Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Lailatul qadar termasuk salah satu dari sekian banyak malam-malam yang
telah dipilih oleh Allah bagi umat Islam. Amal yang dikerjakan dengan ikhlas
pada malam ini sebanding dengan amal yang dikerjakan selama seribu bulan.1
Malam kekuasaan atau malam ketetapan. Pengetahuan tentang apa yang tertulis
diturunkan pada malam kekuasaan atau malam ketetapan dan diberitahukan
kepada Nabi Muhammad SAW dan pelanjutnya. Dengan demikian malam itu
adalah malam ketika Nabi diberi pengetahuan, malam ketika lembaran
tersembunyi dibukakan kepadanya. Malam ketetapan adalah malam penyingkapan
pada saat hati terbuka, pada saat pengakuan langsung bahwa yang ada hanyalah
Allah, dan bahwa segala sesuatu menerima penciptaan ini dari kekuasaan tunggal
tersebut, semuanya dialami.2
Kata qadar sendiri digunakan untuk tiga arti:
1. Kata qadar bermakna penetapan dan pengaturan, sehingga Lailat Al-Qadar
dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia.
Pendapat ini terdapat dalam firman Allah dalam surat Ad-Dukhan ayat 3-5.
2. Kata qadar bermakna kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia tiada
bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Qur’an,
serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih.
Pendapat ini terdapat dalam firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 91.
3. Kata qadar bermakna sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit,
karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi. Pendapat ini terdapat dalam
surat Al-Qadr ayat 4 dan Al-Ra’d ayat 26.3

1
Muhtadi Kadi & Kusrin Karyadi, Mengisi Ramadhan Seperti Mereka, (Jakarta:
Maghfirah Pustaka, 2006), hlm. 200
2
Muhammad Taufiq Ali Yahya, Puasa & Amalan Menggapai Lailatul Qadar, (Jakarta:
Lentera, 2007), hlm. 494-495.
3
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 539.

1
2

Lailatul qadar sesuatu yang menimbulkan berbagai macam pertanyaan


yang terjadi dalam umat muslim, peristiwa yang sungguh membuat manusia ingin
sekali mendapatkan malam tersebut. Namun dengan cara seperti apa manusia
mendapatkan malam yang penuh berkah ini? Apakah manusia mengerti dengan
datangnya malam tersebut? Apakah hanya terjadi pada malam bulan Ramadhan
saja? Ataukah sepanjang tahun baik itu Ramadhan maupun tidak? Apakah
manusia yang mendapatkan malam lailatul qadar dapat berubah secara lahiriyah
maupun bathiniyah?
Lantas bagaimana manusia mampu mengetahui bahwa malam tersebut
telah datang terhadap dirinya? Apa dan bagaimana malam itu? Apakah ia terjadi
sekali saja yakni malam ketika turunnya Al-Qur’an lima belas abad yang lalu,
atau terjadi setiap bulan Ramadhan sepanjang masa? Bagaimana kedatangannya,
apakah setiap orang yang menantinya pasti akan mendapatkannya? Benarkah ada
tanda-tanda fisik material yang menyertai kehadirannya, seperti membekunya air,
heningnya malam, dan menunduknya pepohonan dan sebagainya? Bahkan masih
banyak lagi pertanyaan yang dapat dan sering muncul berkaitan dengan malam al-
Qadar itu.4
Malam tersebut adalah malam mulia. Tidak mudah diketahui betapa besar
kemuliaannya. Hal ini diisyaratkan oleh adanya “pertanyaan” dalam bentuk
pengagungan, yaitu: “Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?” (Q.S.
al-Qadar, 97: 2)
Tiga belas kali kalimat ma adraka terulang dalam Al-Qur’an, sepuluh di
antaranya mempertanyakan tentang kehebatan yang berkait dengan hari
kemudian, seperti: Ma adraka ma yaum al-fashl, dan sebagainya. Kesemuanya
merupakan hal yang tak mudah dijangkau oleh akal pikiran manusia, kalau tidak
berkata mustahil dijangkaunya. Tiga kali Ma adraka sisa dari angka tiga belas itu
adalah: “Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?” (Q.S. at-
Thariq, 86: 2). “Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?” (Q.S.

