BAB II
KEGAGALAN KONSTRUKSI
and defects of such nature that are irrepairable or uneconomical to repair for
proper usage.
d) HAKI pada tahun 2001 coba mengkaitkan dengan UU-RI No.18 Tahun
1999
Tentang Jasa Konstruksi, dan memberikan usulan definisi sebagai berikut:
Definisi Umum:
Suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami
kegagalan bila tidak mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja tertentu
(persyaratan minimum , maksimum dan toleransi) yang ditentukan oleh
Peraturan, Standar dan Spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga bangunan
tidak berfungsi dengan baik.
Definisi Kegagalan Bangunan akibat Struktur.
Suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami
kegagalan struktur bila tidak mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja
tertentu (persyaratan minimum , maksimum dan toleransi) yang ditentukan
oleh Peraturan, Standar dan Spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga
mengakibatkan struktur bangunan tidak memenuhi unsur-unsur kekuatan
(strength), stabilitas (stability) dan kenyamanan laik pakai (serviceability)
yang disyaratkan.
e) Dr. Jack E. Snell, Director, Building and Fire Research Laboratory, NIST
Investigation Authorities, minutes of April 29, 2003, meeting - Gaithersburg,
Maryland, The National Construction Safety Team Advisory Committee National
Institute of Standards and Technology: All the law says is that significant loss of
life or the potential for significant loss of life within buildings would constitute a
building failure. Pernyataan ini dikemukakan pada saat ada peserta meeting
menanyakan apa definisi dari “Building Failure”.
Tentunya masih banyak lagi definisi-definisi yang dapat dikemukakan berbagai
pihak, sehingga kelihatannya sampai saat ini belum ditemukan satu kesepakatan
yang universal sebagaimana yang terlihat pada pernyataan-pernyataan berikut.
Prof. Briant Clancy, President, Institution of Structural Engineers dalam Keynote
Address pada International Conference on Foundation Failures, 12-13 May 1997,
Singapore mengatakan: ……..I have attended many Conferences over the years
but few speakers have attempted to address the question of “what is a failure?”
and I will be interested to see what contributors to this Conference decide
constitutes a failure and why?
7
Hal yang serupa juga dipertanyakan pada meeting yang lalu yang diadakan di
Gaithersburg, Maryland, The National Construction Safety Team Advisory
Committee National Institute of Standards and Technology, April 29,2003.
c) Maintenance failures.
5) Failure Range.
R J M. Sutherland Partner Harris & Sutherland, London, England, “ Structural
safety and Failure – An Overview”, International Conference on Structural
Failure, ICSF 87, Singapore, 30-31 March 1987:
Failure range from total collapses, local fractures, excessive deflections
and uncomfortable vibration to premature decay and unexpectedly high
maintenance.
Kurang pembasahan
Kebocoran
Penyambungan yang buruk
c) Pengerjaan
Kurang pemadatan ( sarang kerikil, gelembung udara )
Segregasi (tinggi jatuh)
Bleeding, penurunan setting
d) Perawatan pasca
Kurang perawatan (retak susut)
Pembongkaran acuan yang terlalu cepat
Perbaikan yang tidak baik
3) Kesalahan Penggunaan
Saat bangunan mulai beroperasi, dapat terjadi kesalahan dalam penggunaan, yang
disebabkan antara lain karena bangunan dibebani pengaruh yang dalam tahap
perencanaan tidak diperhitungkan, misalnya :
a) Beban yang lebih tinggi
b) Pembuatan lobang / bukaan
c) Penambahan struktur
Pada dasarnya suatu bangunan tidak terlepas dari kerusakan- kerusakan yang
terjadi, baik yang disebabkan oleh karena kesalahan- kesalahan perencanaan,
pelaksanaan, penggunaan maupun pengaruh eksternal / lingkungan dan waktu.
Kerusakan,baik jenis maupun penyebabnya perlu diketahui secara dini dan tepat.
Banyak jenis dan penyebab kerusakan yang dapat diketahui secara visual dengan mata
langsung maupun dengan peralatan. Dengan diketahuinya jenis dan penyebab
kerusakan akan dapat ditangani perbaikannya dengan metode yang tepat dan waktu
yang tidak terlambat. Di dalam pelaksanaan konstruksi beton bertulang harus ketat
dalam pengawasan material dan metoda pelaksaan yang diterapkan harus sesuai
dengan ketentuan teknik sipil yang telah dituangkan oleh perencana dalam dokumen
perencanaan. Material yang jelek dapat menurunkan kualitas bangunan sehingga
bangunan tidak layak fungsi selama umur rencana.
Untuk melakukan pemeriksaan terhadap struktur secara detail perlunya alat
investigasi. Peralatan investigasi terbagi 2 ( dua ) :
1) Non destructive apparatus ( alat uji tidak merusak )
Mekanik, optik, kimia, elektronik, dinamik, termik, suara.
2) Destructive apparatus ( alat uji merusak )
Mekanik, optik, kimia, elektronik, dinamik, termik
Secara umum, semua bangunan sipil dirancang untuk sesuai dengan fungsi/
tujuan dengan mengindahkan persyaratan- persyaratan kekuatan, kekakuan,
12
Jalan dan jembatan berfungsi sebagai prasarana untuk pergerakan arus lalu
lintas. Dengan demikian jalan dan jembatan direncanakan agar dapat memberi
pelayanan terhadap perpindahan kendaraan dari suatu tempat ketempat lain dengan
waktu yang sesingkat mungkin dengan persyaratan nyaman dan aman (comfortable
and safe). Sehingga dapat dikatakan bahwa kecepatan (speed) adalah merupakan
faktor yang dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai apakah suatu
jalan/jembatan mengalami kegagalan fungsi bangunan atau tidak.
Secara khusus definisi kegagalan bangunan untuk jalan dan jembatan adalah
suatu kondisi dimana bangunan jalan dan jembatan tidak mampu melayani pengguna
jalan sesuai dengan kecepatan rencana secara nyaman dan aman.
b) Geometrik
Kegiatan di bidang geometrik mencakup perencanaan alinyemen baik vertikal
maupun horizontal. Semua besaran dari elemen elemen geometrik sangat
tergantung dari kelas jalan tersebut yang akan mempengaruhi besaran kecepatan
rencana (design speed). Dengan demikian kegagalan di bidang ini dapat berupa :
Lebar lajur lalu lintas yang terlalu sempit,
Jari jari tikungan yang terlalu kecil,
Jarak pandang (henti dan menyiap) terlalu pendek,
Superelevasi yang tidak memadai,
Landai kritis yang terlalu besar,
Cross fall yang tidak memenuhi syarat,
Bahu yang terlalu sempit,
dan sebagainya.
c) Perkerasan
Kegiatan di bidang perkerasan mencakup mulai dari pemilihan bahan lapis
pondasi bawah, lapis pondasi atas dan lapis penutup (sub base, base and wearing
course), juga mencakup perhitungan tebal perkerasan (tebal masing masing
lapisan) berdasarkan perkiraan beban rencana untuk suatu umur rencana tertentu.
Dengan demikian kegagalan di bidang ini dapat berupa :
Stripping,
Differential settlement,
Pothole,
Permanent deformation,
Cracks,
Polishing,
Rutting,
dan sebagainya.
Besaran dari semua faktor diatas adalah mutu dari permukaan jalan (riding
quality) dalam bentuk parameter “Kekasaran” (Roughness) dan “Kekesatan” (Skid
Resistance).
Saluran samping tidak mampu memuat debit air sehingga jalan terendam air
untuk suatu perioda tertentu,
Gorong gorong terlalu kecil sehingga air melimpas lewat perkerasan
Guard rail yang tidak memadai atau tidak ada pada tempat yang
membutuhkan,
Guide post yang tidak memadai atau tidak pada tempat yang membutuhkan,
Rambu lalu lintas yang tidak memadai baik dari segi jumlah maupun dari segi
ketepatan jenis rambu lalu lintas yang dibutuhkan,
dan sebagainya.
b) Bangunan Atas
17
Kegagalan Bangunan Atas Jembatan dapat dibagi sesuai dengan jenis bangunan
atas yaitu:
Retak Struktural
Unsur retak akan mempengaruhi kekuatan struktur adalah lebarnya dan
kedalaman retak yang terjadi. Lebar retak yang berlebihan, disamping akan
secara langsung mengurangi kekuatan struktur juga akan memberikan peluang
udara dan air yang akan mengakibatkan terjadinya korosi yang pada akhirnya
juga mengurangi kekuatan struktrur. Maka oleh karena itu lebar maksimum
dan kedalaman retak harus dibatasi. Besarnya kedalaman maksimum retak
yang diizinkan adalah proporsional dengan tebal struktur itu sendiri.
