Anda di halaman 1dari 16

1

GANGGUAN DISOSIATIF

Paper ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti


kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
atau Psikiatri RSU dr. Pirngadi Medan.

DI SUSUN OLEH :

NURUL PERMATA SARI SIHOTANG


NPM : 213 210 179

PEMBIMBING
dr. RITHA M. SEMBIRING, M.Ked (KJ), Sp.KJ

SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF
Psikiatri Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan dengan judul “Gangguan
Disosiatif”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar –
besarnya kepada dr. Ritha Mariati Sembiring, M.Ked (KJ), Sp.KJ, yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di bagian SMF Psikiatri Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan dalam
membantu menyusun makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memiliki banyak
kekurangan baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan menambah
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu
kedokteran dalam praktek di masyarakat.

Medan, 27 Januari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3

2.1 Gangguan Disosiatif ................................................................................. 3


2.1.1 Amnesia Disosiatif .................................................................... 4
2.1.2 Fugue Disosiatif. ....................................................................... 6
2.1.3 Gangguan Identitas Disosiatif ................................................... 8
2.1.4 Gangguan Depersonalisasi ........................................................ 10

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 12


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 13
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam keadaan kesehatan mental, seseorang' memiliki perasaan diri
(sense of self) yang utuh sebagai manusia dengan kepribadian dasar yang
tunggal. Disfungsi utama pada gangguan disosiatif adalah kehilangan
keutuhan keadaan kesadaran tersebut; orang merasa tidak memiliki identitas
atau mengalami kebingungan terhadap identitasnya sendiri atau memiliki
identitas berganda. Menyatukan pengalaman diri sendiri biasanya terdiri dari
suatu integrasi pikiran, perasaan, dan tindakan seseorang menjadi suatu
kepribadian yang unik. Walaupun penyatuan pengalaman kepribadian
tersebut adalah abnormal pada gangguan disosiatif, pasien dengan gangguan
ini menunjukkan berbagai pengalaman disosiatif dari normal sampai
patologis.1
Kita dapat memandang rentang normal fenomena disosiatif dari
beberapa sudut pandang. Banyak peneliti dan klinisi berpikir bahwa
hipnotibilitas (hipnotizability) adalah berhubungan dengan gangguan
disosiatif. Orang nonnal memiliki suatu rentang hipnotibilitas. Pasien dengan
gangguan disosiatif tidak selalu lebih mudah dihipnosis dibandingkan orang
yang sehat mentalnya, tetapi fenomena hipnosis adalah suatu contoh keadaan
disosiatif pada orang normal. Beberapa penelitian telah menyatakan suatu
hubungan antara peristiwa traumatik, khususnya penyiksaan fisik dan seksual
pada masa anak-anak, dan perkembangan gejala dan gangguan disosiatif. 1
Disosiasi timbul sebagai suatu pertahanan terhadap trauma. Pertahanan
disosiatif memiliki fungsi ganda untuk menolong korban melepaskan dirinya
sendiri dari trauma pada saat hal tersebut terjadi sambil juga menunda
menyelesaikannya yang menempatkan trauma dalam pandangan dengan sisa
kehidupan mereka. Pada kasus represi, suatu pembelahan horisontal
diciptakan oleh penghalang represi, dan material ditransfer ke dalam bawah
sadar yang dinamik. Disosiasi adalah berbeda dengan menciptakan
2

pembelahan vertikal, sehingga isi mental ada pada sejumlah kesadaran yang
pararel.1

1.2 Tujuan

Paper ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti


kepanitraan klinik senior di Departemen Psikiatri. Paper ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai gangguan disosiatif
sehingga dapat lebih mengetahui tentang gangguan ini serta mendiagnosisnya.
Pemahaman yang lebih baik tentang gangguan disosiatif ini diharapkan dapat
memudahkan dalam diagnosis sehingga jika diketahui lebih dini, pasien dapat
memiliki prognosis yang lebih baik, sehingga mencegah terjadi kesalahan
pengobatan dan mencegah gangguan ini terjadi berlarut-larut.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Disosiatif

Dalam kehidupan sehari-hari di negeri kita ini, gambaran gangguan disosiatif


kadang dijumpai di pelbagai daerah dan di sebagian daerah dianggap sebagai
bagian dari budaya atau merupakan akibat dari ritual kepercayaan tertentu.
Bukanlah hal yang salah menganggapnya sebagaimana hal tersebut, sepanjang hal
itu tidak membahayakan keselamatan jiwa seseorang yang mengalaminya.
Gambarannya yang dramatis, membuat seseorang yang mengalaminya menjadi
pusat perhatian keluarga dan masyarakat. Gangguan disosiasi dipertimbangkan
sebagai mekanisme pertahanan diri menghadapi trauma psikologik. 2
Gejala utama adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi
normal (dibawah kendali kesadaran) antara: 3
 ingatan masa lalu,
 kesadaran identitas dan peng-indera-an segera (awareness of identity
and immediate sensations), dan
 kontrol terhadap gerakan tubuh,
Pada gangguan disosiatif, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan
kendali selektif tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlansung dari harike
hari atau bahkan jam ke jam.
Pedoman Diagnostik PPDGJ III3
Untuk diagnosis pasti maka hal-hal dibawah ini harus ada :
(a) gambaran klinis yang ditentukan untuk masingmasing gangguan yang
tercantum pada F44.-; (misalnya F44.0 Amnesia Disosiatit)

(b) tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejaIa-
gejala tersebut;

(c) bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan kurun. waktu
yang jelas dengan problem . dan kejadian-kejadian yang "stressful" atau
hubungan interperson al yang terganggu (meskipun hal tersebut disangkal
oleh penderita)
4

2.1.1 AMNESIA DISOSIATIF

Gambaran utama amnesia disosiatif adalah adanya amnesia. Gejala


kuncinya adalah ketidakmampuan mengingat kembali informasi, biasanya tentang
kejadian yang penuh stres atau traumatik di dalam hidupnya. Ketidakmampuan
tersebut tidak dapat dijelaskan sebagai kondisi lupa yang biasa atau disebabkan
karena gangguan otak, namun individu masih dapat belajar sesuatu yang baru.2

Ketidakmampuan mengingat kembali informasi, biasanya tentang kejadian


yang penuh stress atau traumatik di dalam hidupnya. Bentuk umum dari amnesia
disosiatif melibatkan amnesia untuk identitas personal tetapi ingatan tentang
informasi umum masih ingat misalnya seperti apa yang dimakan untuk sarapan
pagi.2

Epidemiologi
Amnesia disosiatif lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki dan
sering terjadi pada dewasa muda dibandingkan pada usia yang lebih tua.1,2

Etiologi
Sebagian besar pasien dengan amnesia disosiatif adalah tidak mampu
untuk mengumpulkan ingatan tentang peristiwa yang menegangkan dan
traumatik. Jadi, isi emosional ingatan adalah jelas berhubungan dengan
patofisiologi dan penyebab gangguan.

Gambaran Klinis
Amnesia disosiatif terjadi secara spontan, riwayat penyakit biasanya
menemukan suatu trauma emosional pencetus yang berisi emosi menyakitkan dan
konflik psikologis-sebagai contoh, suatu bencana alam di mana pasien
menyaksikan cedera parah atau ketakutan besar akan kehidupannya. Suatu
ekspresi impuls (seksual atau agresif) yang dikhayalkan atau aktual yang tidak
mampu diatasi oleh pasien juga dapat berperan sebagai pencetus.
5

Walaupun tidak diperlukan untuk diagnosis, onset sering kali tiba-tiba, dan
pasien biasanya menyadari bahwa mereka telah kehilangan daya ingatnya.1,4
Beberapa pasien menjadi marah karena kehilangan daya ingat tersebut, tetapi
yang lainnya tampak acuh atau tidak berbeda. Depresi dan kecemasan adalah
faktor predisposisi yang sering dan sering kali ditemukan pada pemeriksaan status
mental pasien. 1,4
Bentuk amnesia disosiatif berupa : amnesia terlokalisir (hilangnya ingatan
untuk waktu singkat), amnesia umum (hilangnya memori dari seluruh periode
amnesia), amnesia yang selektif (gagal mengingat beberapa bagian bukan
keseluruhan peristiwa yang terjadi dalam waktu singkat)1,2.

Kriteria diagnosis menurut DSM IV :2

 Gangguan yang predominan adalah satu atau lebih episode tidak


mampu mengingat informasi personal yang penting, biasanya
keadaan traumatic atau penuh stress yang tidak dapat dijelaskan
hanya sebagai lupa yang biasa.
 Terjadinya gangguan bukan bagian khusus dari gejala gangguan
identitas, disosiasi fugue, gangguan stress akut yang tidak
disebabkan efek fisiologis langsung dari penggunaan zat,
gangguan neurologi atau kondisi medik umum.
 Gejala tersebut menyebabkan distress atau hendaya yang
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan lainnya.

Diagnosis Banding

 Amnesia global transiem yang disebabkan TIA ( transient ischemic


attack)
 Gangguan disosiasi lainnya ( fugue disosiatif, gangguan identitas
disosiatif)2
6

1,3,4
Tatalaksana

 Pemberian Barbiturat IV jangka pendek seperti Thiopental dan


sodium amobarbital serta benzodiazepine
 Hipnoterapi untuk relaksasi
 Psikoterapi

2.1.2 FUGUE DISOSIATIF

Fugue disosiatif merupakan meninggalkan rumah atau situasi pekerjaan


dan gagal mengingat ingatan dari identitasnya tersebut. 2

Epidemiologi
Jarang terjadi, biasanya terjai selama perang, setelah bencana alam,
konflik internal yng tinggi.1,2 Pasien tersebut sering kali, tetapi tidak selalu,
mengambil identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya baru, walaupun identitas
baru biasanya kurang lengkap dibandingkan kepribadian berganti-ganti yang
terlihat pada gangguan identitas disosiatif. Juga, pada fuga disosiatif identitas
yang lama dan baru tidak berganti-ganti, seperti yang terjadi pada gangguan
identitas disosiatif.1

Etiologi
Pasien tersebut sering kali, tetapi tidak selalu, mengambil identitas dan
pekerjaan yang sepenuhnya baru, walaupun identitas baru biasanya kurang
lengkap dibandingkan kepribadian berganti-ganti yang terlihat pada gangguan
identitas disosiatif. Juga, pada fuga disosiatif identitas yang lama dan baru tidak
berganti-ganti, seperti yang terjadi pada gangguan identitas disosiatif. 2

Gambaran Klinis
Fugue disosiatif memeliki beberapa ciri khas. Pasien berkelana dengan
tujuan, biasanya jau dari rumah dan sering berhari-hari. Selama periode ini,
mereka mengalami amnesia sepenuhnya untuk kehidupan masa lalu dan
7

hubungannya, tetapi tidak seperti pasien dengan amnesia disosiatif, mereka


umumnya tidak sadar bahwa mereka telah melupakan segalanya.
Hanya ketika mereka tiba-tiba kembali ke diri mereka sebelumnya mereka
dapat mengingat kembali waktu sebelum awitan fugue, namun mereka tetap
amnesia selama periode fugue tersebut. Pasien dengan fugue disosiatif bagi orang
lain tidak tampak berperilaku dengan cara berbeda. Keberadaan mereka diam-
diam, tidak mencolok, menyendiri; memiliki pekerjaan yang sederhana; hidup
sederhana; dan umumnya, tidak melakukan apapun untuk menarik perhatian ke
arah mereka.
Kriteria diagnosa menurut PPDGJ III:3

 Untuk diagnosis pasti harus ada:

(a) ciri-ciri amnesia disosiatif (F440);

(b) melakukan perjalanan tertentu melampaui hal yang umum dilakukannya


sehari-hari; dan

(c) kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada (makan, mandi, dsb )
dan melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang-orang yang belum
dikenalnya (misalnya membeli karcis atau bensin, menanyakan arah
memesan makanan).

 Harus dibedakan dari "postictal fugue" yang terjadi setelah serangan


epilepsi lobus temporalis, biasanya dapat dibedakan dengan cukup jelas
atas dasar riwayat penyakitnya, tidak adanya problem atau kejadian
yang ",atreasful" dan kurang jelasnya tujuan (fragmented) berkepergian
serta kegiatan dari penderita epilepsi tersebut.

Kriteria diagnosis menurut DSM IV :2


 Gangguan yang predominan adalah terjadinya perjalanan
mendadak yang diharapkan berupa meninggalkan rumah,
pekerjaan dan tidak mampu mengingat masa lalunya.
 Bingung tentang identitas personal atau perkiraan dari identitas
baru
 Penyalahgunaan zat dan pengobatan
8

 Gejala menyebabkan distress bermakna dalam bidang sosial,


pekerjaan dan lainnya.

Diagnosis Banding

 Mirip dengan demensia dan delirium


 Epilepsi parsial kompleks 2

Tatalaksana

Pemberian obat, hipnosis, mengungkapkan stressor psikologik yang


memicu., psikoterapi. 1,2,4

2.1.3 GANGGUAN IDENTITAS DISOSIATIF

Gangguan ini sering dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda/ multipel.


Gangguan disosiasi identitas merupakan gangguan disosiasi yang kronik dan
penyebabnya khas yaitu kejadian yang traumatik, biasanya kekerasan fisik atau
seksual pada masa kanak. Individu dengan gangguan ini memiliki dua atau lebih
kepribadian yang berbeda, tetapi salah satu kepribadian dapat lebih dominan
dalam waktu tertentu dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Gangguan
identitas disosiatif biasanya dlpertlmbangkan sebagai gangguan disosiatif yang
paling serius. 2

Epidemiologi
Gangguan ini paling sering ditemukan pada masa remaja akhir dan dewasa
muda, dengan rata rata usia saat diagnosis adalah 30 tahun, walaupun pasien
biasanya telah memiliki gejala selama 5 sampai 10 tahun sebelum diagnosis.
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa gangguan ini adalah lebih sering
ditemukan pada sanak saudara biologis derajat pertama dari orang dengan
gangguan dibandingkan dari populasi umum.
9

Etiologi
Penyebab gangguan identitas disosiatif adalah tidak diketahui, walaupun
riwayat pasien hampir selalu (mendekati 100 persen) melibatkan suatu peristiwa
traumatik, paling sering pada masa anak-anak. Pada umumnya, empat tipe faktor
penyebab telah dikenali: (1) peristiwa kehidupan traumatik, (2) kecenderungan
bagi gangguan untuk berkembang, (3) faktor lingkungan formulatif, dan (4) tidak
adanya dukungan eksternal.1

Gambaran Klinis
Pasien dengan gangguan identitas disosiatif seting dipikirkan memiliki
gangguan kepn'badian (umumnya Gangguan kepribadian ambang), schizoftenia,
atau gangguan bipolar yang rapid cycling.
Perubahan dari kepribadian yang satu ke kepribadian yang lain terjadi tiba-
tiba dan dramatik. Selama dalam status kepribadian yang satu, umumnya pasien
lupa dengan status kepribadian yang lain. 1,2

Kriteria diagnosis menurut DSM IV :2

 Adanya 2 atau lebih identitas atau kepribadian yang berbeda


 Paling sedikit 2 identitas atau kepribadian mengambil kendali
perilaku individu tersebut
 Tidak mampu mengingat informasi personal yang penting dan
tidak bisa dijelaskan dengan lupa yang biasa
 Gangguan tersebut tidak disebabkan efek fisiologik langsung
penggunaan zat atau kondisi medik umum.

Tatalaksana

Psikoterapi berorientasi tilikan, hipnoterapi atau teknik wawancara yang


dibantu obat. Sejumlah data menunjukkan obat antiansietas dan antidepresan
dapat berguna untuk tambahan terhadap psikoterapi dan beberapa kasus
antikonvulsan (karbamazepine/tegretol) dapat juga membantu pasien tertentu.1
10

2.1.4 GANGGUAN DEPERSONALISASI

Orang dengan gangguan ini akan merasa terpisah dari dirinya sendiri dan
lingkungannya. Orang dengan depersonalisasi ini merasa seperti bermimpi atau
bertingkah seperti robot. Pasien menyadari gejala tidak sesuai realita dan bersifat
ego-dystonic.2

Beberapa klinisi membedakan antara depersonalisasi dan derealisasi.


