Anda di halaman 1dari 15

SURAT EDARAN

Nomor : 03/M/SE/VIII/2017

PENGUATAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN MATA KULIAH WAJIB UMUM

PADA PENDIDIKAN TINGGI

Yth:

1. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;

2. Koordinator Kopertis I s.d XIV; dan

3. Pimpinan Perguruan Tinggi di Kementerian dan Lembaga Lain;

Landasan Hukum:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi;.

4. Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental;

5. Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi;

Dengan hormat kami sampaikan hal-hal, sebagai berikut:

1. Amanah dalam UUD 1945 pada Pasal 27 ayat (3), “Setiap warga negara berhak dan wajib turut
serta dalam upaya pembelaan negara” dan Pasal 30 ayat (1), “Tiap-tiap warga berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”. Sebagai warga negara harus selalu siaga dalam
usaha membela bangsa dan negara, menjaga pertahanan dan keamanan sehingga selalu terwujud
kedamaian dan kenyamanan di masyarakat.

2. Amanah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi diperlukan pendidikan
yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual,
ilmuwan, dan/atau profesional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh,
serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa. Dalam pasal 35 ayat 2, kurikulum
pendidikan tinggi merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah : a. Agama; b. Pancasila; c. Kewarganegaraan; dan
d. Bahasa Indonesia yang dilaksanakan melalui kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.

3. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, menimbang


bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk
menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal 9, bela negara merupakan upaya setiap warga
negara untuk mempertahankan Republik Indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam
negeri, dan bentuk pengabdian sesuai dengan profesinya. Dalam mensukseskan pertahanan negara
melalui bela negara, dukungan dosen dan mahasiswa baik secara fisik maupun non fisik diarahkan
untuk menghasilkan lulusan berkualitas yang siap menghadapi tantangan globalisasi memiliki sikap
toleran, tanggap terhadap lingkungan, memahami wawasan kebangsaan dan bertanggungjawab
dalam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

4. Memperhatikan Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi
Mental, dalam melaksanakan butir kelima, bahwa untuk mewujudkan generasi bangsa Indonesia yang
berkarakter tangguh, cinta tanah air, bela negara serta mampu meningkatkan jati diri bangsa, maka
pendidikan Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) diperkuat sebagai salah satu komponen pembentuk
budaya bangsa.

Sehubungan hal-hal tersebut di atas, dengan ini kami menginstruksikan kepada perguruan tinggi
untuk mengintegrasikan dan menginternalisasikan muatan nilai Pancasila, moral kebangsaan serta
budaya nasional dalam proses pembelajaran setiap mata kuliah dan kegiatan kemahasiswaan sebagai
bagian dari bela negara.

Atas perhatian dan kerjasama yang baik, kami ucapkan terimakasih.

Jakarta, 24 Agustus 2017

Menteri Riset, Teknologi, dan

Pendidikan Tinggi,

TTD

Mohamad Nasir

Dasar dan Tujuan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi

Tujuan Pendidikan Pancasila dapat dipahami dengan menelaah dasar-dasar pendidikan pancasila
sebagai bagian yang tidak terpisah dalam konsep pendukung capaian dalam penyelenggaraan
pendidikan pancasila di perguruan tinggi. Dasar-dasar yang dimaksud yakni dasar filosofis, sosiologis,
dan dasar yuridis yang akan diuraikan dalam artikel ini. Sebagaimana dikemukakan oleh sejumlah
pengamat bahwa gerakan untuk merevitalisasi Pancasila saat ini semakin menunjukkan gejala yang
menggembirakan. Forum-forum ilmiah di berbagai tempat telah diselenggarakan baik oleh
masyarakat umum maupun kalangan akademisi.

Tidak terkecuali lembaga negara yaitu MPR mencanangkan empat pilar berbangsa yang salah satunya
adalah Pancasila. Memang ada perdebatan tentang istilah pilar tersebut, karena selama ini dipahami
bahwa Pancasila adalah dasar negara, namun semangat untuk menumbuhkembangkan lagi Pancasila
perlu disambut dengan baik.

Undang undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang belum lama
disahkan, secara eksplisit juga menyebutkan bahwa terkait dengan kurikulum nasional setiap
perguruan tinggi wajib menyelenggarakan mata kuliah Pancasila, Kewarganegaraan, Agama dan
Bahasa Indonesia. Menindaklanjuti undang undang tersebut, Dikti juga menawarkan berbagai hibah
pembelajaran untuk keempat mata kuliah tersebut.

