Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Melinjo


Melinjo (Gnetum gnemon Linn) adalah tanaman berbiji terbuka
(Gymnospermae) yang berasal dari Asia tenggara, khususnya Indonesia. Habitat
tumbbuhan ini tersebar dari Assam (India) sampai ke Fiji (Lestari, 2015). Daun
melinjo adalah daun tunggal yang berbentuk bulat oval dan terdiri tangkai daun
dan helaian daun. Tepi daunnya merata, duduk daun berhadap – hadapan dan
tulang daun menyirip. Tanaman melinjo berupa tanaman pohon yang bisa tumbuh
mencapai tinggi 15 meter. Batang melinjo berbentuk bulat dengan permukaan
batangnya rata. Sistem pencabangannya monopodial, yaitu batang pokok terlihat
jelas lebih besar dan lebih panjang pertumbuhannya dari pada cabang. Batang
melinjo ini kokoh dan kuat sehingga sering dimanfaatkan sebagai bahan
bangunan. (Lestari, 2015).

Gambar 1. Daun Melinjo


2.2 Klasifikasi Melinjo
Taksonomi tumbuhan Melinjo (Gnetum gnemon L.) dapat diklasifikasi
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Viridiplantae
Infra Kingdom : Streptophyta
Divisio : Tracheophyta
Class : Gnetopsida
Ordo : Ephedrales
Family : Gnetaceae
Genus : Gnetum L.
Species : Gnetum gnemon L.

2.3 Kandungan Senyawa Daun Melinjo


Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai antibakteri adalah daun
melinjo. Daun melinjo memiliki kandungan senyawa aktif seperti alkaloid,
flavonoid, steroid dan tanin (Kining, 2015). Senyawa kimia seperti flavonoid dan
tanin memiliki efek sebagai antibakteri (Noor dkk, 2014).
1. Flavonoid
Senyawa flavonoid disintesis oleh tumbuhan sebagai sistem pertahanan dan
respon terhadap infeksi oleh mikroorganisme, sehingga senyawa ini efektif
sebagai senyawa antimikroba terhadap sejumlah mikroorganisme. Flavonoid
merupakan salah satu senyawa polifenol yang memiliki bermacam-macam efek
antara lain efek antioksidan, anti tumor, anti radang, anti bakteri dan anti virus
(Parubak, 2013).
2. Tanin
Tanin berfungsi sebagai astrigen yang dapat menyebabkan penciutan pori-
pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan pendarahan ringan,
sehingga mampu menutupi luka dan mencegah pendarahan yang biasa muncul
pada luka (Yenti dkk., 2011).
3. Saponin
Saponin mempunyai kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik yang
berfungsi untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan dari mikroorganisme
yang timbul pada luka sehingga luka tidak mengalami infeksi berat (Yenti dkk.,
2011).

2.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah istilah yang digunakan dalam farmasi, melibatkan
pemisahan bagian aktif dari tanaman atau jaringan hewan menggunakan pelarut
yang selektif dengan prosedur ekstraksi. Salah satu metode ektraksi yang paling
umum digunakan adalah metode maserasi (Handa, 2008). Ekstraksi merupakan
prose pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan ataupun
hewan dengan menggunakan penyari (Mukhriani, 2014). Terdapat beberapa
macam ekstraksi anatara lain :
2.4.1 Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengadukan pada suhu ruangan. Prosedurnya dilakukan dengan
merendam simplisia dalam pelarut yang sesuai dalam wadah tertutup. Pengadukan
dilakukan dapat meningkatkan kecepatan ekstraksi. Kelemahan dari maserasi
adalah prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama. Ekstraksi secara
menyeluruh juga dapat menghabiskan sejumlah besar volume pelarut yang dapat
berpotensi hilangnya metabolit. Beberapa senyawa juga tidak terekstraksi secara
efisien jika kurang terlarut pada suhu kamar (27oC). Ekstraksi secara maserasi
dilakukan pada suhu kamar (27oC), sehingga tidak menyebabkan degradasi
metabolit yang tidak tahan panas (Departemen Kesehatan RI, 2006).
2.4.2 Perkolasi
Perkolasi merupakan proses mengekstraksi senyawa terlarut dari jaringan
selular simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang
umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Perkolasi cukupsesuai, baik untuk
ekstraksi pendahuluan maupun dalam jumlah besar (Departemen Kesehatan RI,
2006).
2.4.3 Soxhlet
Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip
pemanasan dan perendaman sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan
dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar
sel. Dengan demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan
terlarut ke dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan
melewati pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi tetesan
yang akan terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping
soxhlet maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang
menghasilkan ekstrak yang baik (Departemen Kesehatan RI, 2006).
2.4.4 Refluks
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi
berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari
dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu
dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan
diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam
simplisia tersebut. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali
diekstraksi selama 4 jam (Departemen Kesehatan RI, 2006).

