Anda di halaman 1dari 12

pISSN : 2301 - 8968

JEKT ♦ 10 [2] : 101-112


eISSN : 2303 - 0186

Percepatan Pertumbuhan Agroindustri Indonesia Melalui


Kebijakan Pajak Ekspor: Model CGE Comparative Static

Lestari Agusalim*
Program Studi Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Trilogi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah kebijakan pajak ekspor bagi komoditas
pertanian utama mampu mendorong pertumbuhan output sektor agroindustri. Model yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model CGE comparative static. Data yang digunakan
adalah Tabel Input-Output 2008 dan Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) 2008,
serta data pendukung lainnya. Simulasi dilakukan dengan mengenakan pajak ekspor bagi
komoditas pertanian utama, disesuaikan dengan kebijakan pemerintah untuk mempercepat
pertumbuhan agroindustri. Hasil simulasi menunjukkan kebijakan tersebut mampu
menghambat pertumbuhan ekspor pada komoditas yang dikenai pajak sehingga mendorong
percepatan pertumbuhan output agroindustri dalam jangka panjang, walaupun dalam jangka
pendek berdampak negatif terhadap pertumbuhan output agroindustri. Di sisi lain, kebijakan
tersebut tidak pro terhadap pertumbuhan ekonomi dan memperburuk daya saing ekspor.

Kata kunci : agroindusti, pajak ekspor, PDB, CGE

Indonesia Agroindustry Growth Acceleration


through Export Tax Policy: CGE Comparative
Static Model

ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze wether export tax policy on primary agriculture
commodity can stimulate the growth of agroindustry. The model used in this research is a
comparative static CGE model. The data used is the Input-Output Table in 2008, the System
Accounting Matrix (SAM) Table in 2008, and other relevant supporting sources. Simulations
carried out by applying export taxes on primary agricultural commodities, adjusted by
government policy to accelerate the growth of agroindustry. The simulation indicates that it can
inhibit the export growth on taxed commodities so that accelerate the long term agroindustrial
output growth. Although it has negative effect on the short term. On the other hand, the policy
doesn’t pro the economic growth and aggravate the export competitiveness.

Keywords : agroindustry, export tax, GDP, CGE


JEL: C68, F43, L52, Q17

PENDAHULUAN 2014 dan RPJMN 2015-2019. Pembangunan


industri juga diatur secara terperinci di
Penentuan arah kebijakan industri nasional dalam Rencana Induk Pembangunan Industri
jangka panjang mengacu pada Rencana Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035 karena
Pembangunan Jangka Panjang Nasional merujuk pada UU No. 3 Tahun 2014 tentang
(RPJPN) tahun 2005–2025 (UU No. 17 Tahun Perindustrian.
2007). Sedangkan untuk jangka menengah Sektor industri berperan penting dalam
mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka mendorong pertumbuhan ekonomi,
Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010– pengentasan kemiskinan, dan penciptaan

*) E-mail: lestariagusalim@trilogi.ac.id 101


Jl. TMP. Kalibata No. 1, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 10 No. 2 ▪ AGUSTUS 2017

Gambar 1. Kontribusi dan Pertumbuhan Agroindustri terhadap PDB (%)

Sumber: BPS, 2016 (diolah)

lapangan kerja untuk mengurangi tingginya 2006). Proses tranformasi telah terjadi di
tingkat pengangguran. Riedel (1992) Indonesia, dimana sektor pertanian yang
mengungkapkan sektor industri dianggap selama ini berkontribusi besar terhadap PDB
sebagai obat mujarab untuk mengatasi masalah terdominasi oleh sektor Industri. Transformasi
pembangunan ekonomi di negara-negara tersebut mulai terlihat sejak tahun 1991, di
berkembang. Hal serupa juga dinyatakan mana kontribusi sektor industri pengolahan
oleh Soekartawi (2005) dan Saragih dan sebesar 19,95% yang nilainya lebih besar
Krisnamurthi (1992) yang menyatakan bahwa daripada kontribusi sektor pertanian, yaitu
pengembangan sektor agroindustri penting sebesar 18,43%. Pada tahun 2015, kontribusi
karena akan menghasilkan produk yang sector industri mencapai 21,52% terhadap
memiliki nilai tambah dan memiliki pangsa PDB. Penyumbang terbesar dalam sektor
pasar yang besar. Akan tetapi, pelaksanaan industri adalah sektor agroindustri. Meskipun
industrialisasi tidak selalu mengalami demikian, kontribusinya terhadap PBD setiap
keberhasilan. Sebagai contoh, industrialisasi tahunnya terus menurun sejak tahun 1999
di Indoensia sempat rontok pada krisis (BPS, 2016).
tahun 1998. Hal ini dikarenakan industri Pada tahun 2015, agroindustri masih tetap
yang berkembang pada saat itu adalah menjadi subsektor dominan dilihat dari
industri besar yang kurang memperhatikan kontribusi terhadap PDB sektor industri, yaitu
usaha kecil dan tidak berbasis pertanian 58,62%. Secara nasional, sektor ini mampu
(Tambunan dan Priyanto 2005). Oleh karena berkontribusi sebesar 12,62% lebih rendah
itu, Indonesia sebagai negara yang memliki daripada sektor pertanian yang berkontribusi
sumber daya alam dan sumber daya manusia sebesar 13,08%. Pergerakan kontribusi dan
yang melimpah haruslah membangun pertumbuhan agroinudstri dapat dilihat pada
industri yang didasarkan pada keunggulan Gambar 1.
komparatifnya sehingga dapat menjadi Berdasarkan Gambar 1, kontribusi
keunggulan kompetitif. agroindustri secara konsisten menurun setiap
Strategi pembangunan yang disusun oleh tahunnya. Pertumbuhan sektor ini mengalami
pemerintah lambat laun akan disesuaikan penurunan signifikan pada tahun 1998 sebagai
dengan kondisi transformasi struktural akibat dari krisis ekonomi dan politik yang
perekonomian yang dicirikan dengan adanya terjadi pada saat itu. Sejak tahun 1999 sampai
pembangunan ekonomi (Todaro dan Smith dengan tahun 2015 rata-rata pertumbuhan

