Anda di halaman 1dari 20

PROGRAM PENGEMBANGAN PUSKESMAS: UPAYA KESEHATAN REMAJA

Oleh:

1. YANUAR HORISOTUL R (162303101135)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
A. DEFINISI REMAJA

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.
Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional
sosial dan fisik.Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan
anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.Seperti yang dikemukakan oleh Calon bahwa masa
remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status
dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut (Sundari, 2004)masa remaja adalah peralihan dari
masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki
masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan
13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.

Hal senada diungkapkan oleh (Santrock, 2003) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,
dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga
21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja
awal, 15 – 18 tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir. Tetapi Monks,
Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12
tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir
18 – 21 tahun (Deswita, 2006: 192)

Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari dan Santrock tersebut menggambarkan
bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia
antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik,
maupun psikologis

B. KARAKTERISTIK REMAJA

Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja yang mencakup perubahan transisi biologis,
transisi kognitif, dan transisi sosial akan dipaparkan di bawah ini:

1. Transisi Biologis

Menurut (Santrock, 2003) perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada
saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial.Diantara
perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah
pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi).Selanjutnya, mulai berfungsinya
alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan
tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh (Sarwono, 2012).

Selanjutnya, bahwa perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan yaitu;
perertumbuhan tulang-tulang, badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang,
tumbuh payudara.Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai pertumbuhan
ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya, bulu kemaluan menjadi kriting, menstruasi
atau haid, tumbuh bulu-bulu ketiak.
Sedangkan pada anak laki-laki peubahan yang terjadi antara lain; pertumbuhan tulang-
tulang, testis (buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna
gelap, awal perubahan suara, ejakulasi (keluarnya air mani), bulu kemaluan menjadi keriting,
pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut
halus diwajaah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, akhir perubahan suara, rambut-rambut
diwajah bertambah tebal dan gelap, dan tumbuh bulu dada.

Pada dasarnya perubahan fisik remaja disebabkan oleh kelenjar pituitarydan kelenjar
hypothalamus. Kedua kelenjar itu masing-masing menyebabkan terjadinya pertumbuhan ukuran
tubuh dan merangsang aktifitas serta pertumbuhan alat kelamin utama dan kedua pada remaja
(Hartono, 2002).

2. Transisi Kognitif

Dalam perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial.Hal ini
menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif remaja.

Menurut (Santrock, 2003) secara lebih nyata pemikiran opersional formal bersifat lebih
abstrak, idealistis dan logis.Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan dengan anak-anak
misalnya dapat menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis dalam
berpikir seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan dunia. Remaja
berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk
memecahkan masalah dan secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan.

3. Transisi Sosial

Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak
dan selanjutnya pada masa remaja.Hubungan sosial anak pertama-tama masing sangat terbatas
dengan orang tuanya dalam kehidupan keluarga, khususnya dengan ibu dan berkembang semakin
meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain dan teman sejenis maupun lain jenis (Rita
Eka Izzaty, 2007)

C. PERUBAHAN PSIKOLOGIS REMAJA

1) PERUBAHAN PSIKOLOGIS YANG BERHUBUNGAN DENGAN MASA PUBERTAS

Bukti terbaru secara umum mendukung beberapa perubahan tingkah laku pada masa remaja. Ada
perubahan definisi pada hubungan kekeluargaan sewaktu masa remaja mereka mengalami konflik lebih
banyak dengan orangtuanya, khususnya dengan para ibu. Konflik cenderung mereda setelah tercapai masa
pubertas karena ada perubahan umum dalam pertalian keluarga dengan para ibu mereka, pada anak laki-
laki lebih lambat. Untuk anak wanita, ada juga suatu konflik khusus yang meningkat dengan para ibu dan
ada laporan anak wanita menurun hubungannya dengan ayahnya. Telah terbukti hormon sebagai
penyebab dari beberapa perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan masa remaja normal dan tidak
normal. Hormon yang timbul dapat mempengaruhi tingkah laku.

2) PERUBAHAN PSIKOLOGI MENUJU MASA REMAJA

Perubahan psikologi dari masa remaja sering digambarkan dengan dua kata badai dan tekanan
kenyataannya, sebagian besar masa remaja melewati dekade kedua dari kehidupan dengan kesulitan yang
minimal.

Fase Pertumbuhan Remaja


Tipe Usia Karakteristik Dampak
(tahun)

Remaja Dini 10-13 Masa Memperhatikan


pubertas, tahapan fisik
hubungan dan seksual, rasa
dengan tanggung jawab,
teman, interaksi dengan
kognisi alat verbal dan
konkret visual

Remaja 14-16 Muncul Menarik lawan


Pertengahan dorongan jenis, kebebasan
seksual, bertambah,
perubahan sikap
perilaku, ambivalen, ego
kebabasan, belum stabil
kognisi
abstrak

Remaja 17-21 Kematangan Hubungan


Akhir fisik, saling individual, lebih
berbagi rasa, terbuka,
edealis, memahami
emansipasi tanggung jawab,
mantap paham tujuan
hidup, paham
kesehatan

1) REMAJA DAN PERMASALAHANNYA


Masalah remaja sebagai usia bermasalah. Setiap periode hidup manusia punya masalahnya
tersendiri, termasuk periode remaja.Remaja seringkali sulit mengatasi masalah mereka. Ada dua alasan
hal itu terjadi, yaitu : pertama; ketika masih anak-anak, seluruh masalah mereka selalu diatasi oleh orang-
orang dewasa. Hal inilah yang membuat remaja tidak mempunyai pengalaman dalam menghadapi
masalah.Kedua; karena remaja merasa dirinya telah mandiri, maka mereka mempunyai gengsi dan
menolak bantuan dan orang dewasa.

Remaja pada umunya mengalami bahwa pencarian jati diri atau keutuhan diri itu suatu masalah
utama karena adanya perubahan-perubahan sosial, fisiologi dan psikologis di dalam diri mereka maupun
di tengah masyarakat tempat mereka hidup.Perubahan-perubahan ini dipergencar dalam masyarakat kita
yang semakin kompleks dan berteknologi modern.

Adapun masalah yang dihadapi remaja masa kini antara lain :

1. Kebutuhan akan figur teladan

Remaja jauh lebih mudah terkesan akan nilai-nilai luhur yang berlangsung dan
keteladanan orang tua mereka daripada hanya sekedar nasehat-nasehat bagus yang tinggal hanya
kata-kata indah

2. Sikap Apatis

Sikap apatis meruapakan kecenderungan untuk menolak sesuatu dan pada saat yang
bersamaan tidak mau melibatkan diri di dalamnya. Sikap apatis ini terwujud di dalam
ketidakacuhannya akan apa yang terjadi di masyarakatnya.

3. Kecemasan dan kurangnya harga diri

Kata stess atau frustasi semakin umum dipakai kalangan remaja.Banyak kaum muda yang
mencoba mengatasi rasa cemasnya dalam bentuk “pelarian” (memburu kenikmatan lewat
minuman keras, obat penenang, seks dan lainnya).

4. Ketidakmampuan untuk melibatkan diri

Kecenderungan untuk mengintelektualkan segala sesuatu dan pola pikir ekonomis,


membuat para remaja sulit melibatkan diri secara emosional maupun efektif dalam hubungan
pribadi dan dalam kehidupan di masyarakat.Persahabatan dinilai dengan untung rugi atau
malahan dengan uang.
5. Perasaan tidak berdaya

Perasaan tidak berdaya ini muncul pertama-tama karena teknologi semakin menguasai
gaya hidup dan pola berpikir masyarakat modern. Teknologi mau tidak mau menciptakan
masyarakat teknokratis yang memaksa kita untuk berpikir tentang keselamatan diri kita di tengah-
tengah masyarakat. Lebih jauh remaja mencari “jalan pintas”, misalnya menggunakan segala cara
untuk tidak belajar tetapi mendapat nilai baik atau ijazah

6. Pemujaan akan pengalaman

Sebagian besar tindakan-tindakan negatif anak muda dengan minumam keras, obat-obatan
dan seks pada mulanya berawal dan hanya mencoba-coba.Lingkungan pergaulan anak muda
dewasa ini memberikan pandangan yagn keliru tentang pengalaman.

2) MASALAH KESEHATAN YANG MUNCUL SEBAGAI IMPLIKASI DARI


PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN REMAJA

Beberapa ciri yang khas dari perkembangan remaja dapat dilihat bahwa masa awal remaja
adalah tahap dimana remaja mengalami krisis karena adanya perubahan cepat yang memunculkan sesuatu
yang dirasakan baru dan berbeda pada aspek fisik maupun psikososial mereka. Pertumbuhan organ seks
primer (menstruasi/mimpi basah)berimplikasi terhadap munculnya hasrat seksual dan ketertarikan
terhadap lawan jenis. Pertumbuhan karakteristik seks sekunder seperti penonjolan payudara pada remaja
perempuan, pembesaran testis pada remaja laki-laki, pertumbuhan rambut ketiak, atau rambut pubis
yang terlambat atau terlalu dini seringkali menimbulkan perasaan malu/minder/kurang percaya diri karena
merasa keadaan mereka berbeda dengan sebayanya.

Keinginan untuk mencari nilai dan energi baru, meningkatnya kecintaan terhadap diri sendiri
serta banyaknya fantasi terhadap kehidupan merupakan dunianya remaja. Keberadaan keluarga dan teman
sebaya menjadi kebutuhan yang penting bagi remaja untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Bila melihat kembali data masalah kesehatan remaja pada bagian awal tulisan ini dapatlah ditarik
benang merah bagaimana keterkaitan antara pertumbuhan dan perkembangan remaja dengan masalah
kesehatan yang terjadi. Banyak data menunjukan bahwa masalah kesehatan remaja berawal dari perilaku
yang berisiko. Meningkatnya angka kejadian seks pranikah pada remaja dapat dipahami sebagai
suatu perilaku yang timbul sebagai bentuk dorongan untuk melepaskan energi yang meningkat seiring
pertumbuhan seks sekunder. Perilaku merokok dan mengkonsumsi alkohol dan menggunakan obat-obat
terlarang lebih banyak terbentuk dari standar perilaku yang dibentuk oleh kelompok sebaya dimana
mereka terikat di dalamnya. Kelompok sebaya memiliki pengaruh kuat bagi remaja dalam proses mereka
mencari nilai-nilai baru (Wulandari, 2014).

1) MASALAH KESEHATAN MENTAL SELAMA MASA REMAJA

Selama masa remaja, insiden kelainan-kelainan mental sama untuk anak laki-laki dan wanita.
Depresi dan kelainan makan adalah yang paling banyak pada anak wanita dan kelainan kebiasaan lebih
sering pada anak laki-laki.

1. Depresi
Perasaan depresi umum terjadi selama masa remaja. Pada beberapa penelitian satu di
antara tiga anak wanita dan hampir 15% dari anak laki-laki dilaporkan mempunyai gejala seperti
itu. Insiden kelainan depresi yang tampak kira-kira 5%. Risiko bunuh diri di antara remaja yang
depresi meningkat secara nyata.

2. Kelainan Makan

Remaja wanita mempunyai risiko yang sangat besar untuk menderita anoreksia nervosa
dan bulimia. Hampir 0,5% dari anak wanita yang berusia 12-15 tahun akan menjadi anoreksia
nervosa dan 5-18% mempunyai kecenderungan bulimia. Kelainan yang menyebabkan
berhentinya makan dipengaruhi oleh respons abnormal dalam program perkembangan normal
remaja karena adanya suatu perkembangan bentuk tubuh, kebingungan menyeluruh dalam
identifikasi jenis kelamin, dan fungsi keluarga yang abnormal misalnya terlalu terkekang, dalam
keluarga kacau atau pisah total. Efek langsung dari lingkungan sosial terhadap suatu kegemukan
atau kekurusan, tidak jelas. Mortalitas jangka panjang dari anoreksia nervosa dan bulimia adalah
10-15%. Kegemukan terjadi pada hampir 15% para remaja. Inter vensi terhadap kegemukan yang
sangat efektif adalah dengan program kelompok dengan pendekatan kebiasaan nutrisi dan
kegiatan gaya hidup dari para remaja.

2) PERMASALAHAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

Menurut FIGO (Federation International de Gynecology et d’Obstertrique) batasan kesehatan


reproduksi adalah kemampuan untuk bereproduksi, mengatur reproduksi dan untuk menikmati hasil
reproduksinya. Batasan tersebut harus diikuti dengan keberhasilan untuk mempertahankan hasil
reproduksi dan tumbuh kembangnya. Pubertas pada remaja merupakan masa peralihan antara masa anak
dan masa dewasa. Tidak ada batas yang jelas antara akhir masa anak awal dan awal masa pubertas, akan
tetapi dapat dikatakan bahwa pubertas mulai dengan awal berfungsinya ovarium. Pubertas berakhir pada
saat ovarium sudah berfungsi dengan mantap dan ovulasi teratur, secara klinis pubertas dimulai dengan
timbulnya ciri-ciri seks sekunder dan berakhir jika sudah ada kemampuan reproduksi.

Pubertas pada wanita dimulai kira-kira pada umur 8-14 tahun dan berlangsung kurang lebih
selama 4 tahun. Awal pubertas jelas dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (kesehatan dan
gizi). Usia menarche sekarang berkisar antara 11-13 tahun namun umur rata-rata menarche dan ovulasi
pada saat ini cenderung lebih muda daripada beberapa dekade yang lalu. Sebagai akibat menarche awal
dan mungkin oleh karena kebebasan seksual, banyak pusat pelayanan obstetri mengalami peningkatan
kasus kehamilan remaja. Committee on adolescents, menyatakan sebenarnya seksual pranikah, kehamilan
dan abortus adalah kebebasan individu dan sulit dicegah. Menurut Fielding dan Williams (1991),
peningkatan kehamilan pada usia muda setiap tahun menghasilkan 15 juta kelahiran dari ibu usia muda
pada tahun 1988. Di Amerika Serikat dari 1 juta wanita usia muda yang hamil, hampir semuanya tidak
menginginkan kehamilannya, lebih dari 40% melakukan aborsi dan 38% saat melahirkan berusia kurang
dari 17 tahun. Data yang dihimpun dari 12 rumah sakit pendidikan yang dihimpun oleh BKS PENFIN
bekerja sama dengan International Fertility Research Program (IFRP) di Indonesia (1977-1980)
mendapatkan primigravida muda 4,65% dari seluruh primigravida atau 1,6% dari seluruh persalinan.
B. UPAYA KESEHATAN REMAJA

Peran pelayanan kesehatan dalam mengatasi masalah kesehatan remaja Dalam keadaan sehat
maupun sakit para remaja perlu mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Pelayanan
kesehatan bagi remaja sebaiknya terpisah dengan pelayanan lainnya. Pelayanan tersebut memerlukan
keterlibatan yang penuh dari para remaja sendiri, orang tua, petugas kesehatan yang profesional dan
masyarakat. Pada hakekatnya inti pelayanan kesehatan kepada remaja meliputi:
1. bimbingan yang berlanjut untuk mencegah terjadinya morbiditas baru

2. melakukan pemeriksaan rutin untuk memantau kesehatan mereka

3. menilai dan memantau proses biologis pubertas remaja dengan berbagai keluhan yang
mungkin timbul.

Remaja berada dalam masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak untuk menjadi dewasa.
Secara fisik, remaja dapat dikatakan sudah matang tetapi secara psikis/kejiwaan belum matang. Beberapa
sifat remaja yang menyebabkan tingginya resiko antara lain: rasa keingintahuan yang besar tetapi kurang
mempertimbangkan akibat dan suka mencoba hal-hal baru untuk mencari jati diri.
Bila tidak diberikan informasi/pelayanan remaja yang tepat dan benar, maka perilaku remaja
sering mengarah kepada perilaku yang beresiko, seperti: penyalahgunaan NAPZA (Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya), perilaku yang menyebabkan mudah terkena infeksi HIV/AIDS,
Infeksi menular seksual (IMS), masalah gizi (anemia/kurang darah, kurang energi kronik (KEK),
obesitas/kegemukan) dan perilaku seksual yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

Sejak tahun 2003, model pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau remaja,
menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka
akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan dan
selera remaja diperkenalkan dengan sebutan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).

Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi:
Remaja

1. Menyelenggarakan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD).

2. Menyelenggarakan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah menengah.

3. Menambah jumlah Puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan


peduli remaja (PKPR).

4. Mengupayakan penundaan usia perkawinan. (PMK, 2016)

Upaya Penurunan Prevalensi Balita Pendek (Stunting)


Remaja:
1. Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi
seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba.

2. Pendidikan kesehatan reproduksi. (PMK, 2016)

1) DEFINISI PKPR

PKPR singkatan dari Pelayananan Kesehatan Peduli Remaja. PKPR adalah program pemerintah
yang diampu Dinas Kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota, dikoordinas Dinkes tingkat Provinsi, untuk
melayani kesehatan remaja. Program ini secara resmi telah berjala sejak tahun 2003. Di tingkat lapangan,
PKPR dijalankan oleh Puskesmas.
PKPR adalah Pelayanan Kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja,
menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan,peka
aka kebutuhan terkait dengan kesehatannya serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan remaja.

PKPR adalah pelayanan kesehatan pada remaja yang mengakses semua golongan remaja, dapat
diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien.

Disini remaja tidak perlu ragu dan khawatir untuk curhat/konseling, mendapatkan informasi yang
benar dan tepat untuk berbagai hal yang perlu diketahui remaja.

Pemberian layanan pada remaja dengan model PKPR ini merupakan salah satu strategi yang
penting dalam mengupayakan kesehatan yang optimal bagi remaja, karena pelayanan yang cocok untuk
remaja adalah yang berorientasi pada prinsip hak-hak anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik
bagi anak, hak hidup, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, serta penghargaan pendapat anak.
Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Puskesmas telah dikembangkan sejak tahun
2003. Sejak tahun 2009 diupayakan setiap kabupaten/kota minimal memiliki 4 Puskesmas mampu
tatalaksana Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja. Sampai dengan tahun 2012 Puskesmas PKPRberjumlah
3.191 unit (Profil KesehatanIndonesia, 2012).

Melihat pentingnya PKPR danhubungannya dengan kesehatan remaja,tulisan ini mengangkat


tentang pelaksanaanprogram PKPR Kota Jakarta sebagai bagiandari Penelitian Pengembangan
ModelPelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja di4 kota, yaitu di kota Medan, Jakarta Pusat, Surabaya,
dan Bandung pada tahun 2011(Kesehatan, 2011).

2) TUJUAN PKPR
1. Meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas.

2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah kesehatan


khusus remaja,

3. Meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi pelayanan


kesehatan remaja.
4. Menambah wawasan dan teman melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan, dialog interaktif,
Focus Group Discussion (FGD), seminar, jambore, dll

5. Konseling/curhat masalah kesehatan dan berbagai masalah remaja lainnya (dan


kerahasiaannya dijamin)

6. Remaja dapat menjadi peer counselor/kader kesehatan remaja agar dapat ikut membantu
teman yang sedang punya masalah

3) LANDASAN HUKUM BAGI PROGRAM PKPR


1. UUD 1954, khususnya di pasal 28 B Ayat 2 dan 28 H Ayat 1

a. Pasal 28B ayat 2: Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh & berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan & diskriminasi.

b. Pasal 28 H ayat 1:Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir & batin, bertempat tinggal
& mendapatkan lingkungan hidup yang baik, sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan
2. UU Kesehatan No 36 tahun 2009, khususnya di pasal 136 dan 137

a. Pasal 136 :Upaya pemeliharaan kesehatan remaja untuk mempersiapkan menjadi orang
dewasa yang sehat dan produktif baik sosial maupun ekonomitermasuk untuk
reproduksi remaja dilakukan agar terbebas dari berbagai gangguan kesehatan yang dapat
menghambat kemampuan menjalani kehidupan reproduksi secara sehat

b. Pasal 137 :Pemerintah berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh edukasi,
informasi, dan layanan mengenai kesehatan remaja agar mampu hidup sehat dan
bertanggung jawab.

3. UU Perlindungan Anak No 23 tahun 2002

4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:1457/MENKES/ SK/X/2003 tentang Standar


Pelayanan MinimalBidang Kesehatan di Kabupaten / Kota
5. SKB 4 Menteri NO1/U/SKB/2003, NO.1067/MENKES/SKB/VII/2003, NO MA/230
A/2003, NO.26 tahun 2003 tentang Pembinaan dan Pengembangan UKS

4) JENIS KEGIATAN DALAM PKPR

Selain memberikan layanan pencegahan (preventive), Pengobatan (kuratif), Promosi dan


Rehabilitasi, Puskesmas PKPR juga menjalankan kegiatan sebagai berikut :

1. Pemberian informasi dan edukasi


a. Dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung secara perorangan atau kelompok

b. Dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih mengunakan materi dari puskesmas
c. Menggunakan metode ceramah Tanya jawab, FGS ( focus group discussion ), diskusi
interaktif yang dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau elektronik.

d. Menggunakan bahasa yang sesuai denga sasaran dan mudah di mengerti.

2. Pelayanan klinis medis (termasuk pemeriksaan penunjang & rujukan)

3. Konseling
a. Pengertian

Konseling adalah suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan seseorang


kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan perasaan yang
terlibat didalamnya dengan didasari saling menghormati dan saling menghargai.

Konseling adalah Suatu hubungan saling membantu antara dua orang: konselor dan
klien (dalam situasi saling tatap muka) memutuskan bekerja sama dalam upaya membantu
klien menolong dirinya sendiri untuk :

1) Menyelesaikan masalah2 tertentu dalam hidupnya

2) Lebih dapat mengerti dirinya

3) Lebih dapat menyesuaikan dirinya

b. Ciri – ciri konseling


1) Interaksi dinamis yang bersifat langsung dan timbal balik

2) Menghargai kemampuan dan potensi yang ada pada klien

3) Berorientasi pada pemecahan masalah, mendorong perubahan prilaku dan pemenuhan


kebutuhan klien

4) Bersifat pribadi namun profesional


c. Tujuan konseling
1) Memberikan keterampilan, pengetahuan dan jangkauan kepada berbagai sumber daya
2) Membantu klien menanggapi masalah2 dalam kehidupan klien

d. Proses konseling
1) Sebaiknya jangan hanya diberikan sekali, sebenarnya merupakan proses jangka
panjang

2) Konseling dapat diberikan secara individual,maupun kelompok

3) Memakai pendekatan humanistik, yaitu individu mempunyai kebebasan untuk


memilih / menentukan yang dianggapnya terbaik bagi dirinya sendiri

e. 6 langkah kunci konseling


1. Great ( berikan salam )

2. Ask ( tanyakan )

3. Tell ( berikan informasi )

4. Help ( bantu )

5. Explaining ( jelaskan )

6. Return ( kunjungan )
f. Sifat – sifat yang diperlukan dari konselor

1) Menerima

2) Terbuka

3) Memiliki minat dan kesanggupan untuk membantu orang lain

4) Sabar dan adil, emosi stabil, tenang dan simpatik

5) Supel, ramah, menyenangkan , perhatian terhadap orang lain

6) Memiliki keberanian menghadapi masalah

7) Memahami batas – batas lkemampuan yang ada pada dirinya

8) Mampu mengenal dan memahami klien

4. Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)


PKHS merupakan kemampuan psikologis seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan
mengatasi masalah dalam kehidupan sehari – hari secara efektif.
PKHS dapat diberikan secara berkelompok dimana saja disekolah, puskesmas, rumah
singgah, sanggar, dll.
Kompetensi psikososial ( PKHS ) memiliki 10 aspek yaitu :
a. Pengambilan keputusan

b. Pemecahan masalah

c. Berfikir kreatif

d. Berfikir kritis

e. Komunikasi efektif

f. Hubungan interpersonal

g. Kesadaran diri

h. Empati

i. Mengendalikan emosi

j. Mengatasi stress
PKHS dapat dilaksanakan dalam bentuk bermain peran, drama, diskusi, dll.

5. Pelatihan Konselor Sebaya


Keuntungan melatih remaja menjadi kader kesehatan remaja ( pendidik sebaya ) yaitu
pendidik sebaya akan berperan sebagai agen perubah sebayanya untuk berprilaku sehat, sebagai
agen promotor keberadaan PKPR, dan sebagai kelompok yang siap membantu dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Pendidik sebaya dapat diberikan pelatihan
tambahan untuk memperdalam keterampilan interpersonal relationship dan konseling sehingga
dapat berperan sebagai konselor remaja.

6. Pelayanan Rujukan
Rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi, rujukan social, dan rujukan pranatta
hukum.

5) LAYANAN KESEHATAN YANG TERSEDIA DALAM PKPR


Secara umum, semua keluhan yang dapat ditangani oleh Puskesmas di tingkat pelayanan dasar
dapat dilayani di Puskesmas PKRP. Termasuk di dalamnya adalah Layanan Kesehatan Reproduksi dan
Seksual. Sebagai contoh, beberapa layanan yang dilayani PKPR adalah :
1. Pemeriksaan Kehamilan bagi remaja

2. Konseling semua masalah Kesehatan Reproduksi dan Seksual

3. Konsultasi mengenai masalah kejiwaan

4. HIV&AIDS

5. Infeksi Menular Seksual (IMS)

6. Anemia

6) CARA REMAJA MENGAKSES PUSKESMAS PKPR

Cara mengaksesnya adalah dengan datang ke Puskesmas. Proses dimulai dari pendaftaran,
mengantri, dan mendapatkan layanan. Perlu diingat, belum semua Puskesmas PKPR memberikan
pelayanan kepada remaja secara terpisah. Sebagian besar layanan remaja masih digabungkan dengan
pelayanan umum.

Selain itu, Jam layanan Puskesmas adalah bertepatan dengan Jam sekolah. Bagi remaja yang
masih bersekolah, waktu untuk mengakses bisa menjadi kendala. Beberapa Puskesmas sudah membuka
layanan konseling lewat Alat Komunikasi, dan dapat membuat “janjian” untuk mendapatkan layanan.
Maka, ada baiknya telpon dulu pihak Puskesmas apakah memiliki layanan ini atau tidak, jika kamu tidak
ingin kecewa.

7) PENGGUNA PELAYANAN PKPR

Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa sasaran
pengguna layanan PKPR adalah kelompok remaja usia 10-18 tahun. Walaupun demikian, mengingat
batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19 tahun, maka Kementerian Kesehatan menetapkan
sasaran pengguna layanan PKPR meliputi remaja berusia 10 sampai 19 tahun, tanpa memandang status
pernikahan.

Fokus sasaran layanan puskesmas PKPR adalah berbagai kelompok remaja, antara lain:

1. Remaja di sekolah: sekolah umum, madrasah, pesantren, sekolah luar biasa.


2. Remaja di luar sekolah: karang taruna, saka bakti husada, palang merah remaja, panti yatim
piatu/rehabilitasi, kelompok belajar mengajar, organisasi remaja, rumah singgah, kelompok
keagamaan.

3. Remaja putri sebagai calon ibu dan remaja hamil tanpa mempermasalahkan status
pernikahan.

4. Remaja yang rentan terhadap penularan HIV, remaja yang sudah terinfeksi HIV, remaja yang
terkena dampak HIV dan AIDS, remaja yang menjadi yatim/piatu karena AIDS

5. Remaja berkebutuhan khusus, yang meliputi kelompok remaja sebagai berikut:


a. Korban kekerasan, korban traficking, korban eksploitasi seksual

b. Penyandang cacat, di lembaga pemasyarakatan (LAPAS), anak jalanan, dan remaja


pekerja

c. Di daerah konflik (pengungsian), dan di daerah terpencil

8) PAKET PELAYANAN REMAJA YANG SESUAI DENGAN KEBUTUHAN

Meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang harus diberikan secara
komprehensif di semua tempat yang akan melakukan pelayanan remaja dengan pendekatan PKPR.
Intervensi meliputi:

1. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja (meliputi infeksi menular seksual/IMS, HIV&AIDS)


termasuk seksualitas dan pubertas
2. Pencegahan dan penanggulangan kehamilan pada remaja
3. Pelayanan gizi (anemia, kekurangan dan kelebihan gizi) termasuk konseling dan edukasi

4. Tumbuh kembang remaja

5. Skrining status TT pada remaja

6. Pelayanan kesehatan jiwa remaja, meliputi: masalah psikososial, gangguan jiwa, dan kualitas
hidup

7. Pencegahan dan penanggulangan NAPZA

8. Deteksi dan penanganan kekerasan terhadap remaja

9. Deteksi dan penanganan tuberkulosis

10. Deteksi dan penanganan kecacingan


9) LANGKAH-LANGKAH DALAM PROSES PENGEMBANGAN DAN
PEMANFAATAN STANDAR NASIONAL PKPR

Selama ini PKPR telah dilaksanakan oleh Puskesmas di seluruh wilayah Indonesia dimana
penyelenggaraannya disesuaikan dengan situasi-kondisi masing-masing Puskesmas sehingga wajar kalau
mutu PKPR menjadi bervariasi. Dengan demikian perlu dikembangkan standar yang dapat menjamin
mutu PKPR secara terukur, merata, dan ajeg. Proses pengembangan standar ini dilakukan melalui
beberapa langkah yang dibutuhkan hingga pada akhirnya tersusunlah Standar Nasional PKPR.

Langkah- langkah tersebut, antara lain:

1. Mengembangkan pemahaman bersama bagi stakeholder tentang:


a. Kesehatan remaja dan respon yang sudah ada dalam perundang-undangan, dokumen
kebijakan, strategi nasional, dan rencana aksi.

b. Memahami permasalahan dan perilaku berisiko remaja, perilaku pemanfaatan pelayanan


kesehatan, hambatan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, dan pentingnya pembentukan
dan pengembangan jejaring;

c. Peluang dan tantangan dalam implementasi inisiatif peningkatan mutu pelayanan kesehatan
secara nasional.

2. Menentukan dampak pelayanan kesehatan remaja yang diinginkan dan menetapkan prioritasnya;
mengidentifikasi jenis dan tempat pelayanan serta komoditas kesehatan terkait dengan prioritas
dampak kesehatan remaja yang ingin dicapai, meliputi pemberian informasi, layanan konseling,
layanan klinik, dan rujukan.

3. Perumusan pernyataan masalah yaitu kesenjangan antara keadaan sekarang dan keadaan ideal
yang diinginkan. Langkah ini dilakukan dengan melibatkan berbagai stakeholder yang
berkepentingan dengan remaja.

4. Perumusan pernyataan standar yaitu keadaan yang diinginkan, artinya situasi sesudah dilakukan
tindakan dengan berhasil guna.

5. Pemilihan kriteria utama:


a. Kriteria input (masukan) yaitu hal-hal yang harus tersedia di puskesmas dan tempat pelayanan
lain.
b. Kriteria proses yaitu cara petugas puskesmas berinteraksi di tempat pelayanan dengan
remaja dan dengan tokoh masyarakat/orangtua remaja

c. Kriteria output (luaran) adalah hasil yang diinginkan pada sasaran remaja pengguna pelayanan
kesehatan dan tokoh masyarakat lainnya.
6. Identifikasi aksi/kegiatan yang diperlukan agar kriteria tercapai.

7. Pemilihan kriteria yang akan digunakan dalam pemantauan terbatas untuk mengetahui hasil
penerapan Standar.

8. Pengembangan tambahan perangkat pemantauan dan supervisi fasilitatif yang


diintegrasikan dengan sistem supervisi yang sudah ada.

9. Integrasi standar pada mekanisme perencanaan dan RR (Reporting-Recording atau


pencatatan-pelaporan) PKPR yang sudah ada di kabupaten/kota.

Dari hasil proses tersebut, ditetapkan lima kelompok masalah yang akan diintervensi berkaitan
dengan:

1. Kualitas SDM kesehatan pelaksana PKPR

2. Pelaksanaan PKPR terkait fasilitas kesehatan

3. Kesenjangan informasi yang diterima oleh remaja sasaran PKPR, dan pelayanan yang belum
sesuai dengan kebutuhan mereka

4. Kebutuhan jejaring antara pemangku kepentingan dan kelompok masyarakat

5. Kebutuhan penguatan manajemen pelayanan.

Berdasarkan kelompok masalah tersebut, ditetapkanlah lima aspek Standar Nasional PKPR yang
berkaitan dengan SDM kesehatan, fasilitas kesehatan, remaja, jejaring dan Manjemen Kesehatan.

Untuk masing-masing aspek Standar Nasional PKPR tersebut diuraikan berdasarkan kriteria
Input, Proses dan Output. Pencapaian kriteria input, dan proses di setiap tingkat administrasi, yaitu
nasional, propinsi kabupaten/kota dan puskesmas harus diverifikasi secara berkala

Dari berbagai kriteria yang telah identifikasi untuk setiap standar, dipilih dua atau tiga kriteria
selektif yang akan digunakan melakukan Pemantauan Terbatas kualitas PKPR. Dalam pemilihan kriteria
yang akan diverifikasi melalui Pemantauan Terbatas tersebut digunakan ketentuan:

1. Kriteria terpilih harus berkontribusi secara bermakna pada pemenuhan Standar Nasional PKPR.

2. Kriteria terpilih harus mudah dimonitor dengan menggunakan perangkat yang terbatas.
10) PERNYATAAN STANDAR NASIONAL PKPR

Standar Nasional PKPR adalah dokumen tertulis yang berisi berbagai persyaratan mutu PKPR,
yang meliputi persyaratan mutu masukan (input), proses, maupun luaran (output). Standar Nasional
PKPR dikembangkan untuk digunakan sebagai pedoman dalam mengarahkan dan menilai mutu
PKPR. Jadi pada dasarnya Standar Nasional PKPR adalah pedoman pengendalian mutu yang digunakan
oleh fasilitas kesehatan untuk meningkatkan dan menjamin mutu PKPR yang telah dilaksanakan. Untuk
dapat menggunakan standar ini, pertama-tama fasilitas kesehatan harus terlebih dahulu mampu
melaksanakan PKPR.

Adapun kriteria Puskesmas mampu melaksanakan PKPR sebagai berikut :

1. Memberikan pelayanan konseling pada semua remaja yang memerlukan konseling yang kontak
dengan petugas PKPR.

2. Melakukan pembinaan pada minimal 1 (satu) sekolah dalam 1 (satu) tahun di sekolah umum atau
sekolah berbasis agama, dengan minimal melaksanakan kegiatan KIE di sekolah binaan minimal
2 kali dalam setahun.

3. Melatih konselor sebaya di sekolah minimal sebanyak 10% dari jumlah murid sekolah binaan.

Selanjutnya, untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan PKPR, Puskesmas harus


meningkatkan mutu masukan dan proses kegiatannya sebagaimana dinyatakan di dalam dokumen Standar
Nasional PKPR ini.

Standar Nasional PKPR ini mengatur 5 aspek yang berkaitan dengan penyelenggaraan PKPR,
yaitu:

1. SDM kesehatan

2. Fasilitas kesehatan

3. Remaja

4. Jejaring, dan

5. Manjemen Kesehatan

11) IMPLEMENTASI STANDAR NASIONAL PKPR

Standar Nasional PKPR adalah sebuah manual mutu, yang untuk implementasinya membutuhkan
pengembangan berbagai Standar dan pedoman lain yang bersifat teknis dan operasional. Kementerian
Kesehatan secara terus-menerus mengidentifikasi berbagai Standar dan pedoman yang sudah ada dan
menilai kesesuaiannya dengan Standar Nasional PKPR ini. Apabila diperlukan, dapat dilakukan revisi
terhadap berbagai Standar dan pedoman tersebut, sesuai dengan tuntutan dan perkembangan program.
Tidak tertutup kemungkinan dikembangkannya Standar dan pedoman baru agar Standar Nasional PKPR
ini dapat terus diimplementasikan.

Implementasi Standar Nasional PKPR merupakan tanggung jawab berbagai stakeholder yang
terkait pada berbagai tingkat administrasi. Di lingkungan Sektor Kesehatan, Kementerian Kesehatan,
Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas memiliki tugas dan
tanggung jawab masing-masing dalam memenuhi Standar Nasional PKPR.
12) PEMANTAUAN DAN PENILAIAN TINGKAT PEMENUHAN STANDAR
NASIONAL PKPR

Implementasi Standar Nasional PKPR perlu terus menerus dipantau dan dinilai. Pemantauan dan
penilaian yang dilakukan secara sistematis dan terencana akan menjamin terpenuhinya Standar tersebut
dan terselenggaranya PKPR dengan mutu yang ajeg dan merata di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Untuk keperluan pemantauan dan penilaian seperti diuraikan diatas, Standar Nasional PKPR ini
dilengkapi dengan instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan pemantauan terbatas tingkat
pemenuhan Standar Nasional PKPR di Puskesmas.

Dengan pemantauan yang berkesinambungan, penyimpangan dan/atau ketidaksesuaian terhadap


Standar dapat dengan cepat diidentifikasi sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi sedini mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Donald A P Bundy, N. d. (2018). Investment in child and adolescent health and development: key
messages from Disease Control Priorities, 3rd Edtion. The Lancet Journals. Volume 391, Issue
10121 .

Efendi, F. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Firdaus Ujang, R. S. (2018). The Effects of Short Health Messages Intervention in Improving Knowledge
and Attitude on Sexual and reproductive Health among Late Adolescents at Colleges in Malaysia.
Open Journal of Preventive Medicine .

Hartono, S. &. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

https://portalberita.lumajangkab.go.id/detail_berita.php?id=aXGHgo9u

https://portalberita.lumajangkab.go.id/detail_berita.php?id=aHeJfg%3D%3D

Nessi Meilan, M. W. (2018). Kesehatan Reproduksi Remaja: Implementasi PKPR dalam Teman Sebaya.
Malang: Wineka Media.

PMK. (2016). Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga.
Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Ratna Kirana, T. S. (2014). Buku Pedoman Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli remaja
(PKPR). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Rita Eka Izzaty, S. P. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.

Santrock. (2003). Adolscence:Perkembangan Remaja Edisi 6. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S. W. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sundari, S. R. (2004). Perkembangan Anak & Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.

Wulandari, A. (2014). Karakteristik Pertumbuhan Perkembangan Remaja dan Implikasinya terhadap


Permasalahan Kesehatan dan Keperawatannya. Jurnal Keperawatan Anak. Volume 2, No. 1, 39-43 ,
40-42.

Anda mungkin juga menyukai