2.5 Metode Penanaman dan Penghitungan Jumlah Bakteri


2.5.1 Penanaman bakteri
Penanaman bakteri atau kultur dimaksudkan untuk menumbuhkan satu jenis
bakteri dalam suatu media. Media penanaman bakteri dapat berupa media cair,
setengah padat atau agar dan campuran keduanya. Uji kepekaan antibakteri
menggunakan prinsip penanaman bakteri dengan metode difusi, dilusi dan
campuran keduanya (Hafidh dkk, 2011).
2.5.2 Penghitungan jumlah bakteri
Untuk mengetahui jumlah bakteri dapat dilakukan dengan beberapa metode
diantaranya:
a. Perhitungan secara mikroskopik
Perhitungan secara mikroskopik merupakan pengamatan langsung
terhadap pertumbuhan bakteri. Metode sederhananya adalah dengan
meletakan suspensi bakteri pada bilik hitung, setelah itu dihitung secara
langsung, kemudian estimasi jumlah bakteri dihitung berdasarkan jumlah
bakteri per kotak. Dari hal tersebut dapat diketahui jumlah organisme per
volume. Metode ini menghitung bakteri mati dan bakteri hidup (Hafidh
dkk, 2011).
b. Perhitungan koloni
Bakteri akan mudah untuk diamati apabila dalam bentuk koloni, satu
koloni merupakan hasil dari pertumbuhan satu sel bakteri. Dalam hal ini
yang diamati hanyalah bakteri yang hidup karena bakteri yang mati tidak
akan tumbuh menjadi sebuah koloni. Langkah awal adalah meletakan
suspensi bakteri dengan volume tertentu pada plat agar kemudian
menunggu sampai tumbuh dan kemudian dihitung jumlah 33 koloninya.
Jumlah bakteri dipengaruhi oleh pertumbuhan bakteri, sedangkan
pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh, suhu, kadar oksigen, keasaman dan
kelembaban.33 Dalam melakukan perhitungan koloni sering terdapat
kesulitan untuk mengetahui jumlah koloni dalam satu cawan petri
dikarenakan jumlah koloni yang terlalu banyak oleh karena itu dapat
dilakukan pengenceran dengan NaCl 1/10, 1/100 dan 1/1000 hingga koloni
dapat terhitung dalam cawan petri (Hafidh dkk, 2011).