102
Percepatan Pertumbuhan Agroindustri Indonesia Melalui Kebijakan Pajak Ekspor: [Lestari Agusalim]

agroindustri sebesar 4,22% berada di bawah ketersediaan bahan baku, pemerintah


pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu sebesar pernah melakukan kebijakan peningkatan
5,04%. pajak ekpsor CPO sebanyak tiga kali dalam
Penurunan kontribusi dan relatif kecilnya setahun pada tahun 1998. Penetapan pajak ini
pertumbuhan agroindustri harus mendapat disesuaikan dengan perubahan harga dunia
perhatian khusus dari pemerintah untuk saat itu. Salah satu tujuan diterapkan pajak
mendorong kembali industri tersebut untuk ekspor pada saat itu adalah untuk menjaga
mencegah terjadinya deindustrialisasi. kertersediaan dan stabilisasi harga minyak
Peran pemerintah adalah menyediakan goreng domestic. Setelah pasokan CPO mulai
perangkat aturan dan regulasi yang memberi stabil untuk memasok industri minyak goring
insentif bagi dunia usaha agroindustri dan domestik dan harga minyak goreng mulai
infrastruktur tersebut secara paripurna. turun, pemerintah kembali menurunkan
Aturan tersebut dapat berupa kebijakan pajak ekspor secara bertahap (Munadi, 2007).
pajak, bea keluar, aturan ketenagakerjaan, Berdasarkan beberapa kajian akademis
perizinan, pertanahan, dan lainnya, sesuai yang dilakukan oleh Purba (2012), Bouet
kesepakatan dengan dunia usaha. Perlakuan dan Debucquet (2010), Mitra dan Josling
khusus diberikan agar dunia usaha (2009), Sugema, et al (2007), dan Wittwer
memiliki perspektif jangka panjang dalam dan Anderson (2001), menemukan bahwa
pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi kebijakan pajak terhadap suatu komoditas
baru (MP3EI, 2011). akan menurunkan permintaan akan
Salah satu kendala terbesar dalam komoditas tersebut. Apabila pajak dikenakan
pengembangan agroindustri adalah masalah terhadap komoditas yang diekpor maka akan
ketersediaan bahan baku, sementara ekspor terjadi penurunan permintaan dunia akan
komoditas pertanian utama selalu meningkat komoditas tersebut. Sama halnya apabila
setiap tahunnya. Pada tahun 2015 neraca pajak dikenakan pajak pada komoditas
perdagangan komoditas pertanian mengalami yang dijual di dalam negeri maka akan
surplus sebesar USD13,59 miliar, tetapi hanya menurunkan permintaan domestik, tetapi
satu subsektor yang berkontribusi besar dapat mendorong ekspor.
terhadap perdagangan sektor pertanian, Secara teoritis perdagangan bebas dapat
yaitu subsektor perkebunan dengan surplus memaksimalkan output dunia hampir
perdagangan sebesar USD 23,54 miliar. setiap negara masih menerapkan berbagai
Subsektor tanaman pangan, hortikultura, bentuk hambatan terhadap berlangsungnya
dan peternakan justru mengalami defisit perdagangan internasional secara bebas.
pedagangan. Komoditas ekspor utama Tujuannya adalah untuk kepentingan
subsektor perkebunanan terdiri atas kelapa perdagangan masing-masing negara
sawit (CPO), karet, kopi, kelapa, kakao, dan (Salvatore 1997). Helpman dan Krugman
teh (Deptan, 2016). (1985) membenarkan ilustrasi diatas dengan
Kebijakan pajak ekspor dinilai sebagai salah pemaparan mereka bahwa kebijakan pajak
satu opsi kebijakan yang sangat efektif untuk ekspor pada suatu negara yang tidak
mengontrol ekspor bahan baku agroindustri. memiliki kekuatan pasar akan memperburuk
Sebagai contoh, pemerintah Ghana sejak pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
tahun 2009 menetapkan bahwa 60% dari nasional. Karena itu, apabila terjadi
produksi kakao harus diolah di dalam negeri peningkatan perdagangan, hal tersebut
dan menerapkan pajak ekspor biji kakao. akan diikuti dengan peningkatan harga
Pendapatan dari pajak ekspor tersebut ekspor. Sebaliknya, pelaksaaan pajak ekspor
kemudian dikembalikan kepada petani untuk oleh negara yang memiliki kekuatan pasar
mendukung kegiatan mereka. Dampak lain lebih efektif dalam mempengaruhi harga
dari kebijakan tersebut adalah investor datang internasional, volume perdagangan, dan
sendiri ke Ghana (Kemenperin, 2011). distribusi pendapatan.
Di Indonesia, untuk mencegah kekurangan Berdasarkan ulasan di atas, maka pelu