Lendutan
Lendutan yang berlebihan, disamping akan mempengaruhi kekuatan struktur
juga mempunyai dampak psikologis bagi sipengendara. Besarnya lendutan
maksimum yang diizinkan adalah proporsional dengan bentang jembatan yang
bersangkutan.
Getaran/ Goyangan
Amplitudo getaran harus dibatasi sedemikian rupa, baik akibat angin maupun
pergerakan lalu lintas disamping sehingga masih memenuhi persyaratan baik
dari segi stabilitas struktur maupun dari dari kenyamanan sipengendara.
Besarnya amplitudo getaran maksimum yang diizinkan adalah proporsional
dengan bentang jembatan yang bersangkutan.
Kerusakan Lantai Kendaraan
Kerusakan lantai kendaran berupa retak, terkelupas dan atau pecah akan
berpengaruh secara langsung terhadap riding quality lantai kendaraan yang
menyebabkan kenyaman sipengendara akan berkurang. Maka. luas kerusakan
dibatasi tidak boleh melebihi angka yang dipersyaratkan yaitu persentase luas
yang rusak terhadap suatu luas segmen yang ditinjau.
Tumpuan (Bearing)
Kerusakan tumpuan pada derajat tertentu akan mempengaruhi sistem
pendukungan tumpuan terhadap beban yang pada akhirnya sistem distribusi
beban berubah. Oleh sebab itu tingkat kerusakan tumpuan ini harus dibatasi
sehinga tidak sampai merubah sistem pembebanan original. Besarnya tingkat
kerusakan maksimum yang diizinkan tergantung dari jenis tumpuan itu
sendiri.
Expansion Joint
Kerusakan expansion joint yang berupa robek atau terkelupasnya joint
sealantnya tidak terlalu berpengaruh terhadap kekuatan struktur. Namun akan
18
sangat berbahaya jika lubang yang yang terjadi cukup besar yang dapat
mengakibatkan bahaya bagi kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi.
Oleh karena itu tingkat kerusakan expansion joint ini harus sedemikian rupa
sehingga tidak membahayakan kepada pengendara kendaraan.
7) Acuan Standar
Standar yang dipergunakan adalah standar yang telah dikeluarkan oleh pemerintah
Republik Indonesia yang sudah mendapat status “Standar Nasional Indonesia”
(SNI), Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) dan Standar standar yang
telah dikeluarkan oleh Dit.Jen. Prasarana Wilaya (Dit.Jen. Binamarga) yang masih
dalam proses menuju RSNI dan SNI. Khusus untuk pekerjaan Jalan dan Jembatan,
SNI maupun RSNI yang sudah ada sebagian besar merujuk kepada Standar-
standar yang sudah dikenal secara internasional (world wide) mis. AASHTO,
ASTM , BS, NAASRA dll. Standar standar tersebut dapat berupa “Metoda”, “Tata
Cara” dan “Spesifikasi”.
Keruntuhan diduga karena lemahnya aksi komposit beton dan besi tulangan serta
detailing penulangan yang salah pada sebagian elemen struktur. Lemahnya aksi
komposit diduga karena rendahnya mutu beton yang diakibatkan keluarnya air
semen.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah masalah selimut beton. Karena
lokasi Pasar X berdekatan dengan lingkungan laut maka perlu ada jaminan agar
tidak terjadai korosi pada besi tulangan, karena hal ini sangat mempengaruhi
terhadap kekuatan struktur beton.
Identifikasi lebih lanjut terhadap kelayakan struktur beton perlu dilakukan oleh
kontraktor dan pihak-pihak yang terkait. Karena Pasar X merupakan bangunan
publik maka perbaikan dan perkuatan perlu dilakukan secara teliti dan sesuai
dengan Standar yang ada sehingga Pasar X dapat berfungsi sesuai dengan umur
rencana.
2) Latar Belakang
3) Metodologi
Metodologi yang digunakan untuk kajian teknis ini adalah dengan melakukan
rekonstruksi pada keruntuhan yang terjadi berdasarkan data-data yang ada dan
kondisi lapangan.
