Revisi LP Askep Sindroma Nefrotik
Revisi LP Askep Sindroma Nefrotik
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sindroma nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang ditandai dengan edema anasarka,
proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan lipiduria (Prodjosudjadi,
2007). Sindrom Nefrotik (SN) adalah suatu sindrom yang mengenai ginjal yang ditandai
dengan adanya proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema dan hiperkolesterolemia
(Singadipoera, 1993).
Penyebab primer sindrom nefrotik biasanya digambarkan oleh histologi, yaitu
sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM) yang merupakan penyebab paling umum dari
sindrom nefrotik pada anak dengan umur rata-rata 2,5tahun. Meskipun sindrom nefrotik
dapat menyerang siapa saja namun penyakit ini banyak ditemukan pada anak- anak usia 1
sampai 5 tahun. Selain itu kecenderungan penyakit ini menyerang anak laki-laki dua kali
lebih besar dibandingkan anak perempuan (Gunawan, 2006).Sifat khusus dari penyakit
sindrom nefrotik adalah sering kambuh, sering gagalnya pengobatan dan timbulnya penyulit,
baik akibat dari penyulitnya sendiri maupun oleh karena pengobatannya.Penyulit yang sering
terjadi pada sindrom nefrotik adalah infeksi, trombosis, gagal ginjal akut, malnutrisi,
gangguan pertumbuhan, hiperlipidemia dan anemia. Infeksi merupakan penyulit yang
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Bentuk infeksi yang sering
dijumpai pada sindrom nefrotik adalah peritonitis, infeksi saluran kemih, dan sepsis.Obat-
obat yang digunakan untuk terapi penyakit ini pada umumnya sangat toksik seperti
kortikosteroid dan imunosupresant. Pemakaian kortiko steroid dosis tinggi dalam waktu yang
lama dapat menekan system imun (imunocompromised) dan menimbulkan berbagai efek
samping yang merugikan seperti munculnya infeksi sekunder. Angka kejadian SN pada anak
tidak diketaui pasti, namun laporan dari luar negeri diperkirakan pada anak usia dibawah 16
tahun berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap 100.000 anak (Pardede, 2002).
Menurut Raja Syehangka kejadian kasus sindroma nefrotik di Asia tercatat 2 kasus setiap
10.000 penduduk (Republika, 2005).Sedangkan kejadian di Indonesia pada sindroma nefrotik
mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002).
Untuk kejadian di Jawa Tengah sendiri mencapai 4 kasus terhitung mulai dari tahun 2006
(Israr, 2008). Pengobatan SN semata-mata hanya mengurangi atau menghilangkan
proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi penyakit yang
menyertainya, seperti infeksi, trombosis, dan kerusakan ginjal pada gagal ginjal akut, dan
sebagainya. Jika tidak diterapi secara dini dan benar, SN dapat menyebabkan kerusakan
glomeruli ginjal sehingga mempengaruhi kemampuan ginjal menfiltrasi darah. Hal ini dapat
menyebabkan gagal ginjal akut ataupun kronik. Umumnya terapi yang diberikan adalah diet
tinggi protein dan rendah garam, kortikosteroid, diuretic dan antibiotik. Dengan pemberian
kortikosteroid golongan glukokortikoid sebagian besar anak akan membaik, karena obat ini
terbukti dapat mengendalikan penyakit SN yang diduga penyebabnya diperantarai oleh
mekanisme imunologis. Pemberian diuretic dapat membantu ginjal dalam mengatur fungsi
pengeluaran garam dan air. Terapi antibiotic dapat mengurangi mortalitas akibat infeksi,
tetapi tidak berpengaruh terhadap kelainan ginjal.
Angka kejadian sindroma nefrotik ini memang tergolong jarang, namun penyakit ini
perlu diwaspadai terutama pada anak-anak, karena jika tidak segera diatasiakan mengganggu
sistemurinaria dan akan menggangu perkembangan lebih lanjut anak tersebut. Di samping
itu masih banyak orang yang belum mengerti tentang seluk-beluk sindromnefrotik, faktor
penyebab sindrom nefrotik, gejala sindrom nefrotik, dan cara penanganan sindroma nefrotik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari sindroma nefrotik ?