103
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 10 No. 2 ▪ AGUSTUS 2017

dilakukan kajian lebih mendalam mengenai input antara, (4) permintaan gabungan
apakah kebijakan pajak ekspor mampu input primer dan input antara, (5) gabungan
menjadi instrumen yang efektif untuk komoditi dari output industri, (6) Permintaan
mendorong percepatan pertumbuhan untuk barang-barang investasi, (7) permintaan
agroindustri. rumah tangga, (8) ekspor dan permintaan
akhir lainnya, (9) permintaan margin, (10)
DATA DAN METODOLOGI harga ditingkat pembeli, (11) kondisi market
clearing, (12) pajak tidak langsung, (13) PDB
Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini dari sisi pendapatan dan pengeluaran, dan
adalah data sekunder diantaranya data Tabel (14) kesimbangan perdagangan dan agregasi
Input-Output (I-O) tingkat nasional tahun lainnya.
2008, Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Oleh karena jumlah persamaan dalam
tahun 2008, data PDB dan komponennya, serta setiap blok persamaan di atas sangat banyak,
berbagai data pendukung lainnya. Sumber maka tidak akan ditampilkan semua. Sebagai
data diperoleh dari Badan Pusat Statistik contoh, dalam blok 8 terdapat persamaan
(BPS), Kementerian Pertanian, Kementerian ekspor dan permintaan akhir lainnya. Fungsi
Perindustrian, Kementerian Keuangan, permintaan aktual untuk komoditas ekspor
Kementerian Perdagangan, Kementerian secara individu dirumuskan sebagai berikut:
Kehutanan, dan berbagai institusi nasional
dan internasional, serta sumber lainnya yang X4c= F4Qc [P4c /PHI/ P4c]EXP_ELASTc..........(1)
berasal dari penelitan sebelumnya.
Model yang digunakan dalam penelitian Adapun notasi dalam persamaan di atas
ini adalah model CGE comparative static yang diuraikan sebagai berikut: “X4c” menyatakan
merupakan kombinasi dan pengembangan volume ekspor berdasarkan komoditi. ”P4c”
dari model dasar ORANI-F (Horridge et al., adalah harga komoditi (rupiah). “PHI”
1993), INDOF (Oktaviani, 2000), dan WAYANG merupakan nilai tukar (rupiah per dolar
(Wittwer, 1999) sehingga dapat digunakan US). “EXP_ELASTc” adalah elastisitas ekspor
sebagai alat analisis untuk mengkaji dampak berdasarkan komoditi. “F4c” adalah demand
pajak ekspor bagi pertanian utama terhadap shifter.
ekonomi makro dan ouput dan harga Salah satu persamaan yang tedapat
agroindustri, serta ekspor impor sektor agro dalam Blok 12 adalah pajak penjualan.
industri di Indonesia. Selanjutnya model ini Pajak penjualan dinyatakan dalam bentuk
diberi nama model CGE AGROINDUSTRI. ad valorem tax dan masing-masing jenis
Analisis belum memasukkan unsur dinamis komoditas yang dibedakan atas sumber dan
(waktu), sehingga disebut sebagai model jenis penggunaannya memiliki rate pajak yang
comparative static. Dalam penelitian ini akan berbeda-beda. Sebagai contoh, perhitungan
dikaji dampak jangka pendek (short run) pajak yang dikenakan bagi produsen adalah:
dan jangka panjang (long run) dari kebijakan
pajak ekspor. Menurut Horridge (2001), T1csi= F0TAXc_s * F1TAX_csi.............................(2)
durasi jangka pendek tidak dapat dinyatakan
secara eksplisit, tetapi umumnya sekitar satu “T1csi” adalah nilai pajak dari suatu komoditi
sampai tiga tahun. Dalam jangka pendek yang diproduksi oleh domestik. “F0TAXc_s
diasumsikan pengeluaran pemerintah dan * F1TAX_csi” adalah variabel shifter. Bentuk
investasi riil tidak konstan, serta upah riil umum dari penerimaan pajak adalah tingkat
kaku. Dalam jangka panjang ketiga variabel pajak dikalikan dengan nilai produk sebelum
tersebut mengalami perubahan. dikenai pajak atau sama dengan (Power of tax-
Sistem persamaan dalam model ini terdiri 1) dikalikan dengan nilai produk sebelum
dari 14 blok persamaan, diantaranya; (1) dikenai pajak.
permintaan untuk tenaga kerja, (2) permintaan
untuk input primer, (3) permintaan untuk

104
Percepatan Pertumbuhan Agroindustri Indonesia Melalui Kebijakan Pajak Ekspor: [Lestari Agusalim]

Simulasi Kebijakan Tabel 1. Dampak terhadap Ekonomi Makro (%)


