Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

Diperkirakan setidaknya 70% manusia menderita sakit punggung, baik kronis maupun
sporadis.Prevalensi pertahunannya bervariasi dari 15-45%, denganpoint prevalence rata-rata
30%.Di Amerika Serikat, nyeri ini merupakan penyebab yang urutan paling sering dari
pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia <45 tahun, urutan ke 2 untuk alasan paling
sering berkunjung ke dokter, urutan ke 5 alasan perawatan di rumah sakit dan alasan penyebab
yang paling sering untuk tindakan operasi. Sedangkan di Inggris dilaporkan 17,3 juta orang
Inggris pernah mengalami nyeri punggung pada suatu waktu dan dari jumlah tersebut 1,1 juta
mengalami kelumpuhan akibat nyeri punggung (Koesyanto, 2013).
Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah merupakan gangguanmuskuloskeletal
yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik. Low back pain
merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat praktek sehari-hari dan diperkirakan hampir
semua orang pernah mengalami nyeri punggung, paling kurang sekali semasa hidupnya
(Sengkey, 2018).
Di Indonesia Low back Pain (LBP) merupakan masalah umum kesehatan di masyarakat,
terutama dalam kehidupan sehari-hari,diperkirakan angka prevalensi 7,6% sampai 37%. Masalah
nyeri punggung pada pekerja pada umumnya dimulai pada usia dewasa muda dengan puncak
prevalensi pada kelompok usia 25-60 tahun (Koesyanto, 2013).
Nyeri punggung bawah (NPB) pada hakekatnya merupakan keluhan atau gejala dan
bukan merupakan penyakit spesifik. Penyebab NPB antara lain kelainan muskuloskeletal, sistem
saraf, vaskuler, viseral dan psikogenik (Pinzon, 2012). Salah satu penyebab NPB adalah lumbal
spinal stenosis degenerative merupakan penyakit umum pada populasi lanjut usia. Meskipun
definisinya sering mengacu hasil pencitraan, diagnosis klinis dan penilaianberatnya stenosis
sangat tergantung deskripsi pasien dan pemeriksaan fisik.Penelitian ini menilai pengaruh uji
provokasi terhadap parameter yang sering menjadi tolok ukur status fungsional pasien, yaitu
munculnya rasa nyeri dan kapasitas berjalan. Keuntungan uji provokasi yaitu mengurangi recall
bias, nyeri neurogenic claudication dapat diobservasi secara langsung, menilai status fungsional
secara kuantitatif, bahan catatan medis,dan mudah dilakukan (Lathif, 2014).
Tujuan utama dari penatalaksanaan kasus NPB adalah untuk menghilangkan nyeri,
mempertahankan dan meningkatkan mobilitas, menghambat progresivitas penyakit dan
mengurangi kecacatan. Penatalaksanaan untuk NPB yaitu: Terapi konservatif meliputi tirah
baring disertai obat analgetik dan obat pelemas otot. Terapi non-medikamentosa berupa
fisioterapi, diatermi/kompres panas/dingin, korset lumbal maupun traksi pelvis (Winata, 2014).
Dari aspek rehabilitasi medik, LBP menyebabkan nyeri pada tulang
belakang(impairment), keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (disabilitas) dan