4
Darmizal & Badri Khaeruman, Puasa Ibadah Untuk Mawas Diri (Jakarta: Iris Press
Bekerjasama dengan DPP Demokrat, 2006), hlm. 87.
3

al-Balad, 90: 12). “Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?” (Q.S. al-
Qadar, 97: 2). 5
Sayyid Quthub dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an menyatakan, dinamakannya
malam itu dengan lailatul qadar karena malam itu bermakna penentuan dan
pengaturan, dan bermakna bernilai tinggi dan berkedudukan. Kedua makna itu
bersesuaian dengan peristiwa alam yang besar. Peristiwa Al-Qur’an, wahyu, dan
risalah. Tidak ada peristiwa yang lebih besar dan bernilai dalam peristiwa-
peristiwa semesta ini. Juga tidak ada yang lebih jelas petunjuknya dalam
menentukan dan mengatur kehidupan manusia.6

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِو ًَ َسلَّ َم إِ َذا َد َخ َل ْال َع ْش ُر‬ ْ َ‫ضي هللا َع ْنيَب قَبل‬
َ ‫ َكبنَ النَّ ِب ُّي‬:‫ت‬ ِ ‫ع َْن عبَئِ َشةَ َر‬
ُ‫َش َّد ِم ْئ َز َرهُ ًَأَحْ يَب لَ ْيلَوُ ًَأَ ْيقَظَ أَ ْىلَو‬
Artinya: Dari Aisyah, dia berkata: Apabila sudah masuk pada sepuluh malam
terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah mengencangkan ikat pinggangnya, beliau
mengerjakan shalat sepanjang malam dan membangunkan seluruh keluarganya
untuk beribadah.” 7

Banyak yang terjadi di kalangan masyarakat yang menunggu dan menanti


tibanya bulan suci Ramadhan. Terlebih lagi mereka sering kali menyibukkan
dirinya untuk menanti malam lailatul qadar yang diyakininya terdapat pada
sepuluh akhir bulan Ramadhan. Aktivitas ibadah mulai nampak lebih dari pada
ibadah biasanya dengan disertai harapan yang begitu besar untuk mendapatkan
dan menemukan malam lailatul qadar. Mereka sibuk menanti kehadiran malam
tersebut, bahkan ada juga sampai tidak tidur demi mendapatkan malam yang
penuh kemuliaan itu, terus menerus melakukan ibadah seperti halnya i’tikaf,
bertasbih, shalat malam dan lain sebagainya. Sungguh sangat di khawatirkan jika
lailatul qadar hanya dipahami oleh kalangan orang awam yang tidak mengerti
tentang bagaimana cara beribadah dan beri’tikaf yang baik pada bulan Ramadhan,

5
Ibid, hlm. 88
6
Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, (Mesir, Darul Asy-Syuruq, 2004), hlm. 3945.
7
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Lebanon: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2009), hadis no
2024, hlm. 498.
4

tanpa ada unsur-unsur yang membuat mereka menyiksa diri, dengan rela tidak
tidur saat malam demi menggapai malam lailatul qadar.8
Kalangan masyarakat awam khususnya, yang begitu sangat memuliakan
malam lailatul qadar tersebut. Mereka ada yang melakukan shalat khusus lailatul
qadar, ada juga dari kalangan mereka yang tak henti-hentinya shalat malam,
padahal mereka berjuang keras menahan kantuk. Bahkan ada juga yang
disibukkan dengan melihat langit menanti tanda-tanda lailatul qadar nampak,
hingga fajar pagi telah datang, dan masih banyak lagi tentang kekeliruan
masyarakat mengenai malam lailatul qadar.9
Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa wahyu-wahyu Allah itu diturunkan
pada lailatul qadar, akan tetapi karena umat sepakat mempercayai bahwa Al-
Qur’an telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW. Maka atas dasar logika itu, ada yang berpendapat bahwa
malam mulia sudah tidak akan hadir lagi. Kemuliaan yang diperoleh malam
tersebut adalah karena terpilih menjadi waktu turunnya Al-Qur’an.10
Ulama berselisih tentang penetapan malam lailatul qadar, ada yang
berpendapat bahwa malam itu terjadi pada permulaan Ramadhan, 17 Ramadhan,
19 Ramadhan, ada juga yang mengatakan malam ganjil dari sepuluh malam
terakhir pada bulan Ramadhan yakni malam ke 21, 23, 25, 27, 29 pada bulan
Ramadhan. Ada juga yang mengatakan lailatul qadar pada 24 Ramadhan.
Sebagian yang lain mengatakan bahwa malam lailatul qadar dirahasiakan oleh
Allah SWT.
Menurut Syaikh Muhammad bin Ismail Daud al-Fathani sebagaimana
yang dikutip oleh Gus Arifin mengatakan bahwa lailatul qadar itu dapat diketahui
melalui kapan hari pertama bulan Ramadhan, yakni:
1. Jika awal Ramadhan hari ahad atau rabu, maka lailatul qadar ada pada di
malam ke-29.
2. Jika awal Ramadhan hari senin, maka lailatul qadar ada di malam ke-21.