2. Bagaimana ethiologi dari sindroma nefrotik ?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari sindroma nefrotik ?
4. Bagaimana patofisologi dari sindroma nefrotik ?
5. Bagaimana komplikasi dari sindroma nefrotik ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari sindroma nefrotik ?
7. Apa saja diagnose keperawatan dari sindroma nefrotik ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari sindroma nefrotik ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari sindroma nefrotik ?
2. Untuk menegetahui ethiologi dari sindroma nefrotik ?
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari sindroma nefrotik ?
4. Untuk mengetahui patofisologi dari sindroma nefrotik ?
5. Untuk mengetahui komplikasi dari sindroma nefrotik ?
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari sindroma nefrotik ?
7. Untuk mengetahui diagnose keperawatan dari sindroma nefrotik ?
8. Untuk menegtahui penatalaksanaan dari sindroma nefrotik ?
D. MANFAAT
1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian dari sindroma nefrotik
2. Agar mahasiswa menegetahui ethiologi dari sindroma nefrotik
3. Agar mahasiswa mengetahui manifestasiklinis dari sindroma nefrotik
4. Agar mahasiswa mengetahui patofisologi dari sindroma nefrotik
5. Agar mahasiswa mengetahui komplikasi dari sindroma nefrotik
6. Agar mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang dari sindroma nefrotik
7. Agar mahasiswa mengetahui diagnose keperawatandari sindroma nefrotik
8. Agar mahasiswa menegtahui penatalaksanaan dari sindroma nefrotik
BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Merupakan suatu penyakit ginjal yang tebanyak pada anak-anak anak penyakit
tersebut ditandai dengan sindrom nefrotik klinik keadaan klinis yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan
proteinuria,hipolbumenemia,hiperlimifemia dan edema (Ngastiyah,2009).
B. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012 adalah:
1. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti glomerulonefritis,
dan nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik
lain, seperti diabetes mellitus, sistema lupus eritematosus, dan amyloidosis
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai
bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah
dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang
mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi (Astuti, 2013).
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen. Manusia
memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini
terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas
(superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal kanan
biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian
dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu
meredam goncangan (Astuti, 2013).
Unit fungsional ginjal
D. Klasifikasi
Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada sindroma nefrotik. Menurut
penelitian Ngastiyah, 2009, respon terhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai
untuk menentukan prognosis dibandingkan gambaran patologi anatomi. Berdasarkan hal
tersebut, saat ini klasifikasi sindroma nefrotik lebih sering didasarkan pada respon klinik,
yaitu:
1) Sindrom nefrotik sensitive steroid
2) Sindroma nefrotik resisten steroid
E. Patofisiologi
Peningkatan permeabilitas glomelurus disebabkan oleh adanya reaksi antar antigen-
antibodi hal ini menyebabkan permeabilitas membran glomelurus meningkat dan diikuti
kebocoran protein(khususnya albumin). Kebocoran protein menyebabkan tubuh
kehilangan albumin 3,5 gram/hari karena tubuh kehilangan albumin maka terjadi
hipoalbumine, yang diikuti gambaran sindrom netrofit seperti edema, hyperlipidemia,
proteinuria, edema, hipoalbuminemia.
Hiperlipidemia disebabkan karena meningkatnya sintesis lipoprotein hepatic sebagai
respon terhadap menurunnya kadar serum albumin. Protenuria merupakan kelainan utama
pada sindrom nefrotik. Apabila ekskresi protein ≥ 40 mg/jam/m permukaan badan disebut
dengan protenuria berat. Hal ini digunakan untuk membedakan dengan protenuria pada
pasien bukan sindrom nefrotik. Edema disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik
intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Adanya
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga
terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu
fungsi vital dari albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi
hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma intravaskular
menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang
intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema. Sehingga menyebabkan
munculnya sindrom nefrotik.