Pancasila adalah dasar filsafah negara indonesia, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD
1945. Oleh karena itu setiap warga negara Indonesia harus mempelajari, mendalami, menghayati, dan
mengamalkan dalam segala bidang kehidupan. Pancasila merupakan warisan luar biasa dari pendiri
bangsa yang mengacu kepada nilai-nilai luhur. Nilai nilai luhur yang menjadi panutan hidup tersebut
telah hilang otoritasnya, sehingga manusia menjadi bingung. Kebingungan tersebut dapat
menimbulkan krisis baik itu krisis moneter yang berdampak pada bidang politik, sekaligus krisis moral
pada sikap perilaku manusia.
Dalam upaya merespon kondisi tersebut, pemerintah perlu mengantisipasi agar tidak menuju kearah
keadaan yang lebih memprihatinkan. Salah satu solusi yang dilakukan oleh pemerintah, dalam
menjaga nilai-nilai panutan dalam berbangsa dan bernegara secara lebih efektif yaitu melalui bidang
pendidikan. Oleh karena itu, tujuan pendidikan pancasila yang akan diuraikan dalam artikel ini
sasarannya adalah bagi para mahasiswa-mahasiswi di perguruan tinggi.

Adapun dasar-dasar pendidikan pancasila tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dasar Filosofis

Pada saat Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang Dunia kedua, dunia dicekam oleh
pertentangan ideologi kapitalisme dengan ideologi komunisme. Kapitalisme berakar pada faham
individualisme yang menjunjung tinggi kebebasan dan hak-hak individu; sementara komunisme
berakar pada faham sosialisme atau kolektivisme yang lebih mengedepankan kepentingan
masyarakat di atas kepentingan individual. Kedua aliran ideologi ini melahirkan sistem kenegaraan
yang berbeda. Faham individualisme melahirkan negara -negara kapitalis yang mendewakan
kebebasan (liberalisme) setiap warga, sehingga menimbulkan perilaku dengan superioritas individu,
kebebasan berkreasi dan berproduksi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.

Sementara faham kolektivisme melahirkan negara-negara komunis yang otoriter dengan tujuan untuk
melindungi kepentingan rakyat banyak dari eksploitasi segelintir warga pemilik kapital. Pertentangan
ideologi ini telah menimbulkan ‘perang dingin’ yang dampaknya terasa di seluruh dunia. Namun para
pendiri negara Republik Indonesia mampu melepaskan diri dari tarikan-tarikan dua kutub ideologi
dunia tersebut, dengan merumuskan pandangan dasar (philosophische grondslag) pada sebuah
konsep filosofis yang bernama Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila bahkan bisa
berperan sebagai penjaga keseimbangan (margin of appreciation) antara dua ideologi dunia yang
bertentangan, karena dalam ideologi Pancasila hak-hak individu dan masyarakat diakui secara
proporsional.

2. Dasar Sosiologis

Bangsa Indonesia yan g penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang tersebar di
lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila karena nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan (materil, formal, dan fungsional) yang ada
dalam mas yarakat Ind onesia. Kenyataan objektif ini menjadikan Pancasila sebagai dasar yang
mengikat setiap warga bangsa untuk taat pada nilai-nilai instrumental yang berupa norma atau
hukum tertulis (peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak
tertulis seperti adat istiadat, kesepakatan atau kesepahaman, dan konvensi.

Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi, dimana agama, ras, etnik,
bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologi Pancasila bisa diterima sebagai
ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa setiap kali ada upaya perpecahan atau
pemberontakan oleh beberapa kelompok masyarakat, maka nilai-nilai Pancasilalah yang
dikedepankan sebagai solusi untuk menyatukan kembali. Begitu kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan
Pancasila sebagai kekuatan pemersatu, maka kegagalan upaya pemberontakan yang terakhir
(G30S/PKI) pada 1 Oktober 1965 untuk seterusnya hari tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian
Pancasila.

Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis m embutuhkan ideologi pemersatu Pancasila. Oleh
karena itu nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan dari generasi ke generasi untuk menjaga keutuhan
masyarakat bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan khususnya lewat proses pendidikan
formal, karena lewat pendidikan berbagai butir nilai Pancasila tersebut dapat disemaikan dan
dikembangkan secara terencana dan terpadu.

3. Dasar Yuridis

Pancasila telah menjadi norma dasar negara dan dasar negara Republik Indonesia yang berlaku adalah
Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945) junctis Keputusan Presiden RI Nomor 150 Tahun 1959
mengenai Dekrit Presiden RI/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Tentang Kembali Kepada
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Naskah Pembukaan UUD NRI 1945
yang berlaku adalah Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang disahkan/di tetapkan oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sila -sila Pancasila yang tertuang
dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 secara filosofis-sosiologis berkedudukan sebagai Norma
Dasar Indonesia dan dalam konteks politis-yuridis sebagai Dasar Negara Indonesia. Konsekuensi dari
Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, secara yuridis konstitusional
mempunyai kekuatan hukum yang sah, kekuatan hukum berlaku, dan kekuatan hukum mengikat.

Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, digunakan sebagai dasar
penyelenggaraan pendidikan tinggi. Pasal 39 ayat (2) menyebutkan, bahwa isi kurikulum setiap jenis,
jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat: (a) Pendidikan Pancasila, (b) Pendidikan Agama, (c)
Pendidikan Kewarganegaraan. Didalam operasionalnya, ketiga mata kuliah wajib dari kurikulum
tersebut, dijadikan bagian dari kurikulum berlaku secara nasional.

