Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sindroma nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang ditandai dengan edema anasarka,
proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan lipiduria (Prodjosudjadi,
2007). Sindrom Nefrotik (SN) adalah suatu sindrom yang mengenai ginjal yang ditandai
dengan adanya proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema dan hiperkolesterolemia
(Singadipoera, 1993).
Penyebab primer sindrom nefrotik biasanya digambarkan oleh histologi, yaitu
sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM) yang merupakan penyebab paling umum dari
sindrom nefrotik pada anak dengan umur rata-rata 2,5tahun. Meskipun sindrom nefrotik
dapat menyerang siapa saja namun penyakit ini banyak ditemukan pada anak- anak usia 1
sampai 5 tahun. Selain itu kecenderungan penyakit ini menyerang anak laki-laki dua kali
lebih besar dibandingkan anak perempuan (Gunawan, 2006).Sifat khusus dari penyakit
sindrom nefrotik adalah sering kambuh, sering gagalnya pengobatan dan timbulnya penyulit,
baik akibat dari penyulitnya sendiri maupun oleh karena pengobatannya.Penyulit yang sering
terjadi pada sindrom nefrotik adalah infeksi, trombosis, gagal ginjal akut, malnutrisi,
gangguan pertumbuhan, hiperlipidemia dan anemia. Infeksi merupakan penyulit yang
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Bentuk infeksi yang sering
dijumpai pada sindrom nefrotik adalah peritonitis, infeksi saluran kemih, dan sepsis.Obat-
obat yang digunakan untuk terapi penyakit ini pada umumnya sangat toksik seperti
kortikosteroid dan imunosupresant. Pemakaian kortiko steroid dosis tinggi dalam waktu yang
lama dapat menekan system imun (imunocompromised) dan menimbulkan berbagai efek
samping yang merugikan seperti munculnya infeksi sekunder. Angka kejadian SN pada anak
tidak diketaui pasti, namun laporan dari luar negeri diperkirakan pada anak usia dibawah 16
tahun berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap 100.000 anak (Pardede, 2002).
Menurut Raja Syehangka kejadian kasus sindroma nefrotik di Asia tercatat 2 kasus setiap
10.000 penduduk (Republika, 2005).Sedangkan kejadian di Indonesia pada sindroma nefrotik
mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002).
Untuk kejadian di Jawa Tengah sendiri mencapai 4 kasus terhitung mulai dari tahun 2006
(Israr, 2008). Pengobatan SN semata-mata hanya mengurangi atau menghilangkan
proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi penyakit yang
menyertainya, seperti infeksi, trombosis, dan kerusakan ginjal pada gagal ginjal akut, dan
sebagainya. Jika tidak diterapi secara dini dan benar, SN dapat menyebabkan kerusakan
glomeruli ginjal sehingga mempengaruhi kemampuan ginjal menfiltrasi darah. Hal ini dapat
menyebabkan gagal ginjal akut ataupun kronik. Umumnya terapi yang diberikan adalah diet
tinggi protein dan rendah garam, kortikosteroid, diuretic dan antibiotik. Dengan pemberian
kortikosteroid golongan glukokortikoid sebagian besar anak akan membaik, karena obat ini
terbukti dapat mengendalikan penyakit SN yang diduga penyebabnya diperantarai oleh
mekanisme imunologis. Pemberian diuretic dapat membantu ginjal dalam mengatur fungsi
pengeluaran garam dan air. Terapi antibiotic dapat mengurangi mortalitas akibat infeksi,
tetapi tidak berpengaruh terhadap kelainan ginjal.
Angka kejadian sindroma nefrotik ini memang tergolong jarang, namun penyakit ini
perlu diwaspadai terutama pada anak-anak, karena jika tidak segera diatasiakan mengganggu
sistemurinaria dan akan menggangu perkembangan lebih lanjut anak tersebut. Di samping
itu masih banyak orang yang belum mengerti tentang seluk-beluk sindromnefrotik, faktor
penyebab sindrom nefrotik, gejala sindrom nefrotik, dan cara penanganan sindroma nefrotik.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari sindroma nefrotik ?
2. Bagaimana ethiologi dari sindroma nefrotik ?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari sindroma nefrotik ?
4. Bagaimana patofisologi dari sindroma nefrotik ?
5. Bagaimana komplikasi dari sindroma nefrotik ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari sindroma nefrotik ?
7. Apa saja diagnose keperawatan dari sindroma nefrotik ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari sindroma nefrotik ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari sindroma nefrotik ?
2. Untuk menegetahui ethiologi dari sindroma nefrotik ?
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari sindroma nefrotik ?
4. Untuk mengetahui patofisologi dari sindroma nefrotik ?
5. Untuk mengetahui komplikasi dari sindroma nefrotik ?
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari sindroma nefrotik ?
7. Untuk mengetahui diagnose keperawatan dari sindroma nefrotik ?
8. Untuk menegtahui penatalaksanaan dari sindroma nefrotik ?

