan Sektoral
lain yang menarik untuk disimak adalah Hasil simulasi pada Tabel 3 menunjukkan
pengenaan pajak ekspor terhadap minyak bahwa dalam jangka pendek kebijakan pajak
sawit (CPO) akan menurunkan output ekspor mampu menghambat pertumbuhan
domestik pada sektor hulunya, yaitu sektor ekspor industri kelapa sawit (CPO), kakao, dan
kelapa sawit (TBS). Hal ini mencerminkan kayu masing-masing sebesar 6,37%, 2,32%,
bahwa pengusaha minyak sawit (CPO) akan dan 10,67%. Namun dalam jangka panjang
menekan harga kelapa sawit (TBS) yang penurunan ekspor menjadi lebih kecil. Hal ini
dihasilkan petani sehingga output domestik dikarenakan, masing-masing industri yang
kelapa sawit dalam bentuk TBS menurun. dikenai pajak telah melakukan penyesuaian
Penurunan harga TBS kelapa sawit dapat alokasi sumberdaya sehingga relatif menjadi
dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis ini sejalan lebih efisien. Hasil penilitian ini serupa
dengan riset yang dilakukan oleh Sugema, et dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
al (2007) yang menjelaskan bahwa pengenaan Purba (2012) bahwa pengenaan pajak ekspor
pajak ekspor akan berakibat pada lemahnya berpengaruh negatif terhadap volume ekspor
kemampuan pelaku ekonomi di sektor hulu CPO sehingga menurunkan daya saing
untuk melakukan integrasi vertikal ke hilir. ekspor Indonesia. Hal lain yang menarik
Perubahan output domestik sektoral untuk dianalisis adalah penerapan pajak
akibat kebijakan pajak ekspor memiliki ekspor minyak sawit (CPO) menyebabkan
pengaruh langsung terhadap tingkat harga terjadinya peningkatan ekspor kelapa
output domestik sektoral. Berdasarkan sawit (TBS) sebesar 21,02% dalam jangka
teori ekonomi, apabila terjadi peningkatan pendek, yang meningkat menjadi 24,84%
output akan diikuti oleh penurunan harga, dalam jangka panjang. Peningkatan ekspor
dengan asumsi permintaan konstan. Namun, ini terjadi karena harga kelapa sawit (TBS)
108
Percepatan Pertumbuhan Agroindustri Indonesia Melalui Kebijakan Pajak Ekspor: [Lestari Agusalim]
Eksport Import
Sektor Jangka Jangka Jangka Jangka
Pendek Panjang Pendek Panjang
Sektor pertanian
Padi 1,63 17,19 -0,89 -7,33
Tanaman makanan
0,66 7,16 -0,25 -1,58
lainnya
Karet -1,13 4,84 0,49 -1,10
Tebu -0,59 6,40 0,28 -3,39
Kelapa sawit 21,02 24,84 -17,43 -15,90
Tembakau 0,00 0,00 0,00 -0,05
Kopi -0,04 1,04 0,03 -0,26
Teh -1,07 6,69 0,51 -3,68
Kakao -2,32 -1,60 -6,96 -6,70
Tanaman perkebunan
3,84 6,88 -0,21 0,36
lainnya
Peternakan 0,32 4,34 -0,50 -4,00
Kayu -10,67 -6,97 -0,53 -2,67
Hasil hutan lainnya 0,33 2,18 -0,01 -1,12
Perikanan 0,21 3,41 -0,37 -3,34
Sektor agroindustri
Makanan 0,59 2,33 -0,40 -1,08
Industri kelapa sawit -6,37 -5,47 -4,49 -4,48
Beras 0,37 3,37 -1,75 -13,00
Terigu 0,23 1,74 -0,28 -0,94
Gula -0,05 2,24 -0,15 -0,86
Minuman 0,23 1,97 -0,27 -1,03
Rokok 0,24 1,40 -0,24 -0,62
Pemintalan 0,18 0,33 -0,08 0,71
Tekstil, pakaian, & kulit -0,00 2,05 -0,16 -1,11
Bambu, kayu, & rotan -0,12 2,64 0,00 0,31
Kertas & karbon -0,05 0,89 0,01 -0,60
Pupuk pestisida 2,16 4,54 -2,35 -2,76
Pengolahan karet -0,25 2,65 0,15 -1,19
109
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 10 No. 2 ▪ AGUSTUS 2017
110
Percepatan Pertumbuhan Agroindustri Indonesia Melalui Kebijakan Pajak Ekspor: [Lestari Agusalim]
Panjaitan, FR. 2013. Hilirisasi CPO Tambunan, M. dan S.H. Priyanto. 2005.
