Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu

gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan

nutrisi, yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang

membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent

Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan

gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. (Sustrani,

2004)

Sedangkan menurut Arif Muttaqin (2009), hipertensi merupakan

keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan

diastolik lebih dari 80 mmHg.

Dan menurut Heru Purnomo (2009), hipertensi adalah suatu keadaan

dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang

ditunjukkan oleh angka bagian atas (sistolik) dan angka bagian bawah

(diastolik) pada pemeriksaan tensi darah mengguakan alat pengukur tekanan

darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat

digital lainnya.

8
Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa

hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena

gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan

nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang

membutuhkannya.

2.1.2 Epidemiologi

Hipertensi merupakan suatu gangguan pada sistem peredaran darah

yang cukup banyak mengganggu kesehatan masyarakat. Pada umumnya,

terjadi pada manusia yang sudah berusia setengah umur (usia lebih dari 40

tahun). Namun banyak orangangtidak menyadari bahwa dirinya menderita

hipertensi. Hal ini disebabkan gejalaya tidak nyata dan pada stadiun awal

belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatannya. (Gunawan,

2001)

Di Indonesia penderita hipertensi diperkirakan sebesar 15 juta orang

tetapi hanya 4% penderita yang merupakan hipertensi terkontrol. Sebagai

gambaran epidemiologi hipertensi ini yaitu:

a) Prevalensi 6-15% pada ornag dewasa. Sebagai suatu proses degeneratif,

hipertensi tentu hanya ditemukan pada golongan dewasa. Ditemukan

kecenderungan, peningkatan prevalensi hipertensi menurut peningkatan

usia.

9
b) Sebesar 50% penderita tidak menyadari dirinya sebagai penderita

hipertensi. Karena itu, mereka cenderung untuk menderita hipertensi yang

lebih berat karena tidak berubah dan menghindari faktor resiko.

c) Sebanyak 70% adalah hipertensi ringan, karena itu hipertensi banyak

diacuhkan atau terabaikan sampai saat menjadi ganas.

d) 90% merupakan penderita hipertensi esensial ( Bustan, 2007)

2.1.3 Etiologi

Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

2.1.3.1 Hipertensi esensial atau hipertensi primer

Yaitu hipertensi yang belum diketahui penyebabnya. Meskipun

hipertensi primer belum diketahui penyebabnya secara pasti, data-data

penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan

hipertensi. Faktor-faktor tersebut adalah faktor keturunan atau genetik,

ciri perseorangan, dan kebiasaan hidup.

2.1.3.1 Hipertensi sekunder

Yaitu hipertensi yang sudah diketahui penyebabnya. Timbulnya

hipertensi sekunder sebagai akibat seseorang mengalami atau

menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau

kerusakan sistem hormon tubuh.

2.1.4 Klasifikasi Hipertensi

Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan

darah adalah 120–140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik. Dan

10
seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140

mmHg tekanan sistolik dan 90 mmHg tekanan diastoliknya.

WHO dan Internasional Society of Hypertension Working Group

(ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi kedalam klasifikasi optimal,

normal, nomal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi

berat.

Tabel 2.1

Klasifikasi hipertensi menurut WHO

Kategori Sitolik Diastolik


Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Normal-Tinggi 130-139 85-89


Tingkat I (Hipertensi ringan) 140-159 90-99

Sub-grup: perbatasan 140-149 90-94


Tingkat II (Hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat III (Hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 < 90

Sub-grup: perbatasan 140-149 < 90


Sumber: Sani, 2008

Peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan

diastolik disebut hipertensi sistolik terisolasi (isolated sytolic hypertension).

Hipertensi sistolik terisolasi umumnya dijumpai pada usia lanjut, jika

keadaan ini dijumpai pada masa dewasa muda lebih banyak dihubungkan

sirkulasi hiperkinetik dan diramalkan dikemudian hari tekanan diastoliknya

11
juga ikut meningkat. Batasan ini untuk individu dewasa diatas umur 18 tahun,

tidak dalam keadaan sakit mendadak. Dikatakan hipertensi jika pada dua kali

atau lebih kunjungan yang berbeda didapatkan tekanan darah rata-rata dari

dua atau lebih pengukuran setiap kunjungan, diastoliknya 90 mmHg atau

lebih, atau sistoliknya 140 mmHg atau lebih.

Tabel 2.2

Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Orang Dewasa Dengan Usia Diatas

18 Tahun Menurut The Sixth Report Of The Joint National Committee On

Prevention Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure.

Klasifikasi tekanan darah Tekanan sistolik dan diastolic (mmHg)


Normal <120 dan <80

Prehipertensi 120-139 dan 80-89

Hipertensi Stadium I 140-159 dan 90-99

Hipertensi Stadium II >160 dan >100

Hipertensi Stadium III >180dan >110


Sumber: Mansjoer, 2000

Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi

sistolik dan hipertensi diastolik . Pertama yaitu hipertensi sistolik adalah

jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik.

Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung

berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum dalam arteri

12
pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai

tekanan atas yang nilainya lebih besar. Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi

apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga

memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan

meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan

tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua

denyutan.

Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu

hipertensi Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah

keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya

ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi Maligna adalah keadaan

hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan keadaan kegawatan

yang merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan

ginjal.

2.1.5 Tanda dan Gejala Hipertensi

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala.

Masa laten ini menyelubungi perkembangan hipertensi sampai terjadi

kerusakan organ yang spesifik. Kalaupun menunjukkan gejala, gejala tersebut

biasanya ringan dan tidak spsifik, misalnya pusing.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul

gejala antara lain:

- Sakit kepala

13
- Kelelahan

- Mual dan muntah

- Sesak nafas

- Gelisah

- Pandangan kabur dan mata berkunang-kunang

- Mudah marah

- Telina berdengung

- Sulit tidur

- Nyeri dada dan di daerah kepala bagian belakang. (Indriyani, 2009)

2.1.6 Patogenesis

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer.

Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan

mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor

genetik, stres, obesitas, faktor endotel. Selain curah jantung dan tahanan

perifer sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium

kanan, tetapi tidak mempunyai banyak pengaruh .

Dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan

tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi yang

berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka

panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian

dimulai dari system yang bereaksi dengan cepat misalnya reflek

14
kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflek kemoreseptor, respon iskemia,

susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis otot polos.

Dari sistem pengendalian yang bereaksi sangat cepat diikuti oleh

sistem pengendalian yang bereaksi kurang cepat, misalnya perpindahan cairan

antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol hormon

angiotensi dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem yang poten dan

berlangsung dalam jangka panjang misalnya kestabilan tekanan darah dalam

jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh

yang melibatkan berbagai organ.

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer dipengaruhi oleh

beberapa faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan

membrane sel, aktivitas saraf simpatis dan renin, angiotensin yang

mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme

natrium dalam ginjal serta obesitas dan faktor endotel.

2.1.7 Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Hipertensi

2.1.7.1 Faktor Keturunan atau Gen

Kasus hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang

tuanya. Apabila riwayat hipertensi di dapat pada kedua orang tua maka

dugaan hipertensi esensial lebih besar bagi seseorang yang kedua

15
orang tuanya menderita hipertensi ataupun ada kembar monozygot (sel

telur) dan salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut

kemungkinan besar menderita hipertensi.

2.1.7.2 Faktor Berat Badan (Obesitas atau Kegemukan)

Obesitas merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun

belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas,

namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah

penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari pada penderita

hipertensi dengan berat badan normal. Pada orang yang terlalu gemuk,

tekanan darahnya cenderung tinggi karena seluruh organ tubuh dipacu

bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar

jantungpun bekerja ekstra karena banyaknya timbunan lemak yang

menyebabkan kadar lemak darah juga tinggi, sehingga tekanan darah

menjadi tinggi.

Cara mudah untuk mengetahui termasuk obesitas atau tidak

yaitu dengan mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT) Rumus untuk IMT

adalah berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan dikuadratkan (m2).

