DM Tipe 1
DM Tipe 1
102014104
I. Pendahuluan
Diabetes mellitus (DM) mengacu pada sekelompok dari gangguan metabolik umum
yang berbagi fenotipe dengan hiperglikemia. Beberapa tipe DM yang berbeda disebabkan oleh
sebuah interaakssi kompleks dari faktor genetik dan lingkungan. Tergantung dari etiologi DM,
faktor faktor yang menkontribusi kepada giperglikemia termasuk menurunnya sekresi insulin,
berkurangnya pemanfaatan glukosa, dan meningkatnya produksi glukosa. Disregulasi
metabolik yang diasosiasikan dengan DM menyebabkan perubahan patofisiologik sekunder
pada banyak sistem organ yang memaksakan beban berat pada individu dengan diabetes dan
sedang menjalankan perawatan kesehatan.
Di Amerika Serikat, DM adalah penyebab utama dari end-stage renal disease (ESRD),
amputasi ekstremitas bawah nontraumatik, dan kebutaan dewasa. DM juga menjadi faktor
predisposisi terhadap penyakit kardiovaskuler. Dengan peningkatan insidens di seluruh dunia,
DM akan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di masa akan mendatang.1
II. Pembahasan
Anamnesis
Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi. Ada beberapa gejala klinis yang dapat timbul pada penderita diabetes yang
membawanya memeriksakan diri kepada dokter. Oleh karena itulah, perlu ditanyakan beberapa
pertanyaan berikut pada anamnesis yang dapat mengarahkan diagnosis kepada diabetes
mellitus, yaitu :
1. Identitas pasien
2. Keluhan yang dialami pasien :
a. Gejala polidipsi, polifagia, dan poliuria
b. Penurunan berat badan
c. Rasa baal pada ekstremitas
d. Luka yang lama masa penyembuhannya
e. Terjadi disfungsi ereksi pada pria / keputihan pada wanita
f. Lemas
g. Gangguan penglihatan
h. Hipertensi
i. Napas cepat dan dalam, takikardia, dehidrasi
3. Riwayat penyakit dahulu :
a. Riwayat terdiagnosa sebagai penderita diabetes
b. Riwayat pernah dirawat inap di rumah sakit dan sebabnya
c. Riwayat pemeriksaan glukosa darah, HbA1C, glukosa urin
d. Riwayat penyakit vascular perifer, neuropati perifer, penyakit jantung,
retinopati
4. Riwayat penyakit keluarga dan pengobatan :
a. Riwayat diabetes mellitus di dalam keluarga
b. Pernah menjalani / sedang menjalani terapi untuk diabetes
c. Alergi terhadap obat tertentu
5. Riwayat sosial :
a. Pola makan dan olahraga sehari-hari
b. Kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol
Hal-hal diatas jika ditanyakan dengan benar dapat mengarahkan kepada diagnosis
diabetes beserta dengan beberapa komplikasinya.2
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum adalah yang paling pertama kita perhatikan dalam melakukan
pemeriksaan fisik. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital, yaitu tekanan
darah, suhu tubuh, frekuensi nadi, dan frekuensi pernapasan. Inspeksi didahului pada daerah
tungkai bawah yaitu melihat apakah terdapat luka ataupun ulkus, lalu dilanjutkan inspeksi
keseluruhan bagian tubuh untuk melihat adakah tanda-tanda dehidrasi akibat hiperglikemia.
Perhatikan juga apakah terdapat tanda takipnea atau pernapasan Kussmaul. Selain itu
pemeriksaan juga dilakukan pada mata yaitu pemeriksaan ketajaman penglihatan dan respons
pupil mata. Pada pemeriksaan fisik di bagian tungkai bawah juga penting untuk mendeteksi
apakah terdapat neuropati dengan tes raba halus menggunakan monofilament dan tes refleks
fisiologis. Palpasi juga dapat dilakukan untuk meraba adanya pulsasi terutama pada tungkai
bagian bawah.2
Pemeriksaan Penunjang
Glukosa Darah
Nilai normal glukosa darah puasa bervariasi antara 60 hingga 110 mg/dL (3,3-6,1
mmol/L). Kadar plasma atau serum adalah 10-15% lebih tinggi karena komponen-komponen
struktural sel darah dihilangkan, sehingga akan lebih banyak glukosa perunit volume. Jadi, nilai
normal glukosa plasma atau serum puasa adalah 70-120 mg/dL (3,9-6,7 mmol/L). Penentuan
kadar glukosa darah penuh dilakukan di tempat untuk menguji glukosa pada keadaan-keadaan
darurat dan juga pada prosedur pemantauan sendiri glukosa kapiler. Suatu teknik yang telah
diterima luas dalam penatalaksanaan diabetes melitus.3
Tes ini digunakan untuk mendiagnostik DM awal secara pasti, namun tes ini tidak
dibutuhkan untuk penapisan dan sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan manifestasi
klinik DM dan hiperglikemia.3
Pemeriksaan HbA1C
Kadar Insulin
Untuk mengukur kadar insulin saat melakukan uji toleransi glukosa, maka serum atau
plasma perlu dipisahkan dalam waktu 30 menit sesudah pengambilam spesimen sebelum
diassay. Kadar insulin imunoreaktif normal berkisar antara 5 - 20µU/mL dalam keadaan puasa,
dan mencapai 50 – 130 µU/mL sesudah satu jam, dan biasanya turun kembali dibawah
30µU/mL sesudah 2 jam. Kadar insulin selama TTGO jarang memiliki manfaat klinis karena
alasan-alasan berikut ini : bila kadar glukosa puasa melampaui 120 mg.dL, hiperinsulinemia
dapat timbul secara terlamabat sebagai akibat resistensi insulin pada penderita DM II; akan
tetapi juga dapat terjadi pada bentuk ringan ataupun fase-fase awal dari DM I dimana pelepasan
insulin dini yang lambat dapat menyebabkan hiperglikemia tertunda yang dapat merangsang
pelepasan insulin berlebihan setelah 2 jam.3
Merupakan parameter untuk mengukur kualitas / mutu insulin. Jika Homa IR dibawah
nilai normal, berarti kualitas insulin bagus, maka otomatis HbA1C turun sehingga Gula darah
2 jam PP pasti TURUN. Artinya Homa IR dikatakan baik jika hasilnya < Nilai normal (2,77)
Selain berdasarkan kriteria dari ADA, DM bisa dilihat dari hasil glukosa darah sewaktu
(GDS) dan glukosa darah puasa (GDP). Kriteria DM tipe 2 ini bisa ditegakan berdasarkan:3
GDS = 252mg/dL
HbA1C = 10%
Gejala Klinis
1. Poliuria
2. Polidipsia
3. Polifagia
4. berat badan yang menurun tanpa sebab yang jelas
Sedangkan gejala yang tidak khas DM adalah lemas, kesemutan, luka yang sulit
sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulva pada wanita.5
Working Diagnosis
1. Gejala khas DM + glukosa darah sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
2. Gejala khas DM + glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
3. Glukosa plasma 2 jam setelah makan dengan TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Differential Diagnosis
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependent insulin;
namun kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens diabetes tipe 1 sebanyak
30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua subtipe: (a) autoimun, akibat
disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya
autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang
tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan
insulin. Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun. Para ilmuwan
percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa
kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil
insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. Pada
diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi
kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.
Biasanya orang yang mengalami DM tipe ini di haruskan menggunakan insulin ( Injeksi
pastinya) sebagai pengobatannya, penggunaan insulin ini, agar jumlah gula yang menumpuk
tadi, jadi berkurang akibat penambahan insulin ini.1
MODY merupakan defek primer pada fungsi sel ß yang mengenai transkripsi insulin
atau massa sel ß. MODY ditandai dengan pewarisan autosomal dominan sebagai defek
monogenic dengan penetransi yang tinggi. Onset yang dini biasanya sebelum usia 25 tahun
sehingga berbeda dengan onset sesudah usia 40 tahun pada sebagian besar pasien diabetes
mellitus tipe 2.
- MODY 1
o Pada kromosom 20, HNF4-alfa
o Produksi insulin menurun
o Insulin / Sulfonil urea
- MODY 2
o Pada kromosom 7, glukokinase
o Hiperglikemia puasa ringan sepanjang hidup (peningkatan sedikit kadar
glukosa)
o Olahraga dan pengaturan diet
- MODY 3
o Kromosom 12, HNF1-alfa
o Ambang ginjal rendah terhadap glukosa
o Sulfonil urea
- MODY 4
o Kromosom 13, IPF-1
o Terkait dengan agenesis pancreas
o Insulin
- MODY 5
o Kromosom 17, HNF1-beta
o Atrofi pankreas dan beberapa bentuk penyakit ginjal
o Insulin / sulfonil urea
- MODY 6
o Kromosom 2, Neuro D1-beta 2
o Mutasi dari gen untuk faktor transkripsi disebut sebagai neurogenik diferensiasi
1
o Insulin
- MODY 7-11
o KLF 11, CEL, PAX4, INS, BLK (B-lymphocyte tyrosine kinase)
o Mutasi faktor transkripsi, insufisiensi eksokrin pancreas & DM, mutasi faktor
transkripsi, neonatal diabetes, pancreatic islet cells
Epidemiologi
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia
menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus meningkat
dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta
atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering
(terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia
dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan
“Western-style” yang tidak sehat. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami
Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan
diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis
dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih
banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan
tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi
yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita
DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko
terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-
buah kurang dari 5 porsi perhari.
Etiologi
Diabetes melitus tipe 2 merupakan jenis yang lebih sering terjadi, tetapi jauh lebih
sedikit yang telah dipahami karena bersifat multifaktorial. Defek metabolik karena gangguan
sekresi insulin atau karena resistensi insulin di jaringan perifer. Agaknya, diabetes melitus tipe
2 terjadi ketika gaya hidup diabetogenik (yaitu, asupan kalori berlebihan, pengeluaran tidak
memadai obesitas, kalori) yang ditumpangkan di atas genotipe rentan. Indeks massa tubuh di
mana berat badan berlebih meningkatkan risiko untuk diabetes bervariasi dengan kelompok-
kelompok ras yang berbeda. Sekitar 90% pasien yang mengidap diabetes mellitus tipe 2 adalah
obesitas.8
Faktor risiko utama untuk diabetes mellitus tipe 2 adalah sebagai berikut:
Umur lebih dari 45 tahun (meskipun, seperti disebutkan di atas, diabetes mellitus tipe
2 terjadi dengan frekuensi yang meningkat pada orang muda)
Bobot yang lebih besar dari 120% dari berat badan yang diinginkan
Riwayat keluarga diabetes tipe 2 pada seorang saudara tingkat pertama (misalnya,
orang tua atau saudara)
Sejarah toleransi glukosa terganggu sebelumnya (IGT) atau glukosa puasa terganggu
(IFG)
Hipertensi (> 140/90 mm Hg) atau dislipidemia (high-density lipoprotein [HDL]
tingkat kolesterol <40 mg / dL atau tingkat trigliserid> 150 mg / dL)
Sejarah diabetes mellitus gestasional atau melahirkan bayi dengan berat lahir ≥ 4000
gram
Sindrom ovarium polikistik (yang mengakibatkan resistensi insulin)
Patofisiologi
Diabetes mellitus tipe 2 tampaknya terjadi karena sekumpulan cacat genetic yang
masing-masing menimbulkan risiko predisposisinya sendiri dan dimodifikasi oleh faktor-
faktor lingkungan. Berbeda dengan tipe 1, pada diabetes tipe 2 tidak ada bukti yang
menunjukkan dasar autoimun. Dua defek metabolic utama yang menandai diabetes tipe 2
adalah resistensi inslin dan disfungsi sel ß.
Resistensi Insulin
Disfungsi sel ß
Disfungsi sel ß bermanifestasi sebagai sekresi insulin yang tidak adekuat dalam
menghadapi resistensi insulin dan hiperglikemia. Disfungsi sel ß bersifat kualitatif (hilangnya
pola sekresi insulin normal yang berayun/osilasi dan pulsatil serta pelemaan fase pertama
sekresi insulin cepat yang dipicu oleh peningkatan glukosa plasma) maupun kuantitatif
(berkurangnya massa sel ß, degenerasi pulau Langerhans, dan pengendapan amiloid dalam
pulau Langerhans).7
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Insulin diberikan melalui subkutan dan digunakan pada semua pasien dengan diabetes
tipe 1 dan sebagian pasien dengan diabetes tipe 2. Obat hipoglikemik oral (misalnya
metformin) terkadang diberikan bersama terapi insulin untuk penderita diabetes tipe 2 untuk
memperbaiki sensitivitas terhadap insulin.
Non-medica mentosa
Modalitas yang ada pada penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari: terapi non
farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan
yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai
masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus menerus. kedua
terapi farmakologis, yang meliputi pemberian obat ati diabetes oral dan injeksi insulin.
