Disusun oleh:
15.0278.N
1. Definisi
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit radang
multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit
yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi
disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh
(Albar, 2003)
Penyakit lupus merupakan penyakit sistem daya tahan, atau
penyakit auto imun, dimana tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang
salah arah, merusak organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel
darah merah, leukosit, atau trombosit. Antibodi seharusnya ditujukan
untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk kedalam tubuh
(Kenneth, 2009).
2. Etiologi
Penyebab CKD menurut Price dan Wilson (2006) antara lain :
a. Penyakit infeksi: pielonefritis kronik atau refluks, nefropati,
tubulointestinal.
b. Penyakit peradangan: glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskuler hipertensi: nefrosklerosis maligna, nefrosklerosis
benigna, stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan ikat: lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan hederiter: penyakit ginjal polikistik
hederiter, asidosis sistemik progresif.
f. Penyakit metabolik: diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
g. Nefropati toksik: penyalahgunaan analgesik, nefropati timah.
h. Nefropati obstruktif karena obstruksi saluran kemih karena batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal, hipertrofi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika urinarian dan uretra
3. Manifestasi Klinik
Berikut manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pederita lupus
eritematosus sistemik antara lain :
1. sistem muskuloskeletal
a. artralgia
b. artritis (sinovitis)
c. pembengkakan sendi
d. nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak
e. rasa kaku pada pagi hari
2. sistem integumen :
a. lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai
mukosa pipi atau mukosa palatum durum.
3. Sistem perkemihan :
lupus nefritis terjai karena penumpukan kompleks imun di ginjal.
Pemeriksaan urinalisa menunjukkan adanya proteinuria, hematuria
mikros, adanya silinder. Para ahli sangat menyarankan untuk dilakukan
biopsi ginjal untuk diagnosis standar lupus nefritis, sehingga terapi
lebih terarah.
4. Patofisiologi
Lebih dari separuh orang yang mengidap lupus memiliki sistemik
lupus eritematosus atau (SLE) yang menyebabkan pembengkakan ginjal
atau dikenal dengan istilah lupus nefritis.
Lupus merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan imun
dalam tubuh menyerang atau merusak oragan dan sel-sel dalam tubuh
salah satunya adalah sel dalam ginjal. Sistem imun yang berlebihan
menyerang bagian ginjal terutama pada glomerulus yang merupakan
oragan yang berfungsi sebagai penyaring darah, karena bagian ini
berfungsi menyaring darah kerusakan pada bagian ini menyebabkan kerja
ginjal lemah atau bahkan sampai rusak. Akibatnya terjadi protrinuria
akibat peningkatan permiabiltas membran glomerulus, sebagian besar
protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesishepar
dilampaui, meski telah berusaha ditingktkan terjadi hioalbuminmia. Hal ini
menyebabkan retensi garam dan air menurunnya tekanan osmotik
menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem
vaskuler kedalam ruang ekstra seluler.
Berdasarkan proses perjalanan penyakit SLE pada akhirnya akan
terjadi kerusakan nefron. Bila nefron rusak maka akan terjadi penurunan
laju filtrasi glomerolus dan terjadilah penyakit gagal ginjal kronik yang
mana ginjal mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi
non-eksresi. Gangguan fungsi non-eksresi diantaranya adalah gangguan
metabolism vitamin D yaitu tubuh mengalami defisiensi vitamin D yang
mana vitamin D bergunan untuk menstimulasi usus dalam mengabsorpsi
kalsium, maka absorbs kalsium di usus menjadi berkurang akibatnya
terjadi hipokalsemia dan menimbulkan demineralisasi ulang yang akhirnya
tulang menjadi rusak. Penurunan sekresi eritropoetin sebagai factor
penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang
menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan terjadi anemia sehingga
peningkatan oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin) berkurang maka
tubuh akan mengalami keadaan lemas dan tidak bertenaga.
Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah
glomerulus yang berfungsi.penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi
dengan memeriksa clerence kretinin urine tamping 24 jam yang
menunjukkan penurunan clerence kreatinin dan peningkatan kadar
kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat megakibatkan edema,
CHF dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitasbaksis rennin
angiostenin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Kehilangan garam mengakibatkan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga
status uremik memburuk. Asidosis metabolic akibat ginjal tidak mampu
menyekresi asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat
tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia (NH3-) dan megapsorbsi
natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan eksresi fosfat dan asam organic
yang terjadi.
