Ukr Yanuar
Ukr Yanuar
Oleh:
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
A. DEFINISI REMAJA
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.
Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional
sosial dan fisik.Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan
anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.Seperti yang dikemukakan oleh Calon bahwa masa
remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status
dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut (Sundari, 2004)masa remaja adalah peralihan dari
masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki
masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan
13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.
Hal senada diungkapkan oleh (Santrock, 2003) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,
dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga
21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja
awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks,
Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12
tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir
18 – 21 tahun (Deswita, 2006: 192)
Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari dan Santrock tersebut menggambarkan
bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia
antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik,
maupun psikologis
B. KARAKTERISTIK REMAJA
Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja yang mencakup perubahan transisi biologis,
transisi kognitif, dan transisi sosial akan dipaparkan di bawah ini:
1. Transisi Biologis
Menurut (Santrock, 2003) perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada
saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial.Diantara
perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah
pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi).Selanjutnya, mulai berfungsinya
alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan
tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono, 2012).
Selanjutnya, bahwa perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan yaitu;
perertumbuhan tulang-tulang, badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang,
tumbuh payudara.Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai pertumbuhan
ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya, bulu kemaluan menjadi kriting, menstruasi
atau haid, tumbuh bulu-bulu ketiak.
Sedangkan pada anak laki-laki peubahan yang terjadi antara lain; pertumbuhan tulang-
tulang, testis (buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna
gelap, awal perubahan suara, ejakulasi (keluarnya air mani), bulu kemaluan menjadi keriting,
pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut
halus diwajaah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, akhir perubahan suara, rambut-rambut
diwajah bertambah tebal dan gelap, dan tumbuh bulu dada.
Pada dasarnya perubahan fisik remaja disebabkan oleh kelenjar pituitarydan kelenjar
hypothalamus. Kedua kelenjar itu masing-masing menyebabkan terjadinya pertumbuhan ukuran
tubuh dan merangsang aktifitas serta pertumbuhan alat kelamin utama dan kedua pada remaja
(Hartono, 2002).
2. Transisi Kognitif
Dalam perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial.Hal ini
menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif remaja.
Menurut (Santrock, 2003) secara lebih nyata pemikiran opersional formal bersifat lebih
abstrak, idealistis dan logis.Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan dengan anak-anak
misalnya dapat menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis dalam
berpikir seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan dunia. Remaja
berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk
memecahkan masalah dan secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan.
3. Transisi Sosial
Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak
dan selanjutnya pada masa remaja.Hubungan sosial anak pertama-tama masing sangat terbatas
dengan orang tuanya dalam kehidupan keluarga, khususnya dengan ibu dan berkembang semakin
meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain dan teman sejenis maupun lain jenis (Rita
Eka Izzaty, 2007)
Bukti terbaru secara umum mendukung beberapa perubahan tingkah laku pada masa remaja. Ada
perubahan definisi pada hubungan kekeluargaan sewaktu masa remaja mereka mengalami konflik lebih
banyak dengan orangtuanya, khususnya dengan para ibu. Konflik cenderung mereda setelah tercapai masa
pubertas karena ada perubahan umum dalam pertalian keluarga dengan para ibu mereka, pada anak laki-
laki lebih lambat. Untuk anak wanita, ada juga suatu konflik khusus yang meningkat dengan para ibu dan
ada laporan anak wanita menurun hubungannya dengan ayahnya. Telah terbukti hormon sebagai
penyebab dari beberapa perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan masa remaja normal dan tidak
normal. Hormon yang timbul dapat mempengaruhi tingkah laku.
Perubahan psikologi dari masa remaja sering digambarkan dengan dua kata badai dan tekanan
kenyataannya, sebagian besar masa remaja melewati dekade kedua dari kehidupan dengan kesulitan yang
minimal.
Remaja pada umunya mengalami bahwa pencarian jati diri atau keutuhan diri itu suatu masalah
utama karena adanya perubahan-perubahan sosial, fisiologi dan psikologis di dalam diri mereka maupun
di tengah masyarakat tempat mereka hidup.Perubahan-perubahan ini dipergencar dalam masyarakat kita
yang semakin kompleks dan berteknologi modern.