keterbatasan dalam melakukan pekerjaan dan aktivitas sosial (handicap). Sehingga diperlukan
penanganan dari segi rehabilitasi medik dengan tujuan yaitu agar penderita dapat kembali kepada
kondisi semula atau mendekati keadaan sebelum sakit, menghindari semaksimal mungkin
timbulnya cacat sekunder, mengusahakan sedapat mungkin penderita cepat kembali ke pekerjaan
semula atau pekerjaan baru, serta psikologi penderita menjadi lebih baik (Sengkley, 2018).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Vertebra dari berbagai regio berbeda dalam ukuran dan sifat khas lainnya, vertebra dalam
satu daerah pun memiliki sedikit perbedaan. Vertebra terdiri dari corpus vertebra dan arkus
vertebra. Corpus vertebra adalah bagian ventral yang member kekuatan pada columna
vertebralis dan menanggung berat tubuh. Corpus vertebra ,terutama dari vertebra thoracica IV
ke caudal, berangsur bertambah besar supaya dapat memikul beban yang makin berat. Arkus
vertebra adalah bagian dorsal vertebra yang terdiri dari pediculus arcus vertebra dan lamina
arkus vertebra. Pediculus arcus vertebra adalah taju pendek yang kokoh dan menghubungkan
lengkung pada corpus vertebra, insisura vertebralis merupakan torehan pada pediculus arcus
vertebra. Insisura vertebralis superior dan incisura vertebralis inferior pada vertebra-vertebra
yang bertangga membentuk sebuah foramen intervetebrale. Pediculus arcus vertebrae
menjorok ke arah dorsal untuk bertemu dengan dua lempeng tulang yang lebar dan gepeng
yakni lamina arcus vertebrae. Arcus vertebrae dan permukaan dorsal corpus vertebrae
membatasi foramen vertebrale. Foramen vertebrale berurutan pada columna vertebrale yang
utuh,membentuk canalis vertebralis yang berisi medulla spinalis, meningens, jaringan lemak
akar saraf dan pembuluh darah (Moore, 2002).
Vertebrae lumbalis I-V memiliki ciri khas, corpus vertebrae pejal, jika dilihat dari cranial
berbentuk ginjal, foramen vertebraleberbentuksegitiga,
lebihbesardaridaerahservicaldanthoracal, prosesus transversus panjangdan ramping,
prosesusaccesoriuspadapermukaan dorsal pangkalsetiapprosesus, prosesusarticularis
faciessuperior mengarahke dorsomedial, facies inferior mengarahke ventrolateral,
prosesusmamiliarispadapermukaan dorsal setiapprosesusarticularis,
prosesusspinosuspendekdankokoh. Struktur lain yang
tidakkalahpentingdanmenjadiistimewaadalahsendilengkung vertebraarticulation
zygapophysealis(facet joint), letaknyasangatberdekatandengan foramen intervertebrale yang
dilaluisaraf spinal untukmeninggalkancanalisvertebralis (Moore, 2002).
Sendiiniadalahsendisinovialdatarantaraprosesusarticularis(zygoapophysis) vertebra
berdekatan.Sendiinimemungkinkangerakluncurantaravertebra.Jikasendiinimengalamicideraata
uterserangpenyakit, saraf spinal dapatikutterlibat.Gangguaninidapatmengakibatkan rasa
sakitsesuaidenganpolasusunandermatom, dankejangpadaotot - otot yang berasaldarimiotom
yang sesuai (Moore, 2002).

B. NYERI PUNGGUNG BAWAH


1. DEFINISI
Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain didefinisikan sebagai nyeri dan
ketidaknyamanan, yang terlokalisasi di bawah sudut iga terakhir (costal margin) dan di
atas lipat bokong bawah (gluteal inferior fold), dengan atau tanpa nyeri pada tungkai.
Berdasarkan lama perjalanan penyakitnya, nyeri punggung bawah diklasifikasikan
menjadi tiga yaitu akut, subakut, dan kronis. Nyeri punggung bawah akut didefinisikan
sebagai timbulnya episode nyeri punggung bawah yang menetap dengan durasi kurang
dari enam minggu. Untuk durasi antara 6-12 minggu didefinisikan sebagai nyeri
punggung bawah subakut, sedangkan untuk durasi lebih lama dari 12 minggu adalah
nyeri punggung bawah kronis (Winata, 2014).
2. EPIDEMIOLOGI
LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara
industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini
selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point
prevalence rata-rata 30%. Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada,
namun diperkirakan 40% penduduk Jawa Tengah berusia di atas 65 tahun pernah
menderita nyeri punggung, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%.
Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar
antara 3-17% (Sadeli dan Tjahyono, 2001).
3. ETIOLOGI
Dalam klinik LBP dibagi dalam 3 kelompok:
1. LBP oleh faktor mekanik.
a. LBP oleh mekanik akut Biasanya timbul bila tubuh melakukan gerakan secara
mendadak melampaui batas kemampuan sendi dan otot atau melakukan sesuatu
untuk jangka waktu terlampau lama.
b. LBP oleh mekanik kronik (menahun) Paling sering disebabkan oleh sikap tubuh
yang jelek, yaitu sikap tubuh yang membungkuk ke depan, kepala menunduk,
perut membuncit dan dada kempes mendatar. Sikap tubuh yang demikian
mendorong Titik Berat Badan (TBB) tergeser ke arah depan sebagai kompensasi
agar keseimbangan tubuh tetap terjaga. Di samping akibat sikap tubuh yang jelek,
pergeseran TBB ke arah depan terlihat juga pada wanita-wanita yang gemar
memakai sepatu dengan tumit tinggi.
2. LBP oleh faktor organik
a. LBP osteogenik
1) Radang
2) Trauma tidak jarang LBP merupakan keluhan utama pada fraktur vertebra
lumbal. Lebih-lebih fraktur spontan akibat osteoporosis pada penderita usia
lanjut. Jenis fraktur ini sering disertai spondilolistesis L5-S1 dan L4- L5
3) Keganasan dapat bersifat primer, multiple myeloma atau sekunder akibat
metastasis.
4) Kongenital (Harsono, 2010).
b. LBP diskogenik Dalam hal ini proses primer terletak pada diskus
intervertebralis. Bentuk dan gangguan yang sering dijumpai ialah :
1) Spondilosis adalah suatu proses denerasi progresif diskus intervetebra.
Keadaan ini menimbulkan nyeri yang berasal dari dua macam sumber :
- Osteoarthiritis
- Radikulitis jebakan, radiks terjebak dalam perjalanannya melewati
foramen intervebra yang menyempit.
2) Hernia Nukleus Pulposus (HNP) yaitu keluarnya nukleus pulposus dari
diskus intervetebra melalui robekan annulus fibrosus keluar ke arah
belakang/dorsal menekan medulla spinalis.
3) Spondilitis ankilosa merupakan penyakit jaringan ikat yang ditandai
dengan peradangan pada tulang belakang dan sendi-sendi yang besar,
menyebabkan kekakuan progresif, nyeri dan dengan penyebab yang
tidak diketahui.
c. LBP neurogenik
1) Neoplasma
2) Arakhnoiditis
3) Stenosis kanal
Gejala Klinis (nyeri neurogenik)
 Nyeri di area punggung bawah, biasanya menjalar sesuai dermatom-
nya ke tungkai bawah.
 Meningkat pada berjalan, membungkuk, duduk terlalu lama
(menyetir), serta aktivitas mendadak dan berat.
 Kegiatan yang menimbulkan peninggian tekanan di dalam ruang
intraspinal seperti batuk, bersin, dan mengejan, memprovokasi
terasanya nyeri.
3. Nyeri Psikogenik
4. FAKTOR RISIKO
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya Low Back Pain adalah sebagai
berikut:
1. Usia
Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang. Keadaan
ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi
degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan
parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot
menjadi berkurang. Semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut
tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang yang menjadi pemicu
timbulnya gejala LBP. Pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada
usia kerja yaitu 25-65 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Garg dalam
Pratiwi(2009) menunjukkan insiden LBP tertinggi pada umur 35-55 tahun dan
semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini diperkuat dengan penelitian
Sorenson dimana pada usia 35 tahun mulai terjadi nyeri punggung bawah dan akan
semakin meningkat pada umur 55 tahun (Andini, 2015).
2. Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya LBP lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan laki-
laki. Jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot rangka. Hal ini
terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria.
Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan prevalensi beberapa kasus
muskuloskeletal disorders lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria (NIOSH,
1997).
3. Index Masa Tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan
seseorang. Nilai IMT didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi dengan kuadrat
dari tinggi dalam meter (kg/m2). Panduan terbaru dari WHO tahun 2000
mengkategorikan indeks masa tubuh untuk orang Asia dewasa menjadi underweight
(IMT <18.5), normal range (IMT 18.5-22.9) dan overweight (IMT ≥23.0).
Overweight dibagi menjadi tiga yaitu at risk (IMT 23.0-24.9), obese 1 (IMT 25-29.9)
dan obese 2 (IMT ≥30.0) (Koentjoro, 2010). Hasil penelitian Purnamasari (2010)
menyatakan bahwa seseorang yang overweight lebih berisiko 5 kali menderita LBP
dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Ketika berat badan
bertambah, tulang belakang akan tertekan untuk menerima beban yang membebani
tersebut sehingga mengakibatkan mudahnya terjadi kerusakan dan bahaya pada
stuktur tulang belakang. Salah satu daerah pada tulang belakang yang paling berisiko
akibat efek dari obesitas adalah verterbrae lumbal (Purnamasari et al., 2010).
4. Pekerjaan
Faktor resiko di tempat kerja yang banyak menyebabkan gangguan otot rangka
terutama adalah kerja fisik berat, penanganan dan cara pengangkatan barang, gerakan
berulang, posisi atau sikap tubuh selama bekerja, getaran, dan kerja statis (Andini,
2015).
5. Aktivitas / olahraga
Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada posisi
yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja kantoran yang
terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada kursi, atau seorang
mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada waktu menulis.
Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan membungkuk atau menekuk ke muka.
Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak menopang tulang belakang.
Kasur yang diletakkan di atas lantai lebih baik daripada tempat tidur yang bagian
tengahnya lentur. Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri langsung membungkuk
mengambil beban merupakan posisi yang salah, seharusnya beban tersebut diangkat
setelah jongkok terlebih dahulu (Andini, 2015).
6. Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok, diduga karena perokok memiliki kecenderungan untuk
mengalami gangguan pada peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang (Andini,
2015).
7. Abnormalitas struktur
Ketidaknormalan struktur tulang belakang seperti pada skoliosis, lordosis,
maupun kifosis, merupakan faktor resiko untuk terjadinya LBP (Andini, 2015).
5. KLASIFIKASI
Low Back Pain menurutperjalanankliniknyadibedakanmenjadiduayaitu:
1. Acute low back pain
Rasa nyeri yang menyerangsecaratiba-tiba, rentangwaktunyahanyasebentar,
antarabeberapaharisampaibeberapaminggu.Rasa
nyeriinidapathilangatausembuh.Acute lowback pain
dapatdisebabkankarenalukatraumatiksepertikecelakaanmobilatauterjatuh,
rasanyeridapathilangsesaatkemudian.Kejadiantersebutselaindapatmerusakjaringan,
jugadapatmelukaiotot, ligamendan tendon.Padakecelakaan yang lebihserius,
frakturtulangpadadaerahlumbaldan spinal
dapatmasihsembuhsendiri.Sampaisaatinipenatalaksananawalnyeripinggangakutterfo
kuspadaistirahatdanpemakaiananalgesik.
2. Chronic low back pain
Rasa nyeri yang menyeranglebihdari 3 bulanatau rasa nyeri yang berulang-
ulangataukambuhkembali.Faseinibiasanyamemiliki onset yang
berbahayadansembuhpadawaktu yang lama. Chronic low back pain
dapatterjadikarena osteoarthritis,rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus
intervertebralisdan tumor.

C. LUMBAR SPINAL STENOSIS


1. DEFINISI
Spinal kanal stenosis adalah suatu kondisi penyempitan kanalis spinalis atau
foramen intervertebralisdaerahlumbal yang disertai dengan penekanan akar saraf yang
keluar dari foramen tersebut.
2. EPIDEMIOLOGI
Spinal stenosis menjadi salah satu masalah yang sering ditemukan, yang merupakan
penyakit degeneratif pada tulang belakang pada populasi usia lanjut. Prevalensinya 5 dari
1000 orang diatas usia 50 tahun di Amerika. Merupakan penyakit terbanyak yang
menyebabkan bedah pada spina pada usia lebih dari 60 tahun. Lebih dari 125.000
prosedur laminektomi dikerjakan untuk kasus lumbar spinal stenosis. Pria lebih tinggi
insidennya daripada wanita. Patofisiologinya tidak berkaitan dengan ras, jenis kelamin,
tipe tubuh, pekerjaan dan paling banyak mengenai lumbar ke-4 k-5 dan lumbar ke-3 ke-4.
3. ETIOLOGI
Struktur anatomi yang bertanggung jawab terhadap penyempitan kanal meliputi
struktur tulang dan jaringan lunak. Struktur tulang meliputi: osteofit sendi facet
(merupakan penyebab tersering), penebalan lamina, osteofit pada corpus vertebra,
subluksasi maupun dislokasi sendi facet (spondilolistesis), hipertrofi atau defek
spondilolisis, anomali sendi facet kongenital. Struktur jaringan lunak meliputi: hipertrofi
ligamentum flavum (penyebab tersering), penonjolan annulus atau fragmen nukleus
pulposus, penebalan kapsul sendi facet dan sinovitis, dan ganglion yang bersal dari sendi
facet. Akibat kelainan struktur tulang jaringan lunak tersebut dapat mengakibatkan
beberapa kondisi yang mendasari terjadinya spinal canal stenosis.
4. FAKTOR RISIKO
Risiko terjadinya stenosis tulang belakang meningkat pada orang yang:
1. Terlahir dengan kanal spinal yang sempit
2. Berjenis kelamin wanita
3. Berusia 50 tahun atau lebih (osteofit atau tonjolan tulang berkaitan dengan
pertambahan usia)
4. Pernah mengalami cedera tulang belakang sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Andini, F., 2015. Risk Factors of Low Back Pain in Workers. J Majority, 4(1), pp.12-19.

Harsono. 2010. Kapita selekta Neurologi. Edisi Ke-2. Yogjakarta: Gajah Mada University Press.

Keith L. Moore, Anne M R. Agur. AnatomiKlinisDasar. 2002. Jakarta:Hipokrates.

Koesyanto, Herry. 2013. Masa Kerja Dan Sikap Kerja Duduk Terhadap Nyeri Punggung.
KEMAS Volume 9 No 1.

NIOSH, 1997. Musculoskeletal disorders and workplace factors: a critical review of


epidemiologic evidence for work-related musculoskeletal disorders of the neck,upper
extremity, and low back. Columbia: U.S. Departement of Health and Human Sevices.

Pinzon. Rizaldy. 2012. Profi l Klinis Pasien Nyeri Punggung Bawah Akibat Hernia Nukleus
Pulposus. CDK-198 vol. 39 no. 10.

Purnamasari, H., Gunarso, U. & Rujito, L., 2010. Overweight sebagai Salah Satu Faktor Risiko
Low Back Pain pada Pasien Poli Saraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Mandala of Health, 4(1), pp.26-32.

Sadeli HA, Tjahjono B. Nyeri Punggung Bawah. dalam: Nyeri Neuropatik, Patofisioloogi dan
Penatalaksanaan. Editor: Meliala L, Suryamiharja A, Purba JS, Sadeli HA. Perdossi,
2001:145-167.

Sengkey, L. S., 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. [Online] Available at:
https://www.scribd.com/document/251332839/Contoh-Lapkas-LBP-Rehabilitasi-
Medik [Accessed 23 September 2018]

Winata, susanty. 2014. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah dari Sudut
Pandang Okupasi. J. Kedokt Meditek Vol. 20 No. 54.

Anda mungkin juga menyukai