Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sub Sistem Hulu


1) Bibit
Peternakan ayam kampung saat ini sudah mulai berkembang ke arah
sistem pemeliharaan yang intensif, diantaranya meliputi kuantitas dan
kualitas pakan, perkandangan, tata laksana pemeliharaan, penecegahan
penyakit, pemasaran, pascapanen, dan perbaikan mutu bibit. Persaingan
peternak dalam jual beli unggas akan semakin ketat kedepannya, terlebih
adanya kebijakan kebijakan baru mengenai dibukanya keran impor
perdagingan Indonesia.
Harga DOC ayam kampung di Indonesia sendiri terhitung sejak bulan
Januari mencapau Rp 8.000,-. Tingginya harga DOC di Indonesia ini cukup
membuat kesulitan para peternak dalam menjalankan usahanya. Pasalnya
ayam kampun juga memiliki waktu pemeliharaan yang lebih lama
dibandingkan dengan ayam boriler, hal tersebut yang harus lebih diperhatikan
agar tidak terjadinya kerugian akibat kematian dan penyakit.
2) Pakan
Preferensi konsumen terhadap daging dan telur ayam kampung cukup
tinggi karena dapat dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat karena harga
yang relatif stabil, daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi dan
pemasarannya mudah. Namun, ayam kampung kurang berkembang
dikarenakan faktor pemberian pakan yang belum dapat memenuhi kebutuhan
optimal ternak juga potensi genetiknya yang rendah (Resnawati, 2001).
Masalah yang sering dihadapi oleh peternak saat ini adalah penyediaan
pakan bagi ayam kampung yang masih relatif mahal dan tidak stabil. Sampai
saat ini bahan pakan sumber energi utama untuk ayam kampung adalah
jagung dan dedak padi yang ketersediaan juga harganya masih berfluktuasi.
Salah satu faktor yang menyebakan penyediaan pakan ayam kampung masih
relatif mahal ini, disebakan oleh adanya Peraturan Menteri Nomor 57 Tahun
2015 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal Tumbuhan ke
dan dari wilayah Indonesia.
Aturan Menteri Pertanian itu dianggap bukan cara yang tepat untuk
mendorong dan meningkatkan produksi jagung di dalam negeri. Mahalnya
harga jagung dan beberapa bahan pakan akan berdampak pada tingginya
harga telur dan daging ayam, dimana harga telur di tingkat farm gate
(peternak) akan mengalami kenaikan hingga Rp 2.000,-/Kg dari harga yang
diatur pemerintah. Biaya produksi peternak dengan harga jagung hingga
bukan Januari 2019 telah mencapai Rp 20.800 – 22.000,-/Kg (CNBC
Indonesia, 2019). Sedangkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag)
Nomor 96 Tahun 2018 mengatur harga acuan telur dan daging ayam di tingkat
peternak seharga Rp 18.000 – 20.000,-/Kg. Peraturan pemerintah untuk
kebijakan impor bahan baku pakan masih akan terus dikaji dan diperbaiki
agar tidak menjadi lancip kebawah yang dapat merugikan perusahaan pakan,
peternak, hingga masyarakat luas.
3) Obat-obatan
Obat-obatan merupakan salah satu faktor penting yang menunjang sistem
produksi ternak. Termasuk didalamnya adalah ternak unggas, vaksin
merupakan salah satu jenis obat-obatan yang digunakan untuk mencegah
suatu penyakit masuk ke dalam tubuh ternak. Salah satu vaksin yang sering
digunakan peternak untuk mempercpat pertumbuhan ayam adalah vaksin
AGP (Antibiotic Growth Promotor).
Pelarangan penggunaan antibiotik ini dikeluarkan oleh Kementerian
Pertanian yang diatur melalu Permentan Nomor 14 tahun 2017 tentang
Klarifikasi Obat Hewan. Regulasi tersebut dikeluarkan pemerintah dalam
rangka mengendalikan ancaman resistensi antimikroba. Namun, dengan
adanya pelarangan tersebut diharapkan eksistensi dari ayam kampung dapat
ditingkatkan.
2.2 Sub Sistem On Farm
Ayam Kampung Asli merupakan ayam yang banyak dipelihara di wilayah
pedesaan. Ayam Kampung Asli (AKA) merupakan salah satu unggas yang
mempunyai daya tahan lebih baik dari unggas lain, namun demikian untuk menjaga
agar tidak terkena penyakit sebaiknya tetap diberikan vaksinasi. Sistem budidaya
yang berkembang saat ni dapat di bedakan menjadi 3 sistem pemeliharaan yaitu:
1) Sistem Pemeliharaan secara Tradisional
Sistem pemeliharaan ini biasa dilakukan oleh sebagian besar petani
pedesaan. Ayam Lokal dipeliharan dengan cara dibiarkan lepas petani, sistem
ini kurang memperhatikan aspek teknis dan perhitungan ekonomi usahanya
(Anggorodi, R. 1985). Pemeliharaan bersifat sambilan, dimana pakan ayam
tidak disediaka secara khusus hanya mengandalkan sisa-sisa hasil pertanian.
Sistem perkandangan kurang diperhatikan. Selain itu, kandang juga tidak
terlalu di perhatikan biasanya kandang dibuat di belakang rumah. Sistem
pemeliharaan ayam kampung secara tradisional memiliki ancaman dari
binatang liar. Sistem pemliharaan ini hanya untuk rumahan dengan tidak
terlalu memperhatikan produktifitasnya. Biasanya kandang pemeliharaan
tradisional didekat dapur dan dibawah atau dahan-dahan pohon pada malam
hari. Sistem pada pemeliharaan secara tradisional tingkat kematian ayam
dapat mencapai 56% teruatama pada anak ayam sampai umur 6 mingg,
produksi telur rendah (47 butir per induk per tahun) (Badan Pusat Statistik.
2012).
2) Sistem Pemeliharaan secara Semi Intensif
Sistem pemeliharaan secara intensif adalah pemeliharaan ayam byras
dengan penyediaan kandang dan pemisahan anak ayam yang baru menetes
dari iduknya dengan skala usaha rata-rata 9 ekor induk per hari. Selama
pemisahan ini, ayam ayam perlu diberi pakan yang baik (komersial atau
buatan sendiri). Biasanya pakan tambahan diberikan sebelum ayam dilepas di
pekarangan atau dikebun untuk mencaripakan sendiri.
Pemeliharaan ini secara intensif ini tingkat kematian ayam dapat
mencapai 34% terutama pada ayam sampai umur 6 minggu dan produksi telur
mencapai 59 butir per ekor per tahun. (Rasyaf,M. 2008).
3) Sistem Pemeliharaan secara Intensif
Pemeliharaan secara intensif ini artinya ayam buras yang dipelihara
petani dikurung/dikandangkan sepanjang hari, dengan skala usaha rata-rata
18 ekor induk ayam per petani. Cara pemeliharaan ini tidak jauh beda dengan
sistem pemeliharaa secara semi intensif, namun adanya pakan diberikan
secara penuh yaitu 100 gram per ekor per hari. Pada cara ini petani harus
secara terus menerus usahanya. Pada sistem pemeliharaan secara intensif
ayam beina tidak diberikan kesempatan mengenai telurnya. Telur dieramkan
oleh ayam-ayam yang khusus dipelihara sebagai penetas telur atau ditetaskan
dengan menggunakan mesin tetas (Kartasudjana, R. Dan E. Suprijatna. 2006).
Pemeliharaan secara intensid ini tingkat kematian ayam mencapai 27%
terutama pada ayam sampai umur 6 minggu dan produksi telur dapat
mencapai 103 butir per ekor per tahun (Rasyaf,M.2008).

2.3 Sub Sistem Hilir


1) Produksi/Permintaan produk
Industri perunggasan di Indonesia sering mengalami pasang surut. Pada
awal tahun 1998, saat krisis ekonomi dan moneter banyak bisnis
perunggasan yang bangkrut. Wabah flu burung (Avian Influenza) yang
menurunkan gairah peternakan unggas di Indonesia. Selain itu kasus impor
leg quarter dari Amerika Serikat dan masalah Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) merupakan permasalahan bisnis perunggasan (Utoyo, 2006). Tabel
dibawah menunjukkan pemenuhan daging tahun 2015 sebagian besar berasal
dari ayam ras pedaging 53,13%, ayam buras (ayam Kampung, dan ayam
lokal) 10,25%, daging sapi hanya 17,11% terhadap total produksi daging
nasional (BPS, 2016).
Tabel 1. Produksi daging berdasarkan jenis ternak pada tahun 2015
No Jenis Ternak Daging (Ton) Persentasi (%)
1 Sapi Potong 523.927 17,11
2 Kerbau 31.669 1,03
3 Kambing 65.851 2,15
4 Domba 40.950 1,34
5 Babi 319.996 10,42
6 Kuda 2.449 0,08
7 Ayam Buras* 313.996 10,25
8 Ayam Ras Petelur 95.646 3,12
9 Ayam Ras Pedaging 1.627.106 53,13
10 Itik 34.845 1,14
11 Kelinci 554 0,02
12 Burung Puyuh 993 0,03
13 Merpati 297 0,01
14 Itik Manila 4.469 0,16
*Ayam Buras terdiri atas Ayam Kampung dan Ayam Lokal (Sumber: BPS 2016)

Sejalan dengan hal yang diatas, arah kebijakan strategis pemerintahan


yang tertuang dalam Rencana Stategis (Restra) Kementerian Pertanian tahun
2015-2019, ayam local merupakan salah satu dari delapan komoditas
peternakan yang akan dikembangkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
daging, untuk memenuhi kebutuhan pangan asal ternak menuju kedaulatan
pangan nasional.
Usaha peternakan di berbagai negara dunia sudah mengarah ke industri
sehingga usaha peternakan harus mampu bersaing agar tetap bertahan. Di
Indonesia, terdapat banyak peter- nakan dilakukan dalam skala industri
tetapi masih banyak juga dijumpai peternakan subsisten. Oleh karena itu,
hanya peternak kecil yang memelihara ternak 1-2 unit dengan motivasi
untuk simpanan dan sosial pada akhirnya tidak mempunyai daya saing
(Tangendjaja, 2016). Meskipun industri unggas terus berkembang tetapi
industri di Indonesia masih belum mampu berkompetisi dengan industri
ungags di negara lain di Asean (Tangendjaja, 2016).
2) Kelembagaan dan Kebijakan
Pengembangan agribisnis telur ayam kampung dapat dijadikan basis
pengembangan ekonomi untuk rakyat yang berpotensi menciptakan
pertumbuhan yang berkualitas (Inclusive Growth). Walaupun produksi
ternak dari tahun ke tahun meningkat, sampai saat ini Indonesia belum
mampu memenuhi kebutuhan pangan protein hewani asal ternak. Hal
tersebut juga diakibatkan oleh peningkatan produksi yang terjadi masih
rendah bila dibandingkan dengan permintaannya. Sehingga impor ternak sapi
masih terus meningkat dari tahun ke tahun, berbeda dengan ternak unggas,
ternak unggas mampu memenuhi kebutuhan pangan protein hewani (telur dan
daging ayam). Bahkan menurut FAO (2005), Indonesia mampu menempati
posisi 10 besar negara produsen daging dan teur unggas dunia, bukan sebagai
negara pengekspor tetapi hhabis untuk konsumsi dalam negeri (Windhorst,
2006).
DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI Press


: Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Rata-rata Konsumsi Masyarakat Terhadap Daging


Ayam Broiler (kg per kapita per tahun). http://www.bps.go.id [Diakses pada
Senin 02 September 2019 pukul 18.43 WIB]

Badan Pusat Statistika (BPS). 2016. Produksi daging unggas menurut provinsi dan
jenis ungggas (ton) 200. http://www.bps.go.id [Diakses pada Senin 02
September 2019 pukul 20.44 WIB]
CNBC Indonesia. 2019. Meningkatnya harga jagung dipasaran.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160714080018-92-
144658/pemerintah-diminta-cabut-larangan-impor-jagung [Diakses pada
02 September 2019 pukul 19.00 WIB]

Kartasudjana, R. Dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Swadaya :


Jakarta.

Rasyaf, M. 2008. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial.


Agromedia Pustaka : Jakarta.

Saptana, S.T. 2014. Manajemean Rantai Pasok Komoditas Telur Ayam


Kampung. Jurnal Manajemen & Agribisnis.

Sartika, T. Perbandingan morfometrik ukuran tubuh ayam KUB dan Sentul


melalui pendekatan analisis diskriminan. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.

Tangedjaja, B. 2014. Daya saing produk peternakan: Ceruk Pasar. Memperkuat


daya saing produk peternakan. Balitbang Kementan. Jakarka.

Utoyo, D.P. 2006. Tataulang Sistem Produksi Perunggasan di Indonesia.


Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usaha Ternak
Unggas Berdayasaing. 16(4).

Anda mungkin juga menyukai