Anda di halaman 1dari 95

BAB I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian


jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah,
diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan / atau air,
serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel ( Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 ).
Jalan dapat digolongkan dalam 4 ( empat ) klasifikasi yaitu :
a. Klasifikasi menurut fungsi jalan,
b. Klasifikasi menurut kelas jalan,
c. Klasifikasi menurut medan jalam,
d. Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan ( Bina Marga 1997
).
Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 11 / 2010
menyatakan bahwa untuk persyaratan administrasi suatu ruas
dikatakan laik bersyarat apabila memiliki minimal dokumen status
jalan.
Jalan dapat dikelompokkan menjadi :
a. Jalan Nasional,
b. Jalan Provinsi
c. Jalan Kabupaten
d. Jalan kota ,

1
e. Jalan desa.
Penetapan status jalan dilakukan setelah ditetapkan fungsinya.

B. TUJUAN.
Tujuan pembelajaran modul dokumen status jalan meliputi tujuan
umum dan tujuan khusus yaitu :

a. Tujuan Umum.
Setelah mengikuti pembelajaran modul ini, peserta diklat diharapkan
mampu memahami dan menilai kelaikan secara administrasi terkait
dengan status jalan, kelas, jalan, administrasi leger jalan, kepemilikan
dan lingkungan hidup bidang jalan.

b. Tujuan Khusus.
Peserta diklat mampu :
a) Memahami skema penyusunan jaringan jalan,
b) Memahami pengelompokan jalan berdasarkan peruntukan,
sistim, fungsi dan status
c) Memahami prosedur penetapan fungsi jalan,
d) Memahami prosedur penetapan status jalan.
e) Melaksanakan penilaian terkait ketersediaan dokumen kelas
jalan.
f) Melaksanakan penilaian kelaikan administrasi terkait rambu
petunjuk, perintah dan larangan dalam pengaturan lalu lintas bagi
semua perlengkapan jalan

2
g) Memahami penyaringan dokumen lingkungan berdasarkan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 5 tahun 2012 dan
kawasan sensitif,
h) Memahami dokumen Amdal, yang terdiri dari Kerangka Acuan
Andal, Andal, RKL – RPL dan izin Lingkungan,
i) Memahami dokumen Lingkungan UKL – UPL dan Izin Lingkungan,
j) Memahami dokumen Lingkungan SPPL ( Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan pemantauan lingkungan ).

3
BAB. II
DOKUMEN PENETAPAN STATUS JALAN, DOKUMEN KELAS
JALAN, SERTA PERINTAH DAN LARANGAN DALAM
PENGATURAN LALUL LINTAS BAGI SEMUA PERLENGKAPAN
JALAN

2.1. DASAR HUKUM

Peraturan Perundang Undangan, Peraturan Pemerintah dan Peraturan


Menteri yang menjadi dasar penyusunan dokumen jalan adalah
sebagai berikut :
a) Undang Undang 38 tahun 2004 Tentang Jalan,
b) Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,
Pembangunan Ekonomi Nasional adalah pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,
c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004
tentang Jalan,
d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
e) Peraturan Pemerintah no 34 tahun 2006
f) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 tahun 2012
tentang Pedoman Penetapan Fungsi jalan dan Status Jalan.
g) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Provinsi, Pemerintahan Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82

4
dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4737);
h) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 58 tahun 2012.
i) Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2012 tentang izin
lingkungan,
j) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 tahun
2008 tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup,
k) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 11/ PRT/M/2010
Tentang Tata Cara dan Persyaratan Laik Fungsi Jalan
l) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 19 tahun 2011
tentang Persyaratan dan Perencanaan Teknis Jalan.

2.2. PENETAPAN STATUS JALAN.

Status jalan sesuai Peraturan Menteri PU no 3 / 2012 ditetapkan dalam


satu pedoman dengan fungsi jalan, dimana penetapan status jalan
dapat dilakukan setelah ditetapkan fungsi jalannya, dimana permen
tersebut diatas mengatur penetapan jalan umum menurut fungsi dan
statusnya.

2.2.1. Sistim jaringan jalan.


Sistim jaringan jalan adalah suatu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat pusat pertumbuhan dengan
wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu
hubungan hierarkhi.

5
Sistim jaringan jalan terdiri dari :
a. Sistim jaringan jalan primer,adalah sistim jaringan jalan dengan
peran pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud
pusat kegiatan

b. Sistim jaringan sekundair, adalah system jaringan jalan dengan


peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Sistim jaringan jalan primer :


a. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional,
pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan local sampai pusat
kegiatan lingkungan, dan
b. Menghubungkan antar kegiatan nasional.

Sistim jaringan jaringan jalan sekundair disususun berdasarkan


rencana tata ruang wilayah kabupaten / kota dan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang
menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi
primer, fungsi sekundair kesatu, fungsi sekundair kedua, fungsi
sekundair ketiga, dan seterusnya sampai ke persil.

Pusat kegiatan dalam sistim jaringan jalan primer meliputi :

6
a. PKN, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala internasional, nasional atau beberapa provinsi.
b. PKW, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
skala kegiatan provinsi atau beberapa kabupaten / kota,
c. PKL, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala kabupaten / kota atau beberapa kecamatan,
d. PK – Ling, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa,
e. Kawasan Strategis Nasional, adalah kawasan perkotaan yang
ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan
perbatasan Negara,
f. Kawasan Strategis Provinsi,
g. Kawasan Strategis Kabupaten.
Kawasan perkotaan dalam sistim jaringan jalan sekundair meliputi :
a. Kawasan Primer, adalah kawasan perkotaan dengan kriteria
memiliki fungsi pelayanan untuk kawasan perkotaan dan
kawasan wilayah diluarnya,
b. Kawasan sekunder satu, adalah kawasan perkotaan dengan
kriteria memiliki fungsi pelayanan seluruh wilayah kawasan
perkotaan yang bersangkutan,
c. Kawasan sekunder dua, adalah kawasan perkotaan dengan
kriteria memiliki fungsi pelayanan yang merupakan bagian dari
pelayanan kawasan fungsi sekunder kesatu,
d. Kawasan sekunder ketiga, adalah kawasan perkotaan dengan
kriteria memiliki fungsi pelayanan yang merupakan bagian dari
pelayanan kawasan sekunder kedua,

7
e. Perumahan, dan
f. Persil.

2.2.2.Fungsi Jalan dalam sistim jaringan jalan primer meliputi :


a. JAP ( jalan arteri primer ) adalah jalan yang menghubungkan
secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional, atau
antar pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah,

JAP menghubungkan secara berdaya guna :


 Antar PKN
 Antara PKN dan PKW
 Antara PKN dan / atau PKW dan pelabuhan utama /
pengumpul
 Antara PKN dan / atau PKW dan pelabuhan udara utama /
pengumpul.

b. JKP ( jalan kolektor primer ) adalah terdiri dari :


 JKP – 1 ( jalan kolektor primer 1 ), adalah JKP yang
menghubungkan secara berdaya guna antar ibu kota
provinsi,
 JKP – 2 ( jalan kolektor primer 2 ) adalah JKP yang
menghubungkan secara berdaya guna antara ibu kota
provinsi dan ibu kota kabupaten / kota.
 JKP – 3 ( jalan kolektor primer 3 ) adalah JKP yang
menghubungkan secara berdaya guna antar ibu kota
kabupaten / kota,

8
 JKP – 4 ( jalan kolektor primer 4 ) adalah JKP yang
menghubungkan secara berdaya guna antara ibu kota
kabupaten / kota dan ibu kota kecamatan.

c. JLP ( jalan lokal primer ) adalah jalan yang menghubungkan


secara berdaya gunna pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan lokal, atau pusat
kegiatan local dengan pusat kegiatan lingkungan,serta antar
kegiatan lingkungan.
JLP menghubungkan secara berdaya guna simpul :
 Antara PKN dan PK- Ling
 Antara PKW dan PK – Ling
 Antar PKL, dan
 Antar PKL dan PK – Ling.

d. J Ling – P ( jalan lingkungan Primer ) adalah jalan yang


menghubungkan antar pusat kegiatan di dalam kawasan
pedesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan pedesaan.

2.2.3.Fungsi jalan dalam sistim jaringan jalan sekunder.

Fungsi jalan dalam sistim jaringan jalan sekunder meliputi :


a. JAS ( jaringan arteri sekunder ) adalah jalan yang menghubungkan
kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan

9
sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau kawasan
sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua,
b. JKS ( jalan kolektor sekunder ) adalah jalan yang menghubungkan
kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua, atau
kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga,
c. JLS ( jalan lokal sekunder ) adalah jalan yang menghubungkan
kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder
kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga seterusnya
sampai kawasan perumahan,
d. J Ling – S ( Jalan Lingkungan Sekunder ) adalah jalan yang
menghubungkan antar persil dalam kawasan perkotaan.

2.2.4.JAS menghubungkan secara berdaya guna :


a. Antara kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu.
b. Antar kawasan sekunder kesatu
c. Antara kawasan sekunder kesatu dan kawasan sekunder
kedua.

2.2.5.JKS menghubungkan secara berdaya guna :


a. Antar kawasan sekunder kedua dan
b. Antara kawasan sekunder kedua dan kawasan sekunder
ketiga.

2.2.6. JLS menghubungkan secara berdaya guna :


a. Antara kawasan sekunder kesatu dan perumahan,
b. Antara kawasan sekunder kedua dan perumahan,

10
c. Antara kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke
perumahan.
JLing – S menghubungkan antar persil dalam kawasan
perkotaan.

