Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI VETERINER DAN SATWA AKUATIK I

NAMA : ANANDA DWI CEZARINDY

NIM : C031181320

ASISTEN : MELKISEDEK JEFFRY DWIJAYA

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Ananda Dwi Cezarindy


NIM : C031181320
Nama Asisten : Melkisedek Jeffry Dwijaya
Waktu Asistensi

No. Jadwal Asistensi Saran Perbaikan Paraf Asisten

Makassar, 14 Oktober 2019


Asisten Praktikan

Melkisedek Jeffry Dwijaya Ananda Dwi Cezarindy


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Reseptor sensorik adalah sel-sel yang menangkap rangsangan dunia luar atau tempat
lain di dalam tubuh dan meneruskan ke serabut saraf. Reseptor sensorik terkelompok dalam
organ-organ indera, struktur khusus yang mengandung jaringan saraf yang dapat terpusat di
area kecil, atau menyebar bersama dalam serangkaian cluster (Sturtz dan Asprea, 2012).

Panca indra adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk menerima jenis
rangsangan tertentu. Serabut saraf yang melayaninya merupakan alat perantara yang membawa
kesan rasa (sensory impression) dari organ indra menuju otak, tempat perasaan itu ditafsirkan.
Beberapa kesan rasa timbul dari luar, seperti sentuhan, pengecapan, penglihatan, penciuman,
dan suara. Lainnya timbul dari dalam, antara lain lapar, haus, dan rasa sakit (Pearce, 2013).

Dalam segala hal, serabut saraf-saraf sensorik dilengkapi dengan ujung-akhir-khusus


guna mengumpulkan rangsangan perasaan yang khas itu tempat setiap organ berhubungan.
Tampaknya, kita seolah-olah mengecap dengan ujung saraf pada lidah, mendengar dengan
saraf dalam telinga, dan seterusnya, tetapi sesungguhnya otaklah yang menilai semua perasaan
itu (Pearce, 2013).

Beberapa reseptor menerima rangsangan yang datang dari jauh. Sebagai contoh, sistem
visual dirancang untuk menangkap informasi tidak hanya dari daerah terdekatnya tetapi juga
dari jarak beberapa kilometer. Sistem sensor kontak seperti rasa dan sentuhan adalah sistem
yang membutuhkan jarak yang dekat agar berfungsi. Sistem sensorik meliputi visual,
pendengaran, vestibulare (keseimbangan), penciuman (bau), taktil (sentuhan), dan reseptor
gustatory (rasa). Sistem ini mengambil informasi dari luar tubuh. Setiap sistem mencakup sel-
sel reseptor dan jaringan di sekitarnya. Masing-masing mengumpulkan informasi dan
meneruskannya ke sistem saraf pusat, di mana informasi diproses dan ditindak lanjuti (Sturtz
dan Asprea, 2012).

Reseptor diklasifikasikan menurut sifat input yang mereka respons. Mereka termasuk
fotoreseptor, reseptor pendengaran, reseptor mekanik, reseptor kimia, dan reseptor termor.
Agar, mereka merespons cahaya, suara, kontak fisik, bahan kimia, dan suhu. Faktanya, organ
sensorik sebenarnya memiliki kemampuan untuk menyaring informasi yang tidak mereka
respons. Mereka juga memiliki ambang batas; yaitu, rangsangan harus mencapai kekuatan
tertentu agar reseptor merespons (Sturtz dan Asprea, 2012).

Informasi sensorik yang mengenai organ reseptor menghasilkan respons pada serabut
saraf lokal. Ini dikenal sebagai transduksi. Suatu potensial aksi (sinyal saraf) akan dipicu ketika
input yang cukup dari serat diterima. Ini disebut integrasi. Serangkaian potensi tindakan
mencerminkan intensitas input. Jika input dari lingkungan terus berlanjut, kekuatan potensial
aksi akan meningkat. Jika input meningkat, impuls biasanya akan datang lebih sering (Sturtz
dan Asprea, 2012).
1.2. Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui gerak refleks patella, pupil mata, dan sensasi panas dingin.
2. Untuk mengetahui fungsi vestibulare melalu tes nystagmus dan tes jatuh
3. Untuk mengetahui sistem termoreseptor/termoregulasi pada tubuh katak.

1.3. Ruang Lingkup Praktikum


1. Melakukan pengamatan pada refleks patella, refleks pupil mata, dan sensasi panas
dingin.
2. Melakukan pengamatan fungsi vestibulare dengan mengamati adanya nystagmus dan
melakukan tes jatuh.
3. Melakukan pengamatan tentang termoreseptor/termoregulasi pada katak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Sistem Indera

Alat indera adalah reseptor yang peka terhadap rangsangan dan perubahan di sekitarnya
(Matari, 2013). Alat indera ialah organ yang berfungsi untuk menerima jenis rangsangan
tertentu. Semua organisme memiliki reseptor sebagai alat penerima informasi. Informasi
tersebut dapat berasal dari dalam dirinya atau datang dari luar. Reseptor diberi nama
berdasarkan jenis rangsangan yang diterimanya, seperti kemoreseptor (penerima rangsang zat
kimia), fotoreseptor (penerima rangsang cahaya), aodioreseptor (penerima rangsang suara),
dan mekanoreseptor (penerima rangsang fisik, seperti tekanan, sentuhan, dan getaran). Selain
itu dikenal pula beberapa reseptor yang berfungsi mengenali perubahan lingkungan luar yang
dikelompokkan sebagai eksoreseptor. Sedangkan kelompok reseptor yang berfungsi untuk
mengenali lingkungan dalam tubuh disebut interoreseptor (Sevane et al., 2014).

Sistem indera adalah bagian dari sistem saraf yang berfungsi untuk proses informasi
indera. Sistem indera trdapat reseptor indera, jalur saraf dan bagian dari otak ikut serta dalam
tanggapan indera. Sistem indera cukup rumit dikarenakan sistem indera mencakup indera
penglihatan, pendengaran, pembau, pengecapan dan peraba. Proses penerimaan rangsang
dalam sistem indera bersifat abstrak dan tidak dapat diamati secara langsung serta sulit
divisualisasikan (Indrastyawati et al., 2016).

Sensor akan mencatat informasi melalui salah satu atau kombinasi dari panca indra,
yaitu visual melalui mata, pendengaran melalu telinga, bau melalui hidung, rasa melalui lidah,
dan rabaan melalui kulit (Bhinnety, 2016).

Tiap-tiap organisme makhluk hidup mempunyai sistem koordinasi yang disebut


koordinasi indera untuk melakukan aktivitas sehari- hari baik itu pada hewan vetebrata ataupun
pada hewan in vetebrata. Hewan- hewan ini memiliki suatu alat indera. Misalnya untuk
memelihat, hewan vetebrata atau hewan bertulang belakang memiliki indera penglihat atau
mata, indera pencium (hidung), indera peraba (kulit) dan indera pendengar (telinga) (Sevane et
al., 2014).

Akan tetapi tidak semua makhluk hidup menggunakan semua alat inderanya untuk
melakukan aktifitasnya. Contohnya pada hewan invertebratanya seperti protozoa hewan ini
tidak memiliki indera, akan tetapi peka terhadap rangsangan, Coloenterata menggunakan
Tentakel sebagai alat peraba, pada cacing tanah memiliki indera yang berada dipermukaan
tubuhnya dan peka terhadap rangsangan. Hewan ini hanya mampu membedakan antara gelap
dan terang saja (Sevane et al., 2014).
Pada hewan vetebrata mereka memiliki sistem koodinasi atau alat indera yang
sempurna. Hewan- hewan ini menggunakan mata untuk melihat, hidung yang berfungsi sebagai
indera pencium, tangan atau kulit sebagai indera peraba dan telinga yang berfungsi sebagai
indera pendengar. Begitu juga pada manusia. Kita memiliki hidung, mata kulit atau tangan dan
telinga untuk menjalankan fungsinya masing- masing sesuai dengan kegunaannya (Keskin et
al., 2012).

Hewan menganalisis keadaan lingkungannya melalui indera. Jenis indera setiap hewan
tidak selalu sama. Indera hewan bertulang belakang lebih kompleks daripada indera hewan tak
bertulang belakang. Kepekaan indera setiap hewan berbeda-beda bergantung pada
perkembangan sistem saraf pusatnya. Suatu jenis hewan memiliki salah satu indera yang lebih
peka dibandingkan dengan indera yang sama pada manusia. Namun, indera hewan yang lain
kurang peka dalam mengenali keadaan atau penibahan yang terjadi pada lingkungannya
(Keskin et al., 2012).

II.2 Macam-Macam Alat Indera

A. Mata

Gambar 2.2 (A) Mata ( Kacar dan Barut, 2011).

Mata adalah organ kompleks yang fungsi utamanya adalah menerima dan
memfokuskan cahaya pada retina fotosensitif. Itu terletak di dalam rongga tengkorak berbentuk
kerucut, orbit, yang menampung bola mata dan sejumlah struktur jaringan lunak lainnya,
adnexa okular, yang bekerja pada bola mata untuk fungsi pengumpulan cahaya. Berbeda
dengan orbit manusia, yang merupakan kerucut bertulang lengkap, bagian ventral dari orbit
spesies domestik dibatasi oleh jaringan lunak, terutama otot pterigoidea (Frandson et al.,
2009).

Informasi yang dikumpulkan oleh retina ditransmisikan dengan cara serabut saraf ke
disk optik, yang merupakan tempat serabut dikumpulkan untuk membentuk saraf optik (saraf
cranial II). Saraf optik unik karena serat-seratnya sebenarnya diarahkan sepanjang batangnya
ke arah yang berbeda. Sebagai contoh, beberapa informasi dari bagian medial retina dari
masing-masing mata mengikuti syaraf optik ketika melintasi dari kanan ke kiri atau kiri ke
kanan pada chiasm optik. Namun, informasi dari bagian lateral setiap retina tetap berada di sisi
tubuh yang sama saat bergerak di sepanjang saraf optik. Pemisahan serat ini memungkinkan
korteks visual untuk membuat perhitungan yang sangat tepat mengenai posisi dan kekuatan
rangsangan visual (Sturtz dan Asprea, 2012).

B. Telinga

Telinga (Auris) adalah organ indera ganda, berfungsi sebagai organ pendengaran untuk
persepsi suara dan sebagai organ keseimbangan untuk persepsi posisi tubuh di lingkungannya;
yaitu, hubungan tubuh dengan gaya gravitasi (Budras et al., 2009).

Gambar 2.2 (B) Telinga (Felfela, 2017).

Telinga dapat dibagi menjadi tiga bagian utama: telinga luar, tengah, dan dalam.
Telinga eksternal memanjang dari luar sampai ke membran timpani (gendang telinga). Telinga
tengah dimulai pada membran timpani; itu adalah ruang yang dipenuhi udara di dalam tulang
temporal. Telinga bagian dalam sepenuhnya terletak di tulang temporal, membentuk sistem
ruang dan kanal yang dipenuhi dengan cairan (Frandson et al., 2009).

C. Lidah

Secara umum, empat sensasi rasa dasar telah diidentifikasi pada lidah, yaitu manis, asin,
pahit, dan asam. Sel-sel selera individu memiliki fisiologi reseptor membran yang dapat
mendeteksi zat kimia yang terkait dengan rasa ini. Pengalaman sensorik yang lebih kompleks
yang biasanya kita kaitkan dengan rasa (misalnya, rasa yang kita deteksi ketika kita
membedakan antara apel dan wortel) diciptakan terutama dari stimulasi reseptor penciuman
dalam kombinasi dengan modalitas rasa dasar. Bagi mereka untuk merangsang sel-sel rasa,
bahan kimia harus dengan bantuan larutan. Penghancuran zat sehingga bisa dicicip oleh lidah
adalah fungsi penting dari air liur (Sturtz dan Asprea, 2012).

Bagian lidah yang berbintil – bintil disebut papilla adalah ujung saraf pengecap. Setiap
bintil – bintil saraf pengecap tersebut mempunyai kepekaan terhadap rasa tertentu berdasarkan
letaknya pada lidah. Pangkal lidah dapat mengecap rasa asin dan asam serta ujung lidah dapat
mengecap rasa manis (Wulandari et al., 2015).

Gambar 2.2 (C) Lidah (Hudson dan Hamilton, 2010).

Lidah dianggap sebagai organ berotot yang sangat mobile yang ditutupi oleh selaput
lendir, memainkan peran yang sangat penting dalam menyita makanan dan membawanya ke
mulut dan kemudian membantu memecahnya bersamaan dengan gigi dan pembentukan bolus
makanan yang siap untuk ditelan dan sensasi dengan rasa (Murad et al., 2010).

D. Kulit
Kulit ialah organ tunggal dan terberat pada tubuh manusia dengan ukuran Seluruh kulit
beratnya sekitar 16 % berat tubuh,pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar
1,5 – 1,9 meter persegi. Fungsi kulit antara lain memantau lingkungan dan berbagai
mekanoreseptor dengan lokasi khusus di kulit terhadap interaksi tubuh dengan objek fisis dan
mekanik seperti paparan sinar matahari yang dapat terjadi secara akut, yaitu timbulnya reaksi
terbakar sunburn dan pigmentasi, maupun kronis yang dapat menyebabkan penuaan dini dan
pertumbuhan tumor ( Abeng et al., 2016).

Gambar 2.2 (D) Kulit (Sturtz dan Asprea, 2012).

E. Hidung

Gambar 2.2 (E) Hidung (Aspinall dan Capello, 2015).

Stimulasi sistem penciuman dimulai ketika molekul bau terdeteksi oleh penciuman
neuroepithelium yang terletak di bagian atas rongga hidung. Molekul-molekul aroma dapat
mencapai epitel dengan dua jalur: melalui hidung (penciuman orthonasal) dan melalui mulut
(penciuman retronasal). Bau yang dirasakan oleh jalur orthonasal berasal dari dunia luar
sedangkan bau yang dirasakan secara retronasal berasal dari makanan atau minuman (Guichard
et al., 2017).

II. 3 Macam-Macam Reseptor


Umumnya rangsangan akan diterima oleh alat tubuh yang khusus menerima rangsang,
yaitu indera atau disebut juga reseptor. Reseptor yang bertugas sebagai penerima rangsangan
dibedakan menjadi (Julius dan Nathans, 2012):

1. Eksteroseptor (reseptor luar), yaitu organ tubuh yang mampu menerima rangsangan
dari luar, misalnya mata, telinga, hidung, dan lain sebagainya.
2. Interoseptor (reseptor dalam), yaitu organ tubuh yang mampu menerima rangsangan
dari dalam tubuh sendiri, misalnya rasa lapar, haus.

Berdasarkan tipe energi khusus atau kepekaan terhadap modalitas tertentu yaitu (Maier et al.,
osmotik

1. Termoreseptor (peka terhadap perubahan suhu).


2. Mekanoreseptor (peka terhadap sentuhan dan tekanan).
3. Kemoreseptor (peka terhadap perubahan kimiawi).
4. Osmoreseptor (peka terhadap perubahan tekanan osmotik).

II. 4 Pembagian Hewan Berdasarkan Suhu Tubuh dan Asal Suhu Tubuhnya

Mekanisme pengaturan suhu tubuh merupakan penggabungan fungsi dari organ-organ


tubuh yang saling berhubungan. didalam pengaturan suhu tubuh mamalia terdapat dua jenis
sensor pengatur suhu, yautu sensor panas dan sensor dingin yang berbeda tempat pada jaringan
sekeliling (penerima di luar) dan jaringan inti (penerima di dalam) dari tubuh (El-Shafie et al.,
2013).

Usaha hewan untuk mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap konstan dan tidak
terjadi perbedaan drastis dengan suhu lingkungannya disebut thermoregulasi. Di dalam tubuh
hewan yang hidup selalu terjadi proses metabolisme. Dengan demikian selalu dihasilkan
panas,karena tidak semua energi yang terbentuk dari metabolisme dimanfaatkan. Panas yang
terbentuk dibawa oleh darah ke seluruh tubuh sehingga tubuh menjadi panas dan disebut
sebagai suhu tubuh normal (Sanikhani et al., 2012).

Suhu tubuh hewan dipengaruhi oleh suhu lingkungan luar. Pada suhu 20oC s.d suhu
50oC hewan dapat bertahan hidup atau pada suhu yang lebih ekstrem namununtuk hidup secara
normal hewan memilih kisaran suhu yang lebih sempit dari kisaran suhu tersebut yang ideal
dan disukai agar proses fisiologis optimal (Roderick dan Farquhar, 2007).

Berdasarkan keragaman pengaturan suhu tubuh, fauna dapat dikelompokkan atas


(Sihombing, 2014):

1. Homeotermik, yakni satwa yang dapat mengatur suhu tubuhnya sesuai suhu
lingkungannya (homeostasis), biasa juga disebut satwa berdarah panas; contohnya
mamalia dan aves.
2. Poikilotermik, yaitu satwa berdarah dingin, yakni hewan yang tidak mampu mengatur
suhu tubuhnya sesuai suhu lingkungan; contohnya reptilia, insekta, invertebrata, dan
ikan (fisces).
3. Endotermik, yakni suhu tubuh satwa dihasilkan oleh energi metabolisme satwa itu
sendiri. Hanya mamalia dan aves terestrial yang selalu memiliki kesanggupan
endotermik.
4. Ektotermik, yakni panas yang menentukan suhu tubuh diperoleh hewan dari
lingkungannya melalui radiasi, konveksi atau konduksi. Sebagai contoh, buaya sering
berjemur di darat saat matahari panas untuk menghangatkan tubuhnya. Panas tubuh
seperti ini terjadi saat kupu-kupu ataupun belalang terbang jauh antarpulau atau
antarbenua.
5. Heterotermik, yakni hewan memperoleh panas tubuh sewaktu dari dalam tubuhnya dan
di lain waktu dari luar tubuhnya. Sebagai contoh, ngegat, endotermik selama satu jam
per hari dan ektotermik pada sisa waktu lainnya.

Berdasarkan suhu tubuh, makhluk hidup tingkat tinggi seperti hewan dan manusia
dibagi menjadi dua, yaitu makhluk hidup yang memiliki suhu tubuh relative konstan
(homeotherm) dan makhluk hidup yang beradaptasi dengan perubahan lingkungan
(poikilotherm) (Graha, 2010).

Hewan melata dan serangga adalah contoh poikilotherm, ketika suhu dingin, suhu
badannya menjadi sangat rendah dan laju metaboliknya menurun atau bahkan tidak aktif. Akan
tetapi pada suhu lingkungan yang panas, mereka harus mencari tempat untuk berlindung atau
mengalami kematian. Sedangkan makhluk hidup yang pada level lebih tinggi, seperti manusia,
monyet, anjing, beruang dan burung termasuk homeotherms. Mereka memiliki kemampuan
untuk tidak tergantung atau tidak dipengaruhi oleh suhu lingkungannya karena dapat
memlihara suhu tubuh yang konstan (Graha, 2010).

II.5 Hubungan antara Sistem Indera dengan Sistem Saraf

Makhluk hidup mempunyai berbagai cara untuk merespons berbagai perubahan di


lingkungan sekitar. Informasi yang diterima oleh organism diterima oleh sistem saraf sehingga
organisme tersebut dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Informasi ini biasanya diterima
sebagai stimulus (rangsang). Stimulus adalah suatu perubahan lingkungan yang menyebabkan
organisme bereaksi. Ada bermacam-macam stimulus misalnya yang disebabkan oleh cahaya,
suhu, suara, panas, tekanan, gravitasi, dan zat kimia. Seluruh stimulus atau rangsangan tersebut
dapat ditanggapi oleh organisme melalui organ-organ reseptor dan dapat ditafsirkan dengan
segera (Soesilawaty, 2017).

Mekanisme dan kemampuan menanggapi organ-organ sensoris pada tubuh organisme


ini sangatlah rumit. Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut atau detak jantung yang dapat
dipalpasi (diraba) dipermukaan kulit pada tempat- tempat tertentu. Siklus jantung terdiri dari
periode relaksasi yang dinamakan diastole dan diikuti oleh periode kontraksi yang dinamakan
systole. Kekuatan darah masuk kedalam aorta selama sistolik tidak hanya menggerakan darah
dalam pembuluh kedepan tetapi juga menyusun suatu gelombang tekanan sepanjang arteri.
Gelombang tekanan mendorong dinding arteri seperti berjalan dan pendorongnya teraba
sebagai nadi (Oxorn dan Forte, 2010).

Berbagai stimulus digunakan secara baik oleh organisme sebagai suatu pengaruh
terhadap tingkah laku mereka. Informasi bisa muncul bersamaan dan digunakan secara tak
sadar, seperti kontraksi otot, tekanan darah, dan posisi tubuh. Semua informasi yang
mempengaruhi lingkungan organisme melibatkan sistem saraf. Selain berfungsi untuk
menanggapi berbagai informasi dan lingkungannya, sistem saraf pada hewan mempunyai
fungsi lain yang penting, yaitu (Soesilawaty, 2017) :

1. Merasakan perubahan-perubahan yang terjadi di luar atau di dalam tubuh


2. Menafsirkan (interpretasi) perubahan-perubahan ttersebu
3. Menjawab (merespons) terhadap interpretasi/perubahan-perubahan tersebut di atas
dalam bentuk sekresi kelenjar atau kontraksi otot.

BAB III
MATERI DAN METODE
1. Materi
1.1 Alat
1. Baskom sebanyak 2 buah
2. Penlight
3. Refleks Hammer
4. Termometer
5. Kursi
6. Stopwatch
7. Penutup mata
1.2 Bahan
1. Air dengan suhu 20°C, 30°C dan 40°C
2. Katak
2. Metode
1. Refleks (patella, pupil mata¸ sensasi panas dingin)
a. Refleks patella
1) Probandus duduk diatas meja dengan kaki terjuntai bebas.
Ligamentum patellaris dipukul kemudian dicatat hasilnya.
2) Alihkan perhatian probandus pada obyek tertentu, ligamentum
patellaris-nya dipukul kembali. Catat hasilnya.
b. Pupil mata
1) Pelaku menutup mata selama ±2 menit.
2) Segera setelah membuka, lalu mengamati perubahan yang terjadi
pada ukuran pupil mata dengan menggunakan penlight. Amati,
selama beberapa detik. Catatlah hasilnya.
c. Sensasi panas dingin
1) Sediakan 2 baskom bersuhu kira – kira 20°C, 30°C, 40°C
2) Masukkan tangan kanan kedalam air bersuhu 20°C dan tangan kiri
ke dalam air bersuhu 40°C selama ±2 menit. Catat kesan yang
dialami.
3) Kemudian masukkan kedua tangan serentak ke dalam air bersuhu
30°C. Catat kesan yang dialami.
4) Tiup perlahan – lahan kulit punggung tangan dan jarak ±10 cm.
5) Selanjutnya kulit punggung tangan dibasahi dengan air dan ditiup
sekali lagi.
6) Bandingkan kesan yang dialami hasil tiupan pada sub.4 dan sub 5.
7) Olesi sebagian kulit punggung tangan dengan eter atau alcohol.
Catat kesan yang dialami.
2. Fungsi Vestibular
a. Nystagmus
1) Probandus duduk tegak dikursi dengan kedua tangan memegang
erat lengan kursi.
2) Probandus memejamkan matanya dan menundukkan kepala 30°.
3) Kursi diputar kea rah kanan sebanyak 10 kali tanpa sentakan.
4) Hentikan pemutaran kursi secara tiba – tiba
5) Probandus membuka mata dan melihat jauh ke depan.
6) Perhatikan adanya nystagmus.
b. Tes jatuh
1) Probandus duduk dikursi dengan mata tertutup dan kepala
menunduk membentuk sudut 120°. Kursi diputar searah jarum jam
sebanyak 10 kali.
2) Hentikan pemutaran kursi, probandus membuka mata dan berdiri
tegak. Perhatikan kea rah mana probandus akan jatuh serta
tanyakan kepada probandus kea rah mana rasanya ia akan jatuh.
3. Termoreseptor / termoregulasi
1) Telentangkan katak dan ikat pada suatu papan.
2) Ukur suhu tubuhnya dengan memasukkan thermometer ke dalam
esophagusnya selama ±5 menit.
3) Masukkan katak ke dalam air es selama 5 menit, dalam keadaan
thermometer tetap dipasang, lihat dan bacalah termometernya.
4) Angkat katak tersebut, kemudian masukkan ke dalam air panas
40°C selama 5 menit pula, baca lagi suhunya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil

Nama Tes Nama Probandus Hasil


a. Sadar : Mengangkat kaki yang dipukul
Nanda Dwi Putri
Refleks patella b. Tidak sadar : Mengangkat kaki yang
Nisya
dipukul dengan cepat

Nanda Dwi Putri


Refleks pupil mata Pupil mata mengecil
Nisya

a. Air bersuhu 20°C : Setelah dimasukkan


ke air bersuhu 30°C, tangan terasa
Sensasi panas Khofifah panas
dingin Nurfadillah b. Air bersuhu 40°C : Setelah dimasukkan
ke air bersuhu 30°C, tangan terasa
panas

Nanda Dwi Putri Probabdus merasa pusing setelah berputar dan


Tes jatuh
Nisya jatuh condong ke kiri

a. Suhu awal tubuh katak : 37°C


b. Suhu tubuh katak saat dimasukkan ke
Termoreseptor
Katak air dingin (20°C) : 34,3°C
/termoregulasi
c. Suhu tubuh katak saat dimasukkan ke
air panas (40°) : 34,5°C

IV.2 Pembahasan

1. Refleks (patella, pupil mata, sensasi panas dingim)


Praktikum ini membahas tentang aktivitas refleks pada patella, pupil dan
ligamentum patellaris. Langkah yang dilakukan yaitu pelaku duduk diatas meja dengan
kaki terjuntai bebas, lalu ligamentum patellaris pelaku dipukul dengan mengguakan
palu hammer tanpa mengalihkan perhatian pelaku. Hasil yang diperoleh yaitu terjadi
refleks pada pelaku yang reaksinya gak cepat. Perlakuan yang kedua yaitu pelaku
dialihkan perhatiannya pada objek tertentu, kemudian ligamentum patella dipukul lahi
dengan menggunakan palu hammer. Hasilnya terjadi gerakan refleks yang lebih cepat
dibandingkan saat perhatian pelaku tidak dialihkan kepada objek tertentu yaitu kaki
terangkat ke atas namun selain itu bagian kepala dan badan juga ikut terhentak.
Pengujian berikutnya yaitu pengujian aktivitas refleks pada pupil. Pelaku menutup mata
selama ±2 menit. Segera setelah membuka mata, perubahan pupil pelaku menggunakan
penlight. Kemudian diamati selama beberapa detik. Hasil yang diperoleh yaitu pupil
mata agak melebar dan beberapa saat sepertinya pupil mata tidak merespon cahaya
penlight. Setelah 2 – 3 detik pupil mata mulai berkontraksi karena efek cahaya dari
penlight.

2. Vestibular
Pengujian selanjutnya yaitu mengamati sensasi panas dingin. Pelaku
mencelupkan jari tangannya pada air bersuhu 40°C dan jari kiri dicelupkan pada air
bersuhu 20°C.Kesan yang dialami pelaku yaitu jari kanan terasa panas yang lama
kelamaan menjadi hangat. Dan jari pertama kali dimasukkan terasa dingin yang lama
kelamaan menjadi semakin dingin dan terasa keram.

3. Tes jatuh
Pada pengujian tes jatuh pelaku diputar sebanyak 10 kali dalam keadaan mata
tertutup dan kepala tunduk 120°, hasilnya probandus linglung hingga gerakan badannya
tidak seimbang yaitu kekanan dan kekiri dan bahkan probandus jatuh ke belakang, ini
karena gerakan kepala yang tidak seimbang dan pendengaran yang tidak terlalu jelas
pada saat diputar. Disinal vestibular berfungsi dimana vestibular memiliki peranan
penting dalam keseimbangan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa sistem vestibular
meliputi organ – organ di dalam telinga bagian dalam. Berhubungan dengan sistem
visual dan pendengaran untuk merasakan arah dan kecepatan gerakan kepala gangguan
fungsi vestibular dapat menyebabkan vertigo atau gangguan keseimbangan.

4. Termoreseptor / Termoregulasi
Pada pengujian termoregulasi pada katak langkah yang dilakukan yaitu katak
ditelantangkan kemudian suhu tubuh katak diukur dengan memasukkan thermometer
kedalam mulut sampai ke esophagus selama 5 menit. Hasil yang diperoleh suhu tubuh
katak 37°C. Kemudian katak dimasukkan ke dalam air es tanpa melepas thermometer
selama 5 menit. Hasil yang diperoleh suhu katak berubah menjadi : 34,3°C. Dan
tubuhnya membeku. Langkah terakhir katak dimasukkan kedalam air panas tanpa
melepas thermometer selama 5 menit. Hasil yang diperoleh yaitu saat katak berada
dalam air panas selama 1 menit bergerak kembali dan pada suhu tubuh katak selama 5
menit yaitu 34,5°C.

5. Nystagmus
Pada pengujian nystagmus probandus diputar selama 10 kali dalam keadaan
mata tertutup dan kepala tunduk 30° dan membuka mata. Hasilnya gerakan bola mata
pada probandus tidak normal yaitu bergerak kekiri dan kekanan. Hal tersebut sesuai
dengan teori bahwa nystagmus adalah gerakan osilasi ritmis involunter mata yang dapat
terjadi pada lirikan dalam arah horizontal atau dari kiri kekanan atau vertical. Gerakan
dua arah dapat memiliki kecepatan yang sama, tetapi seringkali terdapat fase lambat
pada satu arah (pergeseran kembali ke posisi primer dari arah lirikan) yang bergantian
dengan fase korektif cepat kearah sebaliknya (jek nystagmus).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan

1. Sistem indera adalah sistem yang berfungsi untuk menerima rangsangan dan terbagi
atas mata, hidung, lidah, kulit, dan telinga.
2. Sistem indera terbagi atas mata (penglihatan), telinga (pendengaran), lidah
(pengecap), kulit (peraba), dan hidung (pembau).

3. Berdasarkan suhu tubuh, hewan terbagi atas hewan homoiterm dan poikiloterm.

4. Sistem indra yang menerima impuls atau rangsangan, akan meneruskannya ke sistem
saraf dan akan terjadi aksi sebagai respon dari rangsangan tersebut.

V.2 Saran

1. Saran untuk Asisten


Kiranya agar praktikum lebih diarah lebih teratur dan tidak terburu-buru agar
pembelajaran dapat berlangsung lebih efektif.

2. Saran untuk Laboratorium


Kiranya agar fasilitas yang ada lebih ditingkatkan lagi agar pembelajaran berlangsung
lebih nyaman.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai