Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

LIMFOBLASTIK LEUKIMIA AKUT


RUANG KENANGAN II
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Disusun Oleh :
RESNIZAR ANNASRUL
NIM 4006160085

Pembimbing Akademik

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA
BANDUNG
2016
A. Definisi
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam
jaringan pembentuk darah (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175). Leukimia adalah
proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum tulang
menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G,
2002 : 248 ). Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah
berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya
kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya
infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495). Leukemia
adalah istilah umum yang digunakan untuk keganasan pada sumsum tulang dan
sistem limpatik (Wong, 1995). Sedangkan menurut Robbins & Kummar (1995),
leukemia adalah neoplasma ganas sel induk hematopoesis yang ditandai oelh
penggantian secara merata sumsum tulang oleh sel neoplasi.
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel – sel
prekursor limfoid yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi
limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak – anak yakni 75%,
sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA
adalah terjadinya keganasan pada sel T dan sisanya adalah keganasan pada sel B.
Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak – anak usia < 15
tahun dengan insiden tertinggi pada usia 3 – 5 tahun. Insidensi LLA adalah
1/60.000 orang per tahun dengan 75 % berusia £ 15 tahun, insidensi puncaknya
usia 3 – 5 tahun. LLA lebih banyak di temukan pada pria dari pada perempuan.
Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk
berkembang menjadi, LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA
mempunyai resiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.

B. Tanda dan Gejala


Tanda gejala kanker darah sangat beragam. Tiap penderita biasanya
mengalami indikasi yang berbeda-beda, tergantung kepada jenis kanker darah.
Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara lain:
1. Pilek tak sembuh-sembuh 19. Pembengkakan pada
2. Pucat, lesu, mudah limfa noda, hati, atau
terstimulasi limpa.
3. Demam, anoreksia, mual, 20. Muncul infeksi yang
muntah parah atau sering terjadi.
4. Berat badan menurun 21. Mudah mengalami
5. Ptechiae, epistaksis, pendarahan (misalnya
perdarahan gusi, memar sering mimisan) atau
tanpa sebab memar.
6. Nyeri tulang dan 22. Muncul bintik-bintik
persendian merah pada pada kulit.
7. Nyeri abdomen 23. Terpapar sinar - x
8. Hepatosplenomegali, sebelum kelahiran.
limfadenopati 24. Terpapar radiasi.
9. Abnormalitas WBC 25. Pengobatan masa lalu
10. Nyeri kepala dengan kemoterapi.
11. Lemas atau kelelahan 26. Setelah perubahan
yang berkelanjutan. tertentu dalam gen.
12. Demam. 27. Memiliki kondisi genetik
13. Menggigil. tertentu, seperti :
14. Sakit kepala. 28. Down syndrome.
15. Muntah-muntah. 29. Neurofibromatosis tipe 1
16. Keringat berlebihan, ( NF1 ).
terutama pada malam 30. Sindrom Shwachman.
hari. 31. Sindrom Bloom.
17. Nyeri pada tulang atau 32. Ataksia
sendi. 33. telangiektasia.
18. Penurunan berat badan.
(Mansjoer, A, 2000)
C. Etiologi
Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak di ketahui. Faktor
keturunan dan sindroma redisposisi genetik lebih berhubungn dengan LLA yang
terjadi pada anak – anak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang
berhubungna dengan LLA adalah :
1. Radiasi Ionik.
2. Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia
sumsum tulang, kerusakan kromosom dan leukemia.
3. Merokok sedikit meningkatkan resiko LLA pada usia 60 tahun.
4. Obat kemoterapi.
5. Infeksi virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA L3
6. Pasien dengan sindrom down dan wiskott – Aldrich mempunyai resiko
yang meningkat untuk menjadi LLA.
Penyebab acut limphosityc leukemia sampai saat ini belum jelas, diduga
kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin
berperan, yaitu:
1. Faktor eksogen
a. Sinar x, sinar radioaktif.
b. Hormon.
c. Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat,
chloramphinecol, anti neoplastic agent).
2. Faktor endogen
a. Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit
hitam)
b. Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan
Sindrom Down).
c. Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).
(Ngastiyah,2005)

D. Patofisiologi
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan
leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel
darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh
sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah
(myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi
sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan
terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang
dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
LLA meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan
lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang.
Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum
tulang mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat
kementahannya merupakan petunjuk untuk menentukan / meramalkan
kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan
biasanya ada leukositosis (60%), kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah
leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan
trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas
yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian
sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia, sel B matang, sel
plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem pluripoten,
berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit,
timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat
ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan
hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada
susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah, “seizures” dan gangguan
penglihatan (Price Sylvia A, Wilson Lorraine Mc Cart, 1995). Sel kanker
menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan.
Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan
menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel
normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi
penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke
berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit
kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit
menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya
perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga
mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaNker
juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah,
1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden,
2002).

E. Pathway

F. Klasifikasi
1. Klasifikasi Imunologi
a. Precursor B – Acute Lymploblastic Leukaemia (ALL) – 70% :
common ALL (50%), null ALL, pre – B ALL.
b. T – ALL (25%).
c. B – ALL (5%).
Definisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidak
adanya berbagai antigen permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling
sering ditemukan adalah common ALL, Null cell. ALL berasal dari sel
yang sangat primitif dan lebih banyak pada dewasa.B – ALL merupakan
penyakit yang jarang dengan morfologi L3 yang sering berperilaku sebagai
limfoma agresif (varian Burkirtt).

2. Klasifikasi Morfologi [ the French – American – British (FAB)]


a. L1 : sel blas berukuiran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma
dan nukleoli yang tidak jelas.
b. L2 : sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas
dan rasio inti sitoplasma yang rendah.
c. L3 : sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofalik.
Kebanyakan LLA pada dewasa mempunyai morfologi L2,
sedangkan L1 paling sering ditemukan pada anak – anak. Sekitar 95% dari
tipe LLA kecualai sel B mempunyai ekspresi yang meningkat dari terminal
deoxynucleotidyl transferasi (TdT), suatu enzim nukklear yang terlibat
dalam pengaturan kembali gen reseptor sel T dan immunoglobulin.
Peningkatan ini sangat berguna dalam diagnosis. Jika konsentrasi enzim
ini tidak meningkat, diagnosis LLA dicurigai.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan
acut limphosityc leukemia adalah:
1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
a. Ditemukan sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan protein
2. Pemeriksaan darah tepi
a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan asam urat serum
c. Peningkatan tembaga (Cu) serum
d. Penurunan kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / µl)
tetapi dalam bentuk sel blast / sel primitif
3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan/
infiltrasi sel kanker ke organ tersebut
4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5. Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-
a), hiperploid (2n+a)
b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara
morfologis bukan komponen kromosom normal dari bentuk
yang sangat besar sampai yang sangat kecil (Betz, Sowden.
(2002).

ALL dapat didiagnosa pada pemeriksaan :


1. Anamnesis
Anemia, kelemahan tubuh, berat badan menurun, anoreksia mudah
sakit, sering demam, perdarahan, nyeri tulang, nyeri sendi (Ngastiyah,
2005). Kemudian menurut Celily, 2002 dilakukan kepemeriksaan.
2. Hitung darah lengkap (CBC), anak dengan CBC kurang dari
10.000/mm3 saat didiagnosa memiliki prognosis paling baik jumlah
leukosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik
pada anak sembarang umur.
3. Pungsi lumbal – untuk mengkaji keterlibatan SSP.
4. Foto toraks – mendeteksi keterlibatan mediastinum.
5. Aspirasi sumsum tulang – ditemukannya 25% sel blas memperkuat
diagnosis.
6. Pemindahan tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan
tulang.
7. Pemindahan ginjal, hati dan limpa untuk mengkaji infiltrasi leukemik.
8. Jumlah trombosit – menunjukkan kapasitas pembekuan.
H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan
transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan
heparin.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya).
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin,
arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan
sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi
bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering
terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi
sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah
leukosit kurang dari 2.000/mm3.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam
kamar yang suci hama).
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi
mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian
imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar
terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi.
Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap
sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga
diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
6. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada
pengalamannya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan
kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai
keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai
berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba-
gai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sam-
pai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika
separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi se-
lama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-
2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia sereb-
ral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali
dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(Sutarni Nani 2003)

I. Komplikasi
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang
rendah ditandai dengan:
a. Memar (ekimosis)
b. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung
jarum dipermukaan kulit)
Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam
dan infeksi dapat memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai
derajat netropenia dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan
kadar asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. mual
b. muntah
c. anoreksia
d. diare
e. lesi mukosa mulut, Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke
organ abdominal, selain akibat kemoterapi.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
AKUT LIMFOBLASTIK LEUKIMIA

A. Data Fokus Pengkajian keperawatan


 Sistem Respirasi
 Sistem Kardiologi
 Sistem Pencernaan
 Sistem Persyarafan
 Sistem Pencernaan
 Sistem Imunologi

B. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
(1) Kaji penampilan umum dan status mental
(a) Observasi kemampuan merespon secara verbal
(b) Observasi tingkat kesadaran
(c) Observasi kemampuan klien berpikir, mengingat,
menginformasikan dan berkomunikasi
(d) Observasi kemampuan klien memandang, mendengar, membau,
dan sensasi rasa
(e) Observasi tanda-tanda distress
(f) Observasi ekspresi wajah dan mood
(g) Observasi penampilan umum: postur, gait, pergerakan
(h) Observasi cara berpakaian, personal hygiene, dan kebersihan
(2) Pengukuran: tinggi badan, berat badan, tanda-tanda vital
b. Kaji kulit secara umum: struktur dan fungsi kulit, rambut, kuku
 Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis, ikterik, eritema,
petekie, ekimosis, ruam)
 nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah,
diaforesis (gejala hipermetabolisme).
 peningkatan suhu tubuh.
c. Kaji kepala dan leher: kaji fungsi neurologis, penglihatan,
pendengaran, dan struktur mulut
(1) Tengkorak dan kepala
(a) Observasi ukuran, bentuk, kesimetrisan
(b) Palpasi dan catat kelainan, tekanan, benjolan, cairan
(2) Wajah: inspeksi ekspresi wajah, kesimetrisan, gerakan tidak disadari,
edema, massa
(3) Mata: posisi dan garis mata, alis, garis dan kantung mata
(4) Kelenjar air mata: inspeksi adanya keluaran air mata atau kekeringan
pada mata
(5) Konjunctiva dan sklera
(6) Kornea dan lensa
(7) Pupil: ukuran, bentuk, akomodasi, respon terhadap cahaya
(8) Koordinasi gerakan mata
(9) Tes lapang pandang
(10) Ketajaman penglihatan
 Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan
akibat infiltrasi ke SSP,
 sclera: kemerahan, ikterik.
 Perdarahan pada retinas
d. Telinga:
(1) Inspeksi posisi, bentuk, dan ukuran
(2) Palpasi pinna, tragus, prosesus mastoideus
(3) Inspeksi meatus auditorius eksternus: cairan, kemerahan, keluaran,
serumen
(4) Tes pendengaran: bisikan, berdiri dengan jarak 30-60 cm dan bicara
perlahan beberapa kata
e. Hidung
(1) Inspeksi permukaan hidung
(2) Inspeksi bagian dalam
(3) Palpasi sinus
f. Mulut
(1) Bibir: warna, kelembaban
(2) Mukosa mulut, gusi, gigi
(3) Inspeksi lidah dan dasar mulut
 apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri).
Penyebab yang paling sering adalah stafilokokus,streptokokus, dan
bakteri gram negative usus serta berbagai spesies jamur.
 perdarahan gusi,
 pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap
 ada atau tidaknya karies gigi.
g. Faring: inspeksi palatum
h. Leher: inspeksi leher, ROM, kelenjar limfe, trakea, kelenjar tiroid,
JVP
 Perdarahan otak
 Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan
tinggi intrakranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan
saraf otak, terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic fokal.
i. Dada dan paru
(1) Inspeksi bentuk, gerakan, simetris, retraksi
(2) Palpasi: struktur, massa, bengkak, nyeri, denyutapikal, pulsasi
(3) Inspeksi dan palpasi: ekspansi dada, taktil fremitus,
(4) Perkusi: paru, jantung
(5) Auskultasi, jantung paru
j. Payudara dan aksila
(1) Ukuran dan bentuk
(2) Kulit
(3) Putting dan drainase
(4) Palpasi aksila, payudara, putting
k. Abdomen: kontur, simetris, kulit, umbilikus, pulsasi dan gerakan,
bising usus, bunyi vaskuler, perkusi lambung, usus, limpa, palpasi
organ dalam.
 Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar
limfe, ginjal, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus,
palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa.
 Perkusi adanya asites atau tidak.

l. Ekstremitas bawah
(1) Inspeksi otot dan sendi
(2) ROM
(3) Palpasi sendi, kekuatan otot
(4) Adakah sianosis, kekuatan otot.
(5) Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel
leukemia)
(6) Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.
m. Genital
(1) Pria: inspeksi kulit, glan penis, meatus uretra, keluaran, palpasi penis,
inspeksi dan palpasi skrotum
(2) Wanita: inspeksi warna kulit, distribusi rambut, labia mayora, lesi,
klitoris, minora, uretra, vagina, perineum, anus, keluaran

Persarafan: reflex bisep, trisep, brachioradialis, achiles, plantar, moro,


babinsyki

C. Analisa Data
1. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di
bawah 15 tahun (85%) , puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun.
Rasio lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba
adalah demam, lesudan malas makan atau nafsu makan berkurang,
pucat (anemia) dan kecenderungan terjadi perdarahan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering
ditemukan riwayat keluarga yang erpapar oleh chemical toxins
(benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr, HTLV-1), kelainan
kromosom dan penggunaan obat-obatann seperti phenylbutazone dan
khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.

3. Pola sehari-hari
a. Pola Persepsi – mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan
berhubungan dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi
kesehatan dan kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan tentang
riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua.
b. Pola Latihan dan Aktivitas : Anak penderita ALL sering ditemukan
mengalami penurunan kordinasi dalam pergerakan, keluhan nyeri
pada sendi atau tulang. Anak sering dalam keadaan umum lemah,
rewel, dan ketidakmampuan melaksnakan aktivitas rutin seperti
berpakaian, mandi, makan, toileting secara mandiri. Dari pemeriksaan
fisik dedapatkan penurunan tonus otot, kesadaran somnolence,
keluhan jantung berdebar-debar (palpitasi), adanya murmur, kulit
pucat, membran mukosa pucat, penurunan fungsi saraf kranial dengan
atau disertai tanda-tanda perdarahan serebral.Anak mudah mengalami
kelelahan serta sesak saat beraktifitas ringan, dapat ditemukan adanya
dyspnea, tachipnea, batuk, crackles, ronchi dan penurunan suara nafas.
Penderita ALL mudah mengalami perdarahan spontan yang tak
terkontrol dengan trauma minimal, gangguan visual akibat perdarahan
retina, , demam, lebam, purpura, perdarahan gusi, epistaksis.
c. Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan,
anorexia, muntah, perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan
gangguan menelan, serta pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan
adanya distensi abdomen, penurunan bowel sounds, pembesaran
limfa, pembesaran hepar akibat invasi sel-sel darah putih yang
berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oal, dan
adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute
monolytic leukemia)
d. Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada
perianal, nyeri abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces
berwarna ter, darah dalam urin, serta penurunan urin output. Pada
inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta adanya hematuria.
e. Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas
dan lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena
mudah mengalami kelelahan.
f. Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan
mengalami penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan
“seizure activity”, adanya keluhan sakit kepala, disorientasi, karena
sel darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
g. Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi
yang lemah dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam
pengkajian dapt ditemukan adanya depresi, withdrawal, cemas, takut,
marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan peerubahan suasana hati, dan
bingung.
h. Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji
i. Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa
kehilangan kesempatan bermain dan berkumpul bersama teman-teman
serta belajar.
j. Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan
umum dan ketidakberdayaan melakukan ibadah.

D. Pemeriksaan Diagnostik
a. Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia
b. Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%
c. Retikulosit : menurun/rendah
d. Platelet count : sangat rendah (<50.000/mm)
e. White Blood cells : > 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC
(“kiri ke kanan”)
f. Serum/urin uric acid : meningkat
g. Serum zinc : menurun
h. Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan
erythroid prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit
i. Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat
kesulitan tertentu

E. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan


tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera: perdarahan berhubungan dengan penurunan
jumlah trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual
dan muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis berhubungan dengan
efek samping , agen kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan
atau stomatitis
7. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens
kemoterapi, radioterapi, imobilitas.
6. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)

1 Resiko infeksi NOC : NIC :

Definisi : Peningkatan resiko masuknya  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
organisme patogen
 Knowledge : Infection control  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Faktor-faktor resiko :
 Risk control  Pertahankan teknik isolasi
- Prosedur Infasif
Kriteria Hasil :  Batasi pengunjung bila perlu
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
menghindari paparan patogen
tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
 Mendeskripsikan proses penularan penyakit,
- Trauma meninggalkan pasien
factor yang mempengaruhi penularan serta
- Kerusakan jaringan dan peningkatan penatalaksanaannya,  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
paparan lingkungan
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Ruptur membran amnion timbulnya infeksi kperawtan

- Agen farmasi (imunosupresan)  Jumlah leukosit dalam batas normal  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

- Malnutrisi  Menunjukkan perilaku hidup sehat  Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan
alat
- Peningkatan paparan lingkungan patogen
 Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
- Imonusupresi
sesuai dengan petunjuk umum
- Ketidakadekuatan imum buatan
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
- Tidak adekuat pertahanan sekunder infeksi kandung kencing
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan
 Tingktkan intake nutrisi
respon inflamasi)

 Berikan terapi antibiotik bila perlu


- Tidak adekuat pertahanan tubuh primer
(kulit tidak utuh, trauma jaringan, Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
penurunan kerja silia, cairan tubuh statis,
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik)

- Penyakit kronikhiperplasia dinding bronkus,  Monitor hitung granulosit, WBC

alergi jalan nafas, asma.


- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas,  Monitor kerentanan terhadap infeksi
sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya
 Batasi pengunjung
jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya
eksudat di alveolus, adanya benda asing di  Saring pengunjung terhadap penyakit menular
jalan nafas.
 Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko

 Pertahankan teknik isolasi k/p

 Berikan perawatan kuliat pada area epidema

 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap


kemerahan, panas, drainase

 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah

 Dorong masukkan nutrisi yang cukup

 Dorong masukan cairan

 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep

 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

 Ajarkan cara menghindari infeksi

 Laporkan kecurigaan infeksi

 Laporkan kultur positif

2 Intoleransi aktivitas b/d fatigue NOC : NIC :

Definisi : Ketidakcukupan energu secara Energy conservation Energy Management


fisiologis maupun psikologis untuk
 Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
meneruskan atau menyelesaikan aktifitas
aktivitas
yang diminta atau aktifitas sehari hari.
 Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan
Kriteria Hasil :
Batasan karakteristik :  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa terhadap keterbatasan
disertai peningkatan tekanan darah, nadi
a. melaporkan secara verbal adanya kelelahan  Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
dan RR.
atau kelemahan.
 Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
 Mampu melakukan aktivitas sehari hari
b. Respon abnormal dari tekanan darah atau
(ADLs) secara mandiri  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
nadi terhadap aktifitas
secara berlebihan
c. Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia
 Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
atau iskemia
 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
d. Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat
beraktivitas. 

Activity Therapy

Faktor factor yang berhubungan :  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik


dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
 Tirah Baring atau imobilisasi
 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
 Kelemahan menyeluruh
mampu dilakukan
 Ketidakseimbangan antara suplei oksigen
 Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
dengan kebutuhan dengan kemampuan fisik, psikologi dan social

 Gaya hidup yang dipertahankan.  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan


sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan

 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas


seperti kursi roda, krek

 Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai

 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu


luang

 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi


kekurangan dalam beraktivitas

 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif


beraktivitas

 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri


dan penguatan
 Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

3 Resiko terhadap cedera/perdarahan yang Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-  Gunakan semua tindakan untuk mencegah
berhubungan dengan penurunan jumlah bukti perdarahan perdarahan khususnya pada daerah ekimosis
trombosit
 Cegah ulserasi oral dan rectal

 Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan


injeksi

 Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut

 Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan


darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)

 Hindari obat-obat yang mengandung aspirin

 Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk


mengontrol perdarahan hidung

4 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :

Definisi : Penurunan cairan intravaskuler,  Fluid balance Fluid management


interstisial, dan/atau intrasellular. Ini
 Hydration  Timbang popok/pembalut jika diperlukan
mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan
dengan pengeluaran sodium  Nutritional Status : Food and Fluid Intake  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

Kriteria Hasil :  Monitor status hidrasi ( kelembaban membran


mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ),
Batasan Karakteristik :  Mempertahankan urine output sesuai
jika diperlukan
dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
- Kelemahan
normal  Monitor vital sign
- Haus
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam
 Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
- Penurunan turgor kulit/lidah batas normal intake kalori harian

- Membran mukosa/kulit kering  Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas


 Kolaborasikan pemberian cairan IV
turgor kulit baik, membran mukosa
- Peningkatan denyut nadi, penurunan  Monitor status nutrisi
lembab, tidak ada rasa haus yang
tekanan darah, penurunan volume/tekanan
berlebihan
nadi  Berikan cairan IV pada suhu ruangan

- Pengisian vena menurun  Dorong masukan oral

- Perubahan status mental  Berikan penggantian nesogatrik sesuai output

- Konsentrasi urine meningkat  Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

- Temperatur tubuh meningkat  Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )

- Hematokrit meninggi  Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul


meburuk
- Kehilangan berat badan seketika (kecuali
pada third spacing)  Atur kemungkinan tranfusi

 Persiapan untuk tranfusi

Faktor-faktor yang berhubungan:

- Kehilangan volume cairan secara aktif

- Kegagalan mekanisme pengaturan


5 Perubahan membran mukosa mulut :  Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis
stomatitis yang berhubungan dengan efek oral
 Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung
samping agen kemoterapi
kapas, atau jari yang dibalut
kasa

 Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan


salin normal atau tanpa larutan
bikarbonat

 Gunakan pelembab bibir

 Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil

 Berikan diet cair, lembut dan lunak

 Inspeksi mulut setiap hari

 Dorong masukan cairan dengan menggunakan


sedotan

 Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida


dan susu magnesi
 Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan

 Berikan analgetik

6 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :


kebutuhan tubuh b/d pembatasan cairan,
 Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
diit, dan hilangnya protein
Kriteria Hasil :  Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk
keperluan metabolisme tubuh.  Adanya peningkatan berat badan sesuai  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
dengan tujuan kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Batasan karakteristik :
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
badan
 Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
- Dilaporkan adanya intake makanan yang
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi vitamin C
kurang dari RDA (Recomended Daily
Allowance)  Tidak ada tanda tanda malnutrisi  Berikan substansi gula

- Membran mukosa dan konjungtiva pucat  Tidak terjadi penurunan berat badan yang  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
- Kelemahan otot yang digunakan untuk berarti untuk mencegah konstipasi
menelan/mengunyah
 Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan
- Luka, inflamasi pada rongga mulut dengan ahli gizi)

- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
mengunyah makanan harian.

- Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
makanan
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
- Perasaan ketidakmampuan untuk yang dibutuhkan
mengunyah makanan

- Miskonsepsi
Nutrition Monitoring
- Kehilangan BB dengan makanan cukup
 BB pasien dalam batas normal
- Keengganan untuk makan
 Monitor adanya penurunan berat badan
- Kram pada abdomen
 Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
- Tonus otot jelek  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan

- Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi  Monitor lingkungan selama makan

- Kurang berminat terhadap makanan  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
makan
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
 Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Diare dan atau steatorrhea
 Monitor turgor kulit
- Kehilangan rambut yang cukup banyak
(rontok)  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah

- Suara usus hiperaktif  Monitor mual dan muntah

- Kurangnya informasi, misinformasi  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

 Monitor makanan kesukaan

Faktor-faktor yang berhubungan :  Monitor pertumbuhan dan perkembangan

Ketidakmampuan pemasukan atau  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan


mencerna makanan atau mengabsorpsi zat- konjungtiva
zat gizi berhubungan dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.  Monitor kalori dan intake nuntrisi

 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila


lidah dan cavitas oral.

 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

7 Nyeri NOC : NIC :

Definisi :  Pain Level, Pain Management

Sensori yang tidak menyenangkan dan  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
pengalaman emosional yang muncul secara termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
 Comfort level
aktual atau potensial kerusakan jaringan kualitas dan faktor presipitasi
atau menggambarkan adanya kerusakan Kriteria Hasil :
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
mendadak atau pelan intensitasnya dari  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
nyeri, mampu menggunakan tehnik
ringan sampai berat yang dapat diantisipasi
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mengetahui pengalaman nyeri pasien
dengan akhir yang dapat diprediksi dan
mencari bantuan)  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
menggunakan manajemen nyeri
- Laporan secara verbal atau non verbal  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
- Fakta dari observasi
frekuensi dan tanda nyeri)
 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri menemukan dukungan
- Gerakan melindungi berkurang
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
- Tingkah laku berhati-hati  Tanda vital dalam rentang normal seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan

- Muka topeng  Kurangi faktor presipitasi nyeri

- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek,  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
sulit atau gerakan kacau, menyeringai) farmakologi dan inter personal)

- Terfokus pada diri sendiri  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
- Fokus menyempit (penurunan persepsi
waktu, kerusakan proses berpikir,  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
penurunan interaksi dengan orang dan
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan,  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
menemui orang lain dan/atau aktivitas,
 Tingkatkan istirahat
aktivitas berulang-ulang)
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
- Respon autonom (seperti diaphoresis,
tindakan nyeri tidak berhasil
perubahan tekanan darah, perubahan nafas,
nadi dan dilatasi pupil)  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

- Perubahan autonomic dalam tonus otot


(mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
Analgesic Administration
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah,
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
nyeri sebelum pemberian obat
panjang/berkeluh kesah)
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum
frekuensi

 Cek riwayat alergi


Faktor yang berhubungan :
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis) analgesik ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri

 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis


optimal

 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan


nyeri secara teratur

 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian


analgesik pertama kali

 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri


hebat

 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek


samping)

8 Kerusakan intergritas kulit b/d edema dan NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous NIC : Pressure Management
menurunnya tingkat aktivitas Membranes
 Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
Definisi : Perubahan pada epidermis dan Kriteria Hasil : longgar
dermis
 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
 Hindari kerutan padaa tempat tidur
(sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi,
 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
pigmentasi)
Batasan karakteristik :
 Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
 Tidak ada luka/lesi pada kulit
- Gangguan pada bagian tubuh sekali
 Perfusi jaringan baik
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)  Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Menunjukkan pemahaman dalam proses
- Gangguan permukaan kulit (epidermis)  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
tertekan
Faktor yang berhubungan : sedera berulang
 Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Eksternal :  Mampu melindungi kulit dan
 Monitor status nutrisi pasien
mempertahankan kelembaban kulit dan
- Hipertermia atau hipotermia
perawatan alami
 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Substansi kimia

- Kelembaban udara

- Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat


menimbulkan luka, tekanan, restraint)

- Immobilitas fisik

- Radiasi

- Usia yang ekstrim

- Kelembaban kulit

- Obat-obatan

Internal :

- Perubahan status metabolik

- Tulang menonjol

- Defisit imunologi

- Faktor yang berhubungan dengan


perkembangan
- Perubahan sensasi

- Perubahan status nutrisi (obesitas,


kekurusan)

- Perubahan status cairan

- Perubahan pigmentasi

- Perubahan sirkulasi

- Perubahan turgor (elastisitas kulit)


DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Volume 2 Edisi 5.
Jakarta : EGC
2. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.
Jakarta : Media Aesculapius
3. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.
8. Jakarta : EGC; 2001
4. Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko
Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001
5. Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Volume 2 Edisi 5.
Jakarta : EGC
6. Marion Johnson, dkk, 2010, Nursing Outcome Classifications
(NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
7. Marjory Gordon, dkk, 2010, Nursing Diagnoses: Definition &
Classification 2010, NANDA

Anda mungkin juga menyukai