Tabel 2.3

Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia menurut Depkes RI dalam

Supariasa (2003) adalah sebagai berikut :

16
Kategori IMT
Kurus Kekurangan BB tingkat berat <17,0

Kekurangan BB tingkat rigan 17,0-18,5


Normal 18,5-25,0
Gemuk (obesitas) Kelebihan BB tingkat ringan >25,0-27,0

Keleihan BB tingkat berat >27,0


(Depkes RI dalam Supariasa 2006)

2.1.7.3 Stres Pekerjaan

Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami

stress berhubungan dengan pekerjaan mereka. Hal ini dapat

dipengaruhi karena tuntutan kerja yang terlalu banyak (bekerja terlalu

keras dan sering kerja lembur) dan jenis pekerjaan yang harus

memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya atau

pekerjaan yang menuntut tanggungjawab bagi manusia. Stres pada

pekerjaan cenderund menyebabkan hipertensi berat. Sumber stres

dalam pekerjaan( Stressor) meliputi beban kerja, fasilitas kerja yang

tidak memadai, peran dalam pekerjaan yang tidak jelas,

tanggungjawab yang tidak jelas, masalah dalam hubungan dengan

orang lain, tuntutan kerja dan tuntutan keluarga.

Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang

pendek, tetapi kemungkinan bukan penyebab meningkatnya tekanan

darah dalam waktu yang panjang. Dalam suatu penelitian, stres yang

muncul akibat mengerjakan perhitungan aritmatika dalam suatu

17
lingkungan yang bising, atau bahkan ketika sedang menyortir benda

berdasarkan perbedaan ukuran, menyebabkan lonjakan peningkatan

tekanan darah secara tiba-tiba.

2.1.7.4 Faktor Jenis Kelamin (Gender)

Wanita penderita hipertensi diakui lebih banyak dari pada laki-

laki. Tetapi wanita lebih tahan dari pada laki-laki tanpa kerusakan

jantung dan pembuluhdarah. Pria lebih banyak mengalami

kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita. Pada pria

hipertensi lebih banyak disebabkan oleh pekerjaan, seperti perasaan

kurang nyaman terhadap pekerjaan. Sampai usia 55 tahun pria

beresikolebih tinggi terkena hipertensi dibandingkan wanita. Menurut

Edward D. Frohlich seorang pria dewasa akan mempunyai peluang

lebih besar yakni satu di antara 5 untuk mengidap hipertensi.

2.1.7.5 Faktor Usia

Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya

usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar.

Pada umumnya penderita hipertensi adalah orang-orang yang berusia

40 tahun namun saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh

orang berusia muda. Boedhi Darmoejo tahun 1990 dalam tulisannya

yang dikumpulkan dari berbagai penelitian yang dilakukan di

18
Indonesia menunjukkan bahwa 1,8%-28,6% penduduk yang berusia

diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi.

2.1.7.6 Faktor Asupan Garam

Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan

darah. Telah ditunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah ketika

semakin tua, yang terjadi pada semua masyarakat kota, merupakan

akibat dari banyaknya garam yang di makan. Masyarakat yang

mengkonsumsi garam yang tinggi dalam pola makannya juga adalah

masyarakat dengan tekanan darah yang meningkat seiring

bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat yang konsumsi garamnya

rendah menunjukkan hanya mengalami peningkatan tekanan darah

yang sedikit, seiring dengan bertambahnya usia. Terdapat bukti bahwa

mereka yang memiliki kecenderungan menderita hipertensi secara

keturunan memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk

mengeluarkan garam dari tubuhnya. Namun mereka mengkonsumsi

garam tidak lebih banyak dari orang lain, meskipun tubuh mereka

cenderung menimbun apa yang mereka makan.

Natrium bersama klorida yang terdapat dalam garam dapur

dalam jumlah normal dapat membantu tubuh mempertahankan

keseimbangan cairan tubuh untuk mengatur tekanan darah. Namun

natrium dalam jumlah yang berlebih dapat menahan air (retensi),

sehingga meningkatkan volume darah. Akibatnya jantung harus

19
bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi

naik.

2.1.7.7 Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan kurang

olahraga serta bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan

darah. Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang

membahayakan jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada

jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi, maka

rokok dapat memperburuk keadaan tersebut. Merokok dapat merusak

pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit dan lapisan menjadi

tebal dan kasar. Menurut Iman Soeharto (2001) keadaan paru-paru dan

jantung mereka yang merokok tidak dapat bekerja secara efisien.

2.1.7.8 Aktivitas Fisik (Olahraga)

Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan

hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan

tekanan darah. Kurangnya melakukan olahraga akan meningkatkan

kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga

bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Meskipun tekanan

darah meningkat secara tajam ketika sedang berolahraga, namun jika

berolahraga secara teratur akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah

lebih rendah dari pada mereka yang melakukan olah raga. Olahraga

20
yang teratur dalam jumlah sedang lebih baik dari pada olahraga berat

tetapi hanya sekali.

2.1.8 Komplikasi Hipertensi

Menurut Elizabeth J Corwin (2000) komplikasi hipertensi terdiri dari

stroke, infark miokardium, gagal ginjal , ensefalopati (kerusakan otak), dan

pregnancy incuded hypertension (PIH).

2.1.8.1 Stroke

Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak, atau

akibat embulus yang terlepas dari pembuluh non- otak yang terpajan

tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila

arteri –arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan

menebal, sehingga aliran darah ke daerah–daerah yang diperdarahi

berkurang. Arteri–arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat

melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya

anurisma.

2.1.8.2 Infark Miokardium

Dapat terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang

arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium

atau apabila terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui

pembuluh tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel,

maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi

21
dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian

juga, hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan

waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritma,

hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan .

2.1.8.3 Gagal Ginjal

Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan

tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya

glomerolus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron

akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.

Dengan rusaknya membran glomerous, protein akan keluar melalui

urin sehingga sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang,

menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.

2.1.8.4 Ensefalopati (Kerusakan Otak)

Ensefalopati (kerusukan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi

maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat

tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan

mendorong ke dalam ruang interstisium diseluruh susunan saraf pusat.

Neuron-neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.

(Corwin, 2009)

2.1.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi secaa garis besar dibagi menjadi 2 jenis,

yaitu:

22
2.1.9.1 Penatalaksanaan Non Farmakologis

Menurut Sustrani, dkk (2004) penatalaksanaan nonfarmakologis atau

modifikasi gaya hidup, antara lain:

.a Mengurangi asupan garam

Mengurangi garam sering juga diimbangi dengan asupan lebih banyak

kalsium, magnesium, dan kalium (bila diperlukan untuk kasus

tertentu). Puasa garam untuk kasus tertentu dapat menurunkan tekanan

darah secara nyata.

.b Memperbanyak serat

Mengkonsumsi lebih banyak sayur atau makanan rumahan yang

mengandung banyak serat akan memperlancar buang air besar dan

menahan sebagian natrium. Sebaiknya penderita hipertensi

menghindari makanan kaleng dan makanan siap saji dari restoran,

dikhawatirkan mengandung banyak pengawet dan kurang serat.

.c Menghentikan kebiasaan buruk

Menghentikan rokok, kopi dan alkohol dapat mengurangi beban

jantung. Sehingga jantung dapat bekerja dengan baik. Rokok dapat

meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah dengan

mengendapkan kolesterol pada pembuluh darah jantung koroner

23
sehingga jantung bekerja lebih keras sedangkan alkohol dapat memacu

tekanan darah. Selain itu, kopidapat memacu detak jantung.

.d Mengurangi berat badan

Insiden hipertensi meningkat 54% sampai 142% pada penderita yang

gemuk. Penurunan berat badan dalam waktu pendek biasanya disertai

penurunan tekanan darah. Terdapat hubungan yang erat antara

perubahan berat badan dan perubahan tekanan darah dengan ramalan

tekanan darah turun sebesar 25/15 mmHg setiap Kg berat badan.

.e Mengurangi lemak

Seorang dewasa yang sehat memerlukan tidak lebih dari 75 gram

lemak per hari. Pada dasarnya ada tiga kategori lemak yang pokok

dalam diet kita, yaitu lemak jenuh, lemak tak jenuh, dan lemak tak

jenuh ganda.

2.1.9.2 Penatalaksanaan farmakologis

Pengobatan standar yang dianjurkan oleh JNC (Joint Nasional Comite

on Detection, Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure),

obat anti hipertensi yang dikembangkan berdasarkan pengetahuan

patofisiologi. Adapun obat-obatan yang sering dipakai yaitu golongan

diuretic, antagonia kalsium, penghambat konversi enzim angiotension

dan vasodilator. (Gunawan, 2001)

2.2 Kepatuhan dan Konsep Perilaku

24
2.2.1 Kepatuhan

Menurut kamus umum Bahasa Indonesia kepatuhan adalah sama

dengan patuh, sifat patuh, keadaan patuh dan ketaatan. Kepatuhan berasal dari

akar kata patuh yang berarti suka menurut, taat (pada perintah, aturan dan

sebagainya), berdisiplin. Sedangkan kepatuhan adalah sifat patuh dan ketaatan

(Depdikbud, 1999).

Kepatuhan merupakan derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis

dari dokter yang mengobatinya (Kaplan, 1997). Menurut Sacket dalam Niven

(2002), kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan

ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan.

Dan menurut Depkes RI (1997) kepatuhan adalah perilaku individu

atau kelompok terhadap suatu anjuran, prosedur maupun peraturan tertentu

yang harus dilakukan atau ditaati. Tingkat kepatuhan adalah besar kecilnya

penyimpangan pelaksanaan dibandingkan dengan standar pelayanan yang

ditetapkan.

Kepatuhan merupakan bagian dari perilaku seseorang. Menurut

Sarwono, bahwa perubahan sikap dan perilaku dimulai dari tahap kepatuhan,

identifikasi dan internalisasi, ini artinya kepatuhan merupakan tahap awal dari

perilaku sehingga semua faktor yang mempengaruhi perilaku dapat juga

mempengaruhi kepatuhan.

Menurut Gibson dikutip oleh Bart (1994), kepatuhan dapat

dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti umur, kerja, pelatihan, pendidikan,

25
penghargaan, dan sebagainya. Kepatuhan tergantung dari beberapa faktor

termasuk motivasi, persepsi terhadap kerentanan dan keyakinan tentang

pengendalian atau pencegahan penyakit, variabel penyakit, kualitas instruksi

kesehatan dan untuk mengakses sumber biaya (Carpenito, 2000).

Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut

Suddart dan Brunner (2002) adalah:

1. Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, status sosio ekonomi, dan

pendidikan.

2. Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat

terapi.

3. Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek

samping yang tidak menyenangkan.

4. Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan,

penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau

budaya dan biaya financial dan lainnya yang termasuk dalam mengikuti

regimen hal tersebut diatas juga ditemukan oleh Bart Smet dalam

psikologi kesehatan.

Menurut Smet (1994) berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan

kepatuhan seperti:

1. Dukungan profesional kesehatan

Dukungan profesional kesehatan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan

kepatuhan, conto yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut

26
adalah dengana danya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan

penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan

baik Dokter atau perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.

2. Dukungan sosial

Dukungan sosil yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehata

yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan

kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.

3. Perilaku sehat

Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien hipertensi

diantaranya adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari dari

komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita hipertensi. Modifikas

gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat anti hipertensi

sangat perlu bagi pasien hipertensi.

4. Pemberian informasi

Yaitu dengan memberikan informasi yang jelas pada pasien dan

keluarganya mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatanya.