2.6 Metode Pengujian Antibakteri


Dalam pengujian antibakteri terdapat dua metode antara lain adalah :
2.6.1 Metode Difusi
Pada metode ini, penentuan aktivitas didasarkan pada kemampuan difusi
dari zat antimikroba dalam lempengan agar yang telah diinkulasikan dengan
mikroba uji. Hasil pengamatan yang akan diperoleh berupa ada atau tidak nya
zona hambatan yang akan terbentuk disekeliling zat antimikroba pada waktu
tertentu masa inkubasi (Brooks dkk, 2007). Pada metode ini dilakukan dengan 3
cara antara lain :
a. Cara Cakram (Disk)
Cara ini merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menentukan
kepekaankuman terhadap berbagai macam obat – obatan. Pada cara ini,
digunakan suatu cakram kertas saring yang berfungsi sebagai tempat
menampung zat antimikroba. Kertas saring tersebut kemudian diletakkan
pada lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji, kemudian
diinkubasi pada waktu tertentu dan suhu tertentu, sesuai dengan kondisi
optimum dari mikroba uji. Pada umumnya, hasil yang di dapat bisa
diamati setelah inkubasi selama 18-24 jam dengan suhu 37oC. Hasil
pengamatan yang diperoleh berupa ada atau tidaknya daerah bening yang
terbentuk disekeliling kertas cakram yang menunjukkan zona hambat pada
pertumbuhan bakteri (Broocks dkk, 2007). Metode cakram disk atau
cakram kertas ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya
adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus danrelatif
murah. Sedangkan kelemahannya adalah ukuran zona bening yang
terbentuk tergantung oleh kondisi inkubasi, inokulum, predifusi dan
preinkubasi serta ketebalan medium. Apabila keempat faktor tersebut tidak
sesuai maka hasil dari metode cakram disk biasanya sulit untuk
diintepretasikan. Selain itu, metode cakram disk ini tidak dapat
diaplikasikan pada mikroorganisme yang pertumbuhannya lambat dan
mikroorganisme yang bersifat anaerob obligat (Pratiwi, 2008).
b. Cara Parit (ditch)
Suatu lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji dibuat
sebidang parit. Parit tersebut berisi zat antimikroba, kemdian diinkubasi
pada waktu dan suhu optimum yang sesuai untuk mikroba uji. Hasil
pengamatan yang akan diperoleh berupa ada tidaknya zona hambat yang
akan terbentuk di sekitar parit (Pratiwi, 2008).
c. Cara Sumuran (hole/cup)
Pada lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji dibuat
suatu lubang yang selanjutnya diisi dengan zat antimikroba uji. Kemdian
setiap lubang itu diisi dengan zat uji. Setelah diinkubasi pada suhu dan
waktu yang sesuai dengan mikroba uji, dilakukan pengamatan dengan
melihat ada atau tidaknya zona hambatan di sekeliling lubang (Pratiwi,
2008).
2.6.2 Metode Dilusi
Pada metode ini dilakukan dengan mencampurkan zat antimikroba dan
media agar, yang kemudian diinokulasikan dengan mikroba uji. Hasil pengamatan
yang akan diperoleh berupa tumbuh atau tidaknya mikroba didalam media.
Aktivitas zat 10 antimikroba ditentukan dengan melihat konsentrasi hambat
minimum (KHM) yang merupakan konsentrasi terkecil dari zat antimikroba uji
yang masih memberikan efek penghambatan terhadap pertumbuhan mikroba uji. (
Pratiwi, 2008). Metode ini terdiri atas dua cara, yaitu:
a. Pengenceran Serial dalam tabung
Pengujian dilakukan dengan menggunakan sederetan tabung reaksi yang
diisi dengan inokculum kuman dan larutan antibakteri dalam berbagai
konsentrasi. Zat yang akan diuji aktivitas bakterinya diencerkan sesuai
serial dalam media cair,kemudian diinokulasikan dengan kuman dan
diinkubasi pada waktu dan suhu yang sesuai dengan mikroba uji. Aktivitas
zat ditentukan sebagai kadar hambat minimal (KHM) (Pratiwi, 2008).
b. Penipisan Lempeng Agar
Zat antibakteri diencerkan dalam media agar dan kemudian dituangkan
kedalam cawan petri. Setelah agar membeku, diinokulasikan kuman
kemudian diinkubasi pada waktu dan suhu tertentu. Konsentrasi terendah
dari larutan zat antibakteri yang masih memberikan hambatan terhadap
pertumbuhan kuman ditetapkan sebagai konsentrasi Hambat Minimal
(KHM) (Pratiwi, 2008).

2.7 Bakteri Staphylococcus aureus


Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri patogen penting
yangberkaitan dengan virulensi toksin, invasif, dan ketahanan terhadap antibiotik.
Rahmi et al. (2015); Herlina et al. (2015) menyatakan bahwa bakteri S. aureus
dapat menyebabkan terjadinya berbagai jenis infeksimulai dari infeksi kulit
ringan, keracunanmakanan sampai dengan infeksi sistemik. Infeksi yang terjadi
misalnya keracunanmakanan karena Staphylococcus, salah satujenis faktor
virulensi yaitu Staphylococcusenterotoxin (Ses). Gejala keracunan makanan
akibat Staphylococcus adalah kram perut,muntah muntah yang kadang-kadang di
ikuti oleh diare (Le Loir et al. 2003).

Anda mungkin juga menyukai