8
Merupakan kejadian yang penulis temukan secara langsung pada saat berlangsungnya
kegiatan KKN di Kabupaten Indramayu tahun 2013.
9
Ibid.
10
Darmizal & Badri Khaeruman, Puasa Ibadah Untuk Mawas Diri, op.cit., hlm. 91.
5

3. Jika awal Ramadhan hari selasa atau jum’at, maka lailatul qadar ada di malam
ke-27.
4. Jika awal Ramadhan hari kamis, maka lailatul qadar ada di malam ke-25.
5. Jika awal Ramadhan hari sabtu, maka lailatul qadar ada di malam ke-23.
Namun hal ini jangan membuat kuantitas dan kualitas ibadah kita menjadi
menurun, hanya karena sudah yakin kepada rumus tersebut.11
Mengenai permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka penulis
merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai lailatul qadar. Dalam hal ini
metode pembahasan tafsir yang digunakan penulis dalam pembuatan skripsi ini
adalah dengan menggunakan metode muqarran (komparatif), yakni
membandingkan bagaimana penafsiran kitab tafsir Ibnu Katsir dengan tafsir Al-
Mishbah mengenai tema lailatul qadar.
Penulis mengambil kitab tafsir Ibnu Katsir dan Al-Mishbah, antara lain:
pertama: karena Ibnu katsir adalah seorang muffasir yang kritis, ahli hadis, sejarah
dan tafsir. Tafsir yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang
bersesuaian maknanya, kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan hadist
marfu’ yang ada kaitannya dengan ayat yang sedang ditafsirkan serta menjelaskan
apa yang dijadikan hujjah dari ayat tersebut. Kemudian diikuti pula dengan atsar
para sahabat, pendapat tabiin dan ulama salaf. Tafsir Ibn Katsir dinilai dan
mendapat predikat sebagai tafsir ma’tsur terbaik kedua setelah tafsir ath-Thabari.
Sedangkan penulis mengambil kitab tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish
Shihab karena ia adalah seorang mufassir yang kritis, cara bahasa yang
disampaikannya sangat lugas dan cermat. Dalam menafsirkan suatu permasalahan
beliau tidak menyalahkan salah satu pendapat para mufassir terdahulu, beliau
mengungkapkan penafsirannya dengan menghadirkan berbagai pendapat dari para
tokoh tafsir terdahulu. Beliau juga manafsiri Al-Qur’an dengan keadaan sosial
yang terjadi pada masa sekarang, bahkan tafsir Al-Mishbah sendiri menjadi sangat
populer di Indonesia, kedua: penulis ingin mengetahui bagaimana penafsiran Ibnu

11
Gus Arifin, Puasa Ramadhan Bagi Orang Sibuk, (Jakarta: Elex Media Komputindo,
2009), hlm. 92.
6

Katsir dan M. Quraish Shihab mengenai lailatul qadar yakni (Tafsir Ibnu Katsir
dan Tafsir Al-Misbah).
Adapun dipilihnya tema ini, antara lain: pertama: Lailatul Qadar
merupakan salah satu pendapat tentang turunnya Al-Qur’an, kedua: Lailatul
Qadar merupakan peristiwa yang terdapat di dalam Al-Qur’an, Ketiga: Lailatul
Qadar di kalangan masyarakat terdapat berbagai macam pertanyaan yang tidak
ada habisnya. Bahkan menjadi suatu hal yang selalu dinantikan oleh umat Islam
setiap tahunnya pada bulan Ramadhan, Keempat: Ingin mengetahui penafsiran
lailatul qadar dari pandangan ulama terdahulu yakni Ibnu Katsir dengan
pandangan ulama zaman sekarang yakni M. Quraish Shihab.

B. Rumusan Masalah
Pemaparan singkat di atas, rumusan masalah dalam penelitian yang akan
penulis buat dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian lailatul qadar?
2. Bagaimana penafsiran lailatul qadar dalam tafsir Ibnu Katsir dan Al-
Mishbah?
3. Apa persamaan dan perbedaan penafsiran dalam tafsir Ibnu Katsir dan Al-
Mishbah berkenaan dengan tafsir surat Al-Qadr?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Dengan permasalahan di atas dalam penyusunan skripsi ini penulis
bertujuan antara lain:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian lailatul qadar.
2. Untuk mengetahui bagaimana penafsiran lailatul qadar yang terdapat dalam
kitab tafsir Ibnu Katsir dan tafsir Al-Mishbah.
3. Untuk mengetahui bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran dalam
tafsit Ibnu Katsir dan Al-Mishbah berkenaan dengan tafsir surat Al-Qadr.
Adapun kegunaan penelitian dalam pembuatan skripsi ini antara lain:
1. Menambah pengetahuan khususnya buat penulis dan umumnya buat para
mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
7

2. Merupakan sebagai syarat kelulusan bagi penulis dalam menempuh gelar


sarjana dalam ruang lingkup kajian Tafsir Hadits, di Fakultas Ushuluddin
IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
3. Memberikan kontribusi pemikiran terhadap masyarakat dalam khasanah studi
tafsir.

D. Telaah Pustaka
Skripsi yang membahas tentang lailatul qadar telah banyak dilakukan dan
tercatat dalam berbagai buku, akan tetapi penulis cukup sulit untuk menemukan
buku-buku atau kitab yang membahasnya secara menyeluruh, karena sejauh
pengetahuan dan pelacakan penulis tema mengenai lailatul qadar hanya dibahas
secara ringkas dan bahkan disisipkan dalam tema-tema yang lain. Diantara buku-
buku yang di dalamnya membahas lailatul qadar seperti dalam karya Gus Arifin
yang berjudul “Puasa Ramadhan Bagi Orang Sibuk” di dalamnya termuat
pembahasan mengenai pengertian apakah lailatul qadar itu, asbabun nuzul (sebab-
sebab turunnya ayat), dan tanda-tanda kedatangan lailatul qadar. Dalam
memberikan penjelasannya Gus Arifin banyak memberikan pembahasan
mengenai lailatul qadar dengan mengambil hadis-hadis dari para tokoh hadis,
kemudian juga mengambil pendapat dari para tokoh tafsir terkemuka.12
Hal serupa juga terdapat pada buku yang berjudul “Mengisi Ramadhan
Seperti Mereka” karya Muhtadi Kadi & Kusrin Karyadi, di dalamnya terdapat
pembahasan mengenai lailatul qadar, seperti pengertian lailatul qadar, kenapa
malam itu bernama lailatul qadar, kapan lailatul qadar itu terjadi, apa hikmah
dirahasiakannya malam lailatul qadar, dan seterusnya. Namun dalam
pembahasanya hanya ringkas dan belum menyeluruh.13
Sebuah buku yang ditulis oleh Abu Ibrahim Al-Maqdisi yang berjudul
“Misteri Lailatul Qadar”, buku ini cukup panjang menjelaskan pembahasan
mengenai lailatul qadar, serta mendorong kita untuk lebih giat beribadah pada saat

12
Gus Arifin, Puasa Ramadhan Bagi Orang Sibuk, op.cit,.
13
Muhtadi Kadi & Kusrin Karyadi, Mengisi Ramadhan Seperti Mereka, (Jakarta:
Maghfirah Pustaka, 2006).
8

bulan Ramadhan. Pembahasan buku karya Abu Ibrahim Al-Maqdisi terdapat di


antaranya adalah pembahasan tentang malam bertabur pahala, mengenal lailatul
qadar, malam bertabur berkah, pelipat-gandaan pahala, dan masih banyak lagi
pembahasan mengenai lailatul qadar. 14
Kemudian buku karya Muhammad Taufiq Ali Yahya yang berjudul
“Puasa & Amalan Menggapai Lailatul Qadar” didalamnya juga terdapat
pembahasan mengenai lailatul qadar, namun dalam pemaparannya hanya sedikit
sekali membahas tentang lailatul qadar.15 Begitu juga buku karya Darmizal &
Badri Khaeruman yang berjudul “Puasa Ibadah Untuk Mawas Diri” didalamnya
juga terdapat pembahasan tentang lailatul qadar, dalam pemaparannya terdapat
pembahasan mengenai lailatul qadar yang diambil dari para tokoh hadis, namun
buku ini juga hanya ringkas dan belum menyeluruh membahas tentang lailatul
qadar.16 Di sisi lain juga masih banyak lagi buku-buku yang membahas tentang
lailatul qadar yang penulis temukan.
Adapun penelitian yang berkaitan mengambil tema lailatul qadar baik
secara langsung maupun tidak langsung, hampir setiap mufasir dalam menafsiri
karyanya selalu menafsirkan ayat tentang lailatul qadar, di antaranya adalah:
tokoh tafsir M. Quraish Shihab dalam bukunya “membumikan Al-Qur’an, dan
Wawasan Al-Qur’an”, tafsir surat Al-Qadr karya Muhammad Baqir Al-Musawi,
skripsi yang ditulis Syafieq Ulinuha dengan judul: lailatul qadar dalam tafsir
klasik, pertengahan dan modern. (studi komparatif tafsir Jami bayan fi tafsir Al-
Qur’an, Ruh Al-Ma’ani dan Al-Mishbah).17 Dan M. Ali Munif dengan judul: lailat

14
Abu Ibrahim Al-Maqdisi, Misteri Lailatul Qadar, (Solo: Aqwam, 2007).
15
Muhammad Taufiq Ali Yahya, Puasa & Amalan Menggapai Lailatul Qadar, (Jakarta:
Lentera, 2007).
16
Darmizal & Badri Khaeruman, Puasa Ibadah Untuk Mawas Siri, (Jakarta: Iris Press
Bekerjasama dengan DPP Demokrat, 2006).
17
Syafieq Ulinnuha, lailatul qadar dalam tafsir klasik, pertengahan dan modern. (studi
komperatif tafsir Jami bayan fi tafsir Al-Qur’an, Ruh Al-Ma’ani dan Al-Mishbah), (Yogyakarta:
Skripsi Fak. Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2009), keseluruhannya tidak
dipublikasikan.
9

Al-qadar menurut penafsiran M. Abduh dan M. Quraish shihab (perspektif surat


Al-Qadar).18
Penulisan skripsi mengenai tema lailatul qadar yang ditulis oleh Syafieq
Ulinnuha dengan judul: lailatul qadar dalam tafsir klasik, pertengahan dan
modern, (studi komperatif tafsir Jami bayan fi tafsir Al-Qur’an, Ruh Al-Ma’ani
dan Al-Misbah), ini menjelaskan tentang makna lailatul qadar, asbabun nuzul,
korelasi lailatul qadar dengan turunnya Al-Qur’an, pandangan 3 mufassir dari
masa klasik, pertengahan dan modern mengenai tafsir surat Al-qadar, kemudian
dalam skripsi ini mengungkap perbedaan dan persamaan tentang lailatul qadar
dalam pandangan 3 mufassir tersebut, dalam skripsi ini juga dibahas tentang
perbedaan mengenai cara metode penafsiran 3 mufassir tersebut.19
Skripsi yang ditulis oleh M. Ali Munif dengan judul: lailat Al-qadar
menurut penafsiran M. Abduh dan M. Quraish shihab (perspektif surat Al-Qadar),
ini menjelaskan pemikiran M. Abduh dan M. Quraish Shihab mengenai tafsir
surat Al-qadar, hari-hari suci dalam Islam, lailatul qadar dalam pandangan umum,
terjadinya lailatul qadar, dan hikmah rahasia lailatul qadar, dalam skripsi ini
kemudian diungkapkan persamaan dan perbedaan M. Abduh dan M. Quraish
Shihab mengenai tafsir surat Al-qadar.20
Skripsi yang akan penulis lakukan adalah membahas tentang lailatul qadar
dengan judul: Lailatul Qadar dalam Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Mishbah
(Studi atas Tafsir Surat Al-Qadar), dalam hal ini penulis akan membahas
mengenai makna lailatul qadar secara umum, asbabun nuzul, korelasi lailatul
qadar dengan turunnya Al-Qur’an, tanda-tanda kedatangan lailatul qadar,
penetapan waktu malam lailatul qadar, hikmah dirahasiakannya lailatul qadar,
persamaan dan perbedaan Ibnu Katsir dengan M. Quraish Shihab mengenai tafsir

18
M. Ali Munif, lailat Al-qadar menurut penafsiran M. Abduh dan M. Quraish shihab
(perspektif surat Al-Qadar), (Yogyakarta: Skripsi Fak. Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, 2001),
keseluruhannya tidak dipublikasikan.
19
Syafieq Ulinnuha, lailatul qadar dalam tafsir klasik, pertengahan dan modern. (studi
komperatif tafsir Jami bayan fi tafsir Al-Qur’an, Ruh Al-Ma’ani dan Al-Mishbah), (Yogyakarta:
Skripsi Fak. Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2009), keseluruhannya tidak
dipublikasikan.
20
M. Ali Munif, lailat Al-qadar menurut penafsiran M. Abduh dan M. Quraish shihab
(perspektif surat Al-Qadar), (Yogyakarta: Skripsi Fak. Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, 2001),
keseluruhannya tidak dipublikasikan.
10

surat Al-Qadar, kemudian penulis akan mendeskripsikan pemikiran Ibnu Katsir


dengan M. Quraish Shihab mengenai tafsir surat Al-qadar.
Skripsi yang dibahas Syafieq Ulinnuha mengenai tema lailatul qadar
belum terdapat pembahasan mengenai tanda-tanda kedatangan lailatul qadar,
penetapan waktu malam lailatul qadar dan hikmah dirahasiakannya lailatul qadar,
sedangkan skripsi yang ditulis oleh M. Ali Munif mengenai tema lailatul qadar
belum terdapat asbabun nuzul mengenai surat Al-qadar, penetapan waktu malam
lailatul qadar dan korelasi lailatul qadar dengan turunnya Al-Qur’an.
Pemaparan di atas tentang penelitian penulis atas tema lailatul qadar yang
telah dibahas sebelumnya dalam pembuatan skripsi, penulis berharap agar tidak
terdapat pengulangan pembahasan yang telah disampaikan di atas tadi dalam
skripsi yang akan dibahas oleh penulis nanti.

E. Tinjauan Teoritis
Lailatul qadar merupakan salah satu peristiwa yang terdapat dalam Al-
Qur’an, berbagai ragam definisi yang telah dikemukakan sejumlah ulama
mengenai lailatul qadar, ada yang menyebutnya sebagai “malam kemuliaan”
karena pada malam itu Allah menurunkan kitab suci Al-Qur’an yang merupakan
sumber kemuliaan bagi umat manusia. Sebagian lagi mengartikannya sebagai
“malam yang sangat bernilai”, karena pada malam itu ketaatan manusia akan
mendapatkan nilai dan pahala yang luar biasa. 21
Lailatul qadar sesuatu yang sangat menimbulkan berbagai macam
pertanyaan yang terjadi di kalangan umat muslim, peristiwa yang sangat membuat
manusia ingin sekali mendapatkan malam tersebut, peristiwa yang juga
menimbulkan kekeliruan umat muslim dalam menggapai malam lailatul qadar
tersebut, dengan berbagai cara yang mereka lakukan untuk menantikan
kedatangan tanda-tanda lailatul qadar tiba.
Permasalahan yang ada mengenai lailatul qadar, dalam pembuatan skripsi
ini tinjauan teoritis yang penulis lakukan mengenai lailatul qodar, menggunakan

21
Abu Ibrahim Al-Maqdisi, Misteri Lailatul Qadar, op.cit., (Solo: Aqwam Media
Profetika, 2007), hlm. 10.
11

studi komparatif tafsir Ibnu Katsir dan Al-Mishbah, penulis akan mendeskripsikan
penafsiran Ibnu Katsir dan M. Quraish Shihab mengenai lailatul qadar, serta
mendeskripsikan persamaan dan perbedaan penafsiran Ibnu Katsir dan Al-
Mishbah mengenai lailatul qadar.

F. Metode Penelitian
Jenis metode yang dilakukan penulis dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Metode Pengumpulan Data
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian
ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) maka dalam
pengumpulan data, penulis mebagi sumber menjadi dua bagian: pertama, Sumber
data primer, yaitu data yang sangat mendukung dan menjadi pokok dalam
permbahasan skripsi ini, dalam hal ini Kitab Tafsir Ibnu Katsir, karangan al-
Hafidz Imadudin Abu-Fida Ismail bin Amr bin Katsir bin Dhau bin Katsir bin Zar
al-Bashri ad-Dimasyqi dan kitab Tafsir Al-Mishbah, karangan M. Quraish Shihab.
Kedua, Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang dianggap perlu untuk
membantu kajian ini, baik itu dengan telaan buku-buku mengenai hal itu, dengan
melihat kitab-kitab Tafsir yang lain, ataupun melihat kitab-kitab hadis yang dapat
membantu dan memberikan kontribusi dalam masalah ini.
2. Metode Pengolahan Data
Setelah mengumpulkan data, maka metode ini menggunakan metode
deskriptif, yaitu mengumpulkan data-data yang ada, menafsirkan atau
mendeskripsikan dan mengadakan analisa dengan cara memahami secara kritis
kemudian mungungkapkan arti dan maksud dari para tokoh penafsir tersebut,
sehingga dijadikan sebuah gagasan dalam permasalahan tentang lailatul qadar
tersebut. Penulis menggunakan metode komparatif, yaitu membandingkan makna
lailatul qadar yang terungkap dalam kitab karya al-Hafidz Imadudin Abu-Fida
Ismail bin Amr bin Katsir bin Dhau bin Katsir bin Zar al-Bashri ad-Dimasyqi
(Ibnu Katsir) dengan tafsir karya M. Quraish shihab (Al-Mishbah) mengenai tema
lailatul qadar.
12

3. Metode Penarikan Kesimpulan


Penarikan kesimpulan dalam penulisan skripsi ini menggunakan gabungan
metode induktif dan deduktif. Metode induktif adalah suatu cara penarikan dari
data-data yang bersifat khusus menuju data suatu kesimpulan akhir yang bersifat
umum. Metode penarikan kesimpulan deduktif adalah suatu penarikan kesimpulan
yang bersifat khusus. Dengan penggabungan dua metode penarikan kesimpulan
tersebut, diharapkan kesimpulan akhir yang diambil penulis merupakan hasil
penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini bermaksud untuk
mempertegas bagaimana penafsiran al-Hafidz Imadudin Abu-Fida Ismail bin Amr
bin Katsir bin Dhau bin Katsir bin Zar al-Bashri ad-Dimasyqi (Ibnu Katsir)
dengan M. Quraish shihab (Al-Mishbah) mengenai tema lailatul qadar.

G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan pembahasan yang utuh, runtut dan mudah dipahami
penjabarannya, maka dalam penulisan skripsi ini menggunakan sistematika
sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab I pendahuluan, merupakan pengantar dari pembahsan skripsi ini.
Dalam bab I dijelaskan latar belakang masalah yang mengantarkan kepada
perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, tinjauan
teoritis, metode penelitian yang digunakan, dan terakhir adalah gambaran isi
penyajian dalam bentuk sistematika pembahasan.
BAB II Lailatul Qadar
Bab II penulis menguraikan makna lailatul qadar secara umum, ababun
nuzul, korelasi lailatul qadar dengan turunnya Al-Qur’an, tanda-tanda kedatangan
lailatul qadar, penetapan waktu malam lailatul qadar, hikmah di rahasiakannya
lailatul qadar.
BAB III Biografi Ibnu Katsir Dan M. Quraish Shihab
Pada bab III penulis mendeskripsikan biografi Ibnu Katsir dan M. Quraish
shihab, yang meliputi sejarah kehidupannya, karya-karyanya, serta membahas
tentang tafsir Ibnu Katsir dan Al-Mishbah.
13

BAB IV Penafsiran Lailatul Qadar Menurut Ibnu Katsir Dan M.


Quraish Shihab
Bab IV penulis akan menjelaskan penafsiran Ibnu Katsir dan M. Quraish
Shihab dalam pembahasan lailatul qadar, serta akan dibahas persamaan dan
perbedaan yang terdapat pada tafsir Ibnu Katsir dan Muhammad Quraish shihab.
BAB V Penutup
Bab V penulis akan membaginya menjadi 3 sub bagian, yang pertama
akan mengemukakan tentang kesimpulan hasil dari pembahasan tersebut, yang
kedua penulis akan menghadirkan saran atas materi yang telah disampaikan, dan
yang terakhir adalah kata penutup yang berisi harapan penulis dalam mengkaji
permasalahan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai