Anda di halaman 1dari 16

askep epilepsi

BAB II

KONSEP DASAR

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Epilepsi adalah gejala kompleks dan banyak gangguan fungsi otak berat yang dikarakteristikkan
oleh kejang yang berulang.
( Smeltzer, 2002 ; 2003 )
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala – gejala yang datang dalam
serangan berulang yang disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel otak yang bersifat
reverseble dengan berbagai etiologi
( Mansjoer, 2000 : 27 )
Epilepsi adalah kelainan kejang akibat pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf
kontek serebral yang ditandai dengan serangan tiba – tiba terjadi gangguan kesadaran ringan,
aktivitas motorik, gangguan fenomena sensori
( Dengoes, 2000 : 259 )
Epilepsi adalah bangkitan kejang akibat pelepasan muatan listrik yang berlebihan di sel saraf
pusat dimana ditandai dengan terganggunya fungsi otak
( Ngastiyah, 1997 : 293 )
Epilepsi adalah kelainan kejang akibat pelepasan muatan listrik yang berlebihan sehingga
mengakibatkan terganggunya fungsi otak

B. ETIOLOGI
1. Faktor fisiologis
2. Faktor biokimia
3. Faktor anatomis
4. Gabungan dari faktor fisiologis, biokimia dan anatomis
( Depkes, 1995 : 83 )

Penyebab dari epilepsi antara lain :


1. Trauma lahir
2. Asphixia neonatrum
3. Cidera kepala
4. Beberapa infeksi
5. Keracunan
6. Gangguan metabolisme dan nutrisi
7. Intoksikasi obat – obatan
( Smeltzer, 2002 : 2203 )

C. PATHOFISIOLOGI
Gejala yang timbul akibat serangan epilepsi sebagaian besar otak mengalami kerusakan berat
atau ringanya gangguan tersebut tergantung dari lokasi dan keadaan patologinya. Bila terjadi lesi
pada bagian otak tengah, thalamus dan kontkes serebri kemungkinan bersifat epileptogenik
sedangkan lesi pada serebellum dan batang otak biasanya tidak mengakibatkan serangan
epileptik.
Serangan epileptik terjadi karena adanya pelepasan muatan listrik yang berlebihan di neuron –
neuron di susunan saraf pusat yang terlokalisir pada neuron tersebut. Dalamnya gangguan
keseimbangan antara proses aksesif atau eksitasi dan inhibisi pada interaksi neuron. Hal ini juga
disebabkan gangguan pada sel neuron sendiri atau transmisi sinaptiknya. Transmisi sinaptiknya
oleh neuro transmiter yang bersifat eksitasi. Inhibisi dalam keadaan gangguan keseimbangan
akan mempengaruhi polarisasi sel dimana pada tingkat membran sel maka neuron epileptik
ditandai oleh proses biokimia tertentu ; yaitu ketidakstabilan membran sel saraf sehingga sel
mudah diaktifkan. Neuron hipersensitifitas dengan menurun sehingga mudah terangsang serta
dapat menyebabkan kejang atau memungkinkan terjadinya polarisasi yang berlebihan atau
hiperpolarisasi atau terhentinya repolarisasi karena perbedaan potensial listrik lapisan intra sel
dan ekstra sel
Neurotransmiter yang bersifat inhibisi akan menimbulkan keadaan depolarisasi yang akan
melepaskan muatan listrik secara berlebihan yaitu asetiolin, roradrenalin, dopamen, 5
hidroksitriptomin
Penyebaran epileptik di neuron ke bagian otak lain terjadi oleh gangguan pada kelompok neuron
inhibitor yang berfungsi menahan pengaruh neuron lain, sehingga terjadi sinkronisasi dan
aktifikasi yang berulang – ulang terjadi perluasan sirkuit kortino kartikal melalui serabut asosiasi
atau ke kontralateral malalui koposkolosom profeksi thalonokortikal difusi. Penyebaran ke
seluruh ARAS sehingga klien kehilangan kesadaran atau gangguan pada formatio retikularis
sehingga sistim motovis kehilangan kontrol normalnya dan menimbulkan kontraksi otot polos.
( Depkes, 1995 ; 83 )