D. MANFAAT
1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian dari sindroma nefrotik
2. Agar mahasiswa menegetahui ethiologi dari sindroma nefrotik
3. Agar mahasiswa mengetahui manifestasiklinis dari sindroma nefrotik
4. Agar mahasiswa mengetahui patofisologi dari sindroma nefrotik
5. Agar mahasiswa mengetahui komplikasi dari sindroma nefrotik
6. Agar mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang dari sindroma nefrotik
7. Agar mahasiswa mengetahui diagnose keperawatandari sindroma nefrotik
8. Agar mahasiswa menegtahui penatalaksanaan dari sindroma nefrotik
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Merupakan suatu penyakit ginjal yang tebanyak pada anak-anak anak penyakit
tersebut ditandai dengan sindrom nefrotik klinik keadaan klinis yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan
proteinuria,hipolbumenemia,hiperlimifemia dan edema (Ngastiyah,2009).

B. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012 adalah:
1. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti glomerulonefritis,
dan nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik
lain, seperti diabetes mellitus, sistema lupus eritematosus, dan amyloidosis

C. Anatomi Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai
bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah
dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang
mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi (Astuti, 2013).
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen. Manusia
memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini
terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas
(superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal kanan
biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian
dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu
meredam goncangan (Astuti, 2013).
Unit fungsional ginjal

(Sumber: Astuti, 2013)


Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu
juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator
air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah,
kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan
sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan
mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin (Astuti, 2013).
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau
badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).Setiap korpuskula
mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula
Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler
dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring
melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena
adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan
masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal
lewat arteri eferen (Astuti, 2013).
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui
ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat
dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output
(Astuti, 2013).
Hiperlipidemia disebabkan karena meningkatnya sintesis lipoprotein hepatic
sebagai respon terhadap menurunnya kadar serum albumin. Protenuria merupakan
kelainan utama pada sindrom nefrotik. Apabila ekskresi protein ≥ 40 mg/jam/m
permukaan badan disebut dengan protenuria berat. Hal ini digunakan untuk membedakan
dengan protenuria pada pasien bukan sindrom nefrotik. Edema disebabkan oleh
menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes ke ruang
interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan albumin
keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa
salah satu fungsi vital dari albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka
kondisi hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma intravaskular
menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang
intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema.

D. Klasifikasi
Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada sindroma nefrotik. Menurut
penelitian Ngastiyah, 2009, respon terhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai
untuk menentukan prognosis dibandingkan gambaran patologi anatomi. Berdasarkan hal
tersebut, saat ini klasifikasi sindroma nefrotik lebih sering didasarkan pada respon klinik,
yaitu:
1) Sindrom nefrotik sensitive steroid
2) Sindroma nefrotik resisten steroid

E. Patofisiologi
Peningkatan permeabilitas glomelurus disebabkan oleh adanya reaksi antar antigen-
antibodi hal ini menyebabkan permeabilitas membran glomelurus meningkat dan diikuti
kebocoran protein(khususnya albumin). Kebocoran protein menyebabkan tubuh
kehilangan albumin 3,5 gram/hari karena tubuh kehilangan albumin maka terjadi
hipoalbumine, yang diikuti gambaran sindrom netrofit seperti edema, hyperlipidemia,
proteinuria, edema, hipoalbuminemia.
Hiperlipidemia disebabkan karena meningkatnya sintesis lipoprotein hepatic sebagai
respon terhadap menurunnya kadar serum albumin. Protenuria merupakan kelainan utama
pada sindrom nefrotik. Apabila ekskresi protein ≥ 40 mg/jam/m permukaan badan disebut
dengan protenuria berat. Hal ini digunakan untuk membedakan dengan protenuria pada
pasien bukan sindrom nefrotik. Edema disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik
intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Adanya
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga
terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu
fungsi vital dari albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi
hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma intravaskular
menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang
intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema. Sehingga menyebabkan
munculnya sindrom nefrotik.
Terjadinya sindrom nefrotik yang menyebabkan penumpukan cairan pada abdomen
yang menyebabkan terjadinya distensi pada abdomen yang akan menekan diafragma
sehingga terjadi penurunan ekspansi paru yang dapat menimbulkan dyspnea lalu nafas
menjadi cepat dan dangkal dan timbul masalah ketidakefektifan pola nafas.Terjadi
penurunan cardiac output sehingga perfusi darah keotak menurun sehingga hipoksia
terjadi dan menyebabkan gangguan perfusi jaringan. Terjadinya peningkatan penyerapan
air dan natrium sehingga volume intravaskuler menjadi meningkat yang menyebabkan
beban kerja jantung menjadi lebih berat sehingga kerja kontraktilitas ventrikel menjadi
menurun yang dapat menimbulkan masalah penurunan curah jantung. Sementara terjadi
penurunan filtrasi di glomelurus yang mengakibatkan protein terfiltrasi sehingga
keluarnya igG dan igA yang menyebabkan system imun menurun oleh sebab itu dapat
mengakibatkan resiko infeksi. Volume cairan vaskuler meningkat, reabsorbsi natrium dan
air meningkat sehingga volume urine yang dieksresi menurun sehingga terjadinya
oliguria yang menyebabkan gangguan eliminasi urine. Pada saat hipoalbunemia terjadi,
tekanan osmotic plasma menurun yang berakibat kepada meningkatkan tekanan
hidrostatik yang akan memindahkan cairan dari intrasel ke interstisial yang akan
menimbulkan edema, dan asites yang akan berdampak kepada gangguan citra tubuh. Saat
saraf fagus dan lambung tertekan dapat timbul presepsi kenyang dan tidak enak
diepigastrium yang menyebabkan anoreksia, mual dan muntah sehingga besar
kemungkinan dapat terjadi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Terjadinya edema pada saluran pencernaan dapat menimbulkan absorbs yang tidak
adaekuat sehingga feses encer dan berair dan terjadinya diare sehingga pasien merasa
letih,lemah, dan lesu yang menimbulkan intoleransi aktivitas. Tirah baring dan
imobilisasi yang berlangsung dapat mengakibatkan penekanan yang berlangsung lama
pada area tubuh yang edema sehingga sirkulasi perifer tidak adekuat sehingga luka lecet
dapat terjadi yang menyebablan kerusakan intergritas pada kulit.
F. WOC
Terlampir
G. Manifetasi Klinis
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2013) :
1. Proteinuria ( lebih dari 3,5 gram / hari ) 11. Sakit kepala, diare
2. Hipoalbuminemia 12. Hipoksia
3. Edema 13. Mual, muntah, letih, lesuh, lemah
4. Hiperlipidemia 14. Iritabilitas
5. Hipovolemia berat 15. Oliguria
6. Anoreksia 16. Dypsnea, takipnea, bradipnea
7. Rasa tidak enak 17. Aritmea, bradikardia,
8. Berat badan meningkat 18. Perubahan EKG
9. Lipid uria 19. Palpitasi
10. Anemia 20. Sistemimun menurun
21. Asites 22. Odem paru
21. bengkak pada mata dan kemaluan 23. Feses encer dan berair
(Sumber: Irapanussa, 2015) (Sumber: nursingbegin.com, 2010)

(Sumber: ujeuji.blogspot.co.id) (Sumber: pakarobatherbal.com)


H. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan klinis.
Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang
berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin serum,
pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan
darah, dimana :
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam 24-
48 jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit
ginjal. Protein urin meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis
sindrom nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui
tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan protein urin
sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam
nephrotic range.
2. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin
dan torak eritrosit.
3. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot
collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam
7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin
≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis. Single spot collection
lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan
pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
5. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6. USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8 tahun,
resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik
signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan
untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing
tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan
minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-
change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid. Prosedur ini digunakan
untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal yang kemudian akan diperiksa di
laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal sebagai berikut :
a. Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh petugas radiologi
untuk mengetahui letak ginjal.
b. Anestesi (lokal).
c. Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat menggunakan jarum
model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
d. Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).
e. Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu untuk
pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
f. Setelah biopsi.
1) Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi tengurap pasien
mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan pada posisi duduk
2) Anjurkan untuk minum banyak
3) Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan pemeriksaan lab
urin lengkap.
g. Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien dipulangkan. Biasanya
untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi biopsi sore pulang (one day care ).
8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium meningkat
tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah nerah).
Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin
melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena
kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun :
kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai
Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml),
α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml),
β globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml),
rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120
mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal (Sumber: Siburian, 2013).
I. Penatalaksanaan
a. Sindrom nefrotik serangan pertama.
Perbaiki keadaan umum penderita :
1. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian
gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan
fungsi ginjal.
2. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau
albumin konsentrat.
3. Berantas infeksi.
4. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
5. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada
hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
6. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah
diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita
mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi
spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau
kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu
waktu 14 hari.
b. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse
ditegakkan.
c. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam
masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison
dihentikan.
d. Sindrom nefrotik kambuh sering
Sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam
masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,
dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,
kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama
1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison
dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3
mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu
siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi
anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen,
terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.
(Mutaqqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta: Salemba Medika)
Diet bagi klien sindrom nefrotik
1. Tujuan Diet
a. Mengganti kehilangan protein terutama albumin.
b. Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh.
c. Memonitor hiperkolesterolemia dan penumpukan trigliserida.
d. Mengontrol hipertensi.
e. Mengatasi anoreksia.
(Almatsier, 2009)
2. Syarat Diet
a. Energi cukup, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif yaitu 35
kkal/kg BB per hari.
b. Protein sedang, yaitu 1 g/kg BB, atau0,8 g/kg BB ditambah jumlah protein
yang dikeluarkan melalui urin. Utamakan penggunaan protein bernilai
biologik tinggi.
c. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energy total.
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energy total
e. Natrium dibatasi, yaitu 1-4 gr sehari, tergantung berat ringannya edema.
f. Kolesterol dibatasi < 300mg, begitu pula gula murni, bila ada peningkatan
trigliserida darah.
g. Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui urin
ditambah 500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan melalui kulit dan
pernafasan.
(Almatsier, 2009)
3. Diet yang Dianjurkan dan Dihindari
Jenis Bahan
Dianjurkan Dibatasi
Makanan
Sumber Nasi, bubur, bihun, roti, Roti, biskuit dan kue-
karbohidrat gandum, makaroni, pasta, kue yang dibuat
jagung, kentang, ubi, talas, menggunakan garam
singkong, havermout dapur dan soda.
Sumber Telur, susu skim/susu rendah Hati, ginjal, jantung,
protein lemak, daging tanpa lemak, limpa, otak, ham, sosis,
hewani ayam tanpa kulit, ikan babat, usus, paru,
sarden, kaldu daging,
bebek, burung, angsa,
remis, seafood dan
aneka. Protein hewani
yang diawetkan
menggunakan garam
seperti sarden, kornet,
ikan asin dan
sebagainya
Sumber Kacang-kacangan dan aneka Kacang-kacangan yang
protein nabati olahannya diasinkan aatu
diawetkan
Sayuran Semua jenis sayuran segar Sayuran yang
diasinkan atau
diawetkan
Buah-buahan Semua macam buah-buahan Buah-buahan yang
segar diasinkan atau
diawetkan
Minum Semua macam minuman yang Teh kental atau kopi.
tidak beralkohol Minuman yang
mengandung soda dan
alkohol: soft drink,
arak, ciu, bir
Lainnya Semua macam bumbu Makanan yang
secukupnya berlemak, penggunaan
santan kental, bumbu:
garam, baking powder,
soda kue, MSG, kecap,
terasi, ketchup, sambal
botol, petis, tauco,
bumbu instan, dan
sebagainya
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitasklien
 Nama :
 Umur : lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia prasekolah (3-6
th). Ini di karenakan adanya gangguan pada system imunitas tubuh dan
kelainan genetic sejak lahir
 Jenis kelamin :anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6
tahun terjadi perkembangan psikoseksual :dimana anak pada fase
oedipal/falik dengan cirri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari
beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi
kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini
juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini
nantinya juga dapat memicu terjadinya indfeksi.
 Agama
 Suku /bangsa
 Status
 Pendidikan
 Pekerjaan
2. Keluhan utama
Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik,perut membesar (adanyaacites)
3. Riwayat kesehatan sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang perawat perlu menanyakan hal
berikut :
a. Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
b. Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan
adanya keluhan pusing dan cepat lelah
c. Kaji adanya anoreksia pada klien
d. Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
4. Riwayatkesehatandahulu
Perawatperlumengkaji
a. Apakahklienpernahmenderitapenyakit edema
b. Apakahadariwayat DM danhipertensi
c. Pemakaianobatdanriwayatalergi
5. Riwayatkesehatankeluarga
Kajiadanyapenyakitketurunandalamkeluargaseperti DM yang
memicutimbulnyamanifestasiklinis syndrome nefrotik
6. Kebutuhan bio-psikopsosio-spiritual
a. Polanutrisidan metabolism : anoreksia, mual, muntah
b. Polaeliminasi : diare, oliguria
c. Polaaktivitasdanlatihan : mudahlelah, malaise
d. Polaistierahattidur : susahtidur
e. Polamekanismekoping : cemas, maladaptive
f. Polapersepsidiridankonsepdiri : putusasa, rendahdiri
7. Pemeriksaanfisik
a. Status kesehatanumum
b. Keadaanumum : klienlemahdanterlihatsakitberat
c. Kesadaran : biasanya compos mentis
d. TTV : seringtidakdidapatkanadanyaperubahan
8. Pemeriksaansistemtubuh
a. B1 (Breathing)
Biasanyatidakdidapatkanadanyagangguanpolanafasdanjalannafaswalausec
arafkrekuensimengalamipeningkatanterutamapadafaseakut.
Padafaselanjutseringdidapatkan
Adanyagangguanpolanafasdanjalannafas yang merupakanresponsterhadap
edema pilmonerdanefusi pleura
b. B2 (Blood)
Seringditemukanpenurunancurahjantungresponssekunderdaripeningkatanb
eban volume
c. B3 (Brain)
Didapatkan edema terutamaperiorbital, sclera tidakikhterik. Status
neurologismengalamiperubahansesuaidengantingkatparahnya azotemia
padasistemsarafpusat
d. B4 (Bladder)
Perubahanwarna output urine sepertiberwarnakuningkecoklatan, volume
urine yang di ekskresimenurun
e. B5 (Bowel)
Didapatkanadanyamualmuntah, anoreksiasehinggadidapatkanpenurunan
intake nutrisidarikebutuhan, diare, acitespada abdomen
f. B6 (Bone)
Didapatkanadanyakelemahanfisiksecaraumum, efeksekunderdari edema
tungkaidarikeletihanfisik
9. Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secaramikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaaninijugaterjadiakibatmeningkatnyapermeabilitas membrane
glomerulus
(Astuti, 2014; Munandar, 2014)
A. ANALISA DATA
Analisa Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Kelebihan volume cairan

DO :

DS : Ketidakefektifan pola
nafas
DO :

DS : Gangguan citra tubuh

DO :

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
2. Ketidakefektifan pola nafas beruhubungan dengan keletihan ot

C. INTERVENSI
N Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
O Hasil
1 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam,
diharapkan kelebihan
volume cairan tidak terjadi
dengan kriteria hasil :

1.Terjadi penurunan edema


dan ascites
2.Tidak terjadi
peningkatan berat badan
2 Setelah di lakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24jam,
diharapkan masalah
ketidakefektifan pola nafas
dapat teratasi , dengan
kriteria hasil :

3 Setelah di lakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24jam,
diharapkan masalah
gangguan citra tubuh dapat
teratasi dengan kriteria
hasil :

Anda mungkin juga menyukai