Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

B. Definisi

Pneumonia adalah peradangan paru biasanya disebabkan oleh


infeksi bakteri (stafilokokus, pneumokokus, atau streptokokus) (Speer,
2007). Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah
yang mengenai parenkim paru (Mansjoer, 2000).Pneumonia adalah suatu
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur, parasit) (PDPI, 2003). Pneumonia adalah radang parenkim paru
yang banyak disebabkan oleh virus baik infeksi primer atau komplikasi
dari suatu penyakit virus (Nur Salam, 2005). Pneumonia adalah proses
inflamasi parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agens infeksius
(Smeltzer, 2001).
A. Etiologi

Menurut Mansjoer, 2000, penyebab dari pneumonia adalah :


1. Bakteri
a. Pneumokokus
b. Streptokokus
c. Stafilokokus
d. Haemophilus Influenzae
e. Pseudomonas aeruginosa
2. Virus
a. Virus Influenza
b. Adenovirus
c. Sitomegalovirus
d. Fungi
e. Aspergillus
f. Koksidiomikosi
3. Aspirasi
a. Cairan amnion
b. Makanan
c. Cairan lambung
d. Benda asing

B. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pneumonia menurut Linda Sowden, 2002
adalah:
1. Batuk
2. Dispnea Takipnea
3. Sianosis
4. Melemahnya suara nafas
5. Retraksi dinding thoraks
6. Nafas cuping hidung
7. Nyeri abdomen (disebabkan iritasi diafragma oleh paru terinfeksi di
dekatnya)
8. Batuk paroksismal mirip pertusis (umum terjadi pada anak yang lebih kecil)
9. Anak-anak yang lebih besar tidak tampak sakit.

C. Patofisiologi

Bakteri penyebab terhisap ke paru perifer melalui saluran nafas


menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah
proliferasi dan penyeraban kuman.
Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya
sebukan sel PMNs (polimorfnuklears), fibrin, eritrosit, cairan edema dan
kuman dialveoli. Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi merah.
Sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi
berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan
leukosit PMNs di alveoli dan proses fogositosis yang cepat dilanjutkan
stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag dialveoli,
degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya kuman dan
debris (Mansjoer, 2000).
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi.
Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada
alveoli dan menghasilkan eksudat yang mengganggu gerakan dan difusi
oksigen serta karbondioksida. Sel-sel darah putih kebanyakan neutrofil
juga berimigrasi kedalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya
mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena
sekresi, edema mukosa dan bronkospasme menyebabkan oklusi parsial
bronkhi atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen
alveolar. Darah vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang
kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang
teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan
hipoksemia arterial (Smeltzer, 2002).
D. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien Pneumonia meliputi :


1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Riyadi, 2009, pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji
resistensi, akan tetapi, karena hal itu perlu waktu, dan pasien perlu therapi
secepatnya maka biasanya diberikan :
a. Penisilin 50.000 u/kg BB/hari ditambah dengan kloramfenikol 50 –
70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum
luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam
4 – 5 hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk menghilangkan
penyebab infeksi yang kemungkinan lebih dari 1 jenis juga untuk
menghindari resistensi antibiotic.
b. Koreksi gangguan asam bas dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena, biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan NaCl 0,9%
dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500ml/botol
infus.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asrdosis metabolik akibat
kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai
dengan hasil analisis gas darah arteri.
d. Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang NGT pada
penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafasnya.
e. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexoid dengan ventolin. Selain
bertujuan mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat meningkatkan lebar
lumen bronkus
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dalam hal ini dilakukan adalah :
a. Menjaga kelancaran pernapasan
Klien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena adanya
radang paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus atau paru. Agar klien
dapat bernapas secara lancar, lendir tersebut harus dikeluarkan dan untuk
memenuhi kebutuhan O2 perlu dibantu dengan memberikan O2 2 l/menit
secara rumat.
b. Pada anak yang agak besar dapat dilakukan :
1) Berikan sikap berbaring setengah duduk
2) Longgarkan pakaian yang menyekat seperti ikat pinggang, kaos yang
sempit.
3) Ajarkan bila batuk, lendirnya dikeluarkan dan katakan kalau lendir
tersebut tidak dikeluarkan sesak nafasnya tidak akan segera hilang,
4) Beritahukan pada anak agar ia tidak selalu berbaring ke arah dada
yang sakit, boleh duduk/miring ke bagian yang lain.
c. Pada bayi dapat dilakukan :
1) Baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberikan ganjal
dibawah bahunya.
2) Bukalah pakaian yang ketat seperti gurita.
3) Isaplah lendir dan berikan O2 rumat sampai 2 l/menit. Pengisapan lendir
harus sering yaitu pada saat terlihat lendir di dalam mulut, pada waktu
akan memberikan minum, mengubah sikap baring/tindakan lain.
4) Perhatikan dengan cermat pemberian infus, perhatikan apakah infus
lancar.
b. Kebutuhan Istirahat

Klien Pneumonia adalah klien payah, suhu tubuhnya tinggi, sering


hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan klien
harus ditolong di tempat tidur. Usahakan pemberian obat secara tepat,
usahakan keadaan tenang dan nyaman agar pasien dapat istirahat sebaik-
baiknya.
c. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan

Pasien pneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan


yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan
cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah
dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus dengan cairan glukosa 5%
dan NACL 0,9% dalm perbandingan 3:1 ditambahkan KCL 10 mEq/500
ml/botol infus.
Pada bayi yang masih minum ASI, bila tidak terlalu sesak ia boleh
menetek selain memperoleh infuse. Beritahukan ibunya agar
pada waktu bayi menetek puting susunya harus sering-sering dikeluarkan
untuk memberikan kesempatan bayi bernafas.

E. Komplikasi

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,2003, komplikasi pneumonia

yaitu :

1. Efusi Pleura

2. Empiema

3. Abses Paru

4. Pneumothoraks

5. Gagal nafas

6. Sepsis

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan


diagnosa pneumonia menurut Mansjoer, 2000 :
1. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan PMN


atau dapat ditemukan leucopenia yang menandakan prognosis buruk.
Dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.
2. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis memberikan gambaran bervariasi :

a. Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia

b. Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris


c. Gambaran bronkopneumonia difus atau infiltrat interstisialis pada
pneumonia stafilokok
3. Pemeriksaan cairan pleura

4. Pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring,


aspirasi trakea.

G. Pengkajian Fokus

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien pneumonia menurut Suyono, 2009;
Nursalam, 2005 dan Doengoes, 2000 :
1. Riwayat penyakit sekarang Hal
yang perlu dikaji :
a. Keluhan yang dirasakan klien

b. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan

2. Riwayat penyakit dahulu Hal


yang perlu dikaji yaitu :
a. Pernah menderita ISPA

b. Riwayat terjadi aspirasi

c. Sistem imun anak yang mengalami penurunan


d. Sebutkan sakit yang pernah dialami

3. Riwayat penyakit keluarga

a. Ada anggota keluarga yang sakit ISPA

b. Ada anggota keluarga yang sakit pneumonia

4. Demografi
a. Usia : Lebih sering pada bayi atau anak dibawah 3 tahun

b. Lingkungan : Pada lingkungan yang sering berkontaminasi


dengan polusi udara
5. Pola pengakajian Gordon Hal-
hal yang perlu dikaji :
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Hal yang perlu dikaji yaitu kebersihan lingkungan, biasanya orang tua
menganggap anaknya benar-benar sakit jika anak sudah mengalami sesak
nafas.
b. Pola nutrisi dan metabolik

Biasanya muncul anoreksia (akibat respon sistemik melalui kontrol saraf


pusat), mual dan muntah (peningkatan rangsangan gaster sebagai dampak
peningkatan toksik mikroorganisme).
c. Pola eliminasi

Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan


cairan melalui proses evaporasi karena demam.
d. Pola istirahat-tidur

Data yang sering muncul adalah anak sulit tidur karena sesak nafas, sering
menguap serta kadang menangis pada malam hari karena
ketidaknyamanan.
e. Pola akitivitas-latihan

Anak tampak menurun aktivitas dan latihannya sebagai dampak


kelelmahan fisik. Anak lebih suka digendong dan bedrest.
f. Pola kognitif-persepsi

Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan


biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak.
g. Pola persepsi diri-konsep diri

Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang bersahabat, tidak
suka bermain, ketakutan.
h. Pola peran-hubungan

Anak tampak malas kalau diajak bicara, anak lebih banyak diam dan selalu
bersama orang tuanya.
i. Pola seksual-reproduksi

Pada anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang sudah puberta mungkin
tergangguan menstruasi.
j. Pola toleransi stress-koping

Aktivitas yang sering tampak mengalami stress adalah anak menangis,


kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah mudah tersinggung.
k. Pola nilai keyakinan

Nilai keyakinan mungkin meningkat seirng dengan kebutuhan untuk


mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT.
6. Pemeriksaan fisik
Pada penderita pneumonia hasil pemeriksaan fisik yang biasanya
muncul yaitu :
33

a. Keadaan umum : tampak lemah, sesak nafas

b. Kesadaran : tergantung tingkat keparahan penyakit bisa somnolent


c. Tanda-tanda vital :

1) TD : hipertensi

2) Nadi : takikardi

3) RR : takipnea, dispnea, nafas dangkal

4) Suhu : hipertermi

d. Kepala :tidak ada kelainan

e. Mata :konjungtiva bisa anemis

f. Hidung : jika sesak akan terdengar nafas cuping hidung

g. Paru :

1) Inspeksi : pengembangan paru berat, tidak simetris jika hanya


satu sisi paru, ada penggunaan otot bantu nafas.
2) Palpasi : adanya nyeri tekan, paningkatan vocal fremitus
pada daerah yang terkena
34

3) Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan, normalnya timpani

4) Auskultasi : bisa terdengar ronki

h. Jantung :jika tidak ada kelainan jantung, pemeriksaan

jantung tidak ada kelemahan

i. Ekstremitas :sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi

H. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran


pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru yang
menurun.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler oleh adanya edema alveoli.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.
5. Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan.

6. Ansietas pada (orang tua) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan


tentang kondisi anak.
7. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
35

cairan berlebihan terhadap evaporasi yang berlebih.


8. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat sekunder terhadap anoreksia, peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
(Hidayat, 2006; Doenges, 2000 dan Speer, 2007)

I. Perencanaan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran


pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.

7
36

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan nafas


efektif.
Kriteria Hasil :

a. Tidak ada dispnea

b. Perkusi paru sonor

c. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas

d. Tidak ada batuk produktif

Intervensi :

a. Auskultas area paru, catat area penurunan / tidak ada aliran udara dan
bunyi nafas lain.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
Bunyi nafas bronkhial (normal pada bronkhus) dapat juga terjadi pada area
konsolidasi. Krekels terdengar pada inspirasi.
b. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada.

Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering
terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada/ atau cairan paru.
c. Atur posisi setengah fowler pada anak besar dan ekstensikan kepala pada
bayi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat.
37

d. Berikan obat sesuai indikasi : mukoitik, ekspektoran, bronkodilator,


analgetik
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
Analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan hati-hati.
e. Berikan cairan tambahan IV atau oksigen

Rasional : Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan (termasuk tak tampak)


dan memobilisasikan secret.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru yang
menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali
efektif.
Kriteria hasil:

a. RR = 30 - 40 x/menit

b. Tidak ada dispnea

c. Pengembangan paru maksimal

Intervensi :

a. Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan semi


fowler atau kepala agak tinggi kurang lebih 30o. Rasional : Posisi semi fowler
akan meningkatkan ekspansi paru.
b. Kaji pernapasan, irama, kedalaman atau gunakan oksimetri nadi untuk
memantau saturasi oksigen
38

Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering
terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding dada.
c. Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap terbuka
Rasional : Sokongan bantal akan membantu membuka jalan napas.

d. Ajarkan teknik relaksasi pada anak yang sudah memahami, sudah bisa atau
mengerti.
Rasional : Relaksasi akan membantu menurunkan kecemasan sehingga kebutuhan O2 tidak
meningkat.
e. Kolaborasi oksigen sesuai kebutuhan

Rasional : Pemberian O2 akan membantu memenuhi kebutuhan O2 tubuh.


3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler akibat edema alveoli.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pertukaran gas
maksimal.
Kriteria Hasil :

a. Klien tidak dispnea

b. Klien tidakk ada kebiruan

c. N = 90 - 100 x/menit

d. PO2 normal pada GDA

e. PCO2 normal
39

f. Warna kulit normal

g. Anak tidak gelisah

Intervensi:

a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas

Rasional : Manifestasi distres pernafasan tergantung pada indikasi derajat keterlibatan


paru dan status kesehatan umum.
b. Atur posisi yang dapat meningkatkan kenyamanan anak

Rasional : Memberikan posisi yang nyaman seperti posisi semi fowler, membuat anak
bernafas dengan mudah.
c. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya fianosis
perifer (kuku) atau sianosis sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi atau respon tubuh terhadap
demam/ menggigil. Namun sianosis daun telinga, membran mukosa dan
kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
d. Pertahankan istirahat tidur dorong menggunakan teknik relaksasi dan
aktivitas senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/ konsumsi oksigen
untuk memudahkan perbaikan infeksi.
e. Kolaborasi pemberian therapi O2 dengan benar

Rasional : Tujuan therapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas 60


mmHg.
40

f. Awasi GDA

Rasional : Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.