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Kehilangan kesadaran
2. Aktivitas Motorik
a. Tonik klonik
b. Gerakan sentakan, tepukan atau menggarau
c. Kontraksi singkat dan mendadak disekelompok otot
d. Kedipan kelopak mata
e. Sentakan wajah
f. Bibir mengecap – ecap
3. Kepala dan mata menyimpang ke satu sisi
4. Fungsi pernafasan
a. Takipnea
b. Apnea
c. Kesulitan bernafas
d. Jalan nafas tersumbat
( Tucker, 1998 : 432 )
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektrolit, tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas kejang
2. Glukosa, hipolegikemia dapat menjadi presipitasi ( percetus ) kejang
3. Ureum atau creatinin, meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang atau
mungkin sebagai indikasi nefrofoksik yang berhubungan dengan pengobatan
4. Sel darah merah, anemia aplestin mungkin sebagai akibat dari therapy obat
5. Kadar obat pada serum : untuk membuktikan batas obat anti epilepsi yang teurapetik
6. Fungsi lumbal, untuk mendeteksi tekanan abnormal, tanda infeksi, perdarahan
7. Foto rontgen kepala, untuk mengidentifikasi adanya sel, fraktur
8. Electro ensefalogran ( EEG ) melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik,
mengukur aktivitas otak
9. CT scan, mengidentifikasi letak lesi serebral, infark hematoma, edema serebral, trauma, abses,
tumor dan dapat dilakukan dengan atau tanpa kontras
10. DET ( Position Emission Hemography ), mendemonstrasikan perubahan metabolik
( Dongoes, 2000 : 202 )

F. KOMPLIKASI
1. Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang berulang
2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas
( Elizabeth, 2001 : 174 )

G. PENATALAKSANAAN
1. Atasi penyebab dari kejang
2. Tersedia obat – obat yang dapat mengurangi frekuensi kejang yang didalam seseorang
( Elizabeth, 2001 : 174 )
3. Pengobatan
- Anti konvulson
- Sedatif
- Barbirorat
4. Diit
- Reguler
- Katogenisi