2.2.2 Konsep Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau akivitas

organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan. Ilmu perilaku adalah suatu

kumpulan dari beberapa disiplin ilmu, karena dalam pengkajiannya

menyangkut banyak aspek dari ilmu-ilmu lain. Objek atau sasaran dari ilmu

27
perilaku ini merupakan perilaku manusia. Jadi perilaku manusia pada

hakekatnya merupakan suatu aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luasantara lain berjalan, menangis, bicara,

membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia,

baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar.

Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) mengemukakan

bahwa perilaku merupakan respon seseorang terehadap stimulus (rangsangan

dari luar). Skinner membedakan adanya dua respon, yaitu:

a) Reflexive atau respondent respons, yakni respon yang ditmbulkan oleh

rangsangan-rangsangan tertentu sehingga menimbulan respon-respon yang

relatif tetap. Misalnya makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk

makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup dan sebagainya. Respon

responden ini juga dapat menimulkan emosi bagi yang bersangkutan, baik

yang kurang menyenangkan seperti sedih, sakit atau marah dan yang

menyenangkan seperti tertawa, senang dan sebagainya.

b) Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul

dan berkembang diikuti oleh stimulus tertentu yang dapat memperkuat

respon atau perilaku yang telah dilakukan , misalnya seorang anak yang

telah melakukan perbuatan kemudian memperoleh hadiah, maka ia aka

28
lebih giat lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain

perilakunya akan lebih baik lagi.

Hasil penelitian Rogers (1974) seperti yang dikutip dalam

Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses

yang berurutan yaitu:

1. Awareness (kesadaran) dimana individu tersebut menyadari atau

mengetahui terlebi dahulu terhadap stimulus (objek)

2. Interrest (masa tertarik) terhadap stimulus atau objek.

3. Evaluation yaitu menilai baik buruknya stimulus atau objek tersebut.

4. Trial yaitu dimana subjek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki stimulus.

5. Adaptation yaitu dimana subjek telah berprilku benar sesuai dengan

apa yang dihendaki stimulus.

Menurut L. Green (1980) dalam Notoatmodjo 2003 perilaku di

pengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. Faktor-faktor predisposisi

Faktor-faktor predisposisi adalah faktor pencetus timbulnya perilaku

seperti pikiran dan motivasi atau perilaku yang meliputi: pengetahuan,

29
sikap, kepercayaan, nilai-nilai dan persepsi yang berhubungan dengan

motivasi individu yang berperilaku. Faktor lain adalah demografi seperti

status sosial, ekonomi, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan jumlah

anggota keluarga.

2. Faktor-faktor pemungkin

Faktor-faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang mendukung

timbulnya perilaku sehingga motivasi dan pikiran menjadi kenyataan.

Wujud dari faktor ini adalah lingkungan dan sumber-sumber yang ada di

masyarakat seperti sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan misalnya,

puskesmas, posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air, tempat

pembuangan sampah, makanan bergizi, tempat olahraga, uang dan

sebagainya.

3. Faktor-faktor penguat

Faktor-faktor penguat adalah faktor yang mendukung timbulnya perilaku

yang berasal dari orang lain yang merupakan kelompok referensi dari

perilaku seperti keluarga, teman sebaya, guru dan petugas kesehatan

2.3 Perilaku yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan berobat pada

penderita hipertensi

2.3.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Dari pengalaman dan

30
penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan

(Notoatmojo 2007). Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku, karena perilaku manusia sebenarnya merupakan

rekoleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keingintahuan,

kehendak, minat motivasi, persepsi sikap dan sebagainya.

Tingkat pengetahuan dalam domain kognitif:

1. Tahu

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami

Memahami diartikan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan

materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis

31
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menggambarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen, tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.

5. Sintesis

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau

menghubungkan bagian-bagian didala suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

singkat yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden.

2.3.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang maih tertutup dari seseorang

terhadap stimulus atau objek. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk

bertindak sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas (Notoatmojo,

2007).