Simulasi kebijakan yang dilakukan dalam
penelitian ini disesuaikan dengan Keputusan Jangka Jangka
Peubah makroekonomi Pendek Panjang
Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 564/KM.4/2013. Peraturan tersebut PDB riil sisi pengeluaran -0,03 -0,15
berpedoman pada Peraturan Menteri
Konsumsi riil rumah tangga -0,14 -0,11
Keuangan Republik Indonesia Nomor 75/
PMK.Oll/2012 Tentang Penetapan Barang Investasi riil 0,00 -0,11
Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Pengeluaran riil pemerintah 0,00 -0,11
Tarif Bea Keluar. Simulasi kebijakan yang Indeks volume ekspor -0,09 -0,32
akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
Indeks volume impor -0,31 -0,15
mengenakan pajak ekspor pada CPO, kakao,
dan kayu, masing-masing sebesar 10,5%, 5%, Inflasi/Indeks harga konsumen -0,22 -0,29
dan 5%. Devaluasi riil 0,07 0,27
Neraca perdagangan 0,00 0,00
HASIL DAN PEMBAHASAN
Upah riil rata-rata -0,14 0,29
Sebelum membahas hasil simulasi terlebih Sewa barang modal -0,27 -0,56
dahulu dilakukan pengecekan data dasar Sewa lahan -1,11 -1,76
untuk mengetahui apakah data dasar tersebut
telah memenuhi persyaratan keseimbangan Sumber: Hasil olahan
umum. Keseimbangan pada tingkat sektor
ditunjukkan oleh kesamaan total nilai input sisi pengeluaran, variabel makroekonomi
dan total penjualan pada masing-masing yang digunakan meliputi konsumsi riil
industri (Dixon et.al., 1991), sementara pada rumah tangga, investasi riil, konsumsi riil
tingkat agregat keseimbangan ditunjukkan pemerintah, dan ekspor bersih (ekspor minus
oleh kesamaan nilai PDB dari sisi pengeluaran impor). Sedangkan dari sisi pendapatan, data
dan sisi pendapatan. Mengacu pada konsep makroekonomi yang digunakan terdiri dari
keseimbangan, suatu data dasar disebut pendapatan dari tingkat pengembalian modal
(lahan dan kapital) serta upah gaji.
seimbang jika: (1) PDB agregat sisi pengeluaran
sama dengan PDB sisi pendapatan, dan (2) Pada Tabel 1 terlihat bahwa kebijakan pajak
total biaya sama dengan total nilai penjualan ekspor baik dalam jangka pendek maupun
sehingga keuntungan setiap sektor atau jangka panjang berdampak negatif terhadap
industri menjadi nol (Warr, 1998). PDB riil sisi pengeluaran, yaitu sebesar
Hasil pengencekan menemukan bahwa Nilai 0,03% dan 0,15%. Dari hasil simulasi terlihat
PDB sisi pengeluaran dan sisi pendapatan bahwa dalam jangka waktu yang relatif
telah seimbang, yaitu sebesar Rp5.302.173 lebih panjang maka semakin berdampak
negatif terhadap pertumbuhan PDB riil.
miliar. Begitu pula dengan nilai total penjualan
dan biaya, yaitu sebesar Rp10.330.397 miliar Dalam jangka pendek, penurunan PDB riil
sehingga keuntungan untuk setiap sektor disebabkan oleh penurunan konsumsi riil
atau industri sama dengan nol. rumah tangga dan ekspor, yaitu sebesar 0,14%
dan 0,09%. Konsumsi riil rumah tangga dalam
Dampak Kebijakan Pajak Ekspor terhadap jangka panjang mengalami penurunan dalam
Ekonomi Makro persentase yang lebih kecil, yaitu sebesar
Dampak kebijakan pajak ekspor terhadap 0,11%. Sementara itu terjadi penurunan
kinerja ekonomi makro tercermin dari investasi riil, pengeluaran pemerintah, dan
variabel-variabel yang berkontribusi terhadap ekspor yang jauh lebih besar, yaitu sebesar
Produk Domestik Bruto (PDB). Secara teoritis, 0,11%, 0,11%, dan 0,32%. Penurunan juga
PDB dapat dihitung dari dua sisi, yaitu dari terjadi pada impor baik dalam jangka
sisi pengeluaran dan sisi pendapatan. Dari pendek maupun jangka panjang. Penurunan
permintaan impor terjadi dikarenakan

105
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 10 No. 2 ▪ AGUSTUS 2017

penurunan konsumsi rumah tangga dan sebesar 0,2% artinya 99,8% komoditas kayu
peningkatan devaluasi riil. Dalam jangka digunakan untuk memenuhi pasar domestik,
pendek, penurunan ekspor jauh lebih kecil sehingga apabila dikenakan pajak ekspor,
dibandingkan dengan penurunan impor, hal maka justru menjadi beban produksi bagi
ini berimplikasi rasio neraca perdagangan sektor tersebut, sehingga berdampak negatif
terhadap PDB mengalami peningkatan. Dari terhadap ouput di pasar domestik meski
sisi penerimaan, dalam jangka pendek PDB besaran perubahannya relatif kecil. Pangsa
riil turun karena baik sewa barang modal, ekspor industri kelapa sawit (CPO) mencapai
dan sewa lahan mengalami penurunan. 67%, sehingga hanya 33% digunakan dalam
Dalam jangka panjang, walaupun upah pasar domestik. Output domestik minyak
riil mengalami peningkatan karena terjadi sawit (CPO) turun karena selama ini
deflasi, tapi sewa barang modal dan lahan minyak sawit lebih banyak diekspor dalam
makin makin turun, sehingga secara agregat bentuk CPO dan belum mampu dilakukan
mengakibatkan PDB riil turun. beragam inovasi untuk membuat produk
Secara umum, hasil simulasi pengenaan turunan dari minyak sawit tersebut. Hal
pajak ekspor pada dasarnya bertujuan untuk ini dikarenakan penguasaan research and
mempercepat pertumbuhan agroindusri, akan development produk hilir turunan CPO masih
tetapi berdampak negatif terhadap variabel lemah (Kemenperin, 2009). Penelitian lainya
ekonomi makro. Bila keberhasilan ekonomi dilakukan oleh Panjaitan (2013) menyatakan
nasional hanya dinilai berdasarkan indikator bahwa minimnya hilirisasi minyak sawit
ekonomi makro, maka kebijakan tersebut (CPO) disebabkan oleh dukungan riset yang
dinilai tidak pro terhadap pertumbuhan belum optimal dan lemahnya kebijakan
ekonomi nasional, dan memperburuk daya instrumen fiskal yang dibutuhkan untuk
saing ekspor. mendorong kompetitif volume diversifikasi
produk minyak sawit. Padahal, minyak sawit
Dampak terhadap Output dan Harga (CPO) memiliki potensi diversifikasi tinggi.
Domestik Sektoral Rekayasa kimia ataupun modifikasi fisika
Kebijakan pajak ekspor dalam jangka dapat memberikan beragam produk turunan
pendek menyebabkan hampir semua sektor sawit, baik peruntukan pangan maupun non
agroindustri mengalami penurunan output, pangan.
kecuali sektor industri kertas dan karbon dan Di sisi lain, sektor kakao mengalami
industri pengolahan karet. Penurunan tersebut pertumbuhan output yakni, sebesar 3,34%.
relatif kecil. Penyebab utama penurunan Hal ini menunjukkan bahwa komoditas kakao
output domestik di sektor agroindustri mampu terserap ke dalam pasar domestik.
dikarenakan terjadinya penurunan output Hal ini memberikan gambaran bahwa
domestik di sektor pertanian. pasar domestik merespon positif kebijakan
Secara teoritis kebijakan pajak ekspor akan pemerintah dalam mengenakan pajak ekspor
meningkatkan biaya produksi bagi sektor kakao. Sektor lain yang tidak membutuhkan
yang dikenai pajak, sehingga menghambat banyak input pertanian, maupun input dari
produsen mengekspor komoditas yang agroindustri justru mengalami peningkatan
dikenai pajak tersebut dan menjualnya di output seperti sektor pertambangan, industri
pasar domestik (Salvatore, 1997). Tetapi teori kimia, industri semen, sektor listrik gas dan
tersebut tidak terbukti pada sektor kayu air bersih, sektor bangunan, dan sektor jasa.
dan industri kelapa sawit (CPO) di mana Selanjutnya, dalam jangka panjang
dalam jangka pendek kedua sektor tersebut diasumsikan telah terjadi perubahan
mengalami penurunan output domestik, penyesuaian alokasi penggunaan faktor-
masing-masing sebesar 0,04% dan 1,33%. Hal faktor produksi dan perubahan investasi.
ini menunjukkan bahwa kedua komoditas Dengan demikian, pengenaan pajak
tersebut tidak terserap di pasar domestik. ekspor tentunya memiliki pengaruh yang
Untuk diketahui, pangsa ekspor kayu hanya berbeda terhadap output domestik sektoral.

106
Percepatan Pertumbuhan Agroindustri Indonesia Melalui Kebijakan Pajak Ekspor: [Lestari Agusalim]

Tabel 2. Dampak terhadap Output dan Harga Domestik Sektoral (%)

Output Harga
Sektor Jangka Jangka Jangka Jangka
Pendek Panjang Pendek Panjang

Sektor pertanian
Padi -0,09 -0,15 -0,16 -1,57
Tanaman makanan
-0,09 0,22 -0,13 -1,41
lainnya
Karet -0,10 1,32 0,29 -1,21
Tebu -0,08 0,33 0,15 -1,59
Kelapa sawit -3,89 -2,93 -5,44 -5,58
Tembakau -0,16 0,03 -0,08 -1,46
Kopi -0,03 0,25 0,01 -0,26
Teh -0,05 0,39 0,27 -1,66
Kakao 3,34 3,55 -4,39 -4,36
Tanaman perkebunan
-0,79 -0,37 -0,99 -1,71
lainnya
Peternakan -0,09 0,24 -0,14 -1,88
Kayu -0,04 0,23 -0,23 -1,63
Hasil hutan lainnya -0,06 0,46 -0,15 -0,96
Perikanan -0,09 0,24 -0,09 -1,48
Sektor agroindustri
Makanan -0,04 0,18 -0,26 -1,02
Industri kelapa sawit -1,33 -0,10 -7,64 -7,18
Beras -0,10 0,15 -0,14 -1,28
Terigu -0,10 0,05 -0,10 -0,77
Gula -0,08 0,32 0,02 -0,98
Minuman -0,09 -0,06 -0,10 -0,87
Rokok -0,15 -0,07 -0,11 -0,62
Pemintalan -0,04 0,87 -0,03 -0,06
Tekstil, pakaian, & kulit -0,10 0,30 0,00 -0,39
Bambu, kayu, & rotan -0,06 0,10 0,02 -0,45
Kertas & karbon 0,04 -0,08 0,02 -0,39
Pupuk pestisida -0,76 -0,35 -0,29 -0,61
Pengolahan karet 0,01 0,14 0,03 -0,34

Sumber: Hasil olahan

Berdasarkan Tabel 2, hampir di setiap sektor pertumbuhan negatif tersebut semakin kecil.
mengalami pertumbuhan positif. Bagi Sektor yang dikenai pajak memiliki dampak
sektor-sektor yang semulanya mengalami yang berbeda di mana sektor kakao dan kayu
pertumbuhan negatif, dalam jangka panjang, mengalami pertumbuhan positif, masing-

107
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 10 No. 2 ▪ AGUSTUS 2017