2.2.7.Wewenang penetapan fungsi jalan.


a. Menteri berwenang menetapkan ruas jalan untuk JAP dan
JKP 1
b. Gubernur berwenang menetapkan ruas jalan :
 JKP - 2
 JKP – 3
 JKP – 4
 JLP
 JLing – P
 JAS
 JKS
 JLS
 JLing – S
c. Gubernur menetapkan ruas jalan :
 JKP – 4
 JLP
 JLing – P
 JAS
 JKS
 JLS
 JLing – S , atas usulan bupati / walikota.

11
d. Gubernur DKI Jakarta berwenang menetapkan ruas jalan :
 JAS
 JKS
 JLS
 JLing – S

2.2.8Prosedur Penetapan Fungsi Jalan dalam Sistim Jaringan


Jalan.
2.2.8.1Penetapan JAP dan JKP – 1
Penetapan fungsi ruas jalan sebagai JAP dan JKP – 1 dilakukan
secara berkala paling singkat 5 ( lima ) tahun dengan Keputusan
Menteri.
Penetapan fungsi ruas jalan sebagai JAP dan JKP – 1 sebagai berikut
:
a. Menyusun konsep penetapan JAP dan JKP -1 sesuai
perkembangan simpul PKN dan PKW dalam RTRW Nasional,
b. Konsep disampaikan kepada Menteri penyelenggara di bidang
lalu lintas dan angkutan jalan untuk masukan
c. Menetapkan fungsi ruas jalan sebagai JAP dan JKP -1 setelah
mendapat masukan dari Menteri penyelenggaran di bidang lalu
lintas dan angkutan jalan.

12
2.2.8.2Penetapan JKP – 2, JKP – 3, JKP – 4, JLP, J Ling – P, JAS,
JKS, JLS danJ Ling – S.
a. Penetapan fungsi ruas jalan dilakukan berkala paling singkat 5 (
lima ) tahun dengan keputusan Gubernur,
b. Penetapan fungsi ruas jalan diatas dan semua ruas jalan dalam
sistim jaringan jalan sekunder adalah :
- Gubernur menetapkan ruas jalan tersebut diatas, setelah
memperhatikan :
 Keputusan Menteri tentang penetapan ruas jalan JAP dan
JKP -1
 Usulan Bupati / Walikota untuk ruas jalan JKP – 4, JLP, J
Ling – P dan semua ruas jalan dalam sistim jaringan
sekunder,
- Gubernur DKI menetapkan ruas jalan JAS, JKS, JLS dan J Ling
– S, setelah memperhatikan Kepmen penetapan ruas jalan JAP
dan JKP – 1.

2.2.9.Penetapan Status Jalan.


Status Jalan diklasifikasikan menjadi :
a. Jalan Nasional
b. Jalan Provinsi
c. Jalan Kabupaten
d. Jalan Kota dan
e. Jalan Desa

13
2.2.9.1.Jalan Nasional meliputi :
a. JAP,
b. JKP -1,
c. Jalan tol
d. Jalan Strategis Nasional

2.2.9.2.Jalan Provinsi meliputi :


a. JKP – 2,
b. JKP – 3,
c. Jalan Strategis Provinsi

2.2.9.3.Jalan Kabupaten meliputi :


a. JKP – 4,
b. JLP,
c. J Ling – P,
d. Jalan Strategis Kabupaten,
e. JAS
f. JKS
g. JLS
h. J Ling – S.

2.2.9.4.Jalan Kota meliputi :


a. JAS,
b. JKS,
c. JLS,
d. J Ling – S

14
2.2.9.5.Jalan desa meliputi :
a. J Ling – P
b. JLP.
Ruas jalan di DKI, kecuali jalan Nasional adalah jalan Provinsi

2.2.10. Wewenang Penetapan Status Jalan.


a. Penetapan status ruas jalan nasional dilakukan secara berkala
paling singkat 5 ( lima ) tahun dengan Kepmen,
b. Penetapan status ruas jalan provinsi dilakukan secara berkala
paling singkat 5 ( lima ) tahun dengan Keputusan Gubernur,
c. Penetapan status ruas jalan kabupaten / kota dan jalan desa
dilakukan secara berkala paling singkat 5 ( lima ) tahun dengan
Keputusan Bupati / Walikota.

2.2.11.Prosedur Penetapan Status Jalan.


a. Penetapan status ruas jalan nasional oleh Menteri,
b. Penetapan status ruas jalan provinsi dilakukan dengan
memperhatikan fungsi jalan yang ditetapkan Gubernur dab
penetapan jalan nasional oleh Menteri,
c. Penetapan status ruas jalan kabupaten dilakukan dengan
memperhatikan fungsi jalan yang ditetapkan Gubernur .
d. Penetapan status ruas jalan kota dilakukan dengan
memperhatikan fungsi jalan yang ditetapkan Gubernur .
e. Penetapan status ruas jalan desa dilakukan dengan
memperhatikan fungsi jalan yang ditetapkan Gubernur .

15
f. Penetapan status ruas jalan di DKI dilakukan dengan
memperhatikan fungsi jalan yang ditetapkan Gubernur DKI.

2.2.12.Perubahan fungsi jalan dan status jalan.


2.2.12.1Perubahan fungsi jalan.
a. Berperan penting dalam pelayanan terhadap wilayah yang lebih
luas dari wilayah sebelumnya,
b. Semakin dibutuhkan masyarakat dalam pengembangan system
transportasi,
c. Lebih banyak melayani masyarakat dalam wilayah wewenang
penyelenggara jalan yang baru,
d. Semakin berkurang peranannya dan / atau semakin sempit luas
wilayah yang dilayani.

Selanjutnya :
a. Perubahan fungsi jalan dapat diusulkan oleh penyelenggara jalan
sebelumnya kepada penyelenggara jalan yang akan menerima,
b. Dalam hal usulan perubahan jaringan jalan primer dapat sisetujui,
maka penyelenggara jalan yang menyetujui dapat mengusulkan
penetapan kepada pejabat berwenang sesuai prosedur ,
c. Dalam hal usulan perubahan jaringan jalan sekunder dapat
sisetujui, maka penyelenggara jalan yang menyetujui dapat
mengusulkan penetapan kepada pejabat berwenang sesuai
prosedur ,
d. Perubahan fungsi jalan dapat dilakukan dalam rentang paling
singkat 5 ( lima ) tahun.

16
2.2.12.2Perubahan Status Jalan.
a. Perubahan status jalan dapat dilakukan setelah perubahan fungsi
jalan ditetapkan,
b. Perubahan status jalan dapat diusulkan oleh penyelenggara jalan
sebelumnya kepada penyelenggara jalan yang akan menerima,
c. Penyelenggara jalan sebelumnya tetap bertanggung jawab atas
penyelenggaraan jalan sebelum status jalan ditetapkan,
d. Penetapan status jalan ditetapkan paling lambat 90 (Sembilan
puluh) hari sejak tanggal ditetapkan fungsi jalan.

2.2.13. Penilaian kelaikan.


Penilaian kelaikan terkait status jalan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Kategori laik apabila memiliki dokumen penetapan status jalan yng
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
2. Kategori Laik bersyarat, apabila :
 Dokumen sedang dalam proses penetapan.
 Belum memiliki dokumen penetapan status jalan.

2.3. KELAS JALAN.


Kelas jalan perlu dilakukan pengaturan dengan maksud untuk
menetapkan tata cara kelas jalan berdasarkanfungsi dan intensitas lalu
lintas serta muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan bermotor;
danpedoman penetapan kelas jalan berdasarkan spesifikasi
penyediaan prasarana jalan.

17
Penetapan kelas jalan meliputi jalan nasional, jalan provinsi, jalan
kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.Kelas jalan berdasarkan pasal
46 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 19 / PRT / M / 2011
Tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis
Jalan dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Spesifikasi penyediaan prasarana jalan,
b. Penggunaan jalan yang ditetapkan berdasarkan fungsi dan
intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan
jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.

Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b Permen PU no
19 tahun 2011 meliputi :

a. Jalan bebas hambatan, yaitu jalan dengan spesifikasi


pengendalian jalan masuk secara penuh, tidak ada persimpangan
sebidang, dilengkapi pagar ruang milik jalan, dilengkapi dengan
median, serta lebar dan jumlah jalur sesuai ketentuan sebagaimana
tercantum pada lampiran yang merupakanbagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

b. Jalan raya, yaitu jalan umum untuk lalu lintas secara menerus
dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi
dengan median, serta lebar dan jumlah lajur sesuai ketentuan

18
sebagaimana tercantum pada lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

c. Jalan sedang, yaitu jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang
dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, serta lebar dan
jumlah jalur sesuai ketentuan sebagaimana tercantum pada lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini,
dan

d. Jalan kecil. yaitu jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat,
dengan lebar dan jumlah jalur sesuai ketentuan sebagaimana
tercantum pada lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Kelas jalan berdasarkan fungsi dan intensitas lalu lintas serta muatan
sumbu terberat dan dimensi kendaraan bermotor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a Permen PU no 19 tahun 2011
meliputi :
a. Jalan kelas I,
b. Jalan kelas II
c. Jalan kelas III.
d. Jalan khusus

2.3.1. Jalan kelas I


Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk
dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu
lintasnya tidak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak

19
bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan raya yang
berjalur banyak dengan konstruksi perkerasan dari jenis yang sesuai
dengan tingginya tingkatan pelayanan terhadap lalu lintas.
 Jalan kelas 1 yaitu jalan arteri dan kolektor, dapat dilalui
kendaraan bermotor dengan lebar paling besar 2,5 ( dua koma
lima ) meter, panjang paling besar 18 ( delapan belas ) meter,
tinggi paling besar 4,2 ( empat koma dua ) meter, dan muatan
sumbu terberat 10 ( sepuluh ) ton.
 Jalan kelas II. Yaitu jalan arteri, kolektor, local dan lingkungan
yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan lebar paling
besar 2,5 ( dua koma lima ) meter panjang paling besar 12 (
dua belas ) meter, tinggi paling besar 4,2 ( empat koma dua )
meter, dan muatan sumbu terberat 8 ( delapan ) ton.
 Jalan kelas III yaitu jalan arteri, kolektor, local dan lingkungan
yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan lebar paling
besar 2,1 ( dua koma satu ) meter, panjang paling besar 9 (
Sembilan ) meter, tinggi paling besar 3,5 ( tiga koma lima )
meter, dan muatan sumbu terberat 8 ( delapan ) ton.
 Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui
kendaraan bermotor dengan lebar paling besar 2,5 ( dua koma
lima ) meter, panjang paling besar 18 ( delapan belas ) meter,
tinggi paling besar 4,2 ( empat koma dua ) meter, dan muatan
sumbu terberat lebih dari 10 ( sepuluh ) ton.

Pembagian berdasarkan persyaratan teknis.


1. Persyaratan teknis jalan kelas I meliputi:

20
a. kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam untuk jalan arteri
primer, 40 km/jam untuk jalan kolektor primer, 30 km/jam untuk
jalan arteri sekunder, dan 20 km/jam untuk jalan kolektor sekunder;
b. kelandaian paling besar 10%;
c. paling sedikit 2 (dua) lajur untuk dua arah;
d. lebar jalan memenuhi kriteria jalan sedang;
e. radius tikungan paling kecil 110 meter;
f. volume kendaraan berat paling kecil 6%; dan
g. dapat dialului peti kemas 45 feet.

2.3.2. Persyaratan teknis jalan kelas II sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b. meliputi:
a. kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam untuk jalan
arteri primer, 40 km/jam untuk jalan kolektor primer, 20
km/jam untuk jalan lokal primer, 15 km/jam untuk jalan
lingkungan primer, 30 km/jam untuk jalan arteri sekunder, 20
km/jam untuk jalan kolektor sekunder, dan 10 km/jam untuk
jalan lokal sekunder;
b. kelandaian paling besar 10 %;
c. paling sedikit 2 (dua) lajur untuk dua arah;
d. lebar jalan memenuhi kriteria jalan sedang;
e. radius tikungan paling kecil 50 meter;
f. volume kendaraan berat paling kecil 35%; dan
g. dapat dilalui peti kemas 20 feet.

21
2.3.3. Persyaratan teknis jalan kelas III sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c. dengan muatan sumbu
terberat kurang dari 8 Ton meliputi:
a. kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam untuk jalan
arteri primer, 40 km/jam untuk jalan kolektor primer, 20
km/jam untuk jalan lokal primer, 15 km/jam untuk jalan
lingkungan primer, 30 km/jam untuk jalan arteri sekunder,
20 km/jam untuk jalan kolektor sekunder, 10 km/jam untuk
jalan lokal sekunder, dan 10 km/jam untuk jalan lingkungan
sekunder;
b. kelandaian paling besar 1012%;
c. paling sedikit 2 (dua) lajur untuk dua arah;
d. lebar jalan memenuhi kriteria jalan kecil; dan
e. MST paling besar 5 Ton.

4. Persyaratan teknis jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d. meliputi:
a. kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam untuk jalan arteri
primer, 40 km/jam untuk jalan kolektor primer, 30 km/jam untuk
jalan arteri sekunder, dan 20 km/jam untuk jalan kolektor
sekunder;
b. kelandaian paling besar 106%;
c. paling sedikit 2 (dua) lajur untuk dua arah;
d. lebar jalan memenuhi kriteria jalan raya;
e. radius tikungan paling kecil 110 meter;
f. volume kendaraan berat paling kecil 6%; dan

22
g. dapat dialului peti kemas 45 feet.

2.3.4. Tata cara penetapan kelas jalan


a. untuk jalan nasional dengan keputusan Menteri setelah mendapat
pertimbangan dari menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana
dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan;
b. untuk jalan provinsi dengan keputusan gubernur setelah
mendapat pertimbangan dari Menteri;
c.untuk jalan kabupaten dan jalan desa dengan keputusan bupati
setelah mendapat pertimbangan dari gubernur; dan
d. untuk jalan kota dengan keputusan walikota setelah mendapat
pertimbangan dari gubernur.

2.3.4.1. Penetapan kelas jalan nasional dilakukan sebagai berikut:


a. Menteri menyampaikan daftar ruas jalan nasional yang akan
ditetapkan kelas jalannya kepada menteri yang bertanggung
jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan
jalan.
b. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
prasarana lalu lintas dan angkutan jalan menyampaikan
pertimbangannya kepada Menteri paling lama 30 hari sejak
diterimanya daftar usulan.
c. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf
b, Menteri menetapkan kelas jalan nasional.

23
2.3.4.2. Penetapan kelas jalan provinsi dilakukan sebagai berikut:
a. Gubernur menyampaikan daftar ruas jalan provinsi yang akan
ditetapkan kelas jalannya kepada Menteri.
b. Menteri menyampaikan pertimbangannya kepada gubernur
paling lama 60 hari sejak diterimanya daftar usulan.
c. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf
b, gubernur menetapkan kelas jalan provinsi.
2.3.4.3. Penetapan kelas jalan kabupaten dan jalan desa/kota
sebagai berikut:
a. Bupati/Walikota menyampaikan daftar ruas jalan kabupaten
dan jalan desa/kota yang akan ditetapkan kelas jalannya
kepada Gubernur.
b. Gubernur menyampaikan pertimbangannya kepada
Bupati/Walikota paling lama 30 hari sejak diterimanya daftar
usulan.
c. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf
b, Bupati/Walikota menetapkan kelas jalan kabupaten dan jalan
desa/kota.

2.3.5. Kelas Jalan Lintas Status.


Pada dua status jalan berbeda yang saling berhubungan dapat
ditetapkan satu kelas jalan berdasarkan fungsi dan intensitas lalu lintas
serta muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan bermotor.

Penetapan kelas jalan dilakukan dengan koordinasi antar


penyelenggara jalan terkait.

24
2.3.6. Perambuan Kelas Jalan
Penetapan kelas jalan wajib ditindak lanjuti dengan pemasangan
rambu sesuai dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
Pemasangan rambu dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun setelah
penetapan kelas jalan.

2.3.7. Perubahan Kelas Jalan


Kelas jalan berdasarkan fungsi dan intensitas lalu lintas serta muatan
sumbu terberat dan dimensi kendaraan bermotor dapat diubah sesuai
kebutuhan lalu lintas dan angkutan jalan.

Dua (2) perubahan kelas jalan dapat dilakukan setelah memenuhi:


a. Kriteria Persyaratan teknis dan
b. tata cara penetapan kelas jalan

2.3.8. Kondisi Bersyarat


a. Kelas jalan dapat ditetapkan dengan kondisi bersyarat.
b. Jalan yang ditetapkan dengan kelas jalan kondisi bersyarat
yaitu belum memenuhi kriteria persyaratan teknis harus
dilengkapi dengan perlengkapan jalan yang mendukung
keselamatan pengguna jalan.
c. Jalan yang ditetapkan dengan kelas jalan kondisi bersyarat
dilakukan secara bertahap harus diperbaiki untuk memenuhi
kriteria persyaratan teknis.

25
1) Dalam keadaan tertentu suatu kendaraan dapat
melewati jalan dengan kelas dibawahnya setelah
mendapat dispensasi izin.
2) Dispensasi Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dengan syarat geometrik dan perkerasan jalan
masih memungkinkan untuk melayani kendaraan
tersebut dengan pengawalan.
3) Dispensasi Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh penyelenggara jalan.
4) Pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia.

Penilaian ulang atas penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan apabila terdapat perubahan fisik jalan
dan kebutuhan lalu lintas, serta masukan dari para pemangku
kepentingan.

2.3.9. Publikasi Penetapan Kelas Jalan


Jalan yang sudah ditetapan kelas jalannya dipublikasikan kepada
masyarakat melalui :
a. Papan pengumuman publik penyelenggara jalan dan lalu lintas
dan angkutan jalan;
b. Situs resmi penyelenggara jalan serta lalu lintas dan angkutan
jalan; atau
c. Media cetak dan media elektronik.

26
2.3.10. Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana
jalan.
2.3.10.1 Persyaratan Teknis Kelas Jalan
1. Jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a sekurang-kurangnya terdiri dari dua jalur dua arah,
dilengkapi median, dengan lebar lajur sekurang-kurangnya 3,5
m, lebar bahu sekurang-kurangnya 2,5 m, spesifikasi
pengendalian jalan masuk secara penuh, tidak ada
persimpangan sebidang, dilengkapi pagar ruang milik jalan,
kecepatan rencana sekurang kurangnya 60 km/jam.

2. Jalan raya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b


sekurang-kurangnya terdiri dari dua jalur dua arah, dilengkapi
median, dengan lebar lajur sekurang-kurangnya 3,5 m, lebar
bahu sekurang-kurangnya 2,0 m, pengendalian jalan masuk
secara terbatas, kecepatan rencana sekurang kurangnya 40
km/jam.

3. Jalan sedang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c


sekurang-kurangnya terdiri dari dua lajur dua arah, lebar lajur
sekurang-kurangnya 3,5 m, lebar bahu sekurang-kurangnya 1,5
m, pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, kecepatan
rencana sekurang kurangnya 30 km/jam.

4. Jalan kecil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d


sekurang-kurangnya terdiri dari dua lajur dua arah, lebar lajur

27
sekurang-kurangnya 2,75 m, lebar bahu sekurang-kurangnya
1,0 m, pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, kecepatan
rencana sekurang kurangnya 20 km/jam.

5. Kelas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib


memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana ditetapkan
dimaksud dalam Peraturan Menteri. PU nomor 19 tahun 2011

2.3.11. Tata Cara Penetapan Kelas Jalan


Penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
ditetapkan oleh penyelenggara jalan sesuai dengan kewenangannya.

2.3.11.1. Perambuan Kelas Jalan


Jalan yang sudah ditetapkan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) dapat diberi rambu sesuai peraturan perundang-
undangan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
Adapun nama nama ruas jalan nasional di Pulau Jawa dan Pulau
Sumatera sesui Kepmen PU no. 58 tahun 2012 adalah terlampir,
Dokumen kelas jalan ditetapkan sesuai kewenangan penyelenggara
jalan.
a. Kelas jalan Nasional ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum,
dimana sampai saat ini untuk ruas jalan nasional sepanjang lebih
kurang 38.000 km, yang sudah mempunyai kelas jalan baru untuk
ruas ruas jalan nasional yang berada di pulau Jawa dan pulau

28
Sumatera sesuai dengan Keputusan Menteri PU no 58 tahun
2012.
b. Kelas jalan Propinsi ditetapkan oleh gubernur.
c. Kelas jalan kabupaten / Kota ditetapkan oleh Bupati / Walikota.

2.3.11.2. Penilaian kelaikan jalan berdasarkan kelas jalan


a. Dikatakan laik, apabila sudah mempunyai dokumen status kelas
jalan dan telah dilegalkan oleh pejabat yang berwenang,
b. Dikatakan laik bersyarat terkait apabila :
 Belum mempunyai dokumen status jalan,
 Memiliki dokumen status jalan namun belum dilegalkan oleh
pejabat yang berwenang.

29
BAB III
DOKUMEN ADMINISTRASI LEGER JALAN

3.1. UMUM
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 pada Bab
VII Dokumen Jalan pasal 114 bahwa Dokumen Jalan meliputi
Leger Jalan, dokumen asset jalan, gambar terlaksana dan
dokumen laik fungsi jalan, kemudian pada pasal 115 bahwa
setiap Penyelenggara Jalan wajib mengadakan leger jalan
yang meliputi pembuatan, penetapan, pemantauan,
pemutakhiran, penyimpanan dan pemeliharaan,penggantian,
serta penyampaian informasi.

Leger Jalan merupakan salah satu parameter administrasi


dalam menetapkan Laik Fungsi Jalan, sehingga para
penyelenggara jalan wajib membuat Leger Jalan sesuai dengan
kewenangannya.

Dalam modul ini akan dijelaskan maksud, tujuan, deskripsi,


macam data, bentuk, bagian-bagian leger jalan, isi leger jalan
dan cara penilaian leger jalan untuk penetapan laik fungsi jalan.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai penyelenggara


jalan wajib mengadakan leger jalan dari semua ruas jalan
sebagi salah satu bagian dari dokumen jalan, meliputi
pembuatan, penetapan, pemantauan, pemitakhiran,

30
penyimpanan, pemeliharaan, penggantian serta penyebaran
informasi.

3.2. DASAR HUKUM LEGER JALAN


Dasar hukum penentuan Leger Jalan meliputi sbb :
1) Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2006 tentang Jalan;
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara /
Daerah;
4) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
78/PRT/M/2005 tentang Leger Jalan;
5) Keputusan Direktorat Jenderal Bina Marga Nomor
02/KPTS/Db/1987 tentang Pedoman Penyiapan
Gambar Terlaksana Jalan (As-Built Drawing).
6) Pedoman Leger Jalan No.011-4 & 5/BM/2008

3.3. PENGERTIAN LEGER JALAN


Leger Jalan merupakan salah satu dokumen data jalan sejak
suatu ruas jalan dibangun dan selama jalan tersebut
digunakan.
Leger Jalan merupakan dokumen Teknis, dokumen Aset dan
dokumen Hukum.
Leger Jalan merupakan tempat mencatat data mengenai
perkembangan suatu ruas jalan, sejak ruas jalan tersebut

31
dibangun dan selama jalan tersebut digunakan, sehingga Leger
Jalan merupakan suatu dokumen teknis, dokumen asset dan
dokumen hokum untuk ruas jalan tersebut.

Pembuatan Leger jalan meliputi kegiatan untuk mewujudkan


Leger Jalan dalam bentuk Kartu dan Digital dengan susunan
sesuai dengan yang ditetapkan.

3.4. DOKUMEN LEGER JALAN


Dokumen Leger Jalan dalam 1 (satu) ruas memuat Ringkasan
Ruas Jalan, Kartu Jalan dan Kartu Jembatan.
1. Ringkasan Ruas Jalan
Ringkasan ruas jalan berisi antara lain :
1) Identifikasi ruas jalan
2) Peta provinsi dan peta lokasi
3) Perwujudan kegiatan
4) Lintas harian rata rata
5) Luas lahan RUMIJA
6) Data teknik (Ringkasan)
7) Legalisasi
8) Catatan-catatan
2. Kartu Jalan
Kartu Jalan berisi antara lain :
1) Identifikasi ruas jalan
2) Luas RUMIJA
3) Konstruksi

32
4) Bangunan Pengaman dan Pelengkap
5) Perlengkapan Jalan
6) Bangunan Utilitas
7) LHR
8) Riwayat ruas jalan
9) Legalisasi
10) Catatan khusus
11) Gambar situasi dan potongan
12) Foto dokumentasi jalan
3. Kartu Jembatan
1) Identifikasi jembatan
2) Data umum
3) Luas lahan
4) Data teknik
5) Kondisi umum
6) Konstruksi dan foto
7) Perwujudan
8) Riwayat jembatan
9) Referensi
10) Catatan khusus
11) Legalisasi

3.5. DATA LEGER JALAN


Dokumen Leger Jalan berisi meliputi : data Identitas jalan; data
jalan dan jembatan; peta lokasi ruas jalan; Rumija dan data
lainnya.

33
1. Data Identitas Jalan
1) Nomor dan Nama ruas jalan;
2) Nama Pengenal Jalan/Jembatan;
3) Titik Awal dan Akhir serta jurusan jalan;
4) Sistem Jaringan Jalan;
5) Fungsi jalan;
6) Status Jalan menurut kewenangannya;
7) Kelas jalan
2. Data Jalan dan Jembatan
1) Data teknis dan fisik Jalan;
2) Data teknis dan fisik Jembatan;
3) Data teknis Terowongan;
4) Bangunan pelengkap Jalan dan Jembatan;
5) Data teknis Tanah dasar.
3. Peta Lokasi Ruas Jalan
1) Koordinat titik Awal dan Akhir Ruas Jalan;
2) Koordinat Batas Administrasi;
3) Koordinat Patok Kilometer;
4) Koordinat Persimpangan Jalan;
5) Koordinat Jembatan;
6) Koordinat Terowongan.

4. Data Rumija
1) Luas lahan;
2) Data perolehan;
3) Nilai perolehan;

34
4) Bukti perolehan/sertifikat.

5. Data lainnya.
1) Tanggal selesai diwujudkan;
2) Tanggal dibuka untuk lalu lintas;
3) Tanggal ditarik kembali penggunaan untuk lalu
lintas;
4) Nilai jalan terdiri dari biaya desain, biaya
pembebasan lahan, biaya pembangunan, dan
biaya pemeliharaan yang dapat dikapitalisasi;dan
5) Bangunan utilitas yang ada di Rumija dan
Ruwasja.

35
3.6. GAMBAR LEGER JALAN
1. Ringkasan data

36
37
2. Data Teknik

38
39
3. Kartu Jalan dan Bangunan Pelengkap Lainnya

4. Kartu Jembatan

40
41
42
43
3.7. PENILAIAN KELAIKAN LEGER JALAN
3.7.1 Persyaratan Nilai
Dalam peraturan penilaian laik fungsi jalan
untuk Leger Jalan dapat dilihat pada Tabel 1
Matrik Penilaian Leger Jalan sebagai berikut :
Tabel 1
Matrik Penilaian Leger Jalan

No Nilai Persyaratan Keteran


gan
1 Laik Dokumen
Fungsi Leger Jalan
Lengkap dan
Benar
2 Laik Dokumen
Fungsi Leger Jalan
Bersyarat tidak lengkap
3 Tidak Laik Dokumen
Fungsi Tidak ada

3.7.2 Tahapan Penilaian


Tahapan penilaian kelaikan fungsi untuk Leger
Jalan dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :

44
1) Pastikan bahwa dokumen Leger Jalan
sesuai dengan ruas yang akan dinilai laik
fungsi jalannya;
2) Pastikan bahwa dokumen Leger Jalan
tersebut telah ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang;
3) Pastikan bahwa dokumen Leger Jalan
tersebut validitasnya masih dibawah 1
(satu) tahun;
4) Pastikan kelengkapan muatan dokumen
leger jalan yang meliputi :
a. Ringkasan Data
b. Data Teknis
c. Kartu Jalan dan Pelengkap Jalan
d. Kartu Jembatan
5) ….

b) Fokus pemeriksaan dinilai laik jika dokumennya ada dan


sudah ditetapkan. Tim ULFJ tidak perlu melakukan pengecekan
lapangan lagi

Halaman 46
karena pada saat ditetapkan sudah melalui proses pengecekan
dan dipublikasikan terlebih dahulu.

45
c) Jika dokumen belum ada atau tidak mutakhir (data
pemutkhiran setidaknya 1 tahun jika ada perubahan), maka
menjadi laik bersyarat.
d) Pembuatan/pemutakhiran leger jalan mengacu pada Permen
PU No.78/PRT/M/20bahwa05 tentang leger jalan dan Pedoman
Konstruksi dan Bangunan No.011-2/BM/2008 tentang pedoman
leger jalan.
e) Waktu pemenuhannya adalah paling lambat 2 tahun.
3.8. …

FORMULIR B. PERSYARATAN ADMINISTRASI Halaman 141


untuk pengaturan lalu lintas pada jalan nasional dan jalan tol, dan
diumumkan dalam Berita Negara;
2. Peraturan Daerah Propinsi, untuk pengaturan pada jalan propinsi,
dan diumumkan dalam berita Daerah
3. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, untuk pengaturan lalu lintas
pada jalan Kabupaten/Kota, dan diumumkan dalam Berita Daerah.

Untuk pembangunan jalan baru, jika dokumen penetapan belum ada


maka dinyatakan laik bersyarat untuk dipenuhi sebelum jalan
dioperasikanBerlakuuntuk seluruh dokumen administrasi. Untuk
jalan eksisting, dinyatakan laik jika dokumen penetapan ada, dan
dinyatakan laik bersyarat jika dokumen penetapan belum ada. Waktu
pemenuhan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun. Rekomendasi
mengenai perambuan mempertimbangkan persyaratan teknis form
A.5.1 dan A5.2. dan A6a1 dan A6a2 komponen marka dan rambu.
2. Status Sesuai dengan Peraturan Fokus
Menteri Pekerjaan Umum pemeriksaan

46
Nomor 3 Tahun 2012 tentang dikatakan laik,
Penetapan Fungsi Jalan dan jika dokumen
Status

47
BAB IV
DOKUMEN ADMINISTRASI KEPEMILIKAN TANAH

4.1 PENGERTIAN KEPEMILIKAN TANAH


Dokumen Kepemilikan Tanah mempunyai pengertian
bahwa tanah tersebut mempunyai bukti Surat yang sah
dan bukti fisik yang memastikan bahwa tanah itu ada
dan dikuasai.
Kepemilikan tanah adalah Sertifikat Tanah memiliki arti
yang penting karena dapat dijadikan bukti yang sah dan
kuat atas kepemilikan tanah bagi seseorang/badan
hukum, dengan adanya sertifikat tanah dapat dijadikan
pegangan bagi pemiliknya apabila terjadi konflik
terhadap sebuah bidang tanah.
Sertifikat bukan satu2nya alat bukti hak atas tanah,
karena hak atas tanah seseorang masih mungkin
dibuktikan dengan alat bukti lain seperti saksi-saksi,
akta jual beli surat keputusan pemberian hak.
Sertifikat merupakan Surat Tanda bukti hak yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai
data fisik dan data yuridis yang termuat dalam surat
ukur dan buku tanah hak ybs.

48
4.2 LEGALITAS KEPEMILIKAN TANAH
Kepemilikan tanah mengandung 2 aspek pembuktian
agar kepemilikan tersebut dapat dikatakan kuat dan
sempurna, yaitu :
a. Bukti Surat
Bukti kepemilikan yang terkuat adalah sertifikat
tanah, namun itu tidaklah mutlak. Artinya, sebuah
sertifikat dianggap sah dan benar selama tidak
terdapat tuntutan pihak lain untuk membatalkan
sertifikat tersebut. Ketidakmutlakan itu untuk
menjamin asas keadilan dan kebenaran. Oleh
karenanya, ada 4 hal/prinsip yang wajib dipenuhi
dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah yaitu:
1) Status/dasar hukum (alas hak kepemilikan).
Hal ini untuk mengetahui/memastikan
dengan dasar apa tanah tersebut diperoleh;
apakah jual beli, hibah, warisan, tukar-
menukar, atau dari hak garap tanah negara,
termasuk juga riwayat tanahnya;
2) Identitas pemegang hak (kepastian subyek).
Untuk memastikan siapa pemegang hak
sebenarnya dan apakah orang tersebut
benar-benar berwenang untuk mendapatkan
hak tanah yang dimaksud;
3) Letak dan luas obyek tanah (kepastian
obyek).

49
Yang diwujudkan dalam bentuk surat
ukur/gambar situasi (GS) untuk memastikan
di mana letak/batas-batas dan luas tanah
tersebut agar tidak tumpang tindih dengan
tanah orang lain, termasuk untuk
memastikan obyek tanah tersebut ada atau
tidak ada (fiktif).
4) Prosedur penerbitannya (prosedural).
Harus memenuhi asas publisitas yaitu
dengan mengumumkan pada kantor
kelurahan atau kantor pertanahan setempat
tentang adanya permohonan hak atas tanah
tersebut, agar pihak lain yang merasa
keberatan dapat mengajukan sanggahan
sebelum pemberian hak (sertifikat) itu
diterbitkan (pengumuman tersebut hanya
diperlukan untuk pemberian hak/sertifikat
baru bukan untuk balik nama sertifikat).
5) Prosedur teknis lainnya sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah tentang
Pendaftran Tanah (PP No. 24 tahun 1997).
Bilamana terdapat cacat hukum, dengan kata
lain tidak memenuhi syarat dari salah satu
atau lebih dari 4 prinsip di atas, maka
konsekuensinya pihak ketiga yang
mempunyai kepentingan terhadap tanah

50
tersebut dapat mengajukan permohonan
pembatalan sertifikat, baik melalui Putusan
Pengadilan ataupun Putusan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
6) Selain sertifikat, terdapat pula bukti surat
lainnya yang biasa dikenal dengan nama
Girik, Ketitir, Ireda, Ipeda, SPPT (PBB) untuk
tanah-tanah milik adat atau tanah garapan.
Namun, sebenarnya dokumen tersebut
bukanlah tanda bukti kepemilikan, tetapi
tanda bukti pembayaran pajak. Hal ini dapat
membuktikan bahwa orang pemegang
dokumen tersebut adalah orang yang
menguasai atau memanfaatkan tanah
tersebut yang patut diberikan hak atas tanah.
Di dalam prakteknya, dokumen sejenis ini
cukup kuat dijadikan dasar permohonan hak
atas tanah atau sertifikat, karena pada
dasarnya hukum tanah kita bersumber pada
hukum tanah adat yang tidak tertulis. Hal ini
dapat dilihat pada pasal 5, Undang-Undang
Pokok Agraria tahun 1960.
b. Bukti Fisik
Ini untuk memastikan bahwa orang yang
bersangkutan benar-benar menguasai secara fisik
tanah tersebut dan menghindari terjadi dua

51
penguasaan hak yang berbeda yaitu hak atas (fisik)
dan hak bawah (surat). Hal ini penting di dalam
proses pembebasan tanah, khususnya dalam
pelepasan hak atau ganti rugi, dan untuk
memastikan bahwa si pemegang surat (sertifikat)
tersebut tidak menelantarkan tanah tersebut karena
adanya fungsi sosial tanah.
Berkaitan dengan penjelasan di atas, beberapa
waktu yang lalu seorang kawan menanyakan hal
yang berkaitan keinginannya membeli sebuah
rumah di wilayah Jakarta Pusat milik seorang janda
dengan sertifikat tanah menggunakan nama
suaminya. Meski merasa sudah cocok dengan
rumah (dengan kondisi baru direnovasi) dan
harganya, namun kawan tersebut masih ragu-ragu.
Selain dengan soal nama yang tertera di sertifikat,
menurut kabar/rumor dari warga sekitar, di lokasi
tersebut ada rencana Pemerintah Kota Jakarta
Pusat untuk melebarkan jalan.
Kawan saya itu kuatir akan timbul masalah di
kemudian hari, baik tentang kepemilikannya maupun
penggusuran tanah sesuai dengan rencana
pemerintah kota, yang tentunya dapat dihindari
apabila dalam transaksi itu tidak hanya
memperhatikan soal harga dan fisik rumahnya saja.

52
Namun yang paling penting adalah aspek legalnya.
Juga beberapa hal tentang pembayaran dan
penandatanganan Akta Jual Beli (AJB), guna
mencegah kerugian di kemudian hari. Beberapa hal
yang perlu diperhtikan antara lain:
1. Pengecekan keabsahan sertifikat tanah di
kantor pertanahan setempat dan memastikan
rumah tersebut letaknya sesuai dengan
gambar situasi di sertifikat.
2. Memastikan bahwa si penjual adalah
pemegang hak yang sah atas rumah tersebut
dengan cara memeriksa buku nikah dan Fatwa
Waris, untuk mengetahui siapa saja ahli waris
yang sah, karena harta tersebut adalah harta
warisan dari suaminya.
3. Meminta surat keterangan dari pengadilan
negeri setempat, apakah rumah tersebut
dalam sengketa atau tidak.
4. Meminta keterangan tentang advis planning
dari Kantor Dinas Tata Kota setempat untuk
mengetahui rencana perubahan peruntukan di
lokasi tersebut.
5. Memeriksa Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
untuk memastikan apakah renovasi tersebut
sesuai dengan IMB perubahannya. Jika tidak
bangunan itu bisa disegel atau denda.

53
6. Memastikan yang menandatangani AJB dari
pihak penjual adalah ahli waris yang sah atau
setidaknya mempunyai kuasa untuk
kepentingan tersebut.
Semua transaksi tanah dan bangunan bisa
dilakukan dengan aman apabila sesuai dengan
prosedur legal yang berlaku. (Penulis: Muhammad
Akram S.H.,MHum)

4.3 PENILAIAN KELAIKAN KEPEMILIKAN TANAH


Berdasarkan Permen PU No.11/2010, pasal 10
menyatakan bahwa untuk persyaratan administrasi
suatu ruas dikatakan laik bersyarat jika memiliki minimal
dokumen status jalan. Maka, untuk pemenuhan
persyaratan administrasi kegiatan ULFJ, secara umum
dapat disimpulkan:
1) Untuk jalan nasional lama/eksisting, fokus
pemeriksaan dinilai Laik jika semua dokumen ada
dan ditetapkan/disahkan. Jika ada minimal 1
dokumen (yang disahkan) yaitu dokumen status
jalan maka dinilai laik bersyarat dan tidak laik jika
tidak memiliki 1 pun dokumen.
2) Untuk jalan provinsi/kabupaten/kota yang
eksisting, katagori laik bersyarat diberikan
meskipun minimal dokumen status jalan sedang
dalam proses penetapan.

54
Dokumen penetapan penilaian administrasi kelaikan
kepemilikan tanah;
1) Untuk jalan baru,
(1) dikategorikan laik bersyarat jika dokumen
belum ada.
(2) dikatakan laik jika ada dokumen kepemilikan
tanah minimal ada surat pelepasan hak.
2) Untuk jalan lama, persyaratan adminsitrasi untuk
kepemilikan tanah dikatakan laik jika minimal
sudah ada tanda terima dari BPN atas
permohonan sertfikiasi tanah jalan nasional dari
Balai.
3) Untuk jalan eksisting, mulai tahun 2014,
pemenuhan sertifikat kepemilikan tanah
membutuhkan waktu pengurusan selambat-
lambatnya 5 tahun

4.4 GAMBAR RUMIJA


1) Ruang Milik Jalan (RUMIJA)
Ruang Milik Jalan dalam kerangkan konstruksi
jalan dapat dilihat pada Gambar 1 Penampang
Jalan dibawah ini.
Ruang Milik Jalan (RUMIJA) terletak antara Ruang
Manfaat Jalan (RUMAJA) dan Ruang Pengawasan
Jalan (RUWASJA) dengan batas akhirnya antara

55
RUWASJA dan RUMIJA yang ditandai Patok
RUMIJA, Pagar atau tanda batas lainnya dengan
kepemilikan Pihak Lain yang bersebelahan.

2) Patok RUMIJA
Patok RUMIJA adalah patok batas yang
menandakan kepemilikan tanah yang dikuasasi
Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum
Ditjen Bina Marga.
Ketentuan tanda batas patok RUMIJA diatur
sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/200…dengan
standar dan ukurannya dapat dilihat pada Gambar
2 Patok RUMIJA dibawah ini.

56
GAMBAR 2. Patok RUMIJA

57
BAB. V
DOKUMEN LINGKUNGAN

Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang Undang No.


32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup ( PPLH ) pasal 109, Setiap orang yang
melakukan usaha dan / atau kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat ( 1 )
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 ( satu ) tahun
dan paling lama 3 ( tiga ) tahun dan denda paling sedikit Rp
1.000.000.000; ( satu milyar rupiah ) dan paling banyak Rp
3.000.000.000; ( tiga milyar rupiah ).
Disisi lain Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/ PRT / M
/ 2010 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Laik Fungsi Jalan
Bab III. Persyaratan dan Pelaksanaan Uji Laik Fungsi, Bagian
kedua Persyaratan Administrasi pasal 6. ( 1 ). f ), Persyaratan
administrasi Laik fungsi meliputi pemenuhan kelengkapan
dokumen dokumen jalan yaitu dokumen lingkungan ( AMDAL /
UKL – UPL ).

Dari uraian diatas, kelaikan jalan dari ketersediaan dokumen


lingkungan dan izin lingkungan merupakan keharusan, dengan
kata lain kegiatan pelaksanaan konstruksi jalan baik
pembangunan jalan baru, pemeliharaan maupun peningkatan
jalan harus dilengkapi dokumen lingkungan ( AMDAL / UKL –
UPL ) dan izin lingkungan harus dipenuhi terlebih dahulu.

58
5.1. Prosedur Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Penyusunan dokumen lingkungan ( AMDAL / UKL – UPL ) dan
dilengkapi Izin Lingkungan merupakan keharusan sebelum
pelaksanaan fisik konstruksi jalan baik pembangunan jalan
baru, pemeliharaan maupun peningkatan jalan.
Tahap awal yang dilakukan adalah melakukan penyaringan
terlebih dahulu untuk menentukan jenis dokumen lingkungan
yang harus disusun apakah wajib menyusun dokumen AMDAL
( Analisa MengenaiDampak Lingkungan ) atau wajib menyusun
UKL ( Upaya Pengelolaan Lingkungan ) - UKL ( Upaya
Pemantauan Lingkungan ).
Kriteria yang digunakan untuk proses penyaringan adalah
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012.

Tabel 1.Jenis Rencana Kegiatan Jalan


yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL

SKALA /
ALASAN ILMIAH
NO JENIS KEGIATAN BESAR
KHUSUS
AN
1 Pembangunan a. Luas wilayah
dan/atau kegiatan operasi
peningkatan jalan tol produksi berkorelasi
yang membutuhkan dengan luas
pengadaan lahan penyebaran
di luar RUMIJA dampak.

59
SKALA /
ALASAN ILMIAH
NO JENIS KEGIATAN BESAR
KHUSUS
AN
(ruang milik jalan) b. Memicu alih fungsi
dengan lahan beririgrasi
skala/besaran teknis menjadi lahan
panjang (km) dan permukiman dan
skala/besaran luas industri.
pengadaan lahan c.Bangkitan lalu lintas,
(ha): ≥ 5 km dampak kebisingan
a. Di kota dengan getaran, emisi yang
metropolitan/besar pengada tinggi.
- Panjang jalan an lahan
dengan luas >10 ha
lahan
pengadaan ≥ 30 ha
lahan; atau
- Luas pengadaan
lahan
b. Di kota sedang a. Bangkitan lalu
- Panjang jalan 5 km lintas, dampak
2 dengan luas dengan kebisingan getaran,
pengadaan pengada emisi yang
lahan; atau an lahan tinggi,gangguan
> 20 ha visual dan dampak
sosial.

60
SKALA /
ALASAN ILMIAH
NO JENIS KEGIATAN BESAR
KHUSUS
AN
- Luas pengadaan ≥ 30 ha
lahan b. Alih fungsi lahan

c.Di pedesaan
a. Bangkitan lalu
- Panjang jalan ≥ 5 km
lintas, dampak
dengan luas dengan
kebisingan getaran,
pengadaan pengada
emisi yang tinggi,
lahan; atau an lahan
gangguan visual
>30 ha
dan dampak sosial.

- Luas pengadaan ≥ 40 ha
b. Alih fungsi lahan
lahan

Pembangunan
2
2 dan/atau Bangkitan lalu lintas,
peningkatan jalan dampak kebisingan,
dengan pelebaran getaran, emisi yang
yang membutuhkan tinggi, gangguan
pengadaan lahan (di visual dan dampak
luar RUMIJA): sosial.
a. Di kota

61
metropolitan/besa ≥ 5 km
- Panjang jalan dengan
dengan luas pengada
pengadaan an lahan
lahan; atau >20 ha
- Luas pengadaan
lahan
≥ 30 ha
b. Di kota
sedang
≥ 5 km
- Panjang jalan
dengan
dengan luas
pengada
pengadaan
an lahan
lahan; atau
>30 ha
- Luas pengadaan
≥ 40 ha
lahan
c.Pedesaan
≥ 5 km
- Panjang jalan
dengan
dengan luas
pengada
pengadaan
an lahan
lahan; atau
>40 Ha

- Luas pengadaan
≥ 50 ha
lahan

62
a.3 Pembanguna Berpotensi
3 n subway/ menimbulkan
underpass, dampak berupa
terowongan/ perubahan kestabilan
tunnel, jalan > 2 km lahan
layang / flyover, (landsubsidence), air
dengan panjang tanah serta gangguan
berupa dampak
terhadap emisi, lalu
lintas, kebisingan,
getaran, gangguan
b.Pembangunan pandangan,
jembatan, dengan gangguan jaringan
> 500 m
panjang prasarana sosial (gas,
listrik, air minum,
telekomunikasi) dan
dampak sosial di
sekitar kegiatan
tersebut.
Sumber:Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012

Berdasarkan penyaringan sesuai lampiran Permen LH Nomor


05 Tahun 2012, dapat dipahami dengan mudah apabila tidak
memenuhi persyaratan wajib ANDAL berarti wajib UKL – UPL.

63
5. 2. Penyusunan Dokumen Amdal bidang Jalan.
Penyusunan dokumen AMDAL bidang Jalan menguraikan
tentang proses penyusunan dokumen AMDAL mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 16 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup. Penyusun dokumen AMDAL bidang jalan,
meliputi penyusunan dokumen Kerangka Acuan Analisis
Dampak lingkungan Hidup (KA-ANDAL), penyusunan dokumen
Analisis Dampak Lingkungan Hidup(ANDAL) dan Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup-Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup (RKL-RPL) yang secara garis besar terdiri
dari pengumuman di media massa dan papan pengumuman,
konsultasi publik, pelingkupan,prakiraan dampak penting,
evaluasi prakiraan dampak penting,rencana pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup

a. Keterlibatan Masyarakat dalam Proses AMDAL


Dokumen AMDAL disusun untuk kegiatan pembangunan
dan/atau peningkatan jalan yang masuk dalam kriteria wajib
Amdal. Hal ini sesuai dengan pasal 22 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH) bahwa “Setiap usaha dan/atau
kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib memiliki Amdal”, dan pasal 59 ayat 2 Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan

64
Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan bahwa
“Setiap perencanaan teknis Jalan harus dilengkapi dengan
dokumen AMDAL atau UKL-UPL atau SPPL sesuai dengan
ketentuan yang berlaku”. Kriteria jenis dan skala/besaran
kegiatan jalan yang wajib dilengkapi AMDALsebagaimana
tercantum pada tabel 2.1 dan tabel 2.2.
Sesuai Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17
Tahun 2012 Tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat Dalam
Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin
Lingkungan, bahwa dalam proses Amdal, masyarakat dilibatkan
melalui pengikutsertaan dalam penyusunan dokumen Amdal
melalui proses pengumuman, penyampaian saran, pendapat
dan tanggapan masyarakat dan konsultasi publik serta
pengikutsertaan masyarakat dalam komisi penilai Amdal, bagi
rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal.
Pengumuman studi Amdal dilakukan segera setelah
ditetapkannya DIPA.Pengumuman ini dilakukan selama 10 hari
kerja untuk menampung saran, pendapat dan tanggapan dari
masyarakat, melalui media berupa :
1. Surat kabar lokal dan/atau nasional (wajib)
2. Papan pengumuman yang mudah dijangkau
masyarakat terkena dampak (wajib).
3. Pamflet, brosur, spanduk (opsional).
4. Media elektronik dan media komunikasi lainnya
(opsional).

65
Gambar 1 : Contoh Pengumuman Rencana Kegiatan Studi
AMDAL melalui Surat Kabar

Gambar .2 : Contoh Papan Pengumuman Rencana Kegiatan


Studi AMDAL yang dipasang di daerah yang mudah dijangkau
oleh masyarakat terkena dampak

66
Masyarakat yang diikutsertakan dalam proses AMDAL
mencakup:
1. Masyarakat terkena dampak
2. Masyarakat pemerhati lingkungan
3. Masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses Amdal
Konsultasi publik harus dilakukan dengan memperhatikan
kesetaraan dan keadilan gender.

5.3. Format Dokumen AMDAL


Dokumen AMDAL terdiri dari 3 (tiga) dokumen yaitu KA-ANDAL,
ANDAL, RKL-RPL.
Penyusunan Dokumen AMDAL mengacu kepada Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012
tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup,
yang secara garis besar dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 2 . Garis Besar Isi Dokumen AMDAL


Isi
Isi Dokumen KA-ANDAL
- Bab I. Pendahuluan
(Isi dari Bab Imengacu kepada Lampiran I butir B.1. dari
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2012).
Ditambahkan penjelasan tentang dasar penyusunan
dokumen lingkungan hidup yang mengacu pada Studi

67
Isi
Kelayakan (FS) atau Perencanaan Teknis Rinci (DED).
- Bab II. Pelingkupan
(Isi dari Bab II mengacu kepada Lampiran I butir B.2. dari
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2012)
A. Deskripsi Rencana Kegiatan
B. Deskripsi Rona Lingkungan hidup awal (termasuk Strip
Map)
C. Hasil Pelibatan Masyarakat
D. Dampak Penting Hipotetik
E. Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian
- Bab III. Metode Studi
(Isi dari Bab III mengacu kepada Lampiran I butir B.3. dari
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2012)
A. Metode pengumpulan dan analisis data yang akan
digunakan
B. Metode prakiraan dampak penting yang akan
digunakan.
C. Metode evaluasi secara holistik terhadap dampak
lingkungan
- Daftar Pustaka
(Daftar Pustaka mengacu kepada Lampiran I butir B.4. dari
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2012)

68
Isi
- Lampiran
(Lampiran mengacu kepada Lampiran I butir B.5. dari
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2012)

Isi Dokumen RKL-RPL


1) Bab I Pendahuluan
(Isi dari Bab Imengacu kepada Lampiran III butir B.1. dari
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2012)
2) Bab II Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Isi dari Bab IImengacu kepada Lampiran III butir B.2. dari
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2012)
3) Bab III Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
(Isi dari Bab IIImengacu kepada Lampiran III butir B.3. dari
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2012)
4) Jumlah dan Jenis Izin PPLH yang Dibutuhkan
(Jumlah dan Jenis Izin PPLH yang Dibutuhkan mengacu
kepada Lampiran III butir B.4. dari Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012)
5) Pernyataan Komitmen Pelaksanaan RKL-RPL
(Pernyataan Komitmen Pelaksanaan RKL-RPLmengacu
kepada Lampiran III butir B.5. dari Peraturan Menteri

69
Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012)
Contoh surat pernyataan seperti tercantum pada Gambar
3.3.
6) Daftar Pustaka
(Daftar Pustakamengacu kepada Lampiran III butir B.6.
dari Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
16 Tahun 2012)
7) Lampiran
(Lampiranmengacu kepada Lampiran III butir B.7. dari
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2012)
Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
16 Tahun 2012.

5.3.1. Dokumen KA-ANDAL


Hal penting dalam KA-ANDAL adalah pelingkupan, meliputi :
a) Deskripsi rencana kegiatan yang akan dikaji, yaitu kegiatan
yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan beserta
alternatif, termasuk pengelolaan lingkungan hidup yang
sudah ada/tersedia;
b) Deskripsi umum rona lingkungan hidup awal, mencakup
komponen lingkungan terkena dampak dan usaha/kegiatan
disekitar lokasi rencana usaha/kegiatan beserta dampak
lingkungannya;
c) Hasil pelibatan masyarakat yang diperoleh melalui
pengumuman dan konsultasi publik;

70
d) Dampak penting hipotetik (DPH), diperoleh dari identifikasi
dan evaluasi dampak potensial suatu kegiatan;
e) Batas wilayah studi dan batas waktu kajian.

Pada tahap ini kegiatan pelingkupan dimaksudkan untuk


mengidentifikasi segenap dampak lingkungan hidup (primer,
sekunder, dan seterusnya) yang secara potensial akan timbul
sebagai akibat adanya rencana kegiatan. Pada tahapan ini
hanya diinventarisasi dampak potensial yang mungkin akan
timbul tanpa memperhatikan besar/kecilnya dampak, atau
penting tidaknya dampak. Dengan demikian pada tahap ini
belum ada upaya untuk menilai apakah dampak potensial
tersebut merupakan dampak penting atau tidak.
Proses identifikasi dampak potensial dilakukan dengan
menggunakan metode-metode ilmiah yang berlaku secara
nasional dan/atau internasional di berbagai literatur. Esensi dari
proses identifikasi dampak potensial ini adalah menduga
semua dampak yang berpotensi terjadi jika rencana kegiatan
dilakukan pada lokasi tersebut. Keluaran yang diharapkan
disajikan dalam bagian ini adalah berupa daftar dampak-
dampak potensial yang mungkin timbul atas adanya rencana
kegiatan yang diusulkan.
Selanjutnya dilakukan evaluasi dampak Potensial. Evaluasi
Dampak Potensial esensinya adalah memisahkan dampak-
dampak yang perlu kajian mendalam untuk membuktikan

71
dugaan (hipotesa) dampak (dari dampak yang tidak lagi perlu
dikaji).
Salah satu kriteria penapisan untuk menentukan apakah suatu
dampak potensial dapat menjadi DPH atau tidak adalah dengan
menguji apakah pihak pemrakarsa telah berencana untuk
mengelola dampak tersebut dengan cara-cara yang mengacu
pada Standar Operasional Prosedur (SOP) tertentu,
pengelolaan yang menjadi bagian dari rencana kegiatan,
panduan teknis tertentu yang diterbitkan pemerintah dan/atau
standar internasional, dan lain sebagainya. Selain itu
penentuan dampak potensial menjadi DPH dapat didasarkan
dari interaksi kegiatan dengan komponen lingkungan
(dicontohkan pada Tabel 3.2), dan kriteria penentuan dampak
penting sesuai Lampiran I butir Idari Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012.

5.3.2. Dokumen ANDAL


Dalam ANDAL diuraikan secara rinci dan jelas hal-hal sebagai
berikut:
1. Deskripsi rinci rona lingkungan hidup awal, berisi uraian
mengenai rona lingkungan hidup di lokasi rencana
kegiatan mencakup komponen geo-fisik-kimia, biologi
dan sosio-ekonomi-budaya serta kesehatan
masyarakat;

72
2. Prakiraan dampak penting, berisi uraian besaran dan
sifat penting dampak untuk setiap Dampak penting
hipotetik yang dikaji;
Analisis prakiraan dampak penting pada dasarnya
menghasilkan informasi mengenai besaran dan sifat penting
dampak untuk setiap dampak penting hipotetik (DPH) yang
dikaji. Karena itu dalam bagian ini, diuraikan hasil prakiraan
secara cermat mengenai besaran dan sifat penting dampak
untuk setiap dampak penting hipotetik (DPH) yang dikaji.
Perhitungan dan analisis prakiraan dampak penting hipotetik
tersebut menggunakan metode prakiraan dampak yang
tercantum dalam kerangka acuan. Metode prakiraan dampak
penting menggunakan metode-metode ilmiah yang berlaku
secara nasional dan/atau internasional di berbagai literatur
yang sesuai dengan kaidah ilmiah metode prakiraan dampak
penting dalam Amdal.
3. Evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan,
berisi uraian telaahan keterkaitan dan interaksi seluruh
dampak penting hipotetik (DPH)dalam rangka
penentuan karekteristik dampak lingkungan rencana
kegiatan secara total.
Pada dasarnya dalam evaluasi secara holistik diuraikan hasil
evaluasi atau telaahan keterkaitan dan interaksi seluruh
dampak penting hipotetik (DPH) dalam rangka penentuan
karakteristik dampak rencana kegiatan secara total terhadap
lingkungan hidup. Dalam melakukan evaluasi secara holistik

73
terhadap DPH tersebut, digunakan metode evaluasi dampak
yang tercantum dalam kerangka acuan. Metode evaluasi
dampak tersebut menggunakan metode-metode ilmiah yang
berlaku secara nasional dan/atau internasional di berbagai
literatur yang sesuai dengan kaidah ilmiah metode evaluasi
dampak penting dalam Amdal.

5.3.3. Dokumen RKL-RPL


RKL-RPL harus memuat mengenai upaya untuk menangani
dampak dan memantau komponen lingkungan hidup yang
terkena dampak terhadap keseluruhan dampak, bukan hanya
dampak yang disimpulkan sebagai dampak penting dari hasil
proses evaluasi holistik dalam Andal. Sehingga untuk beberapa
dampak yang disimpulkan sebagai bukan dampak penting,
namun tetap memerlukan dan direncanakan untuk dikelola dan
dipantau (dampak lingkungan hidup lainnya), maka tetap perlu
disertakan rencana pengelolaan dan pemantauannya dalam
RKL-RPL.
Contoh penentuan dampak penting suatu kegiatan ditunjukkan
pada Gambar 3.5, sedangkan untuk contoh matriks RKL-RPL
ditunjukkan pada Tabel 3.3, Tabel 3.4, Tabel 3.5 dan Tabel 3.6.
Pada contoh penentuan dampak penting dalam gambar 3.5.,
dideskripsikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Rencana kegiatan pada tahap pra konstruksi, konstruksi dan
pasca konstruksi.

74
2. Komponen lingkungan yang terdiri dari fisik kimia, biologi,
sosial ekonomi budaya, dan kesehatan masyarakat.
3. Kegiatan yang ada di sekitar lokasi rencana kegiatan yang
diusulkan beserta dampak yang ditimbulkannya terhadap
lingkungan hidup
4. Informasi hasil proses pelibatan masyarakat berupa saran,
pendapat, tanggapan dari masyarakat yang diperoleh ketika
konsultasi publik.

5.4. Tenaga Ahli Penyusunan AMDAL


Tenaga Ahli yang diperlukan dalam penyusunan dokumen
lingkungan hidup adalah tenaga ahli yang sesuai dengan
dampak penting yang akan dikaji atau tenaga ahli yang memiliki
keahlian terkait dengan rencana kegiatan.

Penyusunan dokumen lingkungan hidup untuk pembangunan


dan/atau peningkatan jalan wajib melibatkan tenaga Ahli Teknik
Jalan (Ahli Teknik Jembatan/Ahli Terowongan/Ahli
Keselamatan Jalan), Ahli Sosial, Ahli Teknik Lingkungan. Untuk
kebutuhan tenaga ahli yang lain (Ahli Teknik Sungai dan
Drainase, Ahli Geoteknik, dan lain-lain) menyesuaikan kondisi
lokasi rencana kegiatan.

Tim Penyusun AMDAL, minimal terdiri atas:


1) Ketua Tim, yang memiliki sertifikat kompetensi penyusun
Amdal Ketua Tim Penyusun Amdal (KTPA); dan

75
2) Anggota Tim, minimal dua orang yang memiliki sertifikat
kompetensi penyusun Amdal Anggota Tim Penyusun Amdal
(ATPA).
Penilaian terhadap dokumen AMDAL dilakukan dan/ atau
dibahas oleh Komisi Penilai AMDAL (KPA). Dalam
melaksanakan kewenangannya KPA dibantu oleh tim teknis
dan sekretariat KPA.

KPA mempunyai tugas memberikan rekomendasi kelayakan


atau ketidaklayakan lingkungan hidup kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya
berdasarkan hasil penilaian terhadap kajian yang tercantum
dalam Andal dan RKL-RPL.

Tim teknis mempunyai tugas melakukan dan menyampaikan


hasil penilaian aspek teknis dan kualitas KA, Andal, dan RKL-
RPL kepada KPA.

Sekretariat KPA mempunyai tugas menyelenggarakan proses


kesekretariatan serta melakukan penilaian administrasi atas
dokumen Amdal dan permohonan Izin Lingkungan.

Sekretariat KPA berkedudukan di:


a. unit kerja esselon 2 yang membidangi AMDAL di Instansi LH
Pusat.

76
b. unit kerja esselon 3 yang membidangi AMDAL di Instansi LH
Prov./ Kab./ Kota.
Wewenang penilaian terhadap dokumen AMDAL yang terdiri
dari KA-ANDAL, ANDAL, RKL-RPL adalah sebagai berikut :
1. Komisi Penilai AMDAL Pusat untuk kegiatan yang bersifat
strategis nasional, berlokasi lebih dari 1(satu) wilayah
provinsi, berlokasi di wilayah NKRI yang sedang dalam
sengketa dengan negara lain, berlokasi di lintas batas NKRI
dengan negara lain.
2. Komisi Penilai AMDAL Provinsi untuk kegiatan yang bersifat
strategis provinsi, berlokasi di lintas kabupaten/kota.
3. Komisi Penilai AMDAL Kabupaten untuk kegiatan yang
bersifat strategis kabupaten/kota dan tidak strategis.

5.5. Penilaian KA-Andal


1. Penerimaan dan Penilaian KA-Andal
KA-Andal dinilai dengan tahapan sebagai berikut :
- KA-Andal diajukan dalam bentuk cetak (hardcopy) dan file
elektronik (softcopy) oleh pemrakarsa kepada Menteri/
Gubernur/Bupati/Walikota melalui sekretariat KPA
pusat/provinsi/kabupaten/kota sesuai kewenangannya.
- Sekretariat KPA akan memberikan tanda bukti penerimaan
KA-Andal yang dilengkapi dengan hari dan tanggal
penerimaan KA-Andal, kepada pemrakarsa.
Apabila KA perlu diperbaiki, pemrakarsa menyampaikan
kembali KA-Andal tersebut kepada

77
Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota melalui sekretariat KPA
Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota.

Jangka waktu penilaian KA-Andal sampai dengan


diterbitkannya surat persetujuan dilakukan paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja terhitungsejak KA-Andal diterima dan
dinyatakan lengkap secara administrasi.
Prosedur penilaian KA-Andal ditunjukkan dalam gambar
dibawah ini

Gambar 3. Prosedur Penilaian KA-Andal


(Sumber : Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012
Pasal 20-24)

78
2. Output Penyusunan KA-Andal;
Dalam hal hasil penilaian tim teknis menyatakan KA-Andal
dapat disepakati, ketua KPA menerbitkan persetujuan KA-
Andal. Surat persetujuan KA-Andal beserta KA-Andal
disampaikan oleh ketua KPA kepada pemrakarsa
ditembuskan kepada anggota KPA. Masyarakat dapat
memiliki akses terhadap surat persetujuan KA-Andal beserta
KA-Andal. Surat persetujuan KA-Andal beserta KA-Andal
dapat diperoleh melalui Instansi Lingkungan Hidup ataupun
pemrakarsa.
KA-Andal yang telah diberikan persetujuan dinyatakan tidak
berlaku apabila pemrakarsa tidak menyusun Andal dan RKL-
RPL dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak
diterbitkannya persetujuan KA.

5.6. Penilaian Andal, RKL-RPL


5.6.1 Penerimaan dan penilaian dokumenAndal dan RKL-
RPL secara administratif;
- Permohonan penilaian Andal, RKL-RPL dan Izin
Lingkungan diajukan secara bersamaan, oleh pemrakarsa
kepada Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota melalui
sekretariat KPA pusat/provinsi/kabupaten/kota sesuai
kewenangannya. Pemrakarsa yang dimaksud adalah :
• Direktorat Bina Teknik untuk ruas jalan strategis
nasional.

79
• Balai (Besar) Pelaksanaan Jalan Nasional untuk ruas
jalan nasional.
Contoh surat permohonan ditunjukkan pada Gambar 3.7.
Dalam surat permohonan penilaian Andal, RKL- RPL, dan
Izin Lingkungan, pemrakarsa harus melampirkan:
• KA-Andal yang telah disetujui, Andal dan RKL-RPL yang
telah disusun;
• Deskripsi kegiatan (dicantumkan sebagai lampiran
dalam surat permohonan penilaian).
- Pemrakarsa akan menerima tanda bukti penerimaan
permohonan penilaian Andal, RKL-RPL dan permohonan
Izin Lingkungan dari Sekretariat KPA dilengkapi dengan
hari dan tanggal penerimaan permohonan penilaian
Andal, RKL-RPL dan permohonan Izin Lingkungan.
- Apabila surat permohonan penilaian tidak mendapatkan
respon, pemrakarsa dapat mengajukan kembali surat
permohonan tersebut dengan memberikan tembusan
kepada Kementerian Lingkungan Hidup sebagai KPA
pusat.
- Selama menunggu respon terhadap surat permohonan
tersebut, pemrakarsa dapat menanyakