Anda di halaman 1dari 43

ANEMIA DEFISIENSI BESI (Fe)

Dian Puspita Sari

1. Definisi
Anemia defisiensi Besi (Fe) adalah anemia yang disebabkan defisiensi zat besi
untuk mensintesis hemoglobin normal yang disebabkan oleh konsumsi atau intake
besi yang kurang, kehilangan darah yang kronis atau kombinasi keduanya. Anemia
defisiensi besi merupakan anemia yang tersering di dunia.

2. Anamnesis
a. Anak tampak pucat, lemah, mudah lelah, sering berdebar-debar dan sakit tulang.
b. Faktor predisposisi:
- Konsumsi besi yang kurang
- Absorbsi yang tidak adekuat
c. Besi pada asi lebih sulit diabsorbsi dibandingkan susu sapI
d. Pada pH lambung yang tinggi atau pada anak dengan konsumsi antasida
e. Pada penyakit atau gangguan pada saluran pencernaan
- Kehilangan darah yang kronis
f. Perinatal (perdarahan saat masih di dalam dikandungan )
- Putusnya tali pusat sebelum waktunya
- Pengikatan tali pusat yang tidak benar
- Setelah transfuse tukar
g. Post natal
- Hipersensitifitas pada susu sapi
- Gastritis pada penggunaan steroid, NSID dan fenilbutazon
- Infeksi parasit
- Riwayat Henoch-Schonlein purpura
h. Pada infant
- Peningkatan kebutuhan besi
i. BBLR, prematuritas, multi gravida, hipoksia kronik, penyakit jantung bawaan
sianotik, kadar Hb yang rendah saat lahir,
- Kehilangan darah atau perdarahan saat persalinan
- Riwayat diet
 Pemberian susu sapi dan makanan padat yang terlalu cepat
 Makanan dengan kadar besi yang kurang
 Konsumsi vitamin C yang kurang
 Konsumsi daging yang kurang
 Pemberian ASI lebih dari 6 bulan tanpa suplementasi besI.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Anemis, tidak ikterus, mungkin ditemukan atrofi papil lidah, pada anemia kronis
dapat terjadi pembesaran jantung dan bising sistolik fungsional yang dinamakan
“Pan Systolik Murmur”.
b. Hepar dan lien tidak embesar.
Biasanya tidak tampak sakit berat karena perjalanan penyakit menahun kecuali
bila Hb rendah sekali

4. Diagnosis Banding
a. Anemia Penyakit Kronik Thalasemia Hemoglobinopati
b. Thalasemia trait
c. Hemoglobinopati

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin: nilai Hb yang rendah
b. Kadar MCV < 79 CU, MCH < 27µg, MCHC < 32%,
c. Pada apusan darah tepi: hipokrom-mikrositik, anisositosis, poikilositosis,sel
pensil dan sel target
d. Serum iron merendah dan IBC meningkat, kadar ferritin serum menurun.
e. FEP (free erythrocyte protoporphyrin) yang meningkat
f. Terapi percobaan dengan Sulfas ferosus 3 mg/kgBB per hari selama satu bulan.

Kriteria diagnosis menurut WHO:


- Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
- Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N:32-35%)
- Kadar Fe serum <50Ug/dl (N:80-180U/dl)
- Saturasi transferin <15% (N:20-50%)
- Ferritin <20mg/ml

6. Terapi
a. Mencari faktor penyebab dan mengobati sesuai standar profesi misalnya
terhadap ankilostomiasis
b. Memberikan makanan yang banyak mengandung Heme Fe seperti daging dan
hati
c. Besi elemental 3-5mg/kgBB diberikan 3x sehari
d. Pemberian suplemen besi pada bayi dengan berat lahir rendah:
- Infant 1,5 – 2,0 kg : 2 mg/kgBB/hari
- Infant 1,0 – 1,5 kg : 3 mg/kgBB/hari
- Infant < 1 kg : 4 mg/kgBB/hari
e. Tranfusi: Diberikan packed red cell, apabila terdapat tanda-tanda gangguan
oksigenasi atau kadar Hb <6g%. Jumlah yang diberikan = kenaikan Hb yang
diinginkan XBB (kg) X4, dengan catatan makin rendah Hb anak maka dosis tiap
kali transfusi perhari menjadi semakin kecil (berkisar antara 5-10cc/ kgBB/hari)

7. Edukasi
Menganjurkan pemberian ASI untuk bayi dan pemberian preparat besi pada bayi
premature sampai usia 1 tahun atau pemberian makanan tambahan yang
mengandung suplemen besi pada usia 4-6 bulan.

8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam

Daftar Pustaka
1 . Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
2. Kawsari, Zlotkin Stanley, Parkin P. Iron Deficiency Anemia in Childen. Canadian
Paediatric Surveilance. 2011.
ANEMIA HEMOLITIK (THALASSEMIA)
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang disebabkan defek genetik
(mutasi) pada gen- gen globin yang ditandai oleh berkurangnya atau tidak disintesis
satu atau lebih rantai globin pembentuk hemoglobin

2. Anamnesis
Keluhan anemia umumnya: anak pucat yang lama (kronis), lemah, mudah lelah,
sering berdebar, perut membesar (akibat hepato splenomegali), gangguan
pertumbuhan, riwayat transfusi berulang, adanya riwayat penyakit yang sama
dalam keluarga (thalassemia).

3. Pemeriksaan Fisik
Anemis/pucat, pertumbuhan terganggu atau short stature, “Facies cooley”,
pembesaran hati dan limpa, gizi kurang/buruk, hiperpigmentasi kulit, pubertas
terlambat.

4. Diagnosis Banding
a. Anemia defesiensi Fe
b. Anemia Sideroblastik
c. Anemia defisiensi G6PD

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
- Kadar Hb Rendah
- Retikulosit tinggi
- “Blood film“: anisositosis, poikilositosis, hipokrom, seltarget(+), fragmentosit,
seleritrosit muda
- (normoblast).
- Kadar HbF lebih dari 1% dan atau ditemukan Hb Patologis pada Hb analisa

b. Radiologi :
- Pada tulang-tulang panjang akan tampak gambar osteoporosis serta kortek
tulang menipis akibat medulla yang melebar.
- Pada tulang tengkorak tampak atap tulang tengkorak yang menebal,
kadang-kadang tampak
- “HairBrushAppearrance”.

6. Terapi
a. Transfusi darah. Diberikan “Packed red cell leuco depleted” dan untuk pertama
kali diberikan bila Hb < 7g/dl yang diperiksa berturut-turut dengan jarak 2 minggu
atau Hb ≥7g/dl disertai gejala: perubahan muka, gangguan tumbuh kembang,
fraktur tulang dan terdapat hematopoeitik ekstrameduler. Pada penanganan
selanjutnya, transfuse diberikan bila Hb < 9g/dl dan dipertahankan Hb12g/dl.
b. Pemberian “Iron Chelating Agent”atau kelasi besi jika didapatkan kadar ferritin
≥1000. Preparat kelasi besi yang digunakan adalah Deferiprone (ferriprox)
dengan dosis 50-100mg/hari (3xperhari), Deferasirox (exjade) dengan dosis 75-
100mg/hari (1xperhari) dan Deferoxamine (desferal) dengan dosis 30-50 mg/kg
selama 5 hari dalam seminggu.
c. Diet yang adekuat, roboransia.
d. Pemberian asam folat 2x5mg/hari, vitaminE 2 x 200IU/hari, Aspilet 80mg
jika trombosit >600.000/µl

7. Edukasi
a. Seluruh keluarga diperiksa. Bila ada pembawa sifat diberikan marriage
counseling sebelum menikah.
b. Saran Keluarga Berencana.
b. Bila mendapatkan anak dengan fenotif normal, dianjurkan untuk KB
c. Bila tidak mendapatkan anak dengan fenotif normal, boleh punya anak lagi
dengan kemungkinan thalassemia atau membawa sifat thalassemia.
d. Pencegahan terhadap infeksi, misalnya infeksi saluran pernapasan

8. Prognosis
Advitam: dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad malam
Ad functionam: dubia ad bonam

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7.
Fifth Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Adalah suatu keganasan pada seri granulopoetik ditandai dengan akumulasi
limfoblas di sum-sum tulang dan merupakan keganasan tersering pada anak.

2. Anamnesis
a. Pucat mendadak, demam, perdarahan kulit berupa bercak kebiruan,
perdarahan dari organ tubuh lainnya misalny aepistaksis, perdarahan gusi,
hematuria dan melena.
b. Bisa timbul mual, muntah, pusing dan nyeri pada sendi.
c. Sering demam dengan sebab yang tidak jelas.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit : Tanda perdarahan; petechie, hematom, ekimosis,
b. SSP : Nyeri kepala, muntah, papil edema, hemiparese, kejang,
gejala TIK meningkat
c. Mata : perdarahan subkonjungtiva hingga perdarahan retina
d. THT : Linfadenopati, Miculicz syndrome
e. Jantung : kardiomegali ec anemia, tahikardi, hipotensi dengan gejala
gagal jantung
f. Paru : Efusi pleura,
g. Gastro intestinal : Hepato-splenomegali
h. Ginjal : Hematuri, perbesaran ginjal, hipertensi
i. Muskuluskeletal : Nyeri tulang dan sendi, osteolisis, perdarahan sendi

4. Diagnosis Banding
a. AML
b. Reaksi Leukemoid
c. Anemia aplastik
d. ITP
e. Infiltrasi tulang pada solid tumor (metastasis)
f. Rheumatoid Fever

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah tepi: leukositosis atau hiperleukositosis yang hebat atau limfositosis
relative disertai gambaran penekanan sum-sum tulang berupa anemia,
trombositopenia, netropenia, disertai adanya sel-sel blast (limfoblast>5%)
b. BMP: sistem eritropoetik, granulopoetik tertekan, limfoblast≥10%
c. Apabila terjadi infiltrasi ke SSP maka dapat ditemukan sel-sel
leukemia dalam cairan serebrospinalis

6. Terapi
Menggunakan Protokol Indonesia 2013, yang terbagi atas:
a. Protokol Indonesia 2013 ALL-SR
b. Protokol Indonesia 2013 ALL-HR

7. Edukasi
Mencegah perdarahan, infeksi selama dilakukan kemoterapi

8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

Daftar Pustaka
1 . Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
2 . Imbach, Paul, Kuhne, Thomas, Arceci. Pediatric Oncology a Comprehensive
Guide. Second Edition. 2011: 5-20
HEMOFILIA
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Hemofilia merupakan suatu penyakit genetik atau gangguan perdarahan yang
bersifat herediter akibat kekurangan faktor pembekuan VIII dan IX. Saat ini
dikenal dua bentuk hemofilia, yaitu hemophilia A karena kekurangan faktor VIII
(anti hemophilic factor) dan hemophilia B karena kekurangan faktor IX (Christmas
factor).

2. Anamnesis
a. Perdarahan yang sukar berhenti setelah atau tanpa adanya trauma/operasi
b. Perdarahan pada sendi dan otot yang mengenai pembuluh darah besar.
c. Riwayat/silsilah keluarga dengan hemofilia

3. Pemeriksaan Fisik
a. Hemartrosis
b. Hematom Intramuskular
c. Hematuria
d. Perdarahan mukosa (mulut, gigi, epistaksis, GEH)
e. Resiko tinggi perdarahan:
- SSP( Intra cranial, intra spinal)
- Retrofaringeal
- Retroperitoneal
- Perdarahan karena trauma (femur, tibia, perineal, otot fleksi pada tangan dan
bokong)

4. Diagnosis Banding
Penyakit Von Willebrand

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah tepi: pada saat awal normal (Hb, leukosit, trombosit)
b. Masa perdarahan normal, masa pembekuan memanjang, rumple leed negatif
c. PTT atau aPTT memanjang. PT dan TT normal
d. Pemeriksaan FVIII atau FIX kurang dari normal.
6. Terapi
a. Keadaan emergensi/penderita baru dan jenisnya belum jelas diberikan plasma
segar.
b. Pengobatan khusus tergantung jenis dan derajat hemofilia:
- Hemofilia A diberi konsentrat faktorVIII
- Hemofilia B diberi konsentrat faktor IX Bila tidak ada konsentrat:
- Hemofilia A diberi Kriopresipitat
- Hemofilia B diberi plasma segar
c. Pemberian konsentrat secara intravena selama 5-10 menit, dosis
sesuai derajat hemofilia
- Hemofilia Ringan: faktor pembekuan 5-10%, dosis Konsentrat 10 Iu/kgBB,
akan meningkatkan faktor VIII sebesar20%
- Hemofilia Sedang: faktor pembekuan1-5%, dosis konsentrat 15-25Iu/kgBB,
akan meningkatkan faktor VIII sebesar30-50%, dosis maintenans10-
15Iu/kgBB setiap8-12jam
- Hemofilia Berat: faktor pembekuan <1%, dosis konsentrat 40-50Iµ/kgBB,
akan meningkatkan faktor VIII sebesar 80-100%, dosis maintenans 20-
25Iu/kgBB setiap8-12jam

Pengobatan tergantung derajat hemofilia:


- Hemofilia berat : tidak menunggu perdarahan, langsung terapi substitusi
dengan anti hemophilia setiap hari sampai mencapai target faktor
pembekuan > 5%.
- Hemofilia sedang: tergantung adanya perdarahan terutama perdarahan sendi

7. Edukasi
a. Semua penderita dibatasi aktivitas fisik, dinasehatkan dilarang olah raga
yang menyebabkan benturan fisik seperti sepak bola, beladiri, bersepeda
b. Cara hidup penderita antara lain: jika sekolahnya bertingkat sebaiknya
kelasnya di lantai bawah, dirumah jangan banyak perabot (meja) yang banyak
siku-siku, rak buku jangan tinggi sehingga penderita tidak perlu memanjat untuk
mengambilnya.

8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad bonam

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7.
Fifth Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
IMMUNE TROMBOSITOPENIA PURPURA (ITP)
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Immune thrombocytopenic purpura (ITP) yang disebut juga auto immune
thrombocytopenic purpura, morbus Wirlhof atau purpura hemorrhagica
merupakan kelainan perdarahan (bleeding disorder), akibat destruksi premature
trombosit yang meningkat akibat auto antibody yang mengikat antigen trombosit.
Umumnya terjadi pada anak usia 2-4tahun, dengan insiden 4-8 kasus per 100.000
anak pertahun. ITP terjadi akut dan biasanya sembuh sendiri dalam 6 bulan, bila
dalam waktu 6 bulan tidak sembuh maka diagnosis menjadi ITP Kronis.

2. Anamnesis
a. Perdarahan spontan di bawah kulit, perdarahan dari hidung, perdarahan
gusi, yang sering didahului oleh demam/infeksi sebelumnya.
b. Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah infeksi virus atau bakteri
(infeksi saluran napas atas, saluran cerna), bisa juga terjadi setelah vaksinasi
rubella, rubeola, varisela atau setelah vaksinasi dengan virus hidup.
c. Perdarahan yang terjadi tergantung jumlah trombosit di dalam darah. Diawali
dengan perdarahan kulit berupa petekie hingga lebam. Perdarahan ini biasanya
dilaporkan terjadi mendadak.
d. Obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid, kuinidin/kuinin, aspirin dapat
memicu terjadinya kekambuhan. Obat yang mengandung salisilat dapat
meningkatkan risiko timbulnya perdarahan.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Adanya tanda-tanda perdarahan di kulit seperti petekie, ekimosis, epistaksis
atau gusi berdarah atau dapat pula terjadi anemia apabila perdarahan
berlangsung lama/kronis. Rumple Leed test positif.
b. Tidak ada pembesaran hati dan limpa.
4. Diagnosis Banding
a. Penurunan produksi trombosit:
- Kongenital: TAR syndrome, anemia fanconi, thrombositopenia
amegakariositik
- Didapat: leukemia,anemia aplastik, neuroblastoma, defisiensi nutrisi, obat-
obatan
b. Peningkatan destruksi trombosit:
- Imun : Neonatal alloimmune Trombositopenia
- Non imun : sindroma uremik hemolitik, DIC, penyakit jantung sianotik
c. Gangguan kualitas trombosit: SindromWiskott-Aldrich, Sindrom Bernard
Soulier, Anomali May-Hegglin, Sindrom Gray Platelet
d. Sekuestrasi: Sindrom Kasabach-Merrit, hipersplenisme

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah tepi:
Morfologi eritrosit, leukosit dan retikulosit biasanya normal. Hemoglobin, indeks
eritrosit dan jumlah leukosit normal. Anemia bisa terjadi bila ada perdarahan
spontan yang banyak
Trombositopenia, besar trombosit umumnya normal, hanya kadang ditemui
bentuk trombosit yang lebih besar (giant platelets)
b. Masa perdarahan memanjang (Bleeding Time)
c. BMP: Tidak perlu bila gambaran klinis dan laboratoris klasik. Dilakukan
pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila gagal terapi selama 3-6 bulan, atau
pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran hepar/lien/kelenjar
getah bening dan pada laboratorium ditemukan bisitopenia.

6. Terapi
a. Pengobatan
i. Pada penyakit pertama kali atau ITP akut
- Trombosit > 50 x 109/µl
Observasi sambil mencari kausa selama 2 minggu
Bila lebih dari 2 minggu tidak ada perbaikan atau trombosit menurun
dengan perdarahan yang masif, pengobatan dengan prednisone
dengan dosis 2mg/kgBB/hari.
- Bila trombosit < 20 x 109/µl langsung diterapi prednisone b. Pada ITP
yang berulang.

Bila ada perdarahan, trombosit turun, langsung diterapi prednison.


Keterangan:
- ITP akut, apabila terdapat episode perdarahan yang dapat mencapai
remisi dalam beberapa hari sampai minggu atau sampai waktu 6 bulan,
biasanya terjadi pada anak usia 2-5 tahun
- ITP kronis/rekuren, apa bila episode trombositopenia terjadi dalam
interval lebih dari 6 bulan, biasanya terjadi pada anak usia >7tahun

ii. Lama pengobatan:


- Bila remisi, prednisone tappering
- Bila eksarsebasi, terapi selama 6 bulan, kemudian stop
- Tak remisi, terapi 2 bulan, kemudian stop, diberi sitostatika (seperti:
siklofosfamid,vincristin atau vinblastin)

iii. Alternatif lain dengan Imunoglobulin

7. Edukasi
Prinsip perawatan adalah mencegah perdarahan terutama perdarahan intrakranial:
a. Penderita istirahat, menghindari aktivitas yang dapat menyebabkan trauma
kepala dan peningkatan tekanan intracranial seperti lari, bersepeda, memanjat
atau beladiri.
b. Apa bila penderita batuk, segera diobati sesuai penyebab dan diberikan
antitusif
c. Mengusahakan defekasi yang baik dengan memberikan makanan yang mudah
dicerna atau apa bila kesulitan defekasi dilakukan klisma atau diberikan
laksansia.
d. Bila anak rewel, dicari dan diatasi faktor pencetusnya, kalau perlu diberikan
sedatif.

8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7.
Fifth Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
LIMFOMA HODGKIN
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Limfoma Hodgkin merupakan penyakit yang progresif dengan perbesaran limfa
nodus yang tidak nyeri, disertai terhubungnya kelenjar limfe regional yang
dikonfirmasi dengan hasil histopatologis pada kelenjar yang dicurigai yang telah
diinfiltrasi oleh sel-sel (histiosit, plasmosit, eosinofil dan netrofil) dan sel Reed-
Sternberg.

2. Anamnesis
a. Ditemukan pembesaran kelenjar limfe (60-80% di temukan pembesaran
kelenjar limfe leher) yang tidak nyeri
b. Penyebaran perbesaran kelenjar umumnya mulai dari saru regional ke yang lain
c. Gangguan di luar limfe (batuk, sesak, disfagia dan perbesaran pembuluh darah
colli)
d. Demam tanpa diketahui penyebabnya.
e. Penurunan berat badan lebih dari10% dalam waktu 6 minggu terakhir
tanpa diketahui penyebabnya.
f. Berkeringat pada malam hari, lesu, nafsu makan menurun.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Limfadenopati, dapat sebagian ataupun generalisata dengan predileksi terutama
daerah servikal yang tidak terasa nyeri, diskret, elastis dan biasanya kenyal
b. Splenomegali
c. Gejala-gejala penyakit paru (bila yang terkena kelenjar getah bening
mediastinum dan hilus)
d. Gejala-gejala penyakit susunan saraf (biasanya muncul lambat).

4. Diagnosis Banding
a. Limfoma Non Hodgkin
b. Metastasis
c. Toxoplasmosis, Tuberkulosis, atipikal mikobakterium
d. Thymus hyperplasia

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran Radiologis :
b. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening mediastinum
c. Pada keadaan yang berat tampak gambaran sklerotik dan litik pada tulang
(tersering pada vertebra dan pelvis)
d. USG abdomen : ditemukan pembesaran kelenjar getah bening paraaorta
e. BMP: infiltrasi sel-sel limfoma pada sum-sum tulang

6. Terapi
a. Stadium I dan II : Radioterapi.
b. Stadium III dan IV : Kemoterapi menurut protocol MOPP yang terdiri dari:
- Nitrogen mustard 6mg/m2
- Vincristin 1,4mg/ m2 pada hari pertama dan ke delapan
- Prednison 60mg/m2 mulai hari ke 1 – 14 kemudian tapering off
- Procarbazine100mg/ m2 mulai hari ke 1 – 14
Pemberian obat diulangi setelah masa istirahat selama 2 minggu, pengobatan
diberikan selama18-24 bulan terus menerus.

7. Edukasi
Personal hygiene dan mencegah infeksi selama kemotrapi

8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

Daftar Pustaka
1 . Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
2. Imbach, Paul, Kuhne, Thomas, Arceci. Pediatric Oncology a Comprehensive
Guide. Second Edition.2011: 63 – 73
LIMFOMA NON HODGKIN
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Limfoma non Hodgkin adalah neoplasia dari sistem limfatik dan sel prekursornya
dengan gangguan genetik pada regulasi proliferasi, diferensiasi dan apoptosis. Jika
sum-sum tulang ikut terlibat, akan didapatkan gambaran klinis yang serupa dengan
leukemia.

2. Anamnesis
a. Pembengkakan kelenjar limfe pada daerah-daea dalam rah seperti leher,
lipat paha, ketiak, abdomen atau mediastinum.
b. Terdapat gejala yang tidak khas seperti:
- Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 6 bulan terakhir, tanpa diketahui
penyebabnya.
- Sering demam, sering berkeringat malam, anak tampak lesu serta nafsu
makan berkurang.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Abdomen: khususnya ileosecal, mesenterium, retroperitoneum dan ovarium:
- Nyeri perut, muntah
- Abstipasi, intussusepsi: pada anak > 6 tahun curiga NHL
- Gejala seperti apendisitis
- Ileus, asites dan gangguan berkemih
b. Mediastinum:
- Terutama pada anterior dan bagian tengah mediastinum atau thymus
area (batuk, dipsneu, stridor, wheezing)
- Vena cava superior sindrom
- Efusi pleura
c. Limfa nodus perifer:
- Tersering pada cervical, supraklavikular dan inguinal
- Limfanodus padat, multiple dan sering unilateral
d. Gangguan pada SSP, kulit, otot, tulang, dada dan sistem lainnya, gejalanya
tergantung lokasi.

4. Diagnosis Banding
a. Limfoma Hodgkin
b. Neuroblastoma
c. Burkit limfoma
d. Burkit like lymphoma
e. Lymphoblastic lymphoma
f. ALCL
g. ALL

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Patologi Anatomi
b. Rontgen thoraks : ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
mediastinum
c. USG abdomen : ditemukan pembesaran kelenjar getah bening paraaorta
d. BMP : infiltrasi sel-sel limfoma pada sumsum tulang.

6. Terapi
Kemoterapi menurut protocol COPP yang terdiri dari:
a. Cyclophosphamide 800mg/m2/ hari pada hari pertama i.v
b. Vincristin 2mg/m2/hari pada hari pertama i.v
c. Prednison 60mg/m2 pada hari ke 1 – 7, kemudian tapering off
b. Procarbazine100mg/m2 mulai hari pertama sampai hari ke-14 tapi
tidak diberikan karena sulit didapat.
c. Pemberian obat diulangi setelah masa istirahat selama 2 minggu,
pengobatan diberikan selama 3 tahun remisi terus menerus.

7. Edukasi
Menjaga kebersihan diri (Personal hygiene) dan mencegah
infeksi selama kemotrapi

8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam Ad functionam :
dubia ad malam

Daftar Pustaka
3 . Lanzkowsky,Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
4 . Imbach, Paul, Kuhne, Thomas, Arceci. Pediatric Oncology a Comprehensive
Guide. Second Edition. 2011: 63 – 73
TUMOR SEL GERMINAL(TERATOMA)
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Merupakan tumor yang berkembang dari sel germinal embrional dan mungkin
merupakan tumor dari ektoderm, mesoderm dan endoderm.

2. Anamnesis
Teratoma tersusun atas berbagai jenis sel parenkimal yang berasal dari lebih dari
satu lapisan germinal dan sering berasal dari ketiga lapisan.Tumor ini berasal
dari sel totipoten,umumnya pada garis tengah atau para axial.Lokasi yang paling
sering ditemukan adalah sacrococcygeal (57%).kemudian di gonad (29%).Lokasi
gonad yang paling sering adalah pada ovarium,disusul testis. Mediastinum (7%)
retroperitoneal(4%) cervical(3%) dan intrakranial (3%). Sel sel beriferensiasi sesuai
lapisan germinal, yang terdiri dari berbagai jaringan pada tubuh,seperti
rambut,gigi,lemak,kulit,otot,dan jaringan endokrin

3. Pemeriksaan Fisik
Tumor dapat diraba dengan ukuran bervariasi. Massa tumor biasanya terletak pada
salah satu sisi disamping garis tengah, walaupun ada beberapa yang membesar
jauh dari tulang belakang. Massa teraba keras/kistik atau cenderung berlobus-lobus
atau irreguler. Kadang-kadang didapat pelebaran vena pada dinding perut.

4. Diagnosis Banding
a. Neuroblastoma
b. Wilmstumor

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
Darah/urin rutin biasanya normal. Kimia darah dalam batas normal. Pada
keadaan keganasan dapat dijumpai peningkatan kadar alfafeto
protein(AFP),β-hCG,dan LDH.
b. Radiologi :
Pada BNO dapat dijumpai bayangan massa yang umumnya pada satu sisi
abdomen dengan udara terdorong ke dalam usus di luar massa tersebut.
Dapat dijumpai bayangan kalsifikasi yang irregular berupa bercak-bercak
kornifikasi yang merupakan pembentukan tulang dan gigi.
c. Pada IVP : tampak pendorongan dari ginjal pada sisi yang sama dan mungkin
akan mengalami penekanan dengan tanda-tanda hidronefrosis karena
penekanan ureter
d. Patologianatomi

6. Terapi
Terapi yang utama adalah pembedahan/pengangkatan massa tumor. Bila dijumpai
komponen ganas maka diberikan terapi radiasi atau pemberian kemoterapi
berupa Actinomycin D, Siklofosfamid dan Vincristin.

7. Edukasi
Menjaga kebersihan diri (Personal hygiene) dan mencegah infeksi selama
kemotrapi

8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
2. Imbach, Paul, Kuhne, Thomas, Arceci. Pediatric Oncology a Comprehensive
Guide. Second Edition. 2011: 63 – 73
TUMOR WILM
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Tumor Wilms adalah tumor ganas embrional ginjal yang berasal dari metanefron.
Tumor ini merupakan tumor ganas ginjal primer terbanyak pada bayi dan anak,
mencakup 6% dari seluruh penyakit keganasan pada anak.

2. Anamnesis
a. Adanya massa dalam perut (tumor abdomen) merupakan gejala awal tumor
Wilms yang paling sering(60%), kadang-kadang disertai nyeri perut.
b. Hematuria (makroskopis) terdapat sekitar 25% kasus, akibat infiltrasi tumor
ke dalam system kaliks.
c. Gejala lain berupa obstipasi, penurunan berat badan, diare, demam, malaise
dan anoreksia. Pada beberapa pasien dapat ditemukan nyeri perut yang bersifat
kolik akibat adanya gumpalan darah dalam saluran kencing

3. Pemeriksaan Fisik
a. Tumor abdomen (berbatas tegas dan biasanya tidak melewati garis tengah
b. Hipertensi (60% kasus)
c. Demam
d. Tanda-tanda sindrom yang berhubungan dengan tumor Wilms
e. Pletore (karena polisitemia)
f. Hematuria

4. Diagnosis Banding
a. Hepatoblastoma
b. Tumor adrenokortikal
c. Neuroblastoma
d. Hidronefrosis
e. Kistaginjal
b. Mesoblastic nephroma
a. Renal cell carcinoma

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
- LED meningkat.
- Padaurinalisa dapat ditemukan gross hematuria ataupun mikroskopis
hematuria.
- Pada darah tepi dapat ditemukan anemia.
- Terjadi peningkatan pada alfafetoprotein.

b. Radiologis :
• Pemeriksaan USG harus segera dilakukan.
• Pada foto polos abdomen terdapat pembesaran ginjal
• PadaIVP: gambaran khas berupa distorsi dari pelvis renalis dan kaliks
pada daerah yang terkena.

6. Terapi
Prinsip pengobatan Tumor Willm adalah kombinasi dari pembedahan, kemoterapi
dan radioterapi.
a. Pembedahan.
Dalam 24-48 jam setelah masuk rumah sakit diagnosis harus sudah
ditegakkan dan segera dilakukan moperasi.
b. Kemoterapi,tergantung stadium tumor.
i. Stadium I
Tidak diberikan kemoterapi pra bedah.
- Aktinomisin D15µg/kgbb/hari selama 5 hari dimulai dalam 24 jam
setelah nefrektomi.
- Vinkristin1,5/m2 pada hari ke 1,7,15,21 paska bedah.
- Radioterapi tidak diberikan untuk:
 Pasien kurang dari 2 tahun
 Pasien berumur lebih dari 2 tahun, bila secara mikroskopis tidak
ditemukan perluasan sel tumor kedalam kapsul.
- Selanjutnya vinkristin dan aktinomisin D agar diberikan setelah 9
minggu, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan dan15 bulan paska bedah.
ii. Stadium II
- Tidak diberikan kemoterapi prabedah. Aktinomisin D dan vinkristin
diberikan dengan dosis dan cara yang sama seperti pada stadium I.
- Penyinaran paska bedah terhadap daerah tumor dimulai bila mungkin
dalam waktu 7 hari setelah nefrektomi.
- Pemberian kemoterapi selanjutnya seperti pada stadium I, tetapi
waktu pemberian: 6minggu, 3, 6, 9, 12 dan 15 bulan paska bedah.
iii. Stadium III
- Tidak diberikan kemoterapi pra bedah.
- Aktinomisin D dan Vinkristin diberikan dengan dosis dan cara yang sama
seperti stadium I.
- Penyinaran terhadap seluruh abdomen.
- Kemoterapi pemeliharaan terdiri dari Vinkristin, Aktinomisin D dan
Adreamisin. Ketiganya diberikan pada 6 minggu,3 ,6 ,9 ,12 , 15 bulan
paska bedah. Dosis dan cara pemberian vinkristin dan aktinomisin D
seperti biasa, sedangkan Adreamisan diberikan dengan dosis
50mg/m2. Dosis pertama setelah penyinaran diturunkan menjadi
30mg/m2.

iv. Stadium IV
a) Metastase ke paru-paru pada saat diagnosis dengan tumor primer
dapat diangkat: tidak diberikan kemoterapi pra bedah.
b) Operasi pada hari I(nefrektomi), kemoterapi paska bedah seperti
stadium II.
c) Radioterapi diberikan sebagai berikut:
- Bila tumor pecah, penyinaran seluruh abdomen seperti pada
stadium III, diberi 7 hari setelah nefrektomi.
- Bila tumor tidak pecah, maka penyinaran seperti pada stadium II.
- Bila hanya terdapat metastase ke paru-paru, penyinaran terhadap
lapangan paru ditunda sampai penilaian respon kemoterapi yang
pertama dilakukan.
- Bila metastase tidak menghilang diberikan penyinaran terhadap
lapangan paru dengan dosis 2.000 rad, untuk setiap lapangan paru
dengan dosis ekstra 1.000 rad untuk setiap metastase, sisa tumor
diobati dengan operasi.
d) Penyebaran hematogen: misalnya ke hati, tulang, dsb., pada saat
didiagnosa diberikan kemoterapi pra bedah, operasi dengan
pengangkatan tumor primer.
e) Kemoterapi paska bedah: Vinkristin, aktinomiosin D, dan Adreamisin
50mg/m2.
f) Penyinaran paska bedah terhadap daerah tumor dan abdomen.
g) Kemoterapi pemeliharaan seperti pada stadium III
h) Bila perlu dilakukan lobektomi hati sisa metastase

v. Stadium IV
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan penilaian secara
individual demi pasien (supportif)
- Bila hanya terdapat metastase ke paru-paru, penyinaran terhadap
lapangan paru ditunda sampai penilaian respon kemoterapi yang
pertama dilakukan.
- Bila metastase tidak menghilang diberikan penyinaran terhadap
lapangan paru dengan dosis 2.000 rad, untuk setiap lapangan paru
dengan dosis ekstra 1.000 rad untuk setiap metastase, sisa tumor
diobati dengan operasi.
i) Penyebaran hematogen: misalnya ke hati, tulang, dsb., pada saat
didiagnosa diberikan kemoterapi pra bedah, operasi dengan
pengangkatan tumor primer.
j) Kemoterapi paska bedah: Vinkristin, aktinomiosin D, dan Adreamisin
50mg/m2.
k) Penyinaran paska bedah terhadap daerah tumor dan abdomen.
l) Kemoterapi pemeliharaan seperti pada stadium III
m) Bila perlu dilakukan lobektomi hati sisa metastase

vi. Stadium IV
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan penilaian secara
individual demi pasien (supportif)

7. Edukasi
Menjaga kebersihan diri (Personal hygiene) dan mencegah infeksi selama
kemotrapi

8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
2. Imbach, Paul, Kuhne, Thomas, Arceci. Pediatric Oncology a Comprehensive
Guide. Second Edition
RETINOBLASTOMA
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Retinoblastoma adalah tumor ganas saraf retina embrional yang merupakan
keganasan intraocular yang paling sering terjadi pada anak.

2. Anamnesis
Pada tahap dini timbul gejala “cat's eye sign” dengan bintik hitam mata menjadi
putih dan bila terkena sinar mengkilat seperti mata kucing (cat’s eye sign). Sering
kali penderita datang dengan stadium yang sudah lanjut dalam bentuk bola mata
membengkak atau menonjol, kadang menjadi juling. Dapat adanya benjolan pada
kelenjar limfe leher, sakit kepala, pusing dan nyeri pada tulang

3. Pemeriksaan Fisik
Pada mata dijumpai adanya proptosis, leukoria unilateral atau bilateral. Pada leher
dapat dijumpai adanya pembesaran kelenjar limfe preaurikuler.

4. Diagnosis Banding
a. Retinoblastoma intraokuler :
- Coat disease
- Persistent hyperplastic primary vitreus
- Retrolental fibroplasia
- Hamartoma retina
- Endoftalmitis
- Infeksi toksokara
- Hamartoma astrositik
- Medulo epitelioma
- Katarak
- Uveitis

b. Retinoblastoma Ekstraokular
- Selulitis orbital
- Neuroblastoma metastatik
- Rabdomiosarkoma orbital
- Leukemia
- limfoma
5 Pemeriksaan Penunjang
Tujuan : untuk menegakkan diagnosis dan staging
a. USG orbita
b. Ct scan dan MRI orbita dan kepala sangat berguna untuk mengevaluasi
nervus optikus, orbital, keterlibatan sistem saraf pusat dan adanya kalsifikasi
intraokular
c. Aspirasi biopsi jarum halus hanya direkomendasikan pada kasus yang
diagnosisnya masih
b. meragukan dan merupakan langkah yang dilakukan untuk mencegah
penyebaran ekstraokular dari sel tumor
a. Untuk melihat penyebaran ekstraokular: aspirasi dan biopsi sum-sum tulang,
sitologi--cairan
c. serebrospinal, bone scan

6. Terapi
Penatalaksanaan Retinoblastoma meliputi operasi (enukleasi),
radioterapi dan kemoterapi.
a. Operatif/exenteratio orbita, dipertimbangkan apabila:
- Tumor meliputi >50% bola mata
- Dicurigai keterlibatan rongga orbita atau saraf optikus
- Terdapat keterlibatan segmen anterior dengan atau tanpa glaucoma
neovaskular
b. Radioterapi:
Retinoblastoma termasuk jenis tumor yang respon terhadap radioterapi
- Stadium dini: dosis tiap hari:150-200rad(total dosis <2tahun: 3.500rad; total
dosis >2 tahun: 4.000rad)
- Paska operatif: pelaksanaan segera bila keadaan umum baik
- Syarat radioterapi: Hb >8g%, leukosit >3.000/µl, trombosit >80.000/µl
c. Sitostatika:
- Siklofosfamid 300 mg/m2/ minggu i.v selama 3 minggu, dilanjutkan oral 250
mg/m2 dilanjutkan oral 250 mg/m2 selama 5 hari berturut-turut dimulaihari
1-5.
- Methotrexate 20-25mg/m2/minggu dimulai hari ke-2
- Vincristin 2-2,5 mg/m2 /minggu, dimulai hari pertama minimal 6 minggu.
- Prednison dapat dipertimbangkan pemberiannya dengan dosis 40-
50mg/m2 peroral hari 1-4
7. Edukasi
Menjaga kebersihan diri (Personal hygiene) dan mencegah infeksi selama
kemotrapi

8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

Daftar Pustaka
1 . Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7.
Fifth Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
2 . Imbach, Paul, Kuhne, Thomas, Arceci. Pediatric Oncology a Comprehensive
Guide. Second Edition. 2011: 125 – 133
OSTEOSARKOMA
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang merupakan salah satu
keganasan tersering pada anak anak dan usia dewasa muda. Predileksi tersering
pada lengan atas, tungkai, perbatasan dengan lutut karena osteosarcoma muncul
terutama pada daerah tulang besar dengan rasio pertumbuhan yang cepat.

2. Anamnesis
Penderita Osteosarkoma umumnya penderita mengeluh nyeri dan
pembengkakan pada lokasi tumor

3. Pemeriksaan Fisik
a. Nyeri
b. Palpasi adanya massa yang lunak dan panas
c. Edema jaringan lunak
d. Fraktur tulang (pada stadium lanjut)
e. Keterbatasan Gerak
f. Penurunan berat badan

4. Diagnosis Banding
a. Ewings Sarcoma
b. Osteomyelitis
c. Osteoblastoma
d. Giant Cell Tumor
e. Aneurysmal bone cyst
f. Fibrous Dysplasi

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto X-Ray
- Pada tulang menunjukkan reaksi periostal,gambaran litik dan sklerotik pada
tulang,formasi matrix osteoid di bawah periosteum dengan gambaran khas
Codman’s Triangle, Sun burst dan moth eaten
- Pada paru-paru dapat mengambarkan kemungkinan adanya metastase
b. MRI
Untuk mengetahui eksistensi tumor, keterlibatan jaringan lunak sekitar serta
mencari adanya skip lessions.
c. Bone scan(+) atau PET – CT ( optional )
Menyingkirkan adanya metastasis di tulang
d. Biopsi (biopsi Aspirasi Jarum halus (FNAB), core biopsy)
Berguna untuk konfirmasi histopatologi penegakan diagnosis
e. Laboratorium darah (LDH / ALP )
Untuk mengevaluasi status keadaan umum dan persiapan terapi
f. Penilaian skor huvos untuk evaluasi histologik respons kemoterapi
Neo adjuvant pre operasi. Penilaian ini dilakukan secara
semikuantitatif dengan membandingkan luasnya area nekrosis terhadap sisa
tumor yang riabel :
- Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%) Grade 2 : nekrosis >50 -
<90 %
- Grade 3 : nekrosis 90 - 99 % Grade 4 : nekrosis 100 %

6. Terapi
a. Kemoterapi: preoperatif dan post operatif.
b. Protokol standar: Doxorubicin dan Cisplatin dengan atau tanpa Metotrexate
c. Operasi dengan prosedur Limb Salvage .Bila tidak memungkinkan, maka
dilakukan tindakan amputasi

7. Edukasi
a. Deteksi dini terhadap kelainan / benjolan yang tampak pada tulang
b. Menjaga kebersihan diri (Personal hygiene) dan mencegah infeksi selama
kemotrapi

8. Prognosis
Ad vitam ; dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Beberapa faktor yang menentukan prognosis pada pasien osteosarkoma :
a. Lokasi tumor b. Ukuran tumor c. Umur pasien
b. Metastasis ( ada/tidak, lokasi metastasis )
c. Respons histologi terhadap kemoterapi f. Tipe dan margin operasi
d. BMI (Body Mass Index): tidak begitu related denganosteosarcoma tetapi
berhubungan dengan prognosis
e. ALP dan LDH level: menggambarkan luasnya lesi

Daftar Pustaka
1 . Lanzkowsky, Philip. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7.
Fifth Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
2. Imbach, Paul, Kuhne, Thomas, Arceci. Pediatric Oncology a Comprehensive
Guide. Second Edition. 2011: 125 – 133
3. Kawiyana S.Osteosarkoma dan penanganannya .Dalam : Jurnal orthopedi RSUP
sanglah edisi maret 2010.Denpasar: Bagian/SMF Ortopedi dan traumatologi
bagian bedah FK unud;201068-74.
CARCINOMA NASOFARING
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring
dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring

2. Anamnesis
Gejala nasofaring yang pokok adalah :
a. Gejala Telinga
- Oklusi Tuba Eustachius
- Pada umumnya bermula pada fossa Rossenmuller. Pertumbuhan tumor
dapat menekan tuba eustachius hingga terjadi oklusi pada muara tuba. Hal ini
akan mengakibatkan gejala berupa telinga mendengung (tinnitus) pada
pasien. Gejala ini merupakan tanda awal pada KNF.
- Oklusi Tuba Eustachius dapat berkembang hingga terjadi Otitis Media.
- Sering kali pasien datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun, dan
dengan tes rinne dan webber, biasanya akan ditemukan tuli konduktif.

b. Gejala Hidung
- Epistaksis, dinding tumor biasanya dipenuhi pembuluh darah yang
dindingnya rapuh, sehingga iritasi ringan pun dapat menyebabkan dinding
pembuluh darah tersebut pecah.
- Terjadinya penyumbatan pada hidung akibat pertumbuhan tumor dalam
nasofaring dan menutupi koana. Gejala menyerupai rinitis kronis.

c. Gejala Mata
Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia (penglihatan ganda)
akibat perkembangan tumor melalui foramen laseratum dan menimbulkan
gangguan N. IV dan N. VI. Bila terkena chiasma opticus akan menimbulkan
kebutaan.

d. Penanda tumor
Pembesaran kelenjar limfa pada leher, merupakan tanda penyebaran atau
metastase dekat secara limfogen dari karsinoma nasofaring.
e. Cranial Sign
Gejala cranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai
saraf-saraf kranialis. Gejalanya antara lain :
a. Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase secara
hematogen.
b. Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
c. Kesukaran pada waktu menelan
d. Afoni
e. Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX,
N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada Lidah,
Palatum, Faring atau laring, M. Sternocleidomastoideus, M. Trapezeus.

3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan cara rinoskopi
posterior (tidak langsung) dan nasofaringoskop (langsung) serta
fibernasofaringoskopi. Dapat ditemukan tumor berupa massa yang menonjol pada
mukosa dan memiliki permukaan halus, berrnodul dengan atau tanpa ulserasi pada
permukaan atau massa yang menggantung dan infiltratif. Namun terkadang tidak
dijumpai lesi pada nasofaring sehingga harus dilakukan biopsi dan pemeriksaan
sitology

4. Diagnosis Banding
a. Angiofibroma Juvenilis
b. Hiperplasia Adenoid
c. Tumor kelenjar parotis

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen : dapat mendeteksi adanya massa ketika sudah berukuran cukup besar
b. CT Scan dan MRI : dapat dilihat secara jelas ada tidaknya massa dan sejauh
apa penyebaran massa tersebut, hingga dapat membantu dalam menentukan
stadium dan jenis terapi yang akan dilakukan
c. Laboratorium: Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan IgA anti
VCA (capsid antigen) untuk infeksi virus epstein-barr telah menunjukan
kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring
d. Pemeriksaan histopatologi samapai saat ini merupakan baku emas dalam
penentuan diagnosis penyakit keganasan

6 Terapi
Prinsip penatalaksanaan karsinoma nasofaring didasarkan pada stadium karsinoma
tersebut. Stadium I : Radioterapi
Stadium II & III : Kemoradiasi

Stadium IV (N<6cm) : Kemoradiasi

Stadium IV (N>6cm) : kemoterapi dosis penuh dilanjutkan dengan kemoradiasi.

7. Edukasi
Menjaga kebersihan diri (Personal hygiene) dan mencegah infeksi selama
kemotrapi

8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

Daftar Pustaka
1 . Lanzkowsky,Philip.Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
2 . Imbach, Paul, Kuhne, Thomas, Arceci. Pediatric Oncology a Comprehensive
Guide. Second Edition. 2011: 125 – 133
PERIPHERAL PRIMITIVE NEUROECTOERMAL TUMOR (PNET)
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Merupakan tumor yang sering ditemukan pada anak. Termasuk dalam kelompok
sarkoma Ewing yang merupakan tumor sel bulat kecil yang berasal dari jaringan
neuroektodermal.

2. Anamnesis
a. Tergantung lokasi dari penyakit ini.
b. Teraba massa dan nyeri
c. Demam pada beberapa kasus
d. Pucat
e. Pada 10% kasus didapatkan fraktur
f. Disfungi organ pada metastase (gangguan berkemih, kelemahan tungkai)

3. Pemeriksaan Fisik
a. Teraba massa pembengkakkannya yang tegang, elastis, keras, terdapat nyeri
tekan, tumbuh dengan cepat dan terdapat peningkatan suhu local
b. Febris

4. Diagnosis Banding
a. Osteomielitis
b. Leukemia Akut

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi (Rontgen, CT Scan dan MRI) : gambaran tumor primer berupa reaksi
periosteal (onion skin phenomenon) dan gambaran metastase
b. Laboratorium: Anemia, Leukositosis, gambaran tumor lisis, fungsi ginjal dan
hepar, elektrolit dan laktat. Pertimbangkan untuk pemeriksaan VMA dan HVA
dan CRP

6. Terapi
Dengan kemoterapi, radioterapi dan pembedahan
7. Edukasi
Menjaga kebersihan diri (Personal hygiene) dan mencegah infeksi selama
kemotrapi

8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky,Philip.Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
2. Imbach, Paul, Kuhne, Thomas, Arceci. Pediatric Oncology a Comprehensive
Guide. Second Edition. 2011: 125 – 133
NEUROBLASTOMA
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Adalah tumor embrional dari sistem saraf otonom dimana sel tidak berkembang
sempurna. Umumnya terjadi pada bayi usia rata-rata 17 bulan, yang berkembang
dalam sistem saraf simpatik, biasanya dalam medulla adrenal atau ganglia
paraspinal.

2. Anamnesis
Nyeri perut dan disertai terabanya benjolan di perut yang keras dan tidak nyeri,
gangguan buang air besar dan buang air kecil. Pada neuroblastoma mediastinum
dapat disertai gejala batuk kering, infeksi saluran napas dan sulit napas. Pada
stadium lanjut dapat timbul parastesia dan nyeri di tangan. Pada neuroblastoma
cervical dapat timbul miosis unilateral, blefaroptosis dan diskolorasi iris pada mata.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Gejala yang berhubungan dengan massa retroperitoneal, kelenjar adrenal dan
paraspinal:
- Teraba massa di dalam perut yang tidak nyeri dan keras
- Gangguan saluran pencernaan dan urinaria
- Kompresi pada pembuluh darah karena edema pada tungkai
- Gangguan sensoris
- Hilangnya kedali spingter

b. Gejala yang berhubungan dengan massa leher atau toraks:


- Linfadenopati cervical dan supraklavikular
- Kongesti dan edema pada wajah
- Disfungsi pernapasan
- Sakit kepala
- Proptosis orbita ekimotik
- Miosis
- Ptosis
- Eksoftalmus
- Anhidrosis

4. Diagnosis Banding
a. Osteomielitis
b. Rheumatoid arthritis
c. VIP sindrom

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen abdomen: melihat adanya massa seperti tumor adrenalis menggeser
ginjal
b. Laboratorium: peningkatan kadar katekolamin urina (VMA dan VA), mengkatnya
feritin, neuron spesifik enolase
c. CT Scan untuk mengetahui keadaan tulang dari tengkorak, leher, toraks dan
abdomen
d. Pungki sumsum tulang untuk mengetahui lokasi dan metastase tumor .

6 Terapi
a. Neuroblastoma tahap I dan II : dapat hanya dengan terapi pembedahan saja
sudah cukup atau ditambah dengan kemoterapi dan radioterapi
b. Neuroblastoma tahap III dan IV : memerlukan terapi intensif, termasuk
kemoterapi, terapi radiasi, pembedahan, transplantasi sumsum tulang
Kemoterai:
- Siklofosfamid
- Doksorubicin
- P 16

7. Edukasi
Menjaga kebersihan diri (Personal hygiene) dan mencegah infeksi selama
kemotrapi

8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky,Philip.Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
2. Imbach, Paul, Kuhne, Thomas, Arceci. Pediatric Oncology a Comprehensive
Guide. Second Edition. 2011: 125 – 133
CARCINOMA TESTIS
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Merupakan pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel-sel testis yang telah
mengalami transformasi yang berasal dari sel germinal ataupun jaringan stromal
testis.

2. Anamnesis
Adanya pembesaran testis yang sering kali tidak nyeri. 30 % penderita mengeluh
nyeri dan terasa berat pada skrotum, sedang 10% mengeluh nyeri akut pada
skrotum yang biasanya terjadi pada perdarahan intraskrotum maupun torsio testis.
Tidak jarang pasien mengeluhkan adanya massa dalam perut sebelah atas,
perbesaran kelenjar getah bening pada leher dan adanya ginekomastia. Pada
kasus dengan undescendent testis biasanya terjadi pembengkakan pada area
suprapubis, gangguan pada traktus urinaria, gangguan pencernaan serta
pembesaran kelenjar getah bening yang tidak diketahui infeksi primernya.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Pada daerah testis, didapatkan benjolan dengan konsisensi padat, keras,
tidak nyeri pada palpasi, permukaan tidak rata dan pada tes transluminasi
hasilnya negative
b. Didapatkan infiltrasi tumor pada funikulus dan epididymis
c. Teraba massa di abdomen
d. Perbesaran kelenjar getah bening
e. Dapat ditemukan ginekomastia

4. Diagnosis Banding
a. Dilatasi rate testis
b. Abses testis
c. Hematom testis
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Ragiologi Diagnostik: MRI, USG dan CT Scan dapat menemukan adanya
massa dan penyebarannya, namun tidak dapat menentukan keganasan sel
tumornya
b. Tumor marker :
- α- fetoprotein (AFP): meningkat > 90%, terutama pada keganasan germ tumor
- β-hCG, meningkat terutama pada germinoma/disgerminoma,
koriokarsinoma dan tumor lisis setelah kemoterapi
c. Histopatologi

6 Terapi
a. Eksisi total untuk mengurangi degenerasi dan rekurensi
b. Kemoterapi pada Stadium II dan III atau yang relaps:
- Cisplatin dikombinasikan dengan actinomisin D, etoposide, vinblastine dan
bleomicin juga Cyclofosfamid

7. Edukasi
Menjaga kebersihan diri (Personal hygiene) dan mencegah infeksi selama
kemotrapi

8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

Daftar Pustaka
1 . Lanzkowsky,Philip.Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
2 . Imbach, Paul, Kuhne, Thomas, Arceci. Pediatric Oncology a Comprehensive
Guide. Second Edition. 2011: 125 – 133
CARCINOMA OVARIUM
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Merupakan pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel-sel ovarium yang
telah mengalami transformasi yang berasal dari sel germinal ataupun jaringan
stromal. Hanya 1% dari total keganasan pada anak.

2. Anamnesis
Pada awal perjalanan penyakit gejala tidak jelas. Gejala biasanya muncul saat besar
ovarium menekan daerah sekitarnya (gangguan buang air besar dan kecil) atau
terjadinya torsio sehingga pasien datang dengan keluhan nyeri perut ataupun akut
abdomen.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Teraba massa tumor di daerah pelvis yang padat terfiksir dan ireguler
b. Sering disertai asites
c. Perbesaran kelenjar getah bening

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Ragiologi Diagnostik: MRI, USG dan CT Scan dapat menemukan
adanya massa dan penyebarannya, namun tidak dapat menentukan keganasan
sel tumornya
b. Tumor marker :
- α- fetoprotein (AFP): meningkat > 90%, terutama pada keganasan germ tumor
- β-hCG, meningkat terutama pada germinoma/disgerminoma,
koriokarsinoma dan tumor lisis setelah kemoterapi

c. Histopatologi

5. Terapi
a. Eksisi total untuk mengurangi degenerasi dan rekurensi
b. Kemoterapi pada Stadium II dan III atau yang relaps:
- Cisplatin dikombinasikan dengan actinomisin D, etoposide, vinblastine dan
bleomicin juga Cyclofosfamid
6. Edukasi
Menjaga kebersihan diri (Personal hygiene) dan mencegah infeksi selama
kemotrapi

7. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

Daftar Pustaka
1. Lanzkowsky,Philip.Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
2. Imbach, Paul, Kuhne, Thomas, Arceci. Pediatric Oncology a Comprehensive
Guide. Second Edition. 2011: 125 – 133
LANGERHANS CELL HISTIOCYTOSIS
Dian Puspita Sari

1. Definisi
Merupakan sekumpulan gejala yang ditandai oleh proliferasi non maligna yang
abnormal dari sel-sel histiosit yang berasal dari monosit yang menetap di dalam sel
Langerhans (kulit).

2. Anamnesis
a. Bercak kemerahan pada kulit,
b. Telinga berair
c. Demam
d. Penurunan berat badan
e. Nyeri tulang
f. Diabetes insipidus

3. Pemeriksaan Fisik
Bercak pada kulit; pada bayi seringkali berupa dermatitis seboroik yang luas pada
kepala, papula kemerahan pada badan, abdomen dan lipatan paha menyerupai
kandidiasis diaper
Exoptalmus
Perbesaran kelenjar getah bening
Dapat ditemukan hepatomegali dan splenomegali
Gambaran otitis media kronik

4. Diagnosis Banding
a. Dermatitis seboroik
b. Tuberculosis
c. Rheumatoid disorder

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Ragiologi Diagnostik:
- Rontgen : ditemukan daerah yang mengalami destruksi tulang (lytic lesion)
- CT-Scan : daerah litik yang disebut “hot spot”
b. Hematologi: pansitopenia bila sudah menginvasi sumsum tulang
c. Histopatologi : ditemukan sel birbeck granule pada sitoplasma

6. Terapi
a. Kemoterapi pada kelainan multifocal (sesuai protocol LCH)
b. Radioterapi pada kelainan unifokal

7. Edukasi
Menjaga kebersihan diri (Personal hygiene) dan mencegah infeksi selama
kemotrapi

8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

Daftar Pustaka
1 . Lanzkowsky,Philip.Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Chapter7. Fifth
Edition. Elsevier. 2011: 168-99.
2 . Imbach, Paul, Kuhne, Thomas, Arceci. Pediatric Oncology a Comprehensive
Guide. Second Edition. 2011: 125 – 133

Anda mungkin juga menyukai