- Terapi Gizi
Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang
didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan
individual.3
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain:
Komplikasi
1. Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi
akut diabetes melitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat.
Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat
sampai menyebabkan syok. Pada pasien KAD dijumpai pernapasan cepat dan dalam
(Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering),
kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak
terlalu mudah tercium. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab
penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol). Infeksi
merupakan faktor pencetus yang paling sering.5
2. Hiperosmolar Hiperglikemik non ketotik
Sindrom HHNK ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya
ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali
disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis. Perjalanan klinis
HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu (beberapa hari sampai
beberapa minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuri,
polidipsi dan penurunan berat badan. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus.
HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit
penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan.5
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia pada pasien diabetes tipe 1 (DMT 1) dan diabetes tipe 2 (DMT 2)
merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah
normal atau mendekati normal. Tidak ada definisi kendali glukosa darah yang baik dan
lengkap tanpa menyebutkan bebas dari hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul
akibat ketidaksempurnaan terapi saat ini, di mana kadar insulin di antara dua makan
dan pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan fisiologis
tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman. Faktor paling utama
yang menyebabkan hipoglikemia sangat penting dalam pengelolaan diabetes adalah
ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan.5
Prognosis
Sasaran pengelolaan diabetes mellitus bukan hanya glukosa darah saja tetapi juga profil
lipid, berat badan, tekanan darah, dan sebagainya seperti dibawah ini yang telah ditetapkan
oleh PERKENI :
1. DM Terkendali Baik
a. GDP 80-100 mg/dL
b. GD2jPP 80-144 mg/dL
c. HbA1C < 6.5%
d. Kolesterol Total < 200 mg/dL
e. K-LDL < 100 mg/dL
f. K-HDL > 45 mg/dL
g. Trigliserida < 150 mg/dL
h. IMT 18.5-23 kg/m2
i. Tekanan darah ≤ 130/80 mmHg
2. DM Terkendali Sedang
a. GDP 100-125 mg/dL
b. GD2jPP 145-179 mg/dL
c. HbA1C < 6.5-8%
d. Kolesterol Total 200-239 mg/dL
e. K-LDL 100-129 mg/dL
f. Trigliserida 150-199 mg/dL
g. IMT 23-25 kg/m2
h. Tekanan darah 130-140/80-90 mmHg
3. DM Terkendali Buruk
a. GDP ≥ 126 mg/dL
b. GD2jPP ≥ 180 mg/dL
c. HbA1C ≥ 8%
d. Kolesterol Total ≥ 240 mg/dL
e. K-LDL ≥ 130 mg/dL
f. Trigliserida ≥ 200 mg/dL
g. IMT > 25 kg/m2
h. Tekanan darah > 140/90 mmHg
Tentu saja yang diharapkan dengan penatalaksanaan non-farmakologis seperti diet dan
latihan fisik yang dipatuhi dan dijalankan secara teratur, serta patuh mengkonsumsi obat yang
telah diberikan oleh dokter maka status DM pasien haruslah terkendali baik.6
Pencegahan
Pencegahan primer memiliki sasaran yaitu masyarakat yang masih sehat. Semua pihak
di dalam masyarakat harus mengembangkan dan membudayakan pola hidup sehat dan
menghindari pola hidup yang meningkatkan risiko DM. Mengkampanyekan makanan sehat
yang mengandung lemak dengan kadar yang rendah atau pola makan seimbang harus
ditanamkan sejak usia dini. Juga menganjurkan olahraga agar tetap dapat menjaga berat badan
agak tidak berlebihan.
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang penderitanya terus menerus meningkat
dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh gaya hidup dan pola makan setiap orang yang
kurang sehat. Banyaknya orang yang obese juga menjadi faktor penyebab DM. DM juga telah
menjadi penyebab terbanyak penyakit kardiovaskuler dan juga dapat menyebabkan penyakit
ginjal seperti end-stage renal desease (ESRD). Pada kasus yang didapat, laki-laki berusia 35
datang dengan keluhan semakin lemas sejak 2 minggu yang lalu. Hal ini diperkuat dengan hasil
laboratorium yang didapat, yaitu kadar gula darah sewaktu : 252 mg/dL, HbA1C : 10%. Hasil
laboratorium tersebut dapat menegakan diagnosis yaitu DM tipe 2.