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien terutama dari
saluran pencernaan. Eritropoietin yang dipreduksi oleh ginjal menstimulasi
sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah dan produksi
eritropoitein menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai
dengan keletihan, angina dan sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan
metabolism. Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal
balik. Jika salah satunya meningkat maka fungsi yang lain akan menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melaui glomerulus ginjal maka meningkatkan
kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parahhormon dari
kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium ditulang
menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang.
(Nurlasam, 2007).
5. Pathways
sistemik lupus eritematosus (SLE)
Peningkatan GFR,
Hipertrofi dan vasodilatasi nefron
Oedema
Ketidakseimbangan O2 ke jaringan
Nutrisi kurang dari Kelebihan volume
kebutuhan cairan
Keletihan
Resti. Kekurangan penumpukan
vol cairan cairan di paru
Intoleransi
Penumpukan zat gang. Pertukaran aktifitas
sisa di kulit gas
Gatal-gatal
sesak nafas
Gang. Integriras
kulit ketidakefektifan
pola nafas
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca,
Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein,
antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
2) Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa,
protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
3) Penghitungan GFR dengan rumus :
a) GFR laki – laki : (140 – umur) X BB / 72 X serum creatinin
b) GRF wanita : (140 – umur) X BB X 0,85 / 72 X serum
creatinin
4) penghitungan CCT dengan rumus :
CCT: (kadar kreatinin urin / kadar kreatinin plasma) X (volume
urin / 1440) X (1,73/LPT)Pemeriksaan EKG : Untuk melihat
adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dangan
gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
b. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks
ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostate
c. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography,
Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan,
MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen
tulang, foto polos abdomen.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a. Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
2) Observasi balance cairan
3) Observasi adanya odema
4) Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
1) peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
2) Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
a) AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
b) Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi
ke jantung )
c. Operasi
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal
8. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (lyer dkk, 1996
dalam Nursalam, 2001).
Pengkajian dasar Gagal Ginjal Kronik:
a. Riwayat gangguan kronis dan gangguan yang mendasari status
kesehatan
b. Kaji derajat kerusakan Ginjal
c. Lakukan pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital (Nadi, respirasi, Tekanan
darah, suhu badan) Sistem saraf, sistem integumen, dan sistem
musculoskeletal.
d. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrim, Kelemahan, Malaise, Gangguan tidur,
(Insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, Penurunan rentang gerak.
e. Sirkulasi
Riwayat Hipertensi lama atau berat, Palpitasi , Nyeri dada (Angina )
Tanda : Hipertensi, DVJ, Nadi kuat, Edema jaringan umum Dan
pitting pada kaki, telapak tangan. Disritmia Jantung, Nadi Lemah
Halus, hipotensi, Pucat, kulit Coklat kehitaman, kuning, Kecendrungan
perdarahan
f. Integritas Ego
Gejala : Faktor stres contoh Finansial, hubungan dan sebagainya,
Perasaan tidak berdaya, tidak ada kekuatan, tidak ada harapan
Tanda : Menolak, Ansietas, Takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian
g. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Pada tahap
lanjut) Abdomen kembung, diare atau konstipasi
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat.
Oliguria dapat menjadi anuria.
h. Makanan / Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), Malnutrisi
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tak sedap pada mulut
Tanda : Distensi abdomen/asites, Pembesaran hati (Tahap akhir)
Perubahan turgor kulit kelembaban, Edema Ulserasi gusi, perdarahan
gusi dan mulut Penurunan otot, penurunan lemak sub kutan,
penampilan tak bertenaga.
i. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, Kram otot/ kejang,
Kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstrimitas bawah
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran, stupor,
koma. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
j. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot nyeri kaki
Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah.
k. Pernapasan
Gejala : Napas pendek, batuk dengan/tanpa sputum
Tanda : Takipnea, dispnea, Peningkatan frekwensi/ kedalaman
(kusmaul) Batuk produktif dengan sputum merah muda
l. Keamanan
Gejala : Kulit gatal Ada/ berulangnya infeksi
Tanda : Pruritus, Demam, sepsis dehidrasi, Normotermia dapat
secara atual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu
tubuh lebih rendah dari normal, Fraktur tulang, Deposit fosfat kalsium
pada kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi
m. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas Interaksi sosisal
Tanda : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran dalam keluarga.
9. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien dengan gagal
ginjal kronik adalah (Nursalam, 2006).