di Indonesia: Tantangan, Peluang, Perubahan Struktur Ekonomi
dan Strategi. Pusat Penelitian Kelapa dan Peranan Agroindustri dalam
Sawit (PPKS). Jakarta. Dapat diakses Proses Industrialisasi Pertanian di
di http://inspirasibangsa.com/hilirisasi- Indonesia. Dalam Soesastro et al. (editor),
cpo-di-indonesia-tantangan-peluang-dan- Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi
strategi-2/. di Indonesia dalam Setengah Abad
Peraturan Presiden. 2011. Masterplan Terakhir. Kerjasama Kanisius dan Ikatan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Sarjana Ekonomi Indonesia. Jakarta.
Ekonomi Indonesia 2011-2025. Undang-Undang. 2014. Undang-
Kementerian Koordinator Bidang Undang Republik Indonesia Nomor 3
Perekonomian. Jakarta. Dapat diakses Tahun 2014
tentang
Perindustrian. Dapat
di https://ppidkemkominfo.files. diakses di http://www.kemenperin.
wordpress.com/2015/02/perpres-no- go.id/download/5181/Undang-Undang-
32tahun-2011mp3ei-2011-2025.pdf. No-3-Tahun-2014-Perindustrian.
Purba, JH Veriadi. 2012. Dampak Pajak _______. 2007. Undang-Undang
Ekspor Crude Palm Oil terhadap Industri Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
Minyak Goreng Indonesia. [Disertasi]. 2007
tentang
Rencana Pembangunan
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–
Riedel, J. 1992. Pembangunan Ekonomi 2025. Dapat diakses di http://www.
di Asia Timur: Melakukan Hal yang setneg.go.id/index.php?option=com_
Lazim Terjadi. Dalam Hughes, H. (ed.). Warr, P.O. 1998. WAYANG, An Empirically-
Keberhasilan Industrialisasi di Asia Based Applied General Equilibrium
Timur. PT. Gramedia Pustaka Utama. Model of The Indonesian Economy.
Jakarta. Department of Economics, Research
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. School of Pacific and Asian Studies,
Munandar [penerjemah]. Erlangga. Australian National University. Canberra.
Jakarta. Wittwer, G dan Anderson, K. 2001. Impact
Saragih, B. & B. Krisnamurthi. 1992. of the GST and wine tax reform on
Agoindustri sebagai Suatu Sektor yang Australia Wine Industry: A CGE
Memimpin dalam PJP-II (Agroindustry Analysis.
as a leading sector). Supporting Paper Centre for International Economic Studies
pada diskusi panel-forum Pendidikan and University of Adelaide. Australia.
dan Penelitian Menuju Pengembangan Wittwer, G. 1999. WAYANG 2: A General
Agroindustri dalam Pembangunan Equilibrium Model Adapted for the
Jangka Panjang Tahap II. Institut Indonesian Economy. CIES Working
Pertanian Bogor. Bogor. Paper.
Soekartawi. 2005. Agroindustri dalam Sugema, I., M.F. Hasan, Aviliani, U.
Perspektif Sosial Ekonomi. PT Raja Hidayat, dan Sugiyono. 2007. Strategi
Grafindo Persada. Jakarta. Pengembangan Industri Hilir Kelapa
Todaro, M.P dan S.C. Smith. Sawit. INDEF. Jakarta.
2006. Pembangunan Ekonomi. Yelvi
[penerjemah]. Erlangga. Jakarta.
112