Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa
2.1.1 Definisi Kelapa
Buah kelapa adalah buah tropis yang dihasilkan dari tanaman Cocos
nucifera, termasuk dalam keluarga Arecaceae atau palem-paleman. Buah kelapa
berbentuk bulat pada beberapa sisinya agak menyudut, berukuran kira-kira
sebesar kepala manusia. Warna buah kelapa ada yang hijau dan ada yang kuning
tergantung varietasnya. Daging buah kelapa terbungkus kulit bagian luar berupa
serabut yang tebal dan bagian dalam berupa kayu keras atau tempurung.
Tempurung kelapa membungkus daging buah berwarna putih bersih dan air buah.
Air yang terdapat dalam buah berwarna bening sedikit keruh, rasanya manis
menyegarkan. (Setyamidjaja, 1994)
Habitat tanaman kelapa adalah dataran rendah tropis. Tanaman ini
memiliki toleransi tinggi terhadap tanah bersalinitas tinggi, oleh karena itu sering
dijumpai tumbuh dipesisir pantai. Meskipun begitu pohon kelapa masih bisa
tumbuh di dataran tinggi namun perkembangannya lebih lambat.
Seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
manusia, sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena
hampir seluruh bagian dari pohon, akar, batang, daun, dan buahnya dapat
digunakan untuk kebutuhan kehidupan manusia sehari-hari. (Setyamidjaja, 1994)

Gambar 2.1 Buah Kelapa


(Sumber: Djatmiko, 2008)

4
5

Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua pendapat mengenai asal-usul


kelapa. Amerika Selatan semula diperkirakan sebagai negara asal tanaman kelapa.
Sejak ribuan tahun Sebelum Masehi, kelapa sudah dibudidayakan disekitar
Lembah Andes di Kolumbia, Amerika Selatan (Perera et al., 2000). Menganalisis
DNA populasi kelapa dari berbagai negara menggunakan RFLP (Restriction
Fragmen Length Polymorphism). Penelitian tersebut membuktikan penyebaran
tanaman kelapa berasal dari Asia Tenggara menuju Pasifik dan pantai barat
Amerika. Hal tersebut didukung oleh Teulat et al. (2000) dan Perera et al. (2000)
bahwa penyebaran kelapa berawal dari Benua Asia ke arah Timur menuju Pasifik
dan Amerika, serta ke barat menuju Afrika. Cara penyebaran buah kelapa bisa
melalui aliran sungai atau lautan, atau dibawa oleh para awak kapal yang sedang
berlabuh dari pantai yang satu ke pantai yang lain (Warisno, 1998)

Gambar 2.2 Pohon Kelapa


(Sumber: Djatmiko, 2008)
2.1.2 Komposisi Buah Kelapa
Buah kelapa berbentuk bulat yang terdiri dari 35 % sabut (eksokarp dan
mesokarp), 12 % tempurung (endokarp), 28 % daging buah (endosperm), dan 25
% air. Tebal sabut kelapa kurang lebih 5 cm dan daging buah 1 cm atau lebih.
Buah kelapa yang sudah tua mengandung kalori yang tinggi, sebesar 359 kal per
100 gram; daging kelapa setengah tua mengandung kalori 180 kal per 100 gram
dan daging kelapa muda mengandung kalori sebesar 68 kal per 100 gram. Sedang
6

nilai kalori rata-rata yang terdapat pada air kelapa berkisar 17 kalori per 100 gram.
Air kelapa hijau, dibandingkan dengan jenis kelapa lain banyak mengandung
tanin atau antidotum (anti racun) yang paling tinggi. Ketaren (1986)

Kandungan zat kimia lain yang menonjol yaitu berupa enzim yang mampu
mengurai sifat racun. Komposisi kandungan zat kimia yang terdapat pada air
kelapa antara lain asam askorbat atau vitamin C, protein, lemak, hidrat arang,
kalsium atau potassium. Mineral yang terkandung pada air kelapa ialah zat besi,
fosfor dan gula yang terdiri dari glukosa, fruktosa dan sukrosa. Kadar air yang
terdapat pada buah kelapa sejumlah 95,5 gram dari setiap 100 gram. (Direktorat
Gizi Depkes RI, 1981)

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa Segar Pada 3 Tingkatan Umur

(Direktorat Gizi Depkes RI, 1981)


2.2 Minyak Kelapa
Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemaknya digolongkan
kedalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar jika
dibandingkan asam lemak lainnya. Minyak kelapa yang belum dimurnikan
mengandung sejumlah kecil komponen bukan minyak, misal gum dan sterol serta
asam lemak bebas. Sterol bersifat tidak berwarna, tidak berbau, stabil dan
berfungsi sebagai penstabil dalam minyak. Zat warna alamiah yang terdapat pada
minyak kelapa adalah karoten yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan stabil
pada suhu tinggi. (Ketaren, 2008)
7

Tabel 2.2 Komposisi Minyak dalam Kelapa

(Sumber: Ketaren, 1986)


Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa

(Sumber: Ketaren, 1986)

2.3 Perbedaan Lemak dan Minyak


Pada umumnya untuk pengertian sehari-hari lemak merupakan bahan
padat dalam suhu kamar, sedang minyak dalam bentuk cair dalam suhu kamar,
tetapi keduanya terdiri dari molekul-molekul trigliserida.
8

Lemak adalah zat organik yang sifatnya tidak dapat larut dalam air. Lemak
merupakan penghasil kalori yang terbanyak. Zat lemak terdiri dari asam lemak
dan gliserin. Asam lemak terdiri dari: stearin, palmitin, dan minyak.
Minyak adalah lemak tak jenuh yang cair pada suhu kamar. Jika hanya ada
satu ikatan rangkap dalam molekulnya, maka dikenal sebagai lemak tak jenuh
tunggal, misalnya minyak zaitun. Jika ada lebih dari satu ikatan rangkap, maka
dikenal sebagai lemak tak jenuh ganda, misalnya minyak canola.
Minyak merupakan bahan cair di antaranya disebabkan rendahnya
kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak yang tidak
jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap di antara atom-atom
karbonnya, sehingga mempunyai titik lebur yang rendah. (Winarno, 1991).
Tabel 2.4 Klasifikasi Minyak Nabati
Kelompok lemak Jenis lemak/minyak
1. Lemak (berwujud padat) Lemak biji coklat, inti sawit, cohune,
babassu, tengkawang, nutmeg butter,
mowvah butter, shea butter.
2. Minyak (berwujud cair)
a. Tidak mengering Minyak zaitun, kelapa, inti zaitun,
(non drying oil) kacang tanah, almond, inti alpukat, inti
plum, jarak rape, mustard.

b. Setengah mengering Minyak dari biji kapas, kapok, jagung,


(semi drying oil) gandum, biji bunga matahari, croton
dan urgen.

c. Mengering Minyak kacang kedelai, safflower,


(drying oil) argemone, hemp, walnut, biji poppy,
biji karet, perilla, tung, linseed, dan
candle nut.
(Sumber: Ketaren, 1986)
2.4 Proses Pengambilan Minyak
Lemak dan minyak dapat diperoleh dari ekstraksi jaringan hewan atau
tanaman dengan tiga cara, yaitu rendering, pengepresan (pressing), atau dengan
pelarut.
2.4.1 Rendering
Rendering merupakan suatu cara yang sering digunakan untuk
mengekstraksi minyak hewan dengan cara pemanasan. Pemanasan dapat
9