Remaja jauh lebih mudah terkesan akan nilai-nilai luhur yang berlangsung dan
keteladanan orang tua mereka daripada hanya sekedar nasehat-nasehat bagus yang tinggal hanya
kata-kata indah
2. Sikap Apatis
Sikap apatis meruapakan kecenderungan untuk menolak sesuatu dan pada saat yang
bersamaan tidak mau melibatkan diri di dalamnya. Sikap apatis ini terwujud di dalam
ketidakacuhannya akan apa yang terjadi di masyarakatnya.
Kata stess atau frustasi semakin umum dipakai kalangan remaja.Banyak kaum muda yang
mencoba mengatasi rasa cemasnya dalam bentuk “pelarian” (memburu kenikmatan lewat
minuman keras, obat penenang, seks dan lainnya).
Perasaan tidak berdaya ini muncul pertama-tama karena teknologi semakin menguasai
gaya hidup dan pola berpikir masyarakat modern. Teknologi mau tidak mau menciptakan
masyarakat teknokratis yang memaksa kita untuk berpikir tentang keselamatan diri kita di tengah-
tengah masyarakat. Lebih jauh remaja mencari “jalan pintas”, misalnya menggunakan segala cara
untuk tidak belajar tetapi mendapat nilai baik atau ijazah
Sebagian besar tindakan-tindakan negatif anak muda dengan minumam keras, obat-obatan
dan seks pada mulanya berawal dan hanya mencoba-coba.Lingkungan pergaulan anak muda
dewasa ini memberikan pandangan yagn keliru tentang pengalaman.
Beberapa ciri yang khas dari perkembangan remaja dapat dilihat bahwa masa awal remaja
adalah tahap dimana remaja mengalami krisis karena adanya perubahan cepat yang memunculkan sesuatu
yang dirasakan baru dan berbeda pada aspek fisik maupun psikososial mereka. Pertumbuhan organ seks
primer (menstruasi/mimpi basah)berimplikasi terhadap munculnya hasrat seksual dan ketertarikan
terhadap lawan jenis. Pertumbuhan karakteristik seks sekunder seperti penonjolan payudara pada remaja
perempuan, pembesaran testis pada remaja laki-laki, pertumbuhan rambut ketiak, atau rambut pubis
yang terlambat atau terlalu dini seringkali menimbulkan perasaan malu/minder/kurang percaya diri karena
merasa keadaan mereka berbeda dengan sebayanya.
Keinginan untuk mencari nilai dan energi baru, meningkatnya kecintaan terhadap diri sendiri
serta banyaknya fantasi terhadap kehidupan merupakan dunianya remaja. Keberadaan keluarga dan teman
sebaya menjadi kebutuhan yang penting bagi remaja untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Bila melihat kembali data masalah kesehatan remaja pada bagian awal tulisan ini dapatlah ditarik
benang merah bagaimana keterkaitan antara pertumbuhan dan perkembangan remaja dengan masalah
kesehatan yang terjadi. Banyak data menunjukan bahwa masalah kesehatan remaja berawal dari perilaku
yang berisiko. Meningkatnya angka kejadian seks pranikah pada remaja dapat dipahami sebagai
suatu perilaku yang timbul sebagai bentuk dorongan untuk melepaskan energi yang meningkat seiring
pertumbuhan seks sekunder. Perilaku merokok dan mengkonsumsi alkohol dan menggunakan obat-obat
terlarang lebih banyak terbentuk dari standar perilaku yang dibentuk oleh kelompok sebaya dimana
mereka terikat di dalamnya. Kelompok sebaya memiliki pengaruh kuat bagi remaja dalam proses mereka
mencari nilai-nilai baru (Wulandari, 2014).
Selama masa remaja, insiden kelainan-kelainan mental sama untuk anak laki-laki dan wanita.
Depresi dan kelainan makan adalah yang paling banyak pada anak wanita dan kelainan kebiasaan lebih
sering pada anak laki-laki.
1. Depresi
Perasaan depresi umum terjadi selama masa remaja. Pada beberapa penelitian satu di
antara tiga anak wanita dan hampir 15% dari anak laki-laki dilaporkan mempunyai gejala seperti
itu. Insiden kelainan depresi yang tampak kira-kira 5%. Risiko bunuh diri di antara remaja yang
depresi meningkat secara nyata.
