Anda di halaman 1dari 3

Inisiasi Menyusui Dini dan Pemberian ASI Eksklusif

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah meletakan bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu

sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu yang dilakukan sekurang-kurangnya satu jam segera

setelah lahir. Jika kontak tersebut terhalang oleh kain atau dilakukan kurang dari satu jam dianggap

belum sempurna dan dianggap tidak melakukan IMD.

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 adalah ASI

yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau

mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan mineral).

ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung protein untuk daya

tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif dapat

mengurangi risiko kematian pada bayi. Kolostrum berwarna kekuningan dihasilkan pada hari

pertama sampai hari ketiga. Hari keempat sampai hari kesepuluh ASI mengandung

immunoglobulin, protein, dan laktosa lebih sedikit dibandingkan kolostrum tetapi lemak dan kalori

lebih tinggi dengan warna susu lebih putih. Selain mengandung zatzat makanan, ASI juga

mengandung zat penyerap berupa enzim tersendiri yang tidak akan menganggu enzim di usus.

Susu formula tidak mengandung enzim sehingga penyerapan makanan tergantung pada enzim

yang terdapat di usus bayi.

Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2016, persentase bayi baru lahir yang mendapat IMD

pada tahun 2016 sebesar 51,9% yang terdiri dari 42,7% mendapatkan IMD dalam <1 jam setelah

lahir, dan 9,2% dalam satu jam atau lebih. Persentase tertinggi di Provinsi DKI Jakarta (73%) dan

terendah Bengkulu (16%). Mengacu pada target renstra tahun 2016 yang sebesar 42%, maka

secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia kurang dari enam bulan sebesar
54,0% telah mencapai target. Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi umur 0-5 bulan

berkisar antara 32,3% (Gorontalo) sampai 79,9% (Nusa Tenggara Timur). Dari 34 provinsi hanya

tiga provinsi yang belum mencapai target yaitu Gorontalo, Riau dan Kalimantan Tengah

Persentase bayi 0-5 bulan yang masih mendapat ASI eksklusif sebesar 54,0%, sedangkan bayi

yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam bulan adalah sebesar 29,5%.

Penimbangan balita sangat penting untuk deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi buruk. Dengan

rajin menimbang balita, maka pertumbuhan balita dapat dipantau secara intensif sehingga bila

berat badan anak tidak naik atau jika ditemukan penyakit akan dapat segera dilakukan upaya

pemulihan dan pencegahan supaya tidak menjadi gizi kurang atau gizi buruk. Semakin cepat

ditemukan, penanganan kasus gizi kurang atau gizi buruk akan semakin baik. Penanganan yang

cepat dan tepat sesuai tata laksana kasus anak gizi buruk akan mengurangi risiko kematian

sehingga angka kematian akibat gizi buruk dapat ditekan. Tindak lanjut dari hasil penimbangan

selain penyuluhan juga pemberian makanan tambahan dan pemberian suplemen gizi.

Gizi buruk dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi yang perlu lebih diperhatikan pada

kelompok bayi dan balita. Pada usia 0-2 tahun merupakan masa tumbuh kembang yang optimal

(golden period) terutama untuk pertumbuhan janin sehingga bila terjadi gangguan pada masa ini

tidak dapat dicukupi pada masa berikutnya dan akan berpengaruh negatif pada kualitas generasi

penerus.

Hasil PSG tahun 2016 mendapatkan persentase balita ditimbang ≥4 kali dalam enam bulan terakhir

sebesar 72,4%, persentase tertinggi adalah Provinsi Jawa Tengah (90,9%) dan terendah provinsi

Papua (50,0%).
Status gizi balita dapat diukur dengan indeks berat badan per umur (BB/U), tinggi badan per umur

(TB/U) dan berat badan per tinggi badan ( BB/TB). Hasil pengukuran status gizi PSG tahun 2016

dengan indeks BB/U pada balita 0-59 bulan, mendapatkan persentase gizi buruk sebesar 3,4%, gizi

kurang sebesar 14,4% dan gizi lebih sebesar 1,5%. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil

PSG 2015, yaitu gizi buruk sebesar 3,9%, gizi kurang sebesar 14,9% dan gizi lebih sebesar 1,6%.

Provinsi dengan gizi buruk dan kurang tertinggi tahun 2016 adalah Nusa Tenggara Timur (28,2%)

dan terendah Sulawesi Utara (7,2%). Hasil pengukuran status gizi PSG 2016 dengan indeks BB/U

pada balita 0-23 bulan mendapatkan persentase gizi buruk sebesar 3,1%, gizi kurang sebesar

11,8% dan gizi lebih sebesar 1,5%. Dibandingkah hasil PSG 2015 juga relatif sama yaitu gizi

buruk sebesar 3,2%, gizi kurang sebesar 11,9% dan gizi lebih sebesar 1,6%. Provinsi dengan gizi

buruk dan kurang tertinggi tahun 2016 adalah Kalimantan Barat (24,5%) dan terendah Sulawesi

Utara (5,7%). Status gizi balita 0-59 bulan dengan indeks TB/U menunjukkan persentase balita

pendek dan sangat pendek. Hasil PSG 2016 mendapatkan persentase balita sangat pendek sebesar

8,6% dan pendek sebesar 19,0%. Target persentase balita pendek dan sangat pendek adalah kurang

dari 20%. Provinsi dengan persentase balita pendek dan sangat pendek terbesar adalah Sulawesi

Barat (39,7%) dan terendah adalah Sumatera Selatan (19,2%). Hanya Provinsi Sumatera Selatan

dan Bali yang kurang dari 20%.

Anda mungkin juga menyukai