4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2, kelemahan umum.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien toleran terhadap
aktivitas
Kriteria Hasil :

a. Klien tidak tampak kelemahan

b. Dyspnea berkurang

c. Tidak ada dyspnea saat aktivitas

d. Tidak ada sianosis setelah aktivitas

e. Dapat beraktivitas optimal

Intervensi :

a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat lapoan dispnea.

Peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan


setelah aktivitas
Rasional : Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
b. Bantu anak dalam melakukan aktivitas yang sesuai dan berikan aktivitas
41

yang menyenangkan sesuai dengan kemampuan dan minat anak.


Rasional : Menurunkan kebutuhan O2
42

c. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
d. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.

Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan


kebutuhan oksigen.
5. Hipertemi berhubungan dengan proses peradangan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan panas berkurang


Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh dalam batas normal (>37,8 oC)

b. Akral dingin

c. Anak tidak gelisah

Intervensi :

a. Pertahankan lingkungan yang dingin

Rasional : lingkungan dingin akan menurunkan suhu tubuh melalui kehilangn panas
pancaran
40

b. Berikan kompres hangat basah

Rasional : kompres hangat basah akan mendinginkan permukaan tubuh secara


konduksi.
c. Pantau suhu tubuh anak setiap 2-4 jam, waspadai bila ada kenaikan
suhutubuh secara tiba-tiba
Rasional : peningkatan suhu tiba-tiba dapat mengakibatkan kejang

d. Kolaborasi pemberian antipiretik

Rasional : pemberian antipiretik dapat mengurangi demam secara efektif.


6. Ansietas berhubungan kurangnya pengetahuan tentang kondisi anak.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas berkurang.


Kriteria Hasil :
a. Orang tua menyatakan cemas berkurang.

b. Tidak ada ekspresi ketakutan

Intervensi:

a. Jelaskan prosedur atau tindakan yang akan dilakukan serta ciptakan


hubungan dengan anak dan orang tua
Rasional : Penjelasan setiap prosedur memberikan pemahaman pada orang tua dan
hubungan yang baik akan menumbuhkan kepercayaan.
b. Berikan kenyamanan pada lingkungan anak seperti digendong atau
mengayun membelai dan memberikan musik.
Rasional : Anak akan merasa dilindungi.
41

c. Libatkan orang tua dalam memberikan perawatan sehingga anak


merasakan ketenangan.
Rasional : Orang terdekat dari anak adalah orang tua sehingga melibatkan orang
tua akan membantu mempermudah proses keperawatan.
d. Beri obat yang memperbaiki ventilasi seperti bronkhoclatos sesuai
program.
7. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebihan terhadap evaporasi yang berlebih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kekurangan volume
cairan.
Kriteria Hasil :

a. Membran mukosa lembab

b. Turgor kulit baik

c. Pengisian kapiler cepat

d. Tanda vital stabil

e. Balance cairan stabil

Intervensi :

a. Kaji perubahan tanda vital

Rasional : Peningkatan suhu / memanjangnya demam, meningkatkan laju


metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah
42

dan peningkatan tachicardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.


43

b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah) Rasional:


Indikator langsung keadekuatan volume cairan,
meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan
oksigen tambahan.
c. Pantau masukan dan haluaran, cacat warna, karakter urine. Hitung
keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur BB
sesuai indikasi.
Rasional : Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan
penggantian.
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (antiseptik, antiemetic)
Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan.
e. Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai keperluan

Rasional : Pada adanya penurunan masukan / banyak kehilangan, penggunaan


parenteral dapat memperbaiki / mencegah kekurangan.
8. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat. Sekunder terhadap anoreksia, peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi nutrisi kurang dari
kebutuhan.

Kriteria Hasil :

a. Tidak ada mual ataupun muntah


44

b. BB stabil

c. Nafsu makan meningkat

d. IMT Stabil

Intervensi :

a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya sputum


banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.
Rasional : Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.

b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.


Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa bau dari lingkungan pasien dan dapat
menurunkan mual.
c. Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan
Rasional : Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan
ini.
d. Berikan makan posri kecil dan sering termasuk makanan kering dan atau
makanan yang menarik.
Rasional : Tindakan ini meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin
lambat untuk kembali.

e. Evaluasi status nutrisi umum, ukur BB


Raasional : Adanya kondisi kronis atau keterbatasan keuangan dapat menimbulkan
malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi dan / lambatnya respons
therapi.
( Speer, 2007; Hidayat, 2006 dan Doenges 2000)

Anda mungkin juga menyukai