5. Operasi
- Reseksi bagian yang mudah terangsang
(Tucker, 1998 : 483 )

H. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian data dasar
Data dasar adalah dasar untuk mengindividualisasikan rencana asuhan keperawatan,
mengembangkan dan memperbaiki sepanjang waktu asuhan perawat untuk klien. Pengumpulan
data harus berhubungan dengan masalah kesehatan tertentu dengan kata lain data pengkajian
harus relevan ( Potter, 2005 : 144 )
Identitas atau biodata terdiri dari tinggi atau kesiapan psikis. Pendidikan untuk mengetahui
wawasan dan pengetahuan, agama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak,
pekerjaan untuk mengetahui status sosial ekonomi dan alamat untuk mengetahui komunitasnya
Riwayat keperawatan sekarang didapatkan dengan pengkajian dari penyakit saat ini, riwayat
kesehatan keluarga. Pada pengkajian riwayat penyakit saat ini diperoleh dengan pengumpulan
data yang penting dan berkaitan tentang awitan gejala. Perawat menentukan kepan gejala timbul,
apakah gejala selalu timbul atau hilang dan timbul. Perawat juga menanyakan tentang durasi
gejala. Pada bagian tentang riwayat penyakit sat ini perawat mencatatkan informasi spesifik
seperti letak, intentitas dan kualitas gejala
Riwayat kesehatan masa lalu diperoleh dengan pengkajian tentang riwayat masa lalu sehingga
memberikan data tentang pengalaman perawatan kesehatan klien. Perawat mengkaji apakah
klien dirawat dirumah sakit atau pernah menjalani operasi juga penting dalam merencanakan
asuhan keperawatan adalah deskripsi tentang alergi termasuk alergi terhadap makanan, obat –
obatan atau polutan. Juga terdapat pada format pengkajian. Perawat juga mengidentifikasi
kebiasaan dan pola gaya hidup. Penggunaan tembakau, alkohol, kafein, obat – obatan atau
medikasi yang secara rutin digunakan dapat membuat klien berisiko terhadap penyakit yang
menyerang napas, paru – paru, jantung, sistem saraf, atau berfikir dengan membuat catatan
tentang tipe kebiasaan juga frekuensi dan durasi penggunaan akan memberikan data yang
penting
Pengkajian pada riwayat keluarga adalah untuk mendapatkan data tentanghubungan
kekeluargaan langsung dan hubungan darah. Sasarannya adalah untuk menentukan apakah klien
beresiko terhadap penyakit yang bersifat genetik atau familial dan untuk mengidentifikasi area
tentang promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Riwayat keluarga juga memberikan
informasi tentang struktur keluarga, interaksi dan fungsi yang mungkin berguna dalam
merencanakan asuhan, keperawatan ( Potter, 2005 : 158 )
Pada pola pengkajian fungsional, penulis menggunakan pola pengkajian menurut Virginia
Handerson karena teory keperawatan tersebut (Handerson, 1955 ) mencakup seluruh kebutuhan
dasar manusia. Handerson ( 1964 ) mengidentifikasikan keperawatan sebagai membantu individu
yang sakit dan yang sehat dalam melaksanakan aktivitas yang memiliki kontribusi terhadap
kesehatan dan penyembuhannya dimana individu tersebut akan mampu mengerjakannya tanpa
bantuan. Bila ia memiliki kekuatan, kemampuan dan kebutuhan. Dalam hal ini dilakukan agar
dapat mengembalikan kembali kemandiriannya secepat mungkin
( Potter, 2005 : 159 )
Pengkajian fisik pada kasus ini difokuskan pada sistem persyarafan dan sistem neurologis
bertanggung jawab terhadap banyak fungsi, termasuk stimulus sensori, organisasi proses berfikir,
kontrol bicara dan penyimpanan memori. Kebutuhan dasar menurut Virgina Handerson
memberikan kerangka kerja dalam melakukan asuhan keperawatan diantaranya :
1. Bernafas secara normal
Bantuan yang dapat diberikan kepada klien oleh perawat adalah membantu memilih tempat tidur,
kursi yang cocok, serta menggunakan bantal, alas dan sejenisnya sebagai alat pembantu klien
agar dapat bernafas dengan kontrol dan kemampuan mendemonstrasikan serta menjelaskan
pengaruhnya kepada klien. Perawat harus waspada terhadap tanda – tanda obstruksi jalan nafas
dan siap memberikan bantuan dalam keadaan tertentu
2. Kebutuhan akan Nutrisi
Perawat harus mampu memberikan penjelasan mengenai tinggi dan berat badan yang normal,
kebutuhan nutrisi yang diperlukan, pemilihan dan penyediaan makanan, pendidikan, kesehatan
akan berhasil apabila diperhatikan latar belakang kultural dan sosial klien. Untuk itu perawat
harus mengerti kebiasaan, kepercayaan klien tentang nutrisi disamping nutrisi dan tumbuh
kembang
3. Kebutuhan Eliminasi
Perawatan dasarnya meliputi semua pengeluaran tubuh, perawat harus mengetahui semua saluran
pengeluaran dan keadaan normalnya. Jarak waktu pengeluaran dan frekuensi pengeluaran yang
meliputi keringat. Udara yang keluar saat bernafas, menstruasi, muntah, buang air besar atau
kecil
4. Gerak dan Keseimbangan Tubuh
Perawat harus mengetahui tentang prinsip – prinsip keseimbangan tubuh miring dan besar
artinya perawat harus bisa memberikan rasa nyaman dalam semua posisi dan tidak membiarkan
terbaring terlalu lama pada satu sisi. Perawat harus dapat melindungi pasiennya selama sakit
dengan berhati – hati saat memindahkan dan mengangkat

5. Kebutuhan Istirahat Tidur


Istirahat dan tidur tergantung pada relaksasi otot, untuk itu perawat harus mengetahui tentang
pergerakan badan yang baik disamping itu juga dipengaruhi oleh emosi (stress) dimana stress
merupakan keadaan dimana aktivitas dan kreatifitas dianggap patologis apabila ketegangan dapat
diatasi atau tak terkontrol dengan istirahat cukup.
6. Kebutuhan Berpakaian
Perawatan pada dasarnya meliputi membantu klien memilih pakaian yang tersedia dan
membantu urutan memakainya. Perawat tidak boleh memaksakan pada klien pakaian yang tak
sesuai dan disukai klien hal tersebut dapat menghilangkan rasa kebebasan klien.
7. Mempertahankan Temperatur Tubuh atau Sirkulasi
Perawat harus mengetahui kebutuhan fisiologi pasien dan bisa mendorong kearah tercapainya
keadaaan normal maupun dengan mengubah temperatur kelembapan, pergerakan udara atau
dengan menguatkan serta mengurangi aktivitasnya. Menu makanan dan pakaian yang dikenakan
mempengaruhi dalam hal ini.
8. Kebutuhan Akan Personal Higine
Klien harus menyediakan fasilitas dan bantuan peralatan sangat dibutuhkan untuk membersihkan
kulit, rambut, kuku, hidung, mulut dan giginya konsep – konsep mengeanai kebersihan berbeda
tiap klien tetapi tak perlu menurunkan hanya karena sakit. Sebaliknya standart kerendah harus
ditingkatkan perawat harus bisa menjaga posisinya tetap bersih terlepas dari keadaan fisik jiwa
yang kotor.
9. Kebutuhan Rasa Aman Dan Nyaman
Dalam keadaan sehat setiap orang bebas mengontrol keadaan sekelilingnya atau mengubah
keadaan itu bila beranggapan sudah tak cocok lagi jiwa sakit sikap tersebut tidak dapat dilakukan
ketidaktahuan dapat menimbulkan kekawatiran yang tak perlu baru dalam keadaan sehat atau
sakit. Seorang klien mungkin mempunyai pantangan yang tak diketahui dan petugas kesehatan,
kasta, adat istiadat kepercayaan dari agama mempengaruhi peraturan dasarnya meliputi
melindungi klien dari trauma dan bahaya yang timbul.
10. Berkomunikasi Dengan Orang Lain Dan Mengekspresikan Emosi, Keinginan Rasa Takut
Dan Pendapat
Keinginan rasa takut dan pendapat dalam keadaan sehat tiap bersikap emosi tampan pada ekpresi
fisik bertambah, cepatnya denyut jantun, pernafasan atau muka yang mendadak merah
dinterprestaikan sebagai pernyataan jiwa atau emesi. Perawat mempunyai tugas yang kompleks
baik bersifat pribadi maupun yang mengarahkan keseluruhan personalitas dalam memberi
bantuan kepada klien. Perawat harus menterjemahkan dalam hubungan klien dengan temperatur
dalam memasukan kesehatannya tugas terberat perawat adalah membuat klien mengerti dirinya
sendiri, mengerti perubahan sikap yang memperburuk kesehatan dan menerima keadaan yang
tidak dapat diubah, menciptakan lingkunagan yang teraupetik sangat membantu dalam hal ini.
11. Kebutuhan Spritual
Dalam memberiakn perawatan dalam situasi apapun kebutuhan spritual klien harus dicermati dan
perawatan harus membantu dalam pemenuhan kebutuhan itu. Apabila sewaktu sehat melakukan
ibadah agama merupakan perintah yang penting bagi seseorang maka saat sakit hal ini menjadi
lebih penting perawat, petugas keshatan lain
12. Kebutuhan Bekerja
Dalam perawatan dasar maka penilaian terhadap interprestasi terhadap kebutuhanklien sangat
penting rasa keberatan terhadap therapy bedrest didasarkan pada meningkatnya perasaan tak
berguna karena tidak aktif
13. Kebutuhan Bermain dan Rekreasi
Seringkali keadaan sakit menyebabkan seorang kehilangan kesepakatan meningkat variasi dan
udara segar serta rekreasi, untuk itu perlu dipilihkan beberapa aktivitas yang sangat dipengaruhi
oleh jenis kreatifitas, umur,kecerdasan dan pengalaman serta selera klien kondisi dan keadaan
penyakitnya.
14. Kebutuhan Belajar
Bimbingan latihan atau pendidikan merupakan bagian dari pelayanan dasar. Fungsi perawat
adalah membantu klien belajar dalam mendorong usaha penyembuhan dan meningkatkan
kesehatan serta memperkuat dan mengikuti rencana therapy yang diberikan pembimbing dapat
dilakukan setiap resiko saat klien perawat memberikan asuhan
Pengkajian fungsi neurologis dapat menghabisakan banyak waktu. Perawat yang efesiensi
mengintegrasikan pemeriksaan neurologis dengan bagian pemeriksaan fisik lainnya sebagai
contoh fungsi saraf cranial dapat diuji ketika survei kepala dan leher status emosi dan mental
diobservasi pada saat data riwayat keperawatan dikumpulkan. Riwayat keperawatan untuk
mengkaji sistem neurologis misalnya dengan menentukan apakah klien mengkonsumsi
analgesik, tarutama apakah klien mempunyai riwayat kejang , skrining klien untuk menentukan
adanya sakit kepala terutama pusing didiskusikan dengan anggota keluarga tentang adanya
perubahan perilaku, kaji klien untuk adanya riwayat perubahan pada sistem penginderaan serta
tinjau riwayat masa lalu untuk adanya cedera kepala ( Potter, 2005 ; 916 ).
Pengkajian fisik meliputi pemeriksan keadaan umum meliputi memeriksa adanya keluhan pada
kulit, bentuk tulang, kekenyataan otot, mengukur tanda-tanda vital untuk tubuh juga inspeksi
gerakan – gerakan abnormal seperti fasikuli, mioclonic dll. Selanjutnya adalah pengkajian tes
fungsi cerebral yang meliputi : pemeriksaan keadaan, omentasi baik tempat, waktu, daya ingat,
bicara. Tes fungsi cerebral yang meliputi pengakajian secara nervus 1 – 12 nervus selanjutnya tes
fungsi motorik dan fungsi cerebellum, tes fungsi sensori, tes fungsi reflek yang meliputi reflek
fisiologis, reflek abdominal dan reflek dinal, reflek bulbocavernosa yang terakhir terangsang
meningkat.
( Depkes, 1995 ; 16-27 )
Pada pengkajian fisik juga dapat ditemukan data – data lain diantaranya :
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, umur , keterbatasan dalam beraktivitas
Tanda : perubahan tonus otot, kontraksi otot atau sekelompok otot
2. Sirkulasi
Gejala : Hipertensi, peningkatan nadi,sianosis
3. Integritas Ego
Gejala : Stresor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan
Tanda : Pelebaran rentang respon emosional
4. Eliminasi
Gejala : Inkontensia episodik
Tanda : Peningkatan tekanan kandung kemih, otot relaksasi yang mengakibatkan interkontensia.
5. Makanan
Gejala : Sertifitas terhadap makanan,mual muntah.
Tanda : Kerusakan jaringan lunak atau gigi, hiperplasia.

6. Neorosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang yang berulang, pingsan,pusing, riwayat trauma
kepala.
Tanda : Karakteristik kejang :
a. Fase prodoumal : adanya perubahan pola pada rekreasi emosi atau respon afectif yang tak
menentu.
b. Keadaan umum : tonik klonik, kekakuan,penurunak kesadaran.
c. Kejang parsial : pasien tetap sadar dengan aksi mimpi, melamun, jalan – jalan.
d. Status epiletilikus : aktivitas kejang yang terjadi terus menerus dengan spontan gejala putus
anti konvulsan tiba – tiba dan fenomena metabolik lain.
7. Nyeri atau Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot,nyeri abnormal.
Tanda : Sikap dan tingkah laku perubahan tonus otot.
8. Pernafasan
Gejala : Gigi mengatup,siasonis pernapasan dan turun cepat, peningkatan sekresi mukus.
9. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, fraktur
Tanda : Tauma pada jaringan lunak, penurunan kekuatan otot
10. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah dalam hubungan inter personal dalam keluarga dan lingkungan sosialnya.
( Doenges, 2000; 259 )
b. Fokus Intervensi
1. Resiko tinnggi terhadap trauma, pengeentian pernapsan b/d kelemahan, kesulitan
kesimbangan, keterbatasan kognitif, kehilangan koordinasi otot besar atau kecil, kesulitan
emosional
- Hasil yang diharapkan :
a. Mampu mengungkapkan pemaham faktor yang menunjang kemunginan trauma
b. Mendemonstrasikan perilaku perubahan gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko
c. Mampu mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan
d. Mampu mempertahankan antara pengobatan sesuai indikasi
e. Mampu mengidentifikasi tindakan yang diambil bila terjadi kejang
- Intervensi
1. Gali bersaka pasien berbagai stimulasi yang dapat menjadi pencetus kejang
Rasionalisasi : alkohol, berbagai obat dan stimulasi lain dapat meningkatkan resiko terjadinya
kejang
2. Pertahankanlah bantalan lunak pada penghalang temapt tidur
Rasionalisasi : mengurangi trauma saat kejang selama pasien berada ditempat tidur
3. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi
Rasionalisasi : membantu untuk melokalisasi daerah otot yang terkena
4. Lakukan penilaian neurologis atau tanda – tanda vital setelah kejang
Rasionalisasi : mencatat keadaan pewintal dan waktu penyembuhan pada keadaan normal
5. Observasi munculnya tanda – tanda status epileptikus
Rasionalisasi : untuk keadaan darurat yang mengamcamhidup yang dapat menyebabkan henti
nafas, hipolsia, kerusakan pada otak atau sel saraf
2. Pola nafas tidak efectif b/d merusakan neuromuskuler, obstruksi trakea bronkial kerusakan
persepsi
- Hasil yang diharapkan :
Mampu mempertahankan pola nafas yang efectif dengan jalan nafas paten aspirasi dicegah
- Intervensi :
a. Anjurkan pasien mengosongkan mulut dari makanan
Rasionalisasi : menurunkan resiko aspirasi atau masuknya suatu benda asing ke faring
b. Letakan pasien pada posisi miring, permukaan datar, meiringkan kepala secara serangan
kejang
Rasionalisasi : meningkatkan aliran sekret mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
c. Masukan spatel lidah sesuai indikasi
Rasionalisasi : mencegah tergigitnya lidah dan menfasilitasi saat melakukan penghiasapan lendir.
d. Lakukan penghisapan sesuai indiaksi
Rasionalisasi : menurunkan resiko aspirasi serebal sebagai akibat di sirkulasi yang menurun
e. Berikan tambahan oksigen
Rasionalisasi : dapat menurunkan hipeksia serebal sebagai akibat di sirkulasi yang menurun
3. Gangguan harga diri, identitas pribadi b/d stigma berkenaan dengan kondisi,persepsi tentang
tidak kekontrol
- Hasil yang diharapkan :
a. Mampu mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping dengan persepsi negatif pada diri
sendiri
b. Mampu meningkatkan masa harga diri dalam hubungan diagnosis
c. Mampu mengungkapkan persepsi realitis dan penerimaan diri dalam perubahanperan atau
gaya hidup
- Intervensi :
a. Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostik persepsi diri terhadap penanganan yang
dilakukan
Rasionalisasi : reaksi yang ada bervariasi diantaranya individu dan pengetahuan atau pengalaman
awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi pengobatan
b. Identifikasi kemungkinan reaksi orang lain pada keadaan penyakitnya
Rasionalisasi : memberikan kesempatan untuk bevespen pada proses pemecahan masalah dan
memberikan kesadaran kontrol terhadap situasi yang dihadapi
c. Gali bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah diperoleh
Rasionalisasi : memfokuskan pada aspek yang positif dapat membantu untuk menghilangkan
perasaan dari kegagalan atau untuk kesadaran terhdap diri sendiri
d. Hindari pemberian perlindungan yang amat berlebihan pada pasien
Rasionalisasi : Partisipasi dalam sebanyak mungkin pengalaman dapat mengurangi depresi
tentang keterbatasan
e. Tekankan pentingnya orang terdekat untuk tetap dalam keadaan terang selama kejang
Rasionalisasi : ansietas dari pemberian asuhan dalam menjalankan dan bila sampai pada pasien
dapat meningkatkan persepsi kognitif terhadap keadaan lingkungan
4. Kurang pengetahuan b/d kurang pemanjaan kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan
kognitif kegagalan untuk berubah
- Hasil yang diharapkan
a. Mampu mengungkapkan pemahaman tentang gangguan dan berbagai rangsangan yang dapat
meningkatkan aktivitas kejang
b. mampu memulai perubahan perilaku gaya hidup sesuai indikasi
c. menaati aturan obat yang diresepkan
- Intervensi :
a Jelaskan kembali tentang patofisiologi penyakitnya
Rasionalisasi : memberikan kesempatan untuk mengklasifikasikan kesalahan persepsi dan
keadaan penyakit
b. Beri petunjuk yang jelas pada pasien untuk minum obat bersamaan dengan waktu makan
Rasionalisasi : dapat menurunkan iritasi lambung, mual dan muntah
c. Diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik
Rasionalisasi : aktivitas yang sedang dan teratur dapat membantu menurunkan faktor
predisposisi yang meningkatkan perasaan sehat
d. Tinjau kembali kebersihan mulut dan perawatan gigi
Rasionalisasi : menurunkan resiko infeksi mulut dan hiperplsia digusi
( Donges, 2000;262 )

2. Clinical Pathway dan Fokus Intervensi


a. Pathway
Etiologi
Faktor Psikologis,
Biokimia, anatomis

+ G3 keseimbangan eksesif / eksistasi


+ G3 transmisi sinapsik

Mempengaruhi polavisasi
Membran sel

+Ketidak stabilan membran saraf


+ Hypersersifikas neuron
+ terjadi polarisasi >>

Perbedaaan potensial listrik


Intra dan ekstra sel

Ion tidak seimbang

Membran neuron mengalami depolariasi

Melepaskan muatan listrik >>


( Asetilolin, norodrenalin, dopomin 5 hidrox sitriptamin )

Serebellum Batang otak


Otak tengah, thallamus
Kontak peribri
ASKEP EPILEPSI

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf
otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya
serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan
dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008)

B. Etiologi

Penyebab pada kejang epilepsi sebagianbesara belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada:

1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum


2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. kelainan pembuluh darah

(Tarwoto, 2007)

C. Patofisiologi

Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat
pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-jutaneron. Pada hakekatnya tugas
neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik sarafyang berhubungan satu dengan yang
lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine
dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-
butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan
epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokus
epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-
neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat
mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang
yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain
pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang
selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian
akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

D. Manifestasi klinik

1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan


penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat
berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar
suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)

E. Klasifikasi kejang

1. Kejang Parsial
1. Parsial Sederhana

Gejala dasar, umumnya tanpa gangguan kesadaran Misal: hanya satu jari atau tangan yang
bergetar, mulut tersentak Dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami
sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum/tdk nyaman

1. Parsial Kompleks

Dengan gejala kompleks, umumnya dengan ganguan kesadaran. Dengan gejala kognitif, afektif,
psiko sensori, psikomotor. Misalnya: individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara
automatik, tetapi individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat

1. Kejang Umum (grandmal)

Melibatkan kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi Terjadi kekauan
intens pada seluruh tubuh (tonik) yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi
dan kontraksi otot (Klonik) Disertai dengan penurunan kesadaran, kejang umum terdiri dari:

1. Kejang Tonik-Klonik
2. Kejang Tonik
3. Kejang Klonik
4. Kejang Atonik
5. Kejang Myoklonik
6. Spasme kelumpuhan
7. Tidak ada kejang
8. Kejang Tidak Diklasifikasikan/ digolongkan karena datanya tidak lengkap.

F.Pemeriksaan diagnostik

1. CT Scan
Untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral

1. Elektroensefalogram(EEG)

Untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan

1. Magnetik resonance imaging (MRI)


2. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.

G. Penatalaksanaan

1. Dilakukan secara manual, juga diarahkan untuk mencegah terjadinya kejang


2. Farmakoterapi

Anti kovulsion untuk mengontrol kejang

1. Pembedahan

Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler

1. Jenis obat yang sering digunakan


1. Phenobarbital (luminal).

Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.

1. Primidone (mysolin)

Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.

1. Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).

 Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat
terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
 Tak berhasiat terhadap petit mal.
 Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan
darah.

1. Carbamazine (tegretol).

 Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan


epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek psikotropik.
 Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai
gangguan tingkahlaku.
 Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi
sumsum tulang dan gangguanfungsi hati.
1. Diazepam.

 Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).


 Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya
diberikan i.v. atau intra rektal.

1. Nitrazepam (Inogadon).

Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.

1. Ethosuximide (zarontine).

Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal

1. Na-valproat (dopakene)

 Obat pilihan kedua pada petit mal


 Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
 Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.
 Efek samping mual, muntah, anorexia

1. Acetazolamide (diamox).

 Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.


 Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na
berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.

1. ACTH

Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.

ASUHAN KEPERAWTAN

I.Pengkajian

1. Riwayat kesehatan
1. Riwayat keluarga dengan kejang
2. Riwayat kejang demam
3. Tumor intrakranial
4. Trauma kepal terbuka, stroke
5. Riwayat kejang
1. Berapa sering terjadi kejang
2. Gambaran kejang seperti apa
3. Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
4. Apa yang dilakuakn pasien setelah kejang
5. Riwayat penggunaan obat
1. Nama obat yang dipakai
2. Dosis obat
3. Berapa kali penggunaan obat
4. Kapan putus obat
5. Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesadaran
2. Abnormal posisi mata
3. Perubahan pupil
4. Gerakan motorik
5. Tingkah laku setelah kejang
6. Apnea
7. Cyanosis
8. Saliva banyak
9. Psikososial
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pekerjaan
4. Peran dalam keluarga
5. Strategi koping yang digunakan
6. Gaya hidup dan dukungan yang ada
7. Pengetahuan pasien dan keluarga
1. Kondisi penyakit dan pengobatan
2. Kondisi kronik
3. Kemampuan membaca dan belajar
4. Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium
2. Radiologi

II. Diagnosa keperawatan

1. Resiko injury b/d aktivitas kejang


2. Resiko tinggi tidak efektif jalan nafas, pola nafas b/d kerusakan persepsi
3. Cemas b/d terjadinya kejang
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan

III. Intervensi keperawatan

1. Dx: resiko tinggi tidak efektif jalan nafas, pola nafas b/d kerusakan persepsi

Intervensi:

Mandiri

1. Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda/zat tertentu/gigi palsu atau alat
yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang
terjadi tanpa ditandai gejala awal.
2. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan
kejang.
3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher/abdomen.
4. Masukkan spatel lidah atau gulugan benda lunak sesuai dengan indiksi.
5. Lakukan penghisapan sesuai indikasi.

Kolaborasi

1. Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan pada fase posiktal.


2. Siapkan untukmelakukan intubasi, jika ada indikasi

2. Dx: Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan

Mandiri

1. Jelaskan kembali mengenai patofisiologi/ prognosis penyakit dan perlunya


pengobata/penanganan dalam jangka waktu yang lama sesuai indikasi.
2. Tinjau kembali obat-obat yang didapat, penting sekali memakan obat sesuai petunjuk,
dan tidak menghentikan pengobatan tanpa pengawasan dokter. Termasuk petunjuk untuk
pengurasi dosis.
3. Berikan petunjuk yang jelas pada pasien untuk minum obat bersamaan dengan waktu
makan, jika memungkinkan.
4. Diskusikan mengenai efek samping secara khusus, seperi mengantuk, hiperaktif,
gangguan tidur, hipertrofi pada gusi, gangguan penglihatan, mual/muntah, ruam pada
kulit, sinkope/ataksia, kelahiran yang terganggu dan anemia aplastik.
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan semacam gelang identifikasi/semacam petunjuk
yang memberitahukan bahwa pasien adalah penderita epilepsi.
6. Tekankan perlunya untuk melakukan evaluasi yang teratur/melakukan pemeriksaan
laboratorium yang teratur sesuai dengan indikasi, seperti darah lengkap harus diperiksa
minimal dua kali dalam satu tahun dan munculnya sakit tenggorok atau demam.
7. Bicarakan kembali kemungkinan efek dari perubahan hormonal
8. Diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik, seperti diet yang adekuat, istirahat
yang cukup, latihan yang cukup dan hindari bahaya, alkohol, kefein dan obaat yang dapat
menstimulasi kejang.
9. Tinjau kembali pentingnya kebersihan mulut dan perawatan gigi teratur.
10. Identifikasi perlunya penerimaan terhadap keterbatasan yang dimiliki, diskusikan
tindakan keamanan yang diperhatikan saat mengemudi, menggunakan alat mekanik,
panjat tebing, berenang, hobi dan sejenisnya.a

http://hidayat2.wordpress.com/2009/05/05/askep-epilepsi/

Anda mungkin juga menyukai