masing sebesar 3,55% dan 0,23%. Sementara apabila terjadi perubahan permintaan maka
itu, sektor industri kelapa sawit (CPO) akan mempengaruhi pola perubahan harga
mengalami pertumbuhan negatif dengan (Mankiw et al., 2012).
besaran relatif lebih kecil dibandingkan Hasil simulasi pada Tabel 2 menujukkan
dengan jangka pendek, yaitu sebesar 0,10%. terjadi penurunan harga output domestik
Subsektor agroindustri yang mengalami sektoral pada sebagian besar sektor ekonomi.
pertumbuhan positif diantaranya industri Dalam jangka pendek, penurunan output
makanan, industri beras, industri terigu, domestik sektoral mendorong penurunan
industri gula, industri pemintalan, industri harga. Hal ini disebabkan oleh penurunan
tekstil, pakaian, dan kulit, industri bambu, output mendapat respon negatif dari sisi
kayu, dan rotan, dan industri pengolahan permintaan. Penurunan harga terbesar
karet. Di sisi lain terjadi pertumbuhan negatif terjadi di sektor kelapa sawit, sektor kakao,
pada industri kelapa sawit (CPO), industri dan industri kelapa sawit (CPO), masing-
minuman, industri rokok, industri kertas dan masing sebesar. 5,44%, 4,39%, dan 7,64%.
karbon, dan industri pupuk pestisida. Dalam jangka panjang, peningkatan output
Hasil simulasi menujukkan bahwa kebijakan domestik sektoral, menyebabkan harga
pajak ekspor memiliki dampak yang berbeda output domestik turun. Penurunan harga
dalam jangka pendek dan jangka panjang. jauh lebih besar dibandingkan dengan
Dalam jangka pendek, pajak ekspor belum penurunan harga dalam jangka pendek. Hal
mampu mendorong peningkatan output ini terjadi karena peningkatan output pada
domestik pada sektor yang dikenai pajak jangka panjang tidak diikuti oleh perubahan
kecuali sektor kakao. Akibatnya, kebijakan permintaan. Penurunan harga output
ini tidak mampu mendorong percepatan domestik, mendorong peningkatan ekspor
petumbuhan agroindustri. Sebaliknya, dalam dalam jangka panjang.
jangka panjang terjadi pertumbuhan positif
hampir diseluruh subsektor agroindustri, Dampak terhadap Ekspor dan Impor
tetapi dengan laju yang relatif kecil. Temuan Sektoral
lain yang menarik untuk disimak adalah Hasil simulasi pada Tabel 3 menunjukkan
pengenaan pajak ekspor terhadap minyak bahwa dalam jangka pendek kebijakan pajak
sawit (CPO) akan menurunkan output ekspor mampu menghambat pertumbuhan
domestik pada sektor hulunya, yaitu sektor ekspor industri kelapa sawit (CPO), kakao, dan
kelapa sawit (TBS). Hal ini mencerminkan kayu masing-masing sebesar 6,37%, 2,32%,
bahwa pengusaha minyak sawit (CPO) akan dan 10,67%. Namun dalam jangka panjang
menekan harga kelapa sawit (TBS) yang penurunan ekspor menjadi lebih kecil. Hal ini
dihasilkan petani sehingga output domestik dikarenakan, masing-masing industri yang
kelapa sawit dalam bentuk TBS menurun. dikenai pajak telah melakukan penyesuaian
Penurunan harga TBS kelapa sawit dapat alokasi sumberdaya sehingga relatif menjadi
dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis ini sejalan lebih efisien. Hasil penilitian ini serupa
dengan riset yang dilakukan oleh Sugema, et dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
al (2007) yang menjelaskan bahwa pengenaan Purba (2012) bahwa pengenaan pajak ekspor
pajak ekspor akan berakibat pada lemahnya berpengaruh negatif terhadap volume ekspor
kemampuan pelaku ekonomi di sektor hulu CPO sehingga menurunkan daya saing
untuk melakukan integrasi vertikal ke hilir. ekspor Indonesia. Hal lain yang menarik
Perubahan output domestik sektoral untuk dianalisis adalah penerapan pajak
akibat kebijakan pajak ekspor memiliki ekspor minyak sawit (CPO) menyebabkan
pengaruh langsung terhadap tingkat harga terjadinya peningkatan ekspor kelapa
output domestik sektoral. Berdasarkan sawit (TBS) sebesar 21,02% dalam jangka
teori ekonomi, apabila terjadi peningkatan pendek, yang meningkat menjadi 24,84%
output akan diikuti oleh penurunan harga, dalam jangka panjang. Peningkatan ekspor
dengan asumsi permintaan konstan. Namun, ini terjadi karena harga kelapa sawit (TBS)

108
Percepatan Pertumbuhan Agroindustri Indonesia Melalui Kebijakan Pajak Ekspor: [Lestari Agusalim]

Tabel 3. Dampak terhadap Ekspor Impor Sektoral (%)

Eksport Import
Sektor Jangka Jangka Jangka Jangka
Pendek Panjang Pendek Panjang

Sektor pertanian
Padi 1,63 17,19 -0,89 -7,33
Tanaman makanan
0,66 7,16 -0,25 -1,58
lainnya
Karet -1,13 4,84 0,49 -1,10
Tebu -0,59 6,40 0,28 -3,39
Kelapa sawit 21,02 24,84 -17,43 -15,90
Tembakau 0,00 0,00 0,00 -0,05
Kopi -0,04 1,04 0,03 -0,26
Teh -1,07 6,69 0,51 -3,68
Kakao -2,32 -1,60 -6,96 -6,70
Tanaman perkebunan
3,84 6,88 -0,21 0,36
lainnya
Peternakan 0,32 4,34 -0,50 -4,00
Kayu -10,67 -6,97 -0,53 -2,67
Hasil hutan lainnya 0,33 2,18 -0,01 -1,12
Perikanan 0,21 3,41 -0,37 -3,34
Sektor agroindustri
Makanan 0,59 2,33 -0,40 -1,08
Industri kelapa sawit -6,37 -5,47 -4,49 -4,48
Beras 0,37 3,37 -1,75 -13,00
Terigu 0,23 1,74 -0,28 -0,94
Gula -0,05 2,24 -0,15 -0,86
Minuman 0,23 1,97 -0,27 -1,03
Rokok 0,24 1,40 -0,24 -0,62
Pemintalan 0,18 0,33 -0,08 0,71
Tekstil, pakaian, & kulit -0,00 2,05 -0,16 -1,11
Bambu, kayu, & rotan -0,12 2,64 0,00 0,31
Kertas & karbon -0,05 0,89 0,01 -0,60
Pupuk pestisida 2,16 4,54 -2,35 -2,76
Pengolahan karet -0,25 2,65 0,15 -1,19

Sumber: Hasil olahan

domestik mengalami penurunan sehingga Penurunan harga domestik dikarenakan


mengdorong ekspor dalam jumlah besar pengusaha minyak sawit (CPO) menekan
karena memperoleh insentif lebih besar atas harga kelapa sawit (TBS) untuk mengurangi
perbedaan harga domestik dan luar negeri. beban pajak yang ditanggung oleh pengusaha

109
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 10 No. 2 ▪ AGUSTUS 2017

minyak swit (CPO). hanya terjadi pada sektor perkebunan lainnya


Selanjutnya, dalam jangka pendek, hasil dan industri bambu, kayu, dan rotan. Secara
simulai memperlihatkan dampak yang umum, penurunan impor sektoral tersebut
berbeda pada setiap subsektor agroindustri. berdampak terhadap penurunan konsumsi
Penurunan ekspor terjadi pada sektor riil rumah tangga baik dalam jangka pendek
indsutri gula, industri tekstil, pakaian, dan jangka panjang.
dan kulit, industri bambu, kayu, dan
rotan, industri kertas dan karbon, serta SIMPULAN
industri pengolahan karet. Penurunan
ekspor subsektor agroindustri tersebut juga Kebijakan pajak ekspor berdampak negatif
terjadi pada sektor hulu industri tersebut. terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB riil),
Penurunan ekspor tesebut terjadi karena terutama dalam jangka panjang. Penurunan
harga domestik mengalami peningkatan, tersebut terjadi karena nilai ekspor, konsumsi
sehingga lebih menguntungkan bagi pelaku riil rumah tangga, investasi riil dan pengeluaran
usaha untuk menjual output di pasar riil pemerintah mengalami penurunan. Bila
domestik. Sebaliknya, kebijakan pajak ekspor keberhasilan ekonomi nasional hanya dinilai
mampu mendorong peningkatan ekspor pada berdasarkan indikator ekonomi makro,
industri makanan, industri beras, industri maka kebijakan tersebut dinilai tidak pro
terigu, industri minuman, industri rokok, terhadap pertumbuhan ekonomi domestik,
industri pemintalan, dan industri pupuk. dan memperburuk daya saing ekspor.
Peningkatan ekspor juga terjadi di sektor Kebijakan pajak ekspor mampu menghambat
hulu industri tersebut. Peningkatan ekspor pertumbuhan ekspor pada komoditas yang
ini terjadi karena harga domestik pada sektor dikenai pajak. Hal ini sejalan dengan harapan
tersebut mangalami penurunan, sehingga kebijakan pemberlakuan pajak ekspor, yakni
lebih mengntungkan bila menjualnya di menghambat laju pertumbuhan ekspor. Hal
luar negeri. Dalam jangka panjang terjadi yang sama terjadi pada impor sektoral. Secara
peningkatan ekspor di seluruh subsektor umum, penurunan ekspor tersebut mampu
agroindustri kecuali industri CPO. Artinya, mendorong percepatan pertumbuhan output
dalam jangka panjang, pemberlakukan agroindustri maupun pertanian dalam jangka
pajak ekspor masih berdampak negatif pada panjang, tetapi dalam jangka pendek justru
industri tersebut walaupun relatif lebih kecil berdampak negatif terhadap pertumbuhan
dibanding dalam jangka pendek. output agroindustri dan pertanian. Dalam
Dampak kebijakan pajak ekspor terhadap jangka panjang, peningkatan output disertai
impor sektoral dalam jangka pendek dengan penurunan harga output sektoral,
berdampak negatif terutama terhadap sektor khususnya sektor agroindustri dan sektor
ekonomi yang dikenai pajak, yaitu sektor pertanian.
kakao, sektor kayu, dan industri kelapa sawit
(CPO) masing-masing sebesar 6,96%, 0,53%, REFERENSI
dan 4,49%. Sebagai akibat dari pemberlakuan
pajak ekspor terhadap industri kelapa sawit Badan Pusat Statistik. 1973-2015. Pendapatan
(CPO), juga mendorong penurunan impor Domestik Bruto Menurut Lapangan
pada sektor hulunya, yaitu sektor kelapa Usaha. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
sawit (TBS) sebesar 17,43%. Penurunan impor Bouet, A. dan Debucquet, DL. 2010.
juga terjadi hampir di setiap sektor pertanian Economics of Export Taxation in a
dan agroindustri, kecuali sektor karet, sektor Context of Food Crisis: A Theoretical and
tebu, sektor kopi, indsutri kertas dan karbon, CGE Approach Contribution.
dan industri penglahan karet. Dalam jangka Internasional Food Policy Research
panjang, kebijakan pajak ekspor memiliki Institute. Washington DC.
dampak yang relatif konsisten dengan
dampak jangka pendek. Peningkatan impor

110
Percepatan Pertumbuhan Agroindustri Indonesia Melalui Kebijakan Pajak Ekspor: [Lestari Agusalim]

Helpman, E. and Krugman, P.R. 1985. _______. 2009. Rencana Pebangungan


Market Structure and Foreign Trade. Jangaka Menengah Nasional (RPJMN)
MIT Press. Cambridge. 2010-2014. Dapat diakses di http://
Horridge M. 2001. Minimal: A Simplified bappenas.go.id/files/rpjmn/RPJMN%20
General Equilibrium Model. Australia: 2010-2014.pdf.
Centre of Policy Studies and Impact Kementerian Perindustrian. 2011. Outlook
Project. Monash University. Melbourne. Industri 2012: Strategi Percepatan dan
Horridge. M. Parmenter BR, Pearson Perluasan Agroindustri. Kementerian
KR. 1993. ORANI-F: A General Perindustrian. Jakarta. Dapat diakses di
Equilibrium Model of the Australian http://kemenperin.go.id/download/343.
Economy. Economic and Financial __________. 2010. Rencana Strategis
Computing Vol (3): 71-140. Kementerian Perindustrian 2010-
Kementerian Kehutanan. 2010. 2014. Kementerian Perindustrian. Jakarta.
Rencana Strategis Dapat diakses di
Kementerian Kehutanan Tahun https://www.google.com/
2010-2014. KementerianKehutanan. __________. 2009. Roadmap
Dapat diakses di Jakarta. http://storage. Industri Pengolahan CPO. Direktorat
jak-stik.ac.id/ProdukHukum/ Jenderal Industri Agro dan Kimia.
kehutanan/Renstra_2010_2014.pdf. Kementerian Perindustrian.
Kementerian Keuangan. 2013. Kementerian Jakarta. Dapat diakses di http://agro.
Keuangan. 2013. Keputusan Menteri kemenperin.go.id/e-klaster/file/
Keuangan Republik Indonesia Nomor roadmap/KICSUMUT_1.pdf.
564/KM.4/2013 Tentang Penetapan Kementerian Pertanian. 2016. Ekspor Impor
Harga Ekspor Untuk Perhitungan Bea Komoditi Pertanian Per Subsektor 2016.
Keluar. Kementerian Keuangan. Jakarta. Jakarta. Dapat diakses di https://
Dapat diakses di aplikasi.pertanian.go.id/eksim2012/
http://repository.beacukai.go.id/peratu neraca.asp
ran/2013/03/7f394e9a673b2584bb9d Mankiw, N. Gregory, Euston
17da739021b1-kmk-564-kmk04-2013-hpe- Quah, dan Peter Wilson. 2012. Pengantar
april-2013.pdf. Ekonomi Mikro Edisi Asia. Jakarta:
__________. 2012. Peraturan Salemba Empat.
Menteri Keuangan Republik Mitra, S dan Josling T. 2009. Agricutural
Indonesia Nomor 75/PMK.Oll/2012. export restrictions: welfare implication
Kementerian Keuangan. Jakarta. and trade disciplines. Internasional
Dapat diakses di Food and Agricultural Policy Council.
http://www.sjdih.depkeu.go.id/ Washington DC.
fullText/2012/75~PMK.011~2012Per. Munadi, E. 2007. Penurunan Pajak
HTM. Ekspor Dan Dampaknya terhadap
Kementerian Perencanaan Pembangunan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia
Nasional. 2004. Rencana Pebangungan Ke India (Pendekatan Error Correction
Jangaka Panjang Nasional (RPJPN) Model). Informatika Pertanian Vol. 16 No.
2005-2025. Dapat diakses 2. Hal. 3.
di http://www.bappenas.go.id/ Oktaviani, R. 2000. The Impact of APEC
files/1814/2057/0437/RPJP_2005-2025. Trade Liberalisation on Indonesian
pdf. Economy and Its Agricultural Sector.
_______. 2014. Rencana Pebangungan Ph.D Thesis. The Sydney University.
Jangaka Menengah Nasional (RPJMN) Sydney.
2015-2019. Dapat diakses di http://www. Peraturan Pemerintah 2014. Rencana Induk
bappenas.go.id/files/7714/1557/5291/ Pembangunan Industri Nasional Tahun
RT_RPJMN.PDF. 2015-2035. Dapat diakses di http://www.
kemenperin.go.id/ripin.pdf
111
JURNAL EKONOMI KUANTITATIF TERAPAN Vol. 10 No. 2 ▪ AGUSTUS 2017

Panjaitan, FR. 2013. Hilirisasi CPO Tambunan, M. dan S.H. Priyanto. 2005.
di Indonesia: Tantangan, Peluang, Perubahan Struktur Ekonomi
dan Strategi. Pusat Penelitian Kelapa dan Peranan Agroindustri dalam
Sawit (PPKS). Jakarta. Dapat diakses Proses Industrialisasi Pertanian di
di http://inspirasibangsa.com/hilirisasi- Indonesia. Dalam Soesastro et al. (editor),
cpo-di-indonesia-tantangan-peluang-dan- Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi
strategi-2/. di Indonesia dalam Setengah Abad
Peraturan Presiden. 2011. Masterplan Terakhir. Kerjasama Kanisius dan Ikatan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Sarjana Ekonomi Indonesia. Jakarta.
Ekonomi Indonesia 2011-2025. Undang-Undang. 2014. Undang-
Kementerian Koordinator Bidang Undang Republik Indonesia Nomor 3
Perekonomian. Jakarta. Dapat diakses Tahun 2014
tentang
Perindustrian. Dapat
di https://ppidkemkominfo.files. diakses di http://www.kemenperin.
wordpress.com/2015/02/perpres-no- go.id/download/5181/Undang-Undang-
32tahun-2011mp3ei-2011-2025.pdf. No-3-Tahun-2014-Perindustrian.
Purba, JH Veriadi. 2012. Dampak Pajak _______. 2007. Undang-Undang
Ekspor Crude Palm Oil terhadap Industri Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
Minyak Goreng Indonesia. [Disertasi]. 2007
tentang
Rencana Pembangunan
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–
Riedel, J. 1992. Pembangunan Ekonomi 2025. Dapat diakses di http://www.
di Asia Timur: Melakukan Hal yang setneg.go.id/index.php?option=com_
Lazim Terjadi. Dalam Hughes, H. (ed.). Warr, P.O. 1998. WAYANG, An Empirically-
Keberhasilan Industrialisasi di Asia Based Applied General Equilibrium
Timur. PT. Gramedia Pustaka Utama. Model of The Indonesian Economy.
Jakarta. Department of Economics, Research
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. School of Pacific and Asian Studies,
Munandar [penerjemah]. Erlangga. Australian National University. Canberra.
Jakarta. Wittwer, G dan Anderson, K. 2001. Impact
Saragih, B. & B. Krisnamurthi. 1992. of the GST and wine tax reform on
Agoindustri sebagai Suatu Sektor yang Australia Wine Industry: A CGE
Memimpin dalam PJP-II (Agroindustry Analysis.
as a leading sector). Supporting Paper Centre for International Economic Studies
pada diskusi panel-forum Pendidikan and University of Adelaide. Australia.
dan Penelitian Menuju Pengembangan Wittwer, G. 1999. WAYANG 2: A General
Agroindustri dalam Pembangunan Equilibrium Model Adapted for the
Jangka Panjang Tahap II. Institut Indonesian Economy. CIES Working
Pertanian Bogor. Bogor. Paper.
Soekartawi. 2005. Agroindustri dalam Sugema, I., M.F. Hasan, Aviliani, U.
Perspektif Sosial Ekonomi. PT Raja Hidayat, dan Sugiyono. 2007. Strategi
Grafindo Persada. Jakarta. Pengembangan Industri Hilir Kelapa
Todaro, M.P dan S.C. Smith. Sawit. INDEF. Jakarta.
2006. Pembangunan Ekonomi. Yelvi
[penerjemah]. Erlangga. Jakarta.

112

Anda mungkin juga menyukai