Dalam kehidupan sehari-hari sikap adalah reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus social.sikap merupakan kesiapan atau kesedihan

untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.sikap

32
merupakan suatu tindakan aktivitas,akan tetapi adalah “predisposisi” terhadap

objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga

komponen pokok yaitu;

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3. Kecenderungan untuk bertindak

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan,

dan emosi memegang peran yang sangat penting dalam terbentuknya sikap

yang utuh. Berbagai tingkatan sikap adalah sebagai berikut:

1. Menerima

Menerima diartikan bahwa orang (objek) mana dan memperhatikan

stimulus yang diberikan.

2. Merespon

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar

atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai

33
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atua mendiskusikan suatu

masalah.

4. Bertanggung jawab

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo,

2003).

2.3.3 Pendidikan

Menurut Soeprihanto (2000), pendidikan adalah kegiatan untuk

memperbaiki kemampuan seseorang dengan cara meningkatkan bukan hanya

pengetahuan akan tetapi juga keterampilan.

Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

2.3.4 Pengahasilan

Penghasilan merupakan pendapatan yang diperoleh oleh seseorang

setelah bekerja atau melakukan suatu usaha. Menurut Garnida (2005),

pendapatan atau penghasilan seseorang adalah jumlah uang yang diterima

34
oleh seseorang dari aktifitasnya. Pembangunan ekonomi oleh pemerintah

Indonesia selama ini memang telah menghasilkan kemajuan dibeberapa

sektor-sektor ekonomi. Namun pembangunan tersebut menghasilkan beberapa

hal yang kurang baik salah satunya adalah terciptanya kesenjangan sosial

ekonomi dalam masyarakat, dimana satu sisi ada sebagian masyarakat yang

mempunyai tingkat pendapatan tinggi akan tetapi sebagian lagi mempunyai

pendapatan yang seadanya bahkan banyak yang tidak bisa memenuhi

kebutuhan sehari-hari.

2.3.5 Pekerjaan

Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh

manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas

atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan

sehari-hari istilah ini sering dianggap sinonim dengan profesi.

Pekerjaan adalah suatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau

pencarian, pemenuhan kebutuhan sehari-hari (Notoatmodjo, 2003).

Sedangkan menurut Lukman Ali (1994) dalam Misluna (2004)

pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan baik secara bersama-sama ataupun

sendiri untuk mendapatkan sesuatu. Orang yang bekerja cenderung memiliki

tuntutan dan harapan yang lebih tinggi terhadap pelayanan kesehatan

dibanding mereka yang tidak bekerja (Notoatmodjo, 2003).

2.3.6 Peran Keluarga

35
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat

dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga adalah dua

atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan

perkawinan, atau pengangkatan, berinteraksi satu sama lain dan didalam

perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

Keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para

anggota keluarganya antara lain mengena gangguan perkembangan kesehatan

setiap anggotanya, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang

tepat, memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit,

mempertahankan suaana rumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga, memanfaatkan dengan

baikfasilitas-fasilitas kesehatan yang ada. (Suprajitno, 2004)

Peranan keluarga sangat besar dan penting sekali bagi penderita

hipertensi dalam kesehairiannya, baik itu saat melakukan pengobatan maupun

dalam kehidupan sehari-hariu untuk membantu penderita melaksanakan pola

hidup sehat. (Ramintha, 2008)

2.4 Kerangka Teori

Kerangka Teori Menurut Lawrence W. Green (1980)


Faktor Predisposisi:
1. Pengetahuan
2. Keyakinan
3. Sikap
4. Demografi (status ekonomi, umur,
36
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan
dan jumlah anggota keluarga).
Faktor Pemungkin:
1. Ketersediaan sarana dan prasarana
atau fasilitas kesehatan bagi
Perilaku
masyarakat.
Spesifik
2. Fasilitas pelayanan kesehatan seperti:
puskesmas, rumah sakit, poliklinik,
posyandu, polindes, pos obat desa, dan

sebagainya.

Faktor penguat:
1. Sikap & perilaku tokoh masyrakat
2. Tokoh agama
3. Sikap & perilaku para petugas
kesehatan

37

Anda mungkin juga menyukai