dilakukan dengan air panas (wet rendering). Lemak akan mengapung di


permukaan sehingga dapat dipisahkan. Pemanasan tanpa air biasanya dipakai
untuk mengekstraksi minyak babi dan lemak susu. Secara komersial rendering
dilakukan dengan menggunakan ketel vakum. Protein akan rusak oleh panas dan
air akan menguap sehingga lemak dapat dipisahkan. Dengan metode rendering
dapat menghasilkan minyak sekitar 60-70%. (Winarno, 1991)
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air tinggi.
Penggunaan panas bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel
bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh
minyak atau lemak yang terkandung di dalamnya. Menurut pengerjaannya
rendering dibagi dalam dua cara yaitu wet rendering dan dry rendering. Wet
rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama
berlangsungnya proses. Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan
air selama proses berlangsung. (Ketaren, 2008)
2.4.2 Pengepresan Mekanis
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,
terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk
memisahkan minyak dari bahan yang berkadar tinggi (30-70%). Pengepresan
mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak
dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan
serpih, perajangan dan penggilingan serta tempiring atau pemanasan.
Dua cara yang umum dalam pengepresan mekanis yaitu pengepresan
hidrolik dan pengepresan berulir.
1. Pengepresan hidrolik (hydraulic pressing)
Pada cara hydraulic pressing, bahan dipres dengan tekanan sekitar
2000 lb/in2. Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi
tergantung dari bahan. Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada
bungkil bervariasi sekitar 4-6%, tergantung dari lamanya bungkil ditekan
di bawah tekanan hidrolik. Dengan metode pengepresan hidrolik
(hydraulic pressing) dapat menghasilkan minyak sekitar 30-40%. Tahap-
10

tahap yang dilakukan dalm proses pemisahan minyak dengan cara


pengepresan mekanis dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 2.3 Skema Cara Memperoleh Minyak dengan Pengepresan


(Sumber: Ketaren, 1986)
2. Pengepresan berulir (screw pressing)
Cara screw pressing memerlukan perakuan pendahuluan yang
terdiri dari proses pemanasan atau tempering. Proses pemanasan
berlangsung pada temperatur 240 oF dengan tekanan 15-20 ton/inch2.
Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan masih mengandung minyak
sekitar 4-5%. Cara lain untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari
bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak adalah gabungan dari
proses wet rendering dengan pengepresan secara mekanik atau dengan
sentrifugasi. Dengan metode pengepresan berulir (screw pressing) dapat
menghasilkan minyak sekitar 50%, 42% air dan 8% zat padat. (Ketaren,
2008)

2.4.3 Pelarut
Cara ektraksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut dan
digunakan bahan yang kandungan minyaknya rendah. Lemak dalam bahan
dilarutkan dengan pelarut. Cara ini kurang efektif, karena pelarut mahal dan lemak
yang diperoleh harus dipisahkan dari pelarutnya dengan cara diuapkan. Ampasnya
harus dipisahkan dari pelarut yang tertahan, sebelum dapat digunakan sebagai
bahan makanan ternak. (Winarno, 1991)

2.5 Fermentasi
11

Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses memanfaatkan


penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Protein kompleks
tersebut terdapat dalam tubuh ikan yang diubah menjadi senyawasenyawa lebih
sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan atau
mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol (Adawyah
2007). Fermentasi secara teknik dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi
anaerobik atau partial anaerobik karbohidrat yang menghasilkan alkohol serta
beberapa asam, namun banyak proses fermentasi yang menggunakan substrat
protein dan lemak (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010).
Fermentasi terbagi menjadi dua, yaitu fermentasi spontan dan tidak spontan
(membutuhkan starter). Fermentasi spontan adalah fermentasi yang biasa
dilakukan menggunakan media penyeleksi, seperti garam, asam organik, asam
mineral, nasi atau pati. Media penyeleksi tersebut akan menyeleksi bakteri
patogen dan menjadi media yang baik bagi tumbuh kembang bakteri selektif yang
membantu jalannya fermentasi. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang
dilakukan dengan penambahan kultur organisme bersama media penyeleksi
sehingga proses fermentasi dapat berlangsung lebih cepat. Dengan metode
fermentasi dapat menghasilkan minyak sekitar 60%. (Rahayu et al. 1992)
2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi
a. Mikroba
Fermentasi biasanya dilakukan dengan kultur murni yang dihasilkan di
laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau
dibekukan.
b. Suhu
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan
selama fermentasi. Tiap-tiap mikroorganisme memiliki suhu pertumbuhan
yang maksimal, suhu pertumbuhan minimal, dan suhu optimal yaitu suhu
yang memberikan terbaik dan perbanyakan diri tercepat.
c. Oksigen
Udara atau oksigen selama fermentasi harus diatur sebaik mungkin untuk
memperbanyak atau menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Setiap
12

mikroba membutuhkan oksigen yang berbeda jumlahnya untuk


pertumbuhan atau membentuk sel-sel baru dan untuk fermentasi. Misalnya
ragi roti (Saccharomycess cereviseae) akan tumbuh lebih baik dalam
keadaan aerobik, tetapi keduanya akan melakukan fermentasi terhadap
gula jauh lebih cepat dengan keadaan anaerobik.
d. Waktu
Laju perbanyakan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi
pertumbuhannya. Pada kondisi optimal, bakteri akan membelah sekali
setiap 20 menit. Untuk beberapa bakteri memilih waktu generasi yaitu
selang waktu antara pembelahan, dapat dicapai selama 20 menit. Jika
waktu generasinya 20 menit pada kondisi yang cocok sebuah sel dapat
menghasilkan beberapa juta sel selama 7 jam
2.5.2 Manfaat Fermentasi
1. Memperkaya variasi makanan dengan mengganti aroma, rasa, dan
komposisi makanan
2. Mengawetkan makanan dengan mereproduksi sejumlah asam laktat,
alkohol, dan asam asetat dalam besaran yang relevan
3. Memperkaya nutrisi makanan dengan menambahkan sejumlah protein,
asam amino, bersama vitamin
4. Mengeliminasi senyawa anti nutrien
5. Mengemat waktu dan sumber kapasitas yang dibutuhkan dalam
memproses makana.

2.5.3 Jenis-Jenis Fermentasi

1. Fermentasi alkohol
suatu reaksi pengubahan glukosa menjadi etanol (etil alkohol) dan
karbondioksida. organisme yang berperan adalah Saccharomyces
cerevisiae (fermen) untuk produksi tape, roti atau minuman keras.
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
2. Fermentasi asam laktat
fermentasi asam laktat ialah respirasi yang berlangsung pada sel
hewan atau orang, saat keperluan oksigen tidak tercukupi akibat bekerja
13

terlalu berat Di dalam sel otot asam laktat dapat menyebabkan indikasi
kejang otot dan keletihan. Laktat yang terhimpun sebagai produk kotoran
dapat menyebabkan otot lelah dan sakit, akan tetapi secara perlahan-lahan
dibawa oleh darah ke hati untuk diganti kembali menjadi piruvat.

3. Fermentasi asam cuka


suatu contoh fermentasi yang terjadi dalam kondisi aerob.
Fermentasi ini dilakukan oleh bakteri asam cuka (acetobacter aceti)
dengan substrat etanol. Daya yang dihasilkan 5 kali lebih besar dari daya
yang dihasilkan oleh fermentasi alkohol secara anaerob.

2.6 Karakteristik Kimia Fisika


Lemak dan minyak merupakan senyawa anorganik yang penting bagi kehidupan
makhluk hidup. Adapun lemak dan minyak ini antara lain:

 Memberikan rasa gurih dan aroma yang spesifik


 Sebagai salah satu penyusun dinding sel dan penyusun bahan-bahan
biomolekul
 Sumber energi yang efektif dibandingkan dengan protein dan karbohidrat,
karena lemak dan minyak jika dioksidasi secara sempurna akan
menghasilkan 9 kalori/liter gram lemak atau minyak. Sedangkan protein
dan karbohidrat hanya menghasilkan 4 kalori tiap 1 gram protein atau
karbohidrat.
 Karena titik didih minyak yang tinggi, maka minyak biasanya digunakan
untuk menggoreng makanan dimana bahan yang digoreng akan kehilangan
sebagian besar air yang dikandungnya atau menjadi kering.
 Memberikan konsistensi empuk, halus dan berlapis-lapis dalam pembuatan
roti.
 Memberikan tekstur yang lembut dan lunak dalam pembuatan es krim.
 Minyak nabati adalah bahan utama pembuatan margarine
 Lemak hewani adalah bahan utama pembuatan susu dan mentega
14

2.7 Kapang Rhizopus Oligosporus


Rhizoporous Oligosporus adalah merupakan salah satu jenis
fungi/jamur yang sering terdapat pada produk tempe. Rhizoporous
Oligosporus adalah jamur berjenis filamentous, dan bukan dari jenis
bakteri. Jamur jenis ini mampu berperan mengubah protein kedelai
menjadi asam amino yang menjadikan tempe mudah dicerna oleh manusia.
Jamur ini juga menghasilkan enzim fitase yang berfungsi membantu
penyerapan lebih optimal mineral seperti zinc, zat besi dan kalsium pada
pencernaan manusia. Selain itu, Rhizopus oligosporus menghasilkan
enzim-enzim protease.
Menurut Pelezar & Chan (1986) dan Fardiaz struktur morfologi
kapang tersusun atas dua bagian yaitu meselium dan spora. Miselium
merupakan kumpulan dari hifa. Hifa kapang biasanya berupa serabut halus
seperti kapas yang tumbuh dibawah atau diatas permukaan medium. R.
Oligosporus dapat tumbuh optimum pada suhu 30-350C dan memiliki ciri-
ciri hifa seperti benang berwarna putih sampai kelabu hitam serta tidak
bersekat, memiliki rhizoid dan sporangiospora.

2.8 Jurnal Penelitian Minyak Kelapa yang Dilakukan Sebelumnya


a. Silaban (2017) melakukan penelitian minyak kelapa (VCO) secara
fermentasi menggunakan enzim papain yang berasal dari getah
papaya. Dengan penambahan 0,6 gram enzim papain kasar dan 0,5
gram ragi tempe dalam waktu inkubasi selama 24 jam pada suhu
kamar diperoleh yield sebesar 27,8%. Dari penelitian tersebut
menyatakan konsentrasi papain kasar menyebabkan peningkatan
rendemen VCO yang dihasilkan. Analisa VCO yang dihasilkan
memiliki bilangan asam 0.15%.
b. Teuku Zulfadli (2018) melakukan penelitian pembuatan VCO dengan
pemanasan bertahap maupun sekali pemanasan, untuk pemanasan
bertahap dilakukan dengan pemasan awal dengan temperatur 60-
1100C dengan 9 jam waktu pengeringan dan pemanasan akhir dengan
15

variasi temperatur 600C sampel A, 700C sampel B, 800C sampel C dan


waktu pengeringan 5 jam, 4 jam dan 3 jam. Hasil perhitungan dan
pengujian menunjukan pengolahan yang paling efektif yaitu pada
sampel A dengan kadar air dan kadar asam leak bebas paling rendah.
c. Riko Aditya (2014) melakukan penelitian pembuatan VCO
menggunakan bahan kelapa varietas dalam yang diperoleh dari batu
bara Sumatera Utara, ragi roti, asam cuka 25%, VCO yang diperoleh
dari pasar tradisional. Parutan kelapa masuk dalam refrigerator pada
suhu 10-150C selama 18-24 jam. Diambil krim santan serta
menambahkan ragi roti yang dilarutkan dengan air kelapa 50 ml.
Diberi pancingan berupa VCO murni dengan perbandingan krim
santan sebanyak 1:3. Difermentasi pada suhu 30-350C selama 2 jam, 3
jam dan 4 jam. Lama fermentasi terbaik menghasilkan VCO dengan
mutu yang terbaik adalah 2 jam.

2.9 Hipotesis Penelitian


Dari penelitian ini dapat dibuat hipotesa minyak kelapa murni
(VCO) dari kelapa tua segar yang diproses menggunakan rhizopus
oligosporus, memenuhi persyaratan uji mutu fisik yang meliputi uji warna,
uji tekstur, dan aroma yang memenuhi standar SNI minyak kelapa murni
(VCO).

Anda mungkin juga menyukai