2. Kelainan Makan
Remaja wanita mempunyai risiko yang sangat besar untuk menderita anoreksia nervosa
dan bulimia. Hampir 0,5% dari anak wanita yang berusia 12-15 tahun akan menjadi anoreksia
nervosa dan 5-18% mempunyai kecenderungan bulimia. Kelainan yang menyebabkan
berhentinya makan dipengaruhi oleh respons abnormal dalam program perkembangan normal
remaja karena adanya suatu perkembangan bentuk tubuh, kebingungan menyeluruh dalam
identifikasi jenis kelamin, dan fungsi keluarga yang abnormal misalnya terlalu terkekang, dalam
keluarga kacau atau pisah total. Efek langsung dari lingkungan sosial terhadap suatu kegemukan
atau kekurusan, tidak jelas. Mortalitas jangka panjang dari anoreksia nervosa dan bulimia adalah
10-15%. Kegemukan terjadi pada hampir 15% para remaja. Inter vensi terhadap kegemukan yang
sangat efektif adalah dengan program kelompok dengan pendekatan kebiasaan nutrisi dan
kegiatan gaya hidup dari para remaja.
Pubertas pada wanita dimulai kira-kira pada umur 8-14 tahun dan berlangsung kurang lebih
selama 4 tahun. Awal pubertas jelas dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (kesehatan dan
gizi). Usia menarche sekarang berkisar antara 11-13 tahun namun umur rata-rata menarche dan ovulasi
pada saat ini cenderung lebih muda daripada beberapa dekade yang lalu. Sebagai akibat menarche awal
dan mungkin oleh karena kebebasan seksual, banyak pusat pelayanan obstetri mengalami peningkatan
kasus kehamilan remaja. Committee on adolescents, menyatakan sebenarnya seksual pranikah, kehamilan
dan abortus adalah kebebasan individu dan sulit dicegah. Menurut Fielding dan Williams (1991),
peningkatan kehamilan pada usia muda setiap tahun menghasilkan 15 juta kelahiran dari ibu usia muda
pada tahun 1988. Di Amerika Serikat dari 1 juta wanita usia muda yang hamil, hampir semuanya tidak
menginginkan kehamilannya, lebih dari 40% melakukan aborsi dan 38% saat melahirkan berusia kurang
dari 17 tahun. Data yang dihimpun dari 12 rumah sakit pendidikan yang dihimpun oleh BKS PENFIN
bekerja sama dengan International Fertility Research Program (IFRP) di Indonesia (1977-1980)
mendapatkan primigravida muda 4,65% dari seluruh primigravida atau 1,6% dari seluruh persalinan.
B. UPAYA KESEHATAN REMAJA
Peran pelayanan kesehatan dalam mengatasi masalah kesehatan remaja Dalam keadaan sehat
maupun sakit para remaja perlu mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Pelayanan
kesehatan bagi remaja sebaiknya terpisah dengan pelayanan lainnya. Pelayanan tersebut memerlukan
keterlibatan yang penuh dari para remaja sendiri, orang tua, petugas kesehatan yang profesional dan
masyarakat. Pada hakekatnya inti pelayanan kesehatan kepada remaja meliputi:
1. bimbingan yang berlanjut untuk mencegah terjadinya morbiditas baru
3. menilai dan memantau proses biologis pubertas remaja dengan berbagai keluhan yang
mungkin timbul.
Remaja berada dalam masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak untuk menjadi dewasa.
Secara fisik, remaja dapat dikatakan sudah matang tetapi secara psikis/kejiwaan belum matang. Beberapa
sifat remaja yang menyebabkan tingginya resiko antara lain: rasa keingintahuan yang besar tetapi kurang
mempertimbangkan akibat dan suka mencoba hal-hal baru untuk mencari jati diri.
Bila tidak diberikan informasi/pelayanan remaja yang tepat dan benar, maka perilaku remaja
sering mengarah kepada perilaku yang beresiko, seperti: penyalahgunaan NAPZA (Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya), perilaku yang menyebabkan mudah terkena infeksi HIV/AIDS,
Infeksi menular seksual (IMS), masalah gizi (anemia/kurang darah, kurang energi kronik (KEK),
obesitas/kegemukan) dan perilaku seksual yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Sejak tahun 2003, model pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau remaja,
menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka
akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan dan
selera remaja diperkenalkan dengan sebutan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi:
Remaja
1) DEFINISI PKPR
PKPR singkatan dari Pelayananan Kesehatan Peduli Remaja. PKPR adalah program pemerintah
yang diampu Dinas Kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota, dikoordinas Dinkes tingkat Provinsi, untuk
melayani kesehatan remaja. Program ini secara resmi telah berjala sejak tahun 2003. Di tingkat lapangan,
PKPR dijalankan oleh Puskesmas.
PKPR adalah Pelayanan Kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja,
menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan,peka
aka kebutuhan terkait dengan kesehatannya serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan remaja.
PKPR adalah pelayanan kesehatan pada remaja yang mengakses semua golongan remaja, dapat
diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien.
Disini remaja tidak perlu ragu dan khawatir untuk curhat/konseling, mendapatkan informasi yang
benar dan tepat untuk berbagai hal yang perlu diketahui remaja.
Pemberian layanan pada remaja dengan model PKPR ini merupakan salah satu strategi yang
penting dalam mengupayakan kesehatan yang optimal bagi remaja, karena pelayanan yang cocok untuk
remaja adalah yang berorientasi pada prinsip hak-hak anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik
bagi anak, hak hidup, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, serta penghargaan pendapat anak.
Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Puskesmas telah dikembangkan sejak tahun
2003. Sejak tahun 2009 diupayakan setiap kabupaten/kota minimal memiliki 4 Puskesmas mampu
tatalaksana Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja. Sampai dengan tahun 2012 Puskesmas PKPRberjumlah
3.191 unit (Profil KesehatanIndonesia, 2012).
2) TUJUAN PKPR
1. Meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas.
6. Remaja dapat menjadi peer counselor/kader kesehatan remaja agar dapat ikut membantu
teman yang sedang punya masalah
a. Pasal 28B ayat 2: Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh & berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan & diskriminasi.
b. Pasal 28 H ayat 1:Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir & batin, bertempat tinggal
& mendapatkan lingkungan hidup yang baik, sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan
2. UU Kesehatan No 36 tahun 2009, khususnya di pasal 136 dan 137
a. Pasal 136 :Upaya pemeliharaan kesehatan remaja untuk mempersiapkan menjadi orang
dewasa yang sehat dan produktif baik sosial maupun ekonomitermasuk untuk
reproduksi remaja dilakukan agar terbebas dari berbagai gangguan kesehatan yang dapat
menghambat kemampuan menjalani kehidupan reproduksi secara sehat
b. Pasal 137 :Pemerintah berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh edukasi,
informasi, dan layanan mengenai kesehatan remaja agar mampu hidup sehat dan
bertanggung jawab.
b. Dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih mengunakan materi dari puskesmas
c. Menggunakan metode ceramah Tanya jawab, FGS ( focus group discussion ), diskusi
interaktif yang dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau elektronik.
3. Konseling
a. Pengertian
Konseling adalah Suatu hubungan saling membantu antara dua orang: konselor dan
klien (dalam situasi saling tatap muka) memutuskan bekerja sama dalam upaya membantu
klien menolong dirinya sendiri untuk :
d. Proses konseling
1) Sebaiknya jangan hanya diberikan sekali, sebenarnya merupakan proses jangka
panjang
2. Ask ( tanyakan )
4. Help ( bantu )
5. Explaining ( jelaskan )
6. Return ( kunjungan )
f. Sifat – sifat yang diperlukan dari konselor
1) Menerima
2) Terbuka
b. Pemecahan masalah
c. Berfikir kreatif
d. Berfikir kritis
e. Komunikasi efektif
f. Hubungan interpersonal
g. Kesadaran diri
h. Empati
i. Mengendalikan emosi
j. Mengatasi stress
PKHS dapat dilaksanakan dalam bentuk bermain peran, drama, diskusi, dll.
6. Pelayanan Rujukan
Rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi, rujukan social, dan rujukan pranatta
hukum.
4. HIV&AIDS
6. Anemia
Cara mengaksesnya adalah dengan datang ke Puskesmas. Proses dimulai dari pendaftaran,
mengantri, dan mendapatkan layanan. Perlu diingat, belum semua Puskesmas PKPR memberikan
pelayanan kepada remaja secara terpisah. Sebagian besar layanan remaja masih digabungkan dengan
pelayanan umum.
Selain itu, Jam layanan Puskesmas adalah bertepatan dengan Jam sekolah. Bagi remaja yang
masih bersekolah, waktu untuk mengakses bisa menjadi kendala. Beberapa Puskesmas sudah membuka
layanan konseling lewat Alat Komunikasi, dan dapat membuat “janjian” untuk mendapatkan layanan.
Maka, ada baiknya telpon dulu pihak Puskesmas apakah memiliki layanan ini atau tidak, jika kamu tidak
ingin kecewa.
Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa sasaran
pengguna layanan PKPR adalah kelompok remaja usia 10-18 tahun. Walaupun demikian, mengingat
batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19 tahun, maka Kementerian Kesehatan menetapkan
sasaran pengguna layanan PKPR meliputi remaja berusia 10 sampai 19 tahun, tanpa memandang status
pernikahan.
Fokus sasaran layanan puskesmas PKPR adalah berbagai kelompok remaja, antara lain:
3. Remaja putri sebagai calon ibu dan remaja hamil tanpa mempermasalahkan status
pernikahan.
4. Remaja yang rentan terhadap penularan HIV, remaja yang sudah terinfeksi HIV, remaja yang
terkena dampak HIV dan AIDS, remaja yang menjadi yatim/piatu karena AIDS
Meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang harus diberikan secara
komprehensif di semua tempat yang akan melakukan pelayanan remaja dengan pendekatan PKPR.
Intervensi meliputi:
6. Pelayanan kesehatan jiwa remaja, meliputi: masalah psikososial, gangguan jiwa, dan kualitas
hidup
Selama ini PKPR telah dilaksanakan oleh Puskesmas di seluruh wilayah Indonesia dimana
penyelenggaraannya disesuaikan dengan situasi-kondisi masing-masing Puskesmas sehingga wajar kalau
mutu PKPR menjadi bervariasi. Dengan demikian perlu dikembangkan standar yang dapat menjamin
mutu PKPR secara terukur, merata, dan ajeg. Proses pengembangan standar ini dilakukan melalui
beberapa langkah yang dibutuhkan hingga pada akhirnya tersusunlah Standar Nasional PKPR.
c. Peluang dan tantangan dalam implementasi inisiatif peningkatan mutu pelayanan kesehatan
secara nasional.
2. Menentukan dampak pelayanan kesehatan remaja yang diinginkan dan menetapkan prioritasnya;
mengidentifikasi jenis dan tempat pelayanan serta komoditas kesehatan terkait dengan prioritas
dampak kesehatan remaja yang ingin dicapai, meliputi pemberian informasi, layanan konseling,
layanan klinik, dan rujukan.
3. Perumusan pernyataan masalah yaitu kesenjangan antara keadaan sekarang dan keadaan ideal
yang diinginkan. Langkah ini dilakukan dengan melibatkan berbagai stakeholder yang
berkepentingan dengan remaja.
4. Perumusan pernyataan standar yaitu keadaan yang diinginkan, artinya situasi sesudah dilakukan
tindakan dengan berhasil guna.
c. Kriteria output (luaran) adalah hasil yang diinginkan pada sasaran remaja pengguna pelayanan
kesehatan dan tokoh masyarakat lainnya.
6. Identifikasi aksi/kegiatan yang diperlukan agar kriteria tercapai.
7. Pemilihan kriteria yang akan digunakan dalam pemantauan terbatas untuk mengetahui hasil
penerapan Standar.
Dari hasil proses tersebut, ditetapkan lima kelompok masalah yang akan diintervensi berkaitan
dengan:
3. Kesenjangan informasi yang diterima oleh remaja sasaran PKPR, dan pelayanan yang belum
sesuai dengan kebutuhan mereka
Berdasarkan kelompok masalah tersebut, ditetapkanlah lima aspek Standar Nasional PKPR yang
berkaitan dengan SDM kesehatan, fasilitas kesehatan, remaja, jejaring dan Manjemen Kesehatan.
Untuk masing-masing aspek Standar Nasional PKPR tersebut diuraikan berdasarkan kriteria
Input, Proses dan Output. Pencapaian kriteria input, dan proses di setiap tingkat administrasi, yaitu
nasional, propinsi kabupaten/kota dan puskesmas harus diverifikasi secara berkala
Dari berbagai kriteria yang telah identifikasi untuk setiap standar, dipilih dua atau tiga kriteria
selektif yang akan digunakan melakukan Pemantauan Terbatas kualitas PKPR. Dalam pemilihan kriteria
yang akan diverifikasi melalui Pemantauan Terbatas tersebut digunakan ketentuan:
1. Kriteria terpilih harus berkontribusi secara bermakna pada pemenuhan Standar Nasional PKPR.
2. Kriteria terpilih harus mudah dimonitor dengan menggunakan perangkat yang terbatas.
10) PERNYATAAN STANDAR NASIONAL PKPR
Standar Nasional PKPR adalah dokumen tertulis yang berisi berbagai persyaratan mutu PKPR,
yang meliputi persyaratan mutu masukan (input), proses, maupun luaran (output). Standar Nasional
PKPR dikembangkan untuk digunakan sebagai pedoman dalam mengarahkan dan menilai mutu
PKPR. Jadi pada dasarnya Standar Nasional PKPR adalah pedoman pengendalian mutu yang digunakan
oleh fasilitas kesehatan untuk meningkatkan dan menjamin mutu PKPR yang telah dilaksanakan. Untuk
dapat menggunakan standar ini, pertama-tama fasilitas kesehatan harus terlebih dahulu mampu
melaksanakan PKPR.
1. Memberikan pelayanan konseling pada semua remaja yang memerlukan konseling yang kontak
dengan petugas PKPR.
2. Melakukan pembinaan pada minimal 1 (satu) sekolah dalam 1 (satu) tahun di sekolah umum atau
sekolah berbasis agama, dengan minimal melaksanakan kegiatan KIE di sekolah binaan minimal
2 kali dalam setahun.
3. Melatih konselor sebaya di sekolah minimal sebanyak 10% dari jumlah murid sekolah binaan.
Standar Nasional PKPR ini mengatur 5 aspek yang berkaitan dengan penyelenggaraan PKPR,
yaitu:
1. SDM kesehatan
2. Fasilitas kesehatan
3. Remaja
4. Jejaring, dan
5. Manjemen Kesehatan
Standar Nasional PKPR adalah sebuah manual mutu, yang untuk implementasinya membutuhkan
pengembangan berbagai Standar dan pedoman lain yang bersifat teknis dan operasional. Kementerian
Kesehatan secara terus-menerus mengidentifikasi berbagai Standar dan pedoman yang sudah ada dan
menilai kesesuaiannya dengan Standar Nasional PKPR ini. Apabila diperlukan, dapat dilakukan revisi
terhadap berbagai Standar dan pedoman tersebut, sesuai dengan tuntutan dan perkembangan program.
Tidak tertutup kemungkinan dikembangkannya Standar dan pedoman baru agar Standar Nasional PKPR
ini dapat terus diimplementasikan.
Implementasi Standar Nasional PKPR merupakan tanggung jawab berbagai stakeholder yang
terkait pada berbagai tingkat administrasi. Di lingkungan Sektor Kesehatan, Kementerian Kesehatan,
Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas memiliki tugas dan
tanggung jawab masing-masing dalam memenuhi Standar Nasional PKPR.
12) PEMANTAUAN DAN PENILAIAN TINGKAT PEMENUHAN STANDAR
NASIONAL PKPR
Implementasi Standar Nasional PKPR perlu terus menerus dipantau dan dinilai. Pemantauan dan
penilaian yang dilakukan secara sistematis dan terencana akan menjamin terpenuhinya Standar tersebut
dan terselenggaranya PKPR dengan mutu yang ajeg dan merata di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Untuk keperluan pemantauan dan penilaian seperti diuraikan diatas, Standar Nasional PKPR ini
dilengkapi dengan instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan pemantauan terbatas tingkat
pemenuhan Standar Nasional PKPR di Puskesmas.
Donald A P Bundy, N. d. (2018). Investment in child and adolescent health and development: key
messages from Disease Control Priorities, 3rd Edtion. The Lancet Journals. Volume 391, Issue
10121 .
Efendi, F. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Firdaus Ujang, R. S. (2018). The Effects of Short Health Messages Intervention in Improving Knowledge
and Attitude on Sexual and reproductive Health among Late Adolescents at Colleges in Malaysia.
Open Journal of Preventive Medicine .
Hartono, S. &. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
https://portalberita.lumajangkab.go.id/detail_berita.php?id=aXGHgo9u
https://portalberita.lumajangkab.go.id/detail_berita.php?id=aHeJfg%3D%3D
Nessi Meilan, M. W. (2018). Kesehatan Reproduksi Remaja: Implementasi PKPR dalam Teman Sebaya.
Malang: Wineka Media.
PMK. (2016). Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga.
Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Ratna Kirana, T. S. (2014). Buku Pedoman Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli remaja
(PKPR). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Rita Eka Izzaty, S. P. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.