Depersonalisasi adalah perasaan bahwa tubuh atau dirinya asing dan tidak nyata.
Derealisasi adalah persepsi bahwa obyek /dunia luar aneh dan tidak nyata.1

Etiologi
Faktor psikologik, neurologik, penyakit sistemik, epilepsi, tumor otak,
trauma psikis dan stimulasi elektrik lobus temporal.2

Gambaran Klinis
Karakteristik inti dari depersonalisasi adalah kualitas ketidaknyataan
(unreality) dan pemisahan. Proses mental dalam dan peristiwa eksternal
tampaknya berlangsung seperti sebelumnya, tetapi dirasakan berbeda dan tidak
lagi terlihat memiliki adanya hubungan atau kepentingan dengan orang tersebut.
Bagian dari tubuh atau fisik keseluruhan mungkin terlihat asing, dan juga operasi
mental dan pen'laku yang dibiasakan.1
Hal yang cukup sering adalah sensasi adanya perubahan dalam tubuh
pasien; sebagai contoh, pasien mungkin merasa bahwa anggota geraknya adalah
lebih besar atau lebih kecil dari biasanya. Hemidepresonalisasi, yaitu perasaan
pasien bahwa separuh tubuhnya adalah tidak nyata atau tidak ada, mungkin
berhubungan dengan penyakit lobus parietalis kontralateral. Kecemasan sering
kali menyertai gangguan, dan banyak pasien mengeluh distorsi dalam rasa waktu
dan ruang.1
11

Kriteria diagnosis menurut DSM IV :2

 Pengalaman yang persisten dna brulang merasa terpisah dari


dirinya (perasaan seperti dalam mimpi)
 RTA masih utuh
 Distress dan kesulitan dalam social, pekerjaan atau fungsi area
lainnya
 Tidak terjadi selama gangguan mental lainnya seperti skizofrenia,
gangguan panic, gangguan stress akut atau efek fisilogik langsung
dari penggunaan zat.

Tatalaksana

Psikoterapi berorientasi tilikan, hipnoterapi atau teknik wawancara yang


dibantu obat. seperti antiansietas berguna untuk tambahan terhadap
psikoterapi dan psikoanalisis berorientasi tilikan ditentukan bukan dari
gejala saja tapi oleh indikasi positif berasal kepribadian pasien, hubungan
manusia dan situasi hidup. 4

SINDROM GANSER

Gejala psikiatri berat secara voluntar, kadang-kadang dijelaskan


memberikan jawaban tidak akurat atau berbicara melampaui inti. “Jawaban kira-
kira” yang disertai gejala disosiatif yang seringkali dalam keadaan menunjukkan
adanya penyebab psikogenik dan harus dimasukkan di sini.2
12

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara umum gangguan konversi (dissociative disorders) bisa didefinisikan


sebagai adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah
kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan
segera (awareness of identity and immediate sensations) serta kontrol terhadap
gerak tubuh.

Gangguan disosiatif bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam


masyarakat. Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini
mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan disosiatif bisa terkena oleh orang di
belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.

Ada beberapa penggolongan dalam gangguan disosiatif, antara lain adalah


Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Gangguan Identitas Disosiatif dan
Gangguan Depersonalisasi.

Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Terapi


obat. sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang
spesifik dalam menangani gangguan disoasiatif ini. Biasanya pasien diberikan
resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol
gejala mental pada gangguan disoasiatif ini. Bila tidak ditemukan kelainan fisik,
perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap
penanganan gejala-gejala yang ada.
13

DAFTAR PUSTAKA

(1) Kaplan.H.I., Sadock.B.J., Grebb.J.A. 2010. Gangguan disosiatif. Sinopsis


Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klin. Jilid II. BINARUPA
AKSARA. Jakarta
(2) Kusumawardhani dkk. 2013. Gangguan Disosiatif.. Buku Ajar Psikiatri
Edisi Kedua. Badan Penerbit FKUI. Jakarta.
(3) Rusdi Salim. (2003). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan
Ringkas dari. PPDGJ – III. Edisi : Dr. Rusdi Maslim. Jakarta : PT. Nuh
Jaya. Sojono.
(4) Kaplan.H.I., Sadock.B.J., Grebb.J.A. 2014. Gangguan disosiatif. Buku
ajar Psikiatri klinis Ed.2. EGC

Anda mungkin juga menyukai