PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan bukan hanya ilmu pengetahuan tentang agama melainkan juga ada ilmu
pengetahuan tentang dunia. namun, meskipun ada ilmu pengetahuan tentang ilmu dunia, tapi
ilmu pengetahuan tentang dunia juga masih dibatasi oleh islam yang artinya masih dalam
keadaan aman atau masih berada di jalan yang benar. Beda halnya dengan ilmu pengetahuan
yang berada di luar jalur islam. Ilmu pengetahuan tersebut tidak memandang halal haramnya
dalam menggunakannya ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu ilmu pengetahuan dalam pandangan islam memunyai prinsip-prinsip dala
penggunaannya, meskipun ilmu dunia sudah berkembang dengan pesat dengan adanya IPTEK.
Walaupun IPTEK telah berkembang pesat untuk zaman sekarang dan berbeda dengan zaman
dulu, maka para pencari ilmu atau sang ilmuan supaya dalam menggunakan dan mencari
ilmunya diperhatikan halal dan haramnya ilmu pengetahuan tersebut. Tidak semuanya ilmu
pengetahuan halal, ada juga ilmu pengetahuan yang haram dalam menggunakannya, salah
satunya dalam operasi mengganti kelamin. Hal ini penggunaan ilmu pengetahua yang
diharamkan dan sudah berada di luar jalur islam.
Orang yang mencari ilmu pengetahuan dunia maupun akhirat mendapatkan suatu keutamaan
yang mulia disisi Allah SWT. Bukan hanya orang yang mencari ilmu saja yang mendapatkan
keutamaan, tetapi orang yang mengajarkan dalam sebuah ilmu pengetahuan juga mendapatkan
keutamaan disisi Allah SWT, bahkan orang yang mengajarkan ilmu mendapatkan aliran pahala
dari orang yang diajarkan ilmunya jika orang tersebut mengajarkan ilmunya kepada orang lain.
Sebab, orang iman tidak akan mati kecuali 3 hal ini yang mengikutinya, yaitu ilmu yang
bermanfaat, sedekah jariyah, dan amalan dari anak yang solih.
Sebab itu pada makalah yang dibuat kali ini oleh penulis itu akan membahas tentang
keutamaan dalam orang yang mencari ilmu, keutamaan orang yang mengajarkan ilmu, prinsip-
prinsip dalam menggunakan ilmu pengetahuan dalam berkembangnya IPTEK di zaman
sekarang, dan membahas tentang halal haramnya penggunaan IPTEK di zaman sekarang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Keutamaan Ilmu, Ilmuwan, dan Majelis Ilmu?
2. Bagaimana Antara Ilmu Agama dan Ilmu Umum?
3. Bagaimana Akhlak Mencari dan Mengajarkan Ilmu?
4. Apa saja Prinsip-Prinsip Islam dalam Perkembangan IPTEK?
5. Bagaimana Persoalan Mengenai Bioakhlak dalam pandangan islam: Bayi Tabung, Kloning,
Operasi Ganti Kelamin, dan Bedah Plastik?
C. Tujuan
1. Menjelaskan Keutamaan Ilmu, Ilmuwan, dan Majelis Ilmu
2. Menjelaskan Antara Ilmu Agama dan Ilmu Umum
3. Menjelaskan Akhlak Mencari dan Mengajarkan Ilmu
4. Menjelaskan Prinsip-Prinsip Islam dalam Perkembangan IPTEK
5. Menjelaskan Persoalan Mengenai Bioakhlak dalam pandangan islam: Bayi Tabung, Kloning,
Operasi Ganti Kelamin, dan Bedah Plastik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keutamaan Ilmu, Ilmuwan, dan Majelis Ilmu
1. Keutamaan Ilmu
Dalam agama Islam, ilmu merupakan sarana yang amat penting untuk meningkatkan iman.
Oleh karena itu, kita mendapatkan banyak himbauan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad
saw. mengenai keutamaan ilmu ini, di antaranya adalah sebagai berikut:
َ ب ال ِع ْل ِم فَ ُه َو في
رواه الترمذي. سبي ِل هللاِ َحتَّى يَ ْر ِج َع ِ َطل
َ َم ْن خ ََر َج في
Artinya: “Barang siapa keluar rumah untuk menuntut suatu ilmu, maka ia sama dengan orang
yang berangkat jihad fi sabilillah, sampai ia kembali ke rumahnya.” (HR. Tirmidzi).
a. Ditinggikan derajatnya
Menggambarkan keutamaan orang yang berilmu atau ilmuwan, Allah Ta’ala berfirman:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11).
، ً َو َعا ِلما، ُ َو َما َوااله، إِالَّ ِذ ْك َر هللا ت َ َعالَى، َم ْلعُو ٌن َما فِي َها، ٌالدُّ ْنيَا َم ْلعُونَة
رواه الترمذي. ً أ َ ْو ُمت َ َع ِلما
Artinya: “Dunia itu terlaknat, dan terlaknatlah semua yang ada di dunia
itu, kecuali dzikir kepada Allah, ketaatan kepada-Nya, dan orang yang
berilmu, atau yang mengajarkan ilmu.” (HR. Tirmidzi).
Artinya: “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah akan suatu kebaikan, maka Allah akan
memahamkan orang itu pada agama.” (Muttafaq ‘alaih).
Berdasarkan hadits di atas, menurut anggapan itu, bila Allah hendak memberikan kebaikan
kepada seorang hamba, maka Allah akan memberikan pemahaman yang baik kepadanya
tentang agama. Sebaliknya, bila Allah tidak ingin memberikan kebaikan kepada seorang
hamba, maka Allah tidak akan memberikan pemahaman yang baik tentang agama kepadanya.
Secara umum, pemahaman tersebut tidaklah salah. Ibadah shalat misalnya, memang harus
didasari ilmu yang benar. Ilmu di sini tentu saja merupakan ilmu yang secara langsung merujuk
kepada al-Qur’an dan hadits. Namun demikian, bukan berarti bahwa ilmu yang tidak secara
langsung merujuk kepada al-Qur’an dan hadits itu menjadi kurang utama. Bagaimana kita bisa
menghadap kiblat secara tepat misalnya, bila kita tidak menguasai ilmu perbintangan atau
astronomi dengan baik.
Pemilahan ilmu dengan cara seperti itu akan mengakibatkan terpisahnya kehidupan
masyarakat muslim dari pondasi agama. Hasilnya agama akan dibatasi ruang geraknya dalam
ruang-ruang ibadah saja. Agama tidak boleh mengatur selain urusan dalam masjid, mushalla
dan tempat wudhu. Keadaan demikian tentu saja tidak bisa dibenarkan, karena akan
menjadikan seorang pedagang (misalnya) berlaku ramah dan jujur sekedar ingin menarik
simpati dari pembeli dan menambah pelanggan. Dimana perilaku seperti ini justru dikecam
oleh agama. Bahkan perilaku seperti ini sudah diberi nama khusus oleh agama, yaitu riya’
sebagai salah satu sebab yang menggugurkan pahala ibadah.
Pemilahan ilmu dengan cara seperti itu secara pasti tumbuh dan berkembang bukan dari
tradisi Islam, yang membatasi ibadah sebagai bentuk penghambaan diri seorang hamba kepada
Tuhan hanya di ruang-ruang ibadah. Islam justru mengajarkan, bahwa ibadah itu tidak terbatas
dilakukan di ruang ibadah. Seorang suami yang “mendekati” istrinya misalnya, bila diniatkan
sebagai ibadah akan menjadi ibadah. Demikian pula seorang suami yang sedang bekerja keras
mencukupi keperluan ekonomi rumah tangganya juga disebut sedang beribadah dan berhak
memperoleh kemuliaan agamawi.
يب ِب ِه
َ ص ِ ُ ال َيت َ َعلَّ ُمهُ إِالَّ ِلي- عز وجل- َِم ْن ت َ َعلَّ َم ِع ْلما ً ِم َّما يُ ْبتَغَى ِب ِه َو ْجهُ هللا
. رواه أَبُو داود. ف ال َجنَّ ِة َي ْو َم ال ِق َيا َم ِة
َ لَ ْم َي ِج ْد َع ْر، َع َرضا ً ِمنَ الدُّ ْن َيا
Artinya: “Barang siapa mempelajari suatu ilmu yang seharusnya untuk mencapai ridha
Allah ‘Azza wa Jalla, namun ia mempelajarinya untuk mencapai keuntungan duniawi, maka
kelak di hari kiamat ia tidak akan mendapati aroma surga.” (HR. Abu Dawud).
ِ ض ال ِع ْل َم ِبقَب
ْض ِ َّض ال ِع ْل َم ا ْن ِتزَ اعا ً َي ْنتَزعهُ ِمنَ الن
ُ َول ِك ْن َي ْق ِب، اس ُ إن هللاَ الَ َي ْق ِب
َّ
س ِئلُوا فَأ ْفتواُ َ ف، ًاس ُرؤُوسا ً ُج َّهاال
ُ َّ ات َّ َخذَ الن، ً ق َعا ِلما
ِ َحتَّى إِذَا لَ ْم يُ ْب، اء ِ العُلَ َم
. متفق َعلَ ْي ِه
ٌ . ضلُّواَ ضلُّوا َوأ َ َ ف، بِغَي ِْر ِع ْل ٍم
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut suatu ilmu secara tiba-tiba dari tengah
manusia. Tapi Allah mencabut ilmu itu dengan mengambil para ulama. Sehingga, apabila tidak
ada lagi orang yang berilmu, orang-orang pun bertanya kepada orang-orang yang jahil. Lalu
orang-orang jahil itu pun ditanya tentang beberapa perkara, dan mereka pun memberikan fatwa
tanpa ilmu, sehingga mereka tersesat dan menyesatkan.” (Muttafaq ‘alaih).
E. Persoalan Mengenai Bioakhlak dalam Pandangan Islam: Bayi Tabung, Kloning, Operasi
Ganti Kelamin, dan Bedah Plastik
Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah kita bahas, berikut ini akan kita tilik ulang beberapa
persoalan bioakhlak dalam pandangan Islam.
1. Bayi Tabung
Tidak ragu lagi, pernikahan sebagai lembaga suci dalam masyarakat yang beragama akan
semakin kokoh ikatannya dengan lahirnya seorang bayi. Namun realita menunjukkan bahwa
tidak semua pasangan suami-istri diberi kemudahan yang sama antara satu dengan yang lain.
Ada yang yang baru menikah langsung “isi”. Namun ada juga yang usia pernikahannya sudah
lebih dari sepuluh tahun belum juga ada tanda-tanda kehamilan. Melalui bantuan teknologi,
sebagian pasangan suami-istri yang kesulitan memperoleh keturunan dapat menemukan solusi.
Salah satu solusi itu adalah teknologi bayi tabung.
Proses teknologi bayi tabung itu sebenarnya tidak ubahnya sebagai proses pembuahan
alami, yaitu bertemunya sel sperma dengan sel telur. Hanya saja pembuahan alami terjadi
dalam rahim seorang calon ibu, sementara pembuahan bayi tabung dilakukan disebuah tempat
khusus hasil karya manusia. Dengan kemajuan teknologi, sepasang suami-istri yang telah
diketahui dimungkinkan memiliki anak, namun ternyata selalu gagal dalam proses pembuahan,
bisa memperoleh solusi dengan bantuan para dokter melalui proses ini.
Lalu bagaimana sikap Islam terhadap bayi tabung ini? Halal atau haram? Secara umum,
para ulama memperbolehkan pemanfaatan teknologi bayi tabung ini, sepanjang
memperhatikan nilai-nilai ajaran Islam, yaitu:Pertama, hendaknya sperma dan ovum berasal
dari sepasang suami istri. Oleh karena itu, pembuahan yang dilakukan antara sperma dan ovum
yang berasal dari luar pasangan tidak bisa dibenarkan. Pembuahan seperti ini menjadi tidak
berbeda dengan perzinahan yang diharamkan. Kedua, hendaknya rahim tempat bersemainya
bakal janin itu adalah istri dari pemilik sperma. Yang demikian ini diatur, sehingga tidak ada
wanita yang mengandung benih dari laki-laki yang bukan suaminya. Bila hal ini diabaikan,
akan lahir bayi dari rahim seorang wanita yang bukan istri dari bapaknya. Tentu saja dampak
dari pengabaian ini akan menimbulkan kekacauan hukum perkawinan.
2. Kloning
Dengan bantuan teknologi pula, sekarang makhluk hidup yang biasanya berketurunan
dengan cara bertemunya sel sperma dengan sel telur, menjadi tidak demikian. Dengan bantuan
teknologi yang disebut dengan kloning, telah dimungkinkan terjadinya pembuahan tanpa
bantuan sperma. Secara sederhana, proses kloning ini terjadi dengan cara:
Teknologi ini bisa diterapkan kepada seluruh binatang, termasuk secara teori kepada
manusia. Lalu bagaimana hukum kloning? Hukum kloning dibedakan kepada obyeknya. Bila
obyeknya binatang, apalagi binatang langka yang hampir punah, maka kloning tidak
dipermasalahan. Adapun kloning kepada manusia hukumnya adalah haram. Kloning kepada
manusia diharamkan dengan beberapa alasan. Pertama, dari segi hak asuh anak. Setiap anak
memiliki hak untuk mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah dan seorang ibu. Sementara
seorang bayi hasil kloning hanya memiliki orang tua dari ibu saja. Kedua, dari segi hukum.
Apa jadinya bila setiap wanita yang hamil di luar perkawinan mengaku telah melakukan
kloning.
3. Operasi Ganti Kelamin
Berkat kecanggihan teknologi pula, sekarang manusia bisa melakukan operasi ganti
kelamin. Seorang yang semula berkelamin laki-laki bisa berganti kelamin perempuan, dan
sebaliknya. Dalam Islam, jenis kelamin mempengaruhi kedudukannya dalam melaksanakan
kewajibannya sebagai seorang hamba. Dalam Islam, pembedaan jenis kelamin memiliki
konsekuensi yang serius, sejak lahir hingga mati. Bagi seorang bayi laki-laki aqiqahnya adalah
dua ekor kambing, sedangkan aqiqah seorang bayi perempuan satu ekor kambing. Aurat laki-
laki adalah sebatas pusar hingga lutut, sedangkan aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali
wajah dan kedua telapak tangan. Hak waris seorang anak perempuan adalah separo dari hak
waris seorang anak laki-laki. Ketika seorang laki-laki meninggal, kain kafannya berlapis tiga.
Sedangkan ketika seorang wanita meninggal, kain kafannya berlapis lima. Demikian pula ada
pembedaan di mana posisi seorang imam shalat jenazah berdiri; dibedakan antara jenazah laki-
laki dan jenazah perempuan. Mengingat konsekuensi-konsekuensi hukum di atas, operasi ganti
kelamin hukumnya adalah haram.
4. Bedah Plastik
Rasulullah Saw. pernah menyampaikan bahwa Allah itu indah dan menyukai semua yang
indah. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. memberikan teladan kepada kita bagaimana
berperilaku untuk menjaga dan menyempurnakan keindahan-keindahan yang telah diberikan
oleh Allah Swt. Mulai dari berpakaian, menyisir rambut, memotong rambut dan kuku, serta
menggunakan wangi-wangian.
Secara fitrah kesenangan untuk tampil indah itu memang sudah diberikan oleh Allah
kepada setiap manusia. Namun banyak manusia yang karena saking inginnya tampil lebih
indah membuatnya melakukan hal-hal yang melebihikewajaran. Seperti mengerok alis dan
menggantinya dengan gambar pensil atau tato. Bahkan dengan bantuan kecanggihan teknologi,
manusia bisa mengganti bentuk hidung, bibir, atau anggota tubuh yang lain.
Tindakan-tindakan yang di luar batas kewajaran itu memberikan kesan, seakan-akan
pelakunya tidak bisa menerima karunia yang telah diterimanya. Bahkan secara etika pelaku
tindakan tersebut memberikan kesan sebagai sosok yang tidak percaya diri, sehingga dia
bersembunyi di balik topeng yang dibuatnya sendiri. Padahal tindak-tindakan itu bukannya
tidak membawa dampak negatif secara medis bagi dirinya sendiri.
Bagaimana sikap Islam dalam hal ini? Secara umum Islam menerima semua yang indah
namun wajar. Namun bila sampai mengarah kepada perbuatan yang melebihi batas kewajaran,
apalagi mengarah pada sikap yang tidak menerima karunia dari-Nya, maka hal itu bisa
dikategorikan sebagai perbuatan yang tidak menyatakan ungkapan rasa syukur.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, ilmu pengetahuan dalam sebuah islam terdapat tiga keutamaan, yaitu keutamaan
dalam sebuah ilmunya, keutamaan orang yang mencari ilmunnya, dan keutamaan dalam
majelis ilmunya. Keutamaan ilmu menurut pandangan islam terdapat lima keutamaan, seperti
hasad atau iri yang diperbolehkan, dimudahkan dalam masuk surga, salah satu sumber iomu
yang tanpa henti, orang yang belajar ilmu sama dengan orang yang berjihad, serta mendapat
naungan dari malaikat. Adapun keutamaan dalam orang yang mencari ilmu, yaitu derajatnya
akan ditinggikan, akan diselamatkan dari dunia yang laknat, mendapatkan ampunan dari
penduduk bumi dan langit, dan orang yang mencari ilmu keutamaannya di atas orang yang ahli
ibadah. Keutamaan dalam majelis ilmu itu sendiri dapat dipahami dalam etika atau akhlak
mencari ilmu, yaitu niat yang tulus, selalu berusaha dalam menambah ilmu, berguru pada
ahlinya, dan bertanya yang tepat. Keutamaa dalam mejelis ilmu juga terdapat akhlak dalam
orang yang mengajarkan ilmu, yaitu tidak menyembunyikan ilmu dan tidak segan dalam
mengatakan “tidak tahu” jika tidak mengerti dalam suatu ilmu. Ilmu pengetahuan dalam
perspektif islam itu terdapat dua hal ilmu pengetahuan, yaitu ilmu pengetahuan tentang agama
dan ilmu pengetahuan tentang dunia. Ilmu pengetahuan yang tentang dunia dikembangkan
dengan adanya IPTEK terdapat prinsip-prinsip yang menurut islam yaitu ilmu pengetahuan
yang memerhatikan halal dan haramnya, memerhatikan maslahat yang akan dirasakan bagi
masyarakat umum, memerhatikan skala prioritas dalam ilmu pengetahuan yang akan
digunakan, dan menjauhi sikap mubazir dalam menggunakan ilmu pengetahuan. Ada beberapa
persoalan ilmu pengetahuan menurut islam yang masih dalam perdebatannya antara halal dan
haramnya, yaitu bayi tabung, klaning, operasi dalam mengganti kelamin, dan operasi bedah
plastik.
DAFTAR PUSTAKA
Tim perumus, Al-Islam dan Iptek Ed-1. Fakultas Teknik UMJ, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,1998.
Yusuf al-Qaradhawi. al-‘Aql wa al-‘Ilm fi al-Qur’an al-Karim. Kairo: Maktabah Wahbah: 1996.