Dalam rangka kajian teknis tersebut telah dilakukan serangkaian kegiatan sebagai
berikut:
b) Survey kondisi struktur beton (balok, plat dan kolom) yang runtuh dan yang
masih berdiri, yang terdiri dari:
Pengamatan secara visual
Uji hammer test
c) Wawancara dengan pelaksana lapangan dan pihak-pihak terkait
5) Hasil Kajian
a) Kronologi Kejadian
Pada hari Selasa tanggal 13 Oktober 2009, telah terjadi keruntuhan pada
Struktur Beton Lantai 2 pada area yang dibatasi as D, G, 5 dan 9, sebagaimana
Gambar 2.1. Keruntuhan terjadi sekitar pukul 13.00 WITA pada saat terjadi
hujan deras dan angin kencang. Pada saat kejadian umur beton telah mencapai
21 hari, sehingga telah dilakukan perancah dan bekisting.
Area Keruntuhan
21
b) Pola Keruntuhan
Keruntuhan pada area yang dibatasi as D,G, 5 dan 9 merupakan keruntuhan
akibat efek domino, dengan dugaan urutan sebagai berikut:
1. Balok as F7-F8 runtuh pada tengah bentang
2. Kolom F8 roboh ke arah kolom G9 (adanya bukaan pada plat as F, G, 8
dan 9 menyebabkan kolom cenderung bergerak ke arah G9)
3. Robohnya kolom F8 menyebabkan balok F8-E8 putus
4. Putusnya balok F8-E8 diikuti runtuhnya kolom E8 ke arah kolom D9
5. Selanjutnya diikuti runtuhnya balok dan plat lainnya seluas area yang
dibatasi D, G, 5 dan 9 sebagai efek domino
kearah kolom
15/ 50/ 50/ 15/
70 50/ 7050/ D
JR
USU
EB
2 30/40 50/7 40
0 70 70 30/
45
45
30/ 30/ 30/ 30/ 30/
45 45 45 45 45
15/ 15/6
30/45
30/45
30/45
30/45
G9
3 6050/ 50/ 50/ 50/ 0
30/ 70 70 70 70 50/ 30/
15/40
15/40
50/70 50/70 50/70 50/70
30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40
30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40
50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70
30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40
30/4550/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70
45 70 45
30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 30/
45 45 45 45 45 45 45
15/ 15/
30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40
50/70
30/45
30/45 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/45
30/45
30/45
30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/4030/45
30/45 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/4030/45
60 45 50/ 50/ 30/ 30/ 30/ 50/ 50/ 45 60
4
30/ 50/ 40 50/
40 40 50/ 30/
70 70 70 70 PEKERJA
30/
30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40 30/40
45
50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70
30/4550/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70 50/70
70 70 45
50/70
30/ 70 30/
15/60
AN
30/ 30/4 30/ 30/ 30/ 40
30/ 30/4 30/ 30/ 30/ 30/
40 40
45 5 45 45 45 45 5 45 45 45 45 PERENCANAAN
30/ 30/ PEMBANGUNAN DAN
30/45
30/45
30/45
TEKNIS
50/70 30/45
50/ 45 50/7 50/ 50/ 50/ 50/ 50/ 50/ 50/ PASAR X
5 45 REHABILITASI
70 0 70 70 70 70 70 70 70
15/ 15/
50/70
15/60
60 30/4 30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 60 NAMA
5 45 45 45 45 45 45 GAMBAR
15/
15/4
15/
15/4
6 50/ 60 50/7 50/ 50/ 50/ 50/ 50/ 50/ 50/ BALOK LT.1
60
70 0 70 70 70 70 70 70 70
15/60
15/60
30/ 30/4 30/ 30/ 30/430/430/4 30/ 30/ 30/ 30/
50/70
50/70
50/70
50/70
45 5 45 45 30/
5 5 30/ 5
30/ 45 45 45 45
0
Disiapkan
0
30/ 30/
15/60
15/4
15/60
15/4
30/ 0 70 70 30/ 70
30/ 30/ 70 70 45
45
50/70
15/ 40 30/
40 40 15/
15/4
30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 30/
50/ 50/
60 60
15/60
45
15/60
45 45 45 45 45 45
30/45
30/45
SUPRAYITNO
30/45
30/ 30/4
50/70 50/70
30/45
0
Ketua
30/ 0
50/ 50/ 50/ 50/ 50/ , ST
8 45 5 Tim
Diperiksa
30/ 30/4
30/45
70 70 70 70 70
30/45
30/45
30/45
oleh :
Pejabat Pembuat
0
45 5
30/40 30/4030/40
15/
30/40 30/4030/40
50/70
15/
30/ 30/ 30/ Komitmen
60 60
70
30/ 30/
70
45 45 45
15/60
50/
45
15/60
50/ 50/
30/
9 Drs. AKHMAD
30/ 70 70 50/ 30/ NIP. 380 053
30/45
30/45
30/45
SYARWANI
45 70 532
15/ 15/45 Disetujui
RENCANA BALOK oleh : Pengelolaan Pasar dan
1 40 40 Kepala Kantor
50/ LT. 1 SKALA 1 : Kebersihan
30/40
0
45
300
70
15/40
70
15/40
15/40
30/40
30/40
15/40
50/70
50/70
50/70
30/45
30/45
30/45
30/40
Drs. AHMAD
30/40
30/40
FARHAN, Msi
A B C D E F G H I J 790
Skal No.
a
1a: Gambar
3
50 1
30/40
30/40
30/40
15/6 45 45 15/6
50/70
50/70
50/70
50/70
0 runtuh runtuh 0
50/ 50/ 50/ 50/
30/45
30/45
30/45
30/45
30/45
30/45
kolom F8 kolom70E8
30/ 70 70 70 50/ 30/
45 45
70
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
50/70
50/70
50/70
50/70
15/60
15/60
30/ 30/
30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 30/ 30/
45 45
45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
50/70
50/70
50/70
30/ 30/
45 45
50/ 50/ 50/ 50/ 50/
30/45
30/45
70 70 70 70 70
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
50/70
50/70
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
50/70
50/70
50/70
50/70
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
50/70
50/70
putus
30/ 30/ 30/ 30/ 30/
45 45 45 45 45
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
50/70
50/70
Gambar
50/
2.2 50/
Sketsa Dugaan
50/
Urutan Keruntuhan
70 70 70
30/40
30/40
30/40
30/40
50/70
50/70
22
Berdasarkan pola keruntuhan yang terjadi, maka dapat dikemukakan dugaan faktor-
faktor penyebab keruntuhan sebagai berikut:
Detail sambungan
tulangan lentur
lapangan tidak
memenuhi
persyaratan
Detail sambungan
antar kolom lemah
Detail sambungan
tulangan lentur
lapangan tidak
memenuhi
persyaratan Gambar Balok as F8-E8 Runtuh
Detail sambungan
antar kolom lemah
Secara garis besar dugaan penyebab utama keruntuhan adalah mutu beton
yang rendah dan pendetailan penulangan yang salah khususnya pada area
keruntuhan. Hasil Hammer Test sebagaimana terlampir.
Retak
Gambar 2.4 Balok 50/70 Lantai 1 yang retak akibat keruntuhan (perlu segera
perkuatan sementara sebelum remedial work)
Alternatif perkuatan yang bisa digunakan antara lain dengan menambah plat
baja pada bagian yang retak (bonded steel plate) sebagaimana sketsa Gambar.
Perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk menentukan solusi yang optimal.
Contoh pendetailan tulangan yang salah dijumpai pada tulangan tumpuan plat.
Gambar 2.10 .Detail Penulangan Pelat yang Salah, Tulangan Tumpuan di atas
Seharusnya Ada
Terdapat beberapa struktur balok dan plat yang tidak kedap air
Beton spailling
Gambar 2.17 Usulan Rencana Perbaikan Plat yang Belum Terpasang Tulangan
Tumpuan
32
2.4 Pertanyaan
1) Dari siklus hidup sebuah proyek, jelaskan peluang terjadinya kegagalan
konstruksi!
2) Jelaskan penyebab terjadinya kegagalan konstruksi pada setiap tahap siklus
sebuah proyek!
3) Bagaimana cara meminimalkan peluang terjadinya kegagalan konstruksi pada
setiap tahap siklus sebuah proyek?
2.5 Tugas
1) Buatlah makalah tentang cacat dan kegagalan pada beton bertulang beserta cara
penanganannya
2) Buatlah makalah tentang cacat dan kegagalan konstruksi yang terjadi pada
bangunan air