Sebelum dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 tahun 1999, Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No. 30 tahun 1990 menetapkan status pendidikan Pancasila dalam kurikulum
pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program studi dan bersifat nasional. Silabus
pendidikan pancasila semenjak tahun 1983 sampai tahun 1999, telah banyak mengalami perubahan
untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang berlaku dalam masyarakat, bangsa, dan negara
yang berlangsung cepat, serta kebutuhan untuk mengantisipasi tuntunan perkembangan ilmu
pengetahuan yang sangat pesat disertai dengan pola kehidupan mengglobal. Perubahan dari silabus
pancasila adalah dengan keluarnya keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, Nomor:
265/Dikti/Kep/2000 tentang penyempurnaan kurikulum inti mata kuliah pengembangan kepribadian
pendidikan pancasila pada perguruan tinggi Indonesia. Dalam kepurusan ini dinyatakan, bahwa mata
kuliah pendidikan pancasila yang mencakup unsur filsafat pancasila, merupakan salah satu komponen
yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian (MKPK) pada
susunan kurikulum inti perguruan tinggi di Indonesia mata kuliah pendidikan pancasila adalah mata
kuliah wajib untuk diambil oleh setiap mahasiswa pada perguruan tinggi untuk program
diploma/politeknik dan program sarjana. Pendidikan pancasila dirancang dengan maksud untuk
memberikan pengertian kepada mahasiswa tentang pancasila sebagai filsafat atau tata nilai bangsa,
dasar negara, dan ideologi nasional dengan segala implikasinya.

Selanjutnya, berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 22/UU/2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi, dan penilaian hasil belajar mahasiswa, telah ditetapkan
bahwa pendidikan agama, pendidikan pancasila, dan kepribadian yang wajib diberikan dalam
kurikulum setiap program studi. Oleh karena itu, untuk melaksanakan ketentuan di atas, maka
Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas mengeluarkan Surat Keputusan Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di perguruan tinggi. Berdasarkan UU No. 20/2003 tentang sistem
pendidikan, maka, Direktur Jendral Pendidikan Tinggi mengeluarkan surat keputusan No.
43/Dikti/Kep./2006 tentang kampus-kampus pelaksanaan kelompok mata kuliah pengembangan
kepribadian di perguruan tinggi, SK ini adalah penyempurnaan dari SK yang lalu.

Tujuan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi

Dengan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, diharapkan dapat tercipta


wahana pembelajaran bagi para mahasiswa untuk secara akademik mengkaji, menganalisis, dan
memecahkan masalah-masalah pembangunan bangsa dan negara dalam perspektif nilai-nilai dasar
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Republik Indonesia.

Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan Nasional bertujuan untuk mewujudkan tujuan
Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional yang ada merupakan rangkaian konsep, program,
tata cara, dan usaha untuk mewujudkan tujuan nasional yang diamanatkan Undang -Undang Dasar
Tahun 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi tujuan penyelenggaraan Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi pun merupakan bagian dari upaya untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa.

Penjabaran secara spesifik sehubungan dengan tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di


Perguruan Tinggi adalah untuk:

Memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi bangsa melalui revitalisasi nilai-nilai
dasar Pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar Pancasila kepada
mahasiswa sebagai warga negara Republik Indonesia, serta membimbing untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi terhadap berbagai
persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui sistem pemikiran yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
kecintaan pada tanah air dan kesatuan bangsa, serta penguatan masyarakat madani yang demokratis,
berkeadilan, dan bermartabat berlandaskan Pancasila, untuk mampu berinteraksi dengan dinamika
internal dan eksternal masyarakat bangsa Indonesia.

Peradaban Indonesia

meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah berdasarkan
penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun yang lalu. Periode sejarah Indonesia

Secara geologi, wilayah Indonesia modern (untuk kemudahan, selanjutnya disebut Nusantara)
merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua utama: Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia,
dan Lempeng Pasifik (lihat artikel Geologi Indonesia). Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini
terbentuk pada saat melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es, sekitar 10.000 tahun yang lalu.

Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung dengan Asia Daratan, masuklah pemukim pertama.
Bukti pertama yang menunjukkan penghuni awal adalah fosil-fosil Homo erectus manusia Jawa dari
masa 2 juta hingga 500.000 tahun lalu. Penemuan sisa-sisa "manusia Flores" (Homo floresiensis)
di Liang Bua, Flores, membuka kemungkinan masih bertahannya H. erectus hingga masa Zaman
Es terakhir.

Homo sapiens pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati
jalur pantai Asia dari Asia Barat, dan pada sekitar 60 000 sampai 70 000 tahun yang lalu telah
mencapai Pulau Papua dan Australia.[3] Mereka, yang berfenotipe kulit gelap dan rambut ikal rapat,
menjadi nenek moyang penduduk asli Melanesia (termasuk Papua) sekarang dan membawa kultur
kapak lonjong (Paleolitikum). Gelombang pendatang berbahasa Austronesia dengan
kultur Neolitikum datang secara bergelombang sejak 3000 SM dari Cina Selatan
melalui Formosa dan Filipina membawa kultur beliung persegi (kebudayaan Dongson). Proses migrasi
ini merupakan bagian dari pendudukan Pasifik. Kedatangan gelombang penduduk
berciri Mongoloid ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk awal ke arah timur atau berkawin
campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk Maluku serta Nusa Tenggara.
Pendatang ini membawa serta teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok
tanam padi di sawah (bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), beternak kerbau,
pengolahan perunggudan besi, teknik tenun ikat, praktik-praktik megalitikum, serta pemujaan roh-roh
(animisme) serta benda-benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM sudah terbentuk
permukiman-permukiman serta kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin sudah masuk pengaruh
kepercayaan dari India akibat hubungan perniagaan.

Wawasan Kebangsaan...

Wawasan Kebangsaan lahir ketika bangsa Indonesia berjuang membebaskan diri dari segala bentuk
penjajahan, seperti penjajahan oleh Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang.
Perjuangan bangsa Indonesia yang waktu itu masih bersifat lokal ternyata tidak membawa hasil,
karena belum adanya persatuan dan kesatuan, sedangkan di sisi lain kaum colonial terus
menggunakan politik “devide et impera”.

Kendati demikian, catatan sejarah perlawanan para pahlawan itu telah membuktikan kepada kita
tentang semangat perjuangan bangsa Indonesia yang tidak pernah padam dalam usaha mengusir
penjajah dari Nusantara.

Dalam perkembangan berikutnya, muncul kesadaran bahwa perjuangan yang bersifat nasional, yakni
perjuangan yang berlandaskan persatuan dan kesatuan dari seluruh bangsa Indonesia akan
mempunyai kekuatan yang nyata.

Kesadaran tersebut kemudian mendapatkan bentuk dengan lahirnya pergerakan Budi Utomo pada
tanggal 20 Mei 1908 yang merupakan tonggak awal sejarah perjuangan bangsa yang bersifat nasional
itu, yang kemudian disusul dengan lahirnya gerakan-gerakan kebangsaan di bidang politik,
ekonomi/perdagangan, pendidikan, kesenian, pers dan kewanitaan.

Tekad perjuangan itu lebih tegas lagi dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dengan ikrar “Satu
Nusa, Satu Bangsa, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia”.

Wawasan kebangsaan tersebut kemudian mencapai satu tonggak sejarah, bersatu padu
memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Dalam perjalanan sejarah itu telah timbul pula gagasan, sikap, dan tekad yang bersumber dari
nilai-nilai budaya bangsa serta disemangati oleh cita-cita moral rakyat yang luhur.

Sikap dan tekad itu adalah pengejawantahan dari satu Wawasan Kebangsaan.

Pengertian Wawasan Kebangsaan

Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu “Wawasan” dan “Kebangsaan”. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) dinyatakan bahwa secara etimologis istilah “wawasan” berarti:

(1) hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat juga berarti

(2) konsepsi cara pandang.


Wawasan Kebangsaan sangat identik dengan Wawasan Nusantara yaitu cara pandang bangsa
Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai
kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006).

“Kebangsaan” berasal dari kata “bangsa” yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) berarti
kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta
berpemerintahan sendiri.

Sedangkan “kebangsaan” mengandung arti

(1) ciri-ciri yang menandai golongan bangsa,

(2) perihal bangsa; mengenai (yang bertalian dengan) bangsa,

(3) kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara.

Dengan demikian wawasan kebangsaan dapat diartikan sebagai konsepsi cara pandang yang dilandasi
akan kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara akan diri dan lingkungannya di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Prof. Muladi, Mantan Gubernur Lemhannas RI, meyampaikan bahwa wawasan kebangsaan adalah
cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, mengutamakan kesatuan dan
persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kesatuan atau integrasi nasional bersifat kultural dan tidak hanya bernuansa struktural mengandung
satu kesatuan ideologi, kesatuan politik, kesatuan sosial budaya, kesatuan ekonomi, dan kesatuan
pertahanan dan keamanan.

Wawasan kebangsaan menentukan cara bangsa mendayagunakan kondisi geografis negara, sejarah,
sosio-budaya, ekonomi dan politik serta pertahanan keamanan dalam mencapai cita-cita dan
menjamin kepentingan nasional.

Wawasan kebangsaan menentukan bangsa menempatkan diri dalam tata berhubungan dengan
sesama bangsa dan dalam pergaulan dengan bangsa lain di dunia internasional.

Wawasan kebangsaan mengandung komitmen dan semangat persatuan untuk menjamin keberadaan
dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa dan menghendaki pengetahuan yang memadai tentang
tantangan masa kini dan masa mendatang serta berbagai potensi bangsa.
Wawasan kebangsaan dapat juga diartikan sebagai sudut pandang/cara memandang yang
mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk memahami keberadaan jati diri
sebagai suatu bangsa dalam memandang dirinya dan bertingkah laku sesuai falsafah hidup bangsa
dalam lingkungan internal dan lingkungan eksternal (Suhady dan Sinaga, 2006).

Dengan demikian dalam kerangka NKRI, wawasan kebangsaan adalah cara kita sebagai bangsa
Indonesia di dalam memandang diri dan lingkungannya dalam mencapai tujuan nasional.

Tujuan nasional itu mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial
budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan, dengan berpedoman pada falsafah Pancasila dan UUD
1945.

Dengan demikian Wawasan kebangsaan adalah bagaimana kita memahami Wawasan Nusantara
sebagai satu kesatuan POLEKSOSBUD dan HANKAM.

Wawasan Kebangsaan Indonesia

Konsep kebangsaan merupakan hal yang sangat mendasar bagi bangsa Indonesia.

Dalam kenyataannya konsep kebangsaan itu telah dijadikan dasar negara dan ideologi nasional yang
terumus di dalam Pancasila sebagaimana terdapat dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.

Konsep kebangsaan itulah yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia
ini.

Dorongan yang melahirkan kebangsaan kita bersumber dari perjuangan untuk mewujudkan
kemerdekaan, memulihkan martabat kita sebagai manusia.

Wawasan kebangsaan Indonesia menolak segala diskriminasi suku, ras, asal-usul, keturunan, warna
kulit, kedaerahan, golongan, agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kedudukan
maupun status sosial. Konsep kebangsaan kita bertujuan membangun dan mengembangkan
persatuan dan kesatuan.

Dalam zaman Kebangkitan Nasional 1908 yang dipelopori oleh Budi Utomo menjadi tonggak
terjadinya proses Bhineka Tunggal Ika.

Berdirinya Budi Utomo telah mendorong terjadinya gerakan-gerakan atau organisasi-organisasi yang
sangat majemuk, baik di pandang dari tujuan maupun dasarnya.
Dengan Sumpah Pemuda, gerakan Kebangkitan Nasional, khususnya kaum pemuda berusaha
memadukan kebhinnekaan dengan ketunggalikaan.

Kemajemukan, keanekaragaman seperti suku bangsa , adat istiadat, kebudayaan, bahasa daerah,
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tetap ada dan dihormati.

Wawasan kebangsaan Indonesia tidak mengenal adanya warga negara kelas satu, kelas dua,
mayoritas atau minoritas.

Hal ini antara lain dibuktikan dengan tidak dipergunakannya bahasa Jawa misalnya, sebagai bahasa
nasional tetapi justru bahasa melayu yang kemudian berkembang menjadi bahasa Indonesia.

Derasnya pengaruh globalisasi, bukan mustahil akan memporak porandakan adat budaya yang
menjadi jati diri kita sebagai suatu bangsa dan akan melemahkan paham nasionalisme.

Paham nasionalisme adalah suatu paham yang menyatakan bahwa loyalitas tertinggi terhadap
masalah duniawi dari setiap warga bangsa ditunjukan kepada negara dan bangsa.

Meskipun dalam awal pertumbuhan nasionalisme diwarnai oleh slogan yang sangat terkenal, yaitu:
liberty, equality, fraternality, yang merupakan pangkal tolak nasionalisme yang demokratis.

Namun dalam perkembangannya nasionalisme pada setiap bangsa sangat diwarnai oleh nilai-nilai
dasar yang berkembang dalam masyarakatnya masing-masing. Sehingga memberikan ciri khas bagi
masing-masing bangsa.

Wawasan kebangsaan Indonesia menjadikan bangsa yang tidak dapat mengisolasi diri dari bangsa lain
yang menjiwai semangat bangsa bahari yang terimplementasikan menjadi wawasan nusantara bahwa
wilayah laut Indonesia adalah bagian dari wilayah negara kepulauan yang diakui dunia.

Wawasan kebangsaan merupakan pandangan yang menyatakan negara Indonesia merupakan satu
kesatuan dipandang dari semua aspek sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dalam
mendayagunakan konstelasi Indonesia, sejarah dan kondisi sosial budaya untuk mengejawantahan
semua dorongan dan rangsangan dalam usaha mencapai perwujudan aspirasi bangsa dan tujuan
nasional yang mencakup kesatuan politik, kesatuan sosial budaya, kesatuan ekonomi, kesatuan
pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006).

Wawasan kebangsaan Indonesia yang menjadi sumber perumusan kebijakan desentralisasi


pemerintahan dan pembangunan dalam rangka pengembangan otonomi daerah harus dapat
mencegah disintegrasi / pemecahan negara kesatuan, mencegah merongrong wibawa pemerintah
pusat, mencegah timbulnya pertentangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Melalui upaya tersebut diharapkan dapat terwujud pemerintah pusat yang bersih dan akuntabel dan
pemerintah daerah yang tumbuh dan berkembang secara mandiri dengan daya saing yang sehat antar
daerah dengan terwujudnya kesatuan ekonomi, kokohnya kesatuan politik, berkembangnya kesatuan
budaya yang memerlukan warga bangsa yang kompak dan bersatu dengan ciri kebangsaan, netralitas
birokrasi pemerintahan yang berwawasan kebangsaan, sistem pendidikan yang menghasilkan kader
pembangunan berwawasan kebangsaan.

Wawasan kebangsaan Indonesia memberi peran bagi bangsa Indonesia untuk proaktif mengantisipasi
perkembangan lingkungan stratejik dengan memberi contoh bagi bangsa lain dalam membina
identitas, kemandirian dan menghadapi tantangan dari luar tanpa konfrontasi dengan meyakinkan
bangsa lain bahwa eksistensi bangsa merupakan aset yang diperlukan dalam mengembangkan nilai
kemanusiaan yang beradab (Sumitro dalam Suhady dan Sinaga, 2006).

Akhirnya, bagi bangsa Indonesia, untuk memahami bagaimana wawasan kebangsaan perlu
memahami secara mendalam falsafah Pancasila yang mengandung nilai-nilai dasar yang akhirnya
dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku yang bermuara pada terbentuknya karakter
bangsa.

Makna Wawasan Kebangsaan

Wawasan Kebangsaan bagi bangsa Indonesia memiliki makna:

(1). Wawasan kebangsaan mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar menempatkan persatuan,
kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan;

(2). Wawasan kebangsaan mengembangkan persatuan Indonesia sedemikian rupa sehingga asas
Bhinneka Tunggal Ika dipertahankan;

(3). Wawasan kebangsaan tidak memberi tempat pada patriotisme yang licik;

(4). Dengan wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh pandangan hidup Pancasila, bangsa Indonesia
telah berhasil merintis jalan menjalani misinya di tengah

Makna Wawasan Kebangsaan

Wawasan Kebangsaan bagi bangsa Indonesia memiliki makna:


(1). Wawasan kebangsaan mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar menempatkan persatuan,
kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan;

(2). Wawasan kebangsaan mengembangkan persatuan Indonesia sedemikian rupa sehingga asas
Bhinneka Tunggal Ika dipertahankan;

(3). Wawasan kebangsaan tidak memberi tempat pada patriotisme yang licik;

(4). Dengan wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh pandangan hidup Pancasila, bangsa Indonesia
telah berhasil merintis jalan menjalani misinya di tengah-tengah tata kehidupan di dunia;

(5). NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur bertekad untuk mewujudkan bangsa
yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin, sejajar dengan bangsa lain yang sudah maju.

Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan

Nilai Wawasan Kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa memiliki enam
dimensi yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu:

(1). Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa;

(2). Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merkeka, dan besatu;

(3). Cinta akan tanah air dan bangsa;

(4). Demokrasi atau kedaulatan rakyat;

(5). Kesetiakawanan sosial;

(6). Masyarakat adil-makmur.

ARTICLE: Nusantara Tidak Pernah Dikalahkan

READING TIME: 6 MINUTES

by Agus Budiyono, Alumni Massachusetts Institute of Technology


disampaikan dalam Seminar Nasional "Literasi Sains untuk Membumikan Nilai-nilai Pancasila" Solo, 19
Agustus 2019

Saya menghabiskan sebagian besar usia dewasa saya di luar nusantara. Saya pernah tinggal di
Amerika (Cambridge, Boston, Nashua, Columbus),Eropa (Assen),Australia (Melbourne) dan Timur Jauh
(Seoul). Kemanapun saya pergi saya bangga menjadi orang Indonesia. Sangat bangga. Saya datang
dari bangsa yang kaya raya. Nenek moyang sayalah yang dulu menyelamatkan bangsa Eropa dari
ancaman kepunahan dan membiayai transformasi masyarakat mereka untuk keluar dari abad
kegelapan. Eropa tahun 1200an adalah daratan yang terkebelakang. Lima ratusan tahun kemudian,
pun dengan episode Renaissance tahun 1400-1700an, nasib mereka tidak berubah banyak. Sampai
tahun 1694, Eropa masih didera wabah kelaparan. Menurut catatan pegawai di kota Beauvais, wabah
kelaparan yang mengganas membuat para warga yang miskin mengkonsumsi makanan yang sangat
tidak higienis (dan tidak akan pernah terbayang oleh penduduk nusantara kita). Mereka makan kucing
dan serpihan bangkai kuda yang terserak di tengah kotoran. Lainnya memakan paku-pakuan, rumput
dan akar tanaman yang mereka rebus dalam air. Pemandangan ini meruyak di seluruh daerah
Perancis. Sekitar 15% populasi Perancis mati kelaparan antara tahun 1692-1694. Tahun 1695, wabah
yang sama memukul Estonia dan membunuh seperlima populasinya. Tahun berikutnya, 1696, adalah
giliran Finlandia yang seperempat penduduknya habis. Sementara itu Skotlandia juga dihajar wabah
kelaparan antara tahun 1695-1698, dimana beberapa daerah kehilangan 20% dari penduduknya.
Itulah wajah Eropa selama lebih dari setengah abad. Negeri-negerinya diperintah oleh
penguasa-penguasa yang lalim dan diperas oleh para perampok dan bajak laut. Sementara warga
Perancis sedang sekarat dan bergulat dengan kelaparan masal, Raja Louis XIV asyik glenikan dengan
simpanan-simpanannya di Versailles.

Bagaimana kondisi nusantara pada perioda tersebut? Pada perioda 1200 - 1700 nusantara kita adalah
tempat paling makmur seluruh dunia. Setelah era kerajaan maritim Sriwijaya (650-1183), tahun
1300an muncul, Majapahit, empire kedua di Nusantara yang masa keemasannya didokumentasikan
dalam buku Negara Kertagama. Wilayah Majapahit membentang melebihi Indonesia kita sekarang ini.
Subur kang sarwo tinandur. Gemah ripah loh jinawi. Sawah luas seperti tanpa batas. Hutan dan kebun
dengan seribu macam buah, umbi-umbian, rempah-rempah dan tentunya beraneka ragam ternak.
Sungai, laut dan danau penuh berisi ikan dan berbagai komoditi. Sementara tanah yang dipijak berisi
mineral dan berbagai logam mulia. Pendeknya, nusantara kita adalah paradisal archipelago. Raja-raja
kita memerintah dengan adil dan bijaksana. Memang ada persaingan dan peperangan di sana-sini.
Tetapi ini peperangan bukan karena kekurangan. Semua raja di wilayah nusantara adalah penguasa
yang kaya raya. Madep ngalor sugih, madep ngidul sugih. Tidak pernah ada masalah kelaparan seperti
di Eropa sana. Jadi tidaklah logis. It doesn't add up. Ora gathuk. Tidak nalar, kalo bangsa kelaparan
tadi itu datang kledang-kledang menjajah bangsa yang kuat dan makmur. Dari keseluruhan riset saya,
berikut ini adalah rekonstruksi yang lebih mungkin terjadi di situasi nusantara kita saat itu:

1. Para explorer dari Eropa itu dikirim kemana-mana oleh penguasanya justru sebagai misi SOS (tapi
kemudahan berkembang menjadi misi keserakahan). Bangsa nyaris punah yang sedang mencari jalan
keselamatan. Mereka mengetahui dari laporan para traders sebelumnya bahwa ada negeri makmur di
katulistiwa yang mempunyai semuanya. Sumber daya yang besar. Itu adalah harapan besar bagi
mereka untuk survive.

2. Ketika datang ke nusantara, tidak seperti yang digambarkan oleh kebanyakan narasi mereka
kemudian(yang ironically menjadi rujukan utama sejarah kita sampai saat ini), mereka bukanlah
datang dengan kapal-kapal yang gagah yang pantas untuk menguasai kita. Layar kapal-kapal mereka
compang-camping. Tiang-tiang kapal banyak yang patah. Awak-awak kapal mereka kurus kering,
kelaparan dan penyakitan sesudah dihajar badai-badai dan digarap para perompak sepanjang lintasan
ke nusantara. Mereka tiba di kepulauan kita dengan kaki lemes, mata nanar dan tatapan kosong.
Salah satu episoda yang tercatat secara resmi adalah diterimanya 7 pelaut Portugis oleh Sultan Abu
Lais tahun 1512, sesudah mereka diselamatkan oleh nelayan karena kapalnya hampir karam. Alvares
Cabral memimpin pelayaran 13 kapal dan hanya 7 yang selamat.

3. Hanya atas belas kasihan raja-raja kita lah mereka itu diterima dan ditampung dalam wilayah
nusantara. Disanak dan diorangkan, karena penguasa-penguasa kita menjunjung tinggi nilai bahwa
tamu haruslah dihormati. Sebenarnya kalangan Central Intelligence istana sudah menengarai bahwa
ada potensi ancaman (kelak akan terbukti secara besar-besaran), tapi raja-raja kita adalah penguasa
yang dermawan dan terbuka hatinya. Atas nama kemanusiaan, orang-orang asing tersebut diberi
makan dan bahkan diberi sekedar pekerjaan. Karena memang di negeri asalnya sana sedang
berlangsung krisis pekerjaan dan ekonomi sampai orang-orang mati kelaparan di jalan-jalan.
Penguasa kita, yang resourcenya luar biasa, menyisihkan sedikit opportunity buat mereka. Zaman
sekarang ini mungkin sektor pekerjaan informal: menyapu halaman, membantu masak,
membersihkan kandang kuda, menguras kolam ikan dsb.

4. Dalam perkembangannya, kelompok yang mula-mula disanak tadi ternyata sesuai prediksi berbalik
mengkudeta para tuan-nya. Dibekali dan diperkuat dengan teknologi senjata api yang marak di Eropa,
gelombang-gelombang pendatang baru ke nusantara ini perlahan-lahan mulai melakukan aksi
penguasaan. Dimulai dari taktik monopoli dagang. Kemudian secara berangsur yang tadinya adalah
perusahaan menjadi pemerintahan. Dimulai dengan datangnya Afonso de Albaquerque (belajar dari
rute Diaz dan Vasco De Gama) tahun 1511 di selat Malaka sesudah ybs menaklukan satu demi satu
pelabuhan-pelabuhan di perairan India. Persaingan kemudian terjadi antara bangsa pendatang
Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda. Masing-masing ingin menguasai dan memonopoli jalur
rempah-rempah. Mereka, bangsa yang kelaparan dan hampir punah ini, menemukan bahwa dagang
rempah-rampah sangat menguntungkan.

5. Gelombang explorer dari Eropa tadi terbukti ternyata membawa kerusakan di seluruh wilayah
dunia, tidak hanya Nusantara. Pada Maret tahun 1520 ketika fleet Spanyol tiba, Meksiko adalah
rumah bagi 22 juta penduduknya. Pada bulan December, penduduknya tinggal 14 juta. Pendatang
Eropa tidak hanya membawa mesiu, mereka juga datang dengan virus cacar, flu dan tubercolusis.
Tahun 1580 penduduk Meksiko menyusut menjadi tinggal 2 juta. Dua abad kemudian, pada tanggal
18 Januari 1778, explorer Inggris James Cook mencapai kepulauan Hawaii, daerah padat dengan
penduduk hampir setengah juta. Tahun 1853 hanya 70,000 orang yang selamat mewarisi
puing-puing Hawaii. Peradaban Maya dan Aztec kolaps dan punah karena sergapan dan dominasi
bangsa Eropa. Tetapi peradaban Nusantara kita berbeda. Tidak sedikitpun kita bergeming dari
serbuan bangsa barbar dari Utara. Sejak pecah perang pertama, tahun 1500an di Ternate, penduduk
nusantara tidak berhenti angkat senjata untuk mengusir bekas budak yang menjadi durhaka. Perang
Saparua di Ambon, Perang Padri (Sumbar), Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Aceh (1873-1904),
Perang Jagaraga (Bali) dan ratusan perang lainnya. Demikianlah bela tanah air ini terus berlanjut
sampai proklamasi kemerdekaan 1945 dan era mempertahankan sesudahnya. Termasuk era
perang budaya dan teknologi yang sekarang berlangsung.

6. Catatan ini kiranya penting bagi generasi muda Indonesia. Mereka harus kita bekali kepercayaan
dan sejenis keimanan bahwa mereka adalah bagian dari bangsa pejuang dan negeri pemenang yang
setara dengan negara besar dimana saja. Bangsa besar yang bisa memimpin dan memandu
bangsa-bangsa lain di seluruh dunia.

Maka, kelak di tahun 2045, ketika Indonesia sudah menjadi salah satu dari 5 besar ekonomi dunia,
saya juga ingin membantu memastikan bahwa kita adalah 1 dari 5 negara yang aktif mengurus dan
mungkin malah memimpin Stasiun Ruang Angkasa Dunia (International Space Station). Launching
station kita akan terletak di Morotai yang dilewati garis equator sehingga bahan bakar roket kita akan
lebih hemat. Space Shuttle kita bukan bernama Magellan atau Nebuchadnezaar, tapi adalah SS
Karaeng Galesung, SS Tjoet Nya' Dien atau SS Ngurah Rai. Nama orang-orang gagah berani yang
menjadi saksi bahwa penjajahan sejati tidak pernah ada di Nusantara.

Keterangan Foto:

Di tengah-tengah generasi muda pejuang teknologi Indonesia. Insinyur-insinyur kampiun yang


sebrilliant dan sebaya dengan founder Gojek, Bukalapak dan Tokopedia (Unicorn start-ups Indonesia).

Ditulis dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-74 dan memperinganti
penerbangan pertama pesawat N250 buatan Indonesia, 10 Agustus 1995.

References (primary and partial list):

Diamond, Jared. Collapse: How societies choose to fail or succeed. Penguin, 2005.

Diamond, Jared. Guns, Germs and Steel. New York (1997).

Harari, Yuval Noah. Sapiens: A brief history of humankind. Random House, 2014.

Harari, Yuval Noah. Homo Deus: A brief history of tomorrow. Random House, 2016.

Prapanca, Mpu. Negara Kertagama. Majapahit, 1365

Library of Congress, Reuters, AP, AFP, Compton’s Encyclopedia, Wikipedia, National Geographic,
Smithsonian magazine, New York Times, Washington Post, Los Angeles Times, Times of London,
Lonely Planet Guides, The Guardian, The New Yorker, Time, Newsweek, Wall Street Journal, The
Atlantic Monthly, The Economist

Anda mungkin juga menyukai