Terjadinya sindrom nefrotik yang menyebabkan penumpukan cairan pada abdomen
yang menyebabkan terjadinya distensi pada abdomen yang akan menekan diafragma
sehingga terjadi penurunan ekspansi paru yang dapat menimbulkan dyspnea lalu nafas
menjadi cepat dan dangkal dan timbul masalah ketidakefektifan pola nafas.Terjadi
penurunan cardiac output sehingga perfusi darah keotak menurun sehingga hipoksia
terjadi dan menyebabkan gangguan perfusi jaringan. Terjadinya peningkatan penyerapan
air dan natrium sehingga volume intravaskuler menjadi meningkat yang menyebabkan
beban kerja jantung menjadi lebih berat sehingga kerja kontraktilitas ventrikel menjadi
menurun yang dapat menimbulkan masalah penurunan curah jantung. Sementara terjadi
penurunan filtrasi di glomelurus yang mengakibatkan protein terfiltrasi sehingga
keluarnya igG dan igA yang menyebabkan system imun menurun oleh sebab itu dapat
mengakibatkan resiko infeksi. Volume cairan vaskuler meningkat, reabsorbsi natrium dan
air meningkat sehingga volume urine yang dieksresi menurun sehingga terjadinya
oliguria yang menyebabkan gangguan eliminasi urine. Pada saat hipoalbunemia terjadi,
tekanan osmotic plasma menurun yang berakibat kepada meningkatkan tekanan
hidrostatik yang akan memindahkan cairan dari intrasel ke interstisial yang akan
menimbulkan edema, dan asites yang akan berdampak kepada gangguan citra tubuh. Saat
saraf fagus dan lambung tertekan dapat timbul presepsi kenyang dan tidak enak
diepigastrium yang menyebabkan anoreksia, mual dan muntah sehingga besar
kemungkinan dapat terjadi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Terjadinya edema pada saluran pencernaan dapat menimbulkan absorbs yang tidak
adaekuat sehingga feses encer dan berair dan terjadinya diare sehingga pasien merasa
letih,lemah, dan lesu yang menimbulkan intoleransi aktivitas. Tirah baring dan
imobilisasi yang berlangsung dapat mengakibatkan penekanan yang berlangsung lama
pada area tubuh yang edema sehingga sirkulasi perifer tidak adekuat sehingga luka lecet
dapat terjadi yang menyebablan kerusakan intergritas pada kulit.
F. WOC
Terlampir
G. Manifetasi Klinis
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2013) :
1. Proteinuria ( lebih dari 3,5 gram / hari ) 11. Sakit kepala, diare
2. Hipoalbuminemia 12. Hipoksia
3. Edema 13. Mual, muntah, letih, lesuh, lemah
4. Hiperlipidemia 14. Iritabilitas
5. Hipovolemia berat 15. Oliguria
6. Anoreksia 16. Dypsnea, takipnea, bradipnea
7. Rasa tidak enak 17. Aritmea, bradikardia,
8. Berat badan meningkat 18. Perubahan EKG
9. Lipid uria 19. Palpitasi
10. Anemia 20. Sistemimun menurun
21. Asites 22. Odem paru
21. bengkak pada mata dan kemaluan 23. Feses encer dan berair
(Sumber: Irapanussa, 2015) (Sumber: nursingbegin.com, 2010)
DO :
DS : Ketidakefektifan pola
nafas
DO :
DO :
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
2. Ketidakefektifan pola nafas beruhubungan dengan keletihan ot
C. INTERVENSI
N Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
O Hasil
1 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam,
diharapkan kelebihan
volume cairan tidak terjadi
dengan kriteria hasil :
3 Setelah di lakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24jam,
diharapkan masalah
gangguan citra tubuh dapat
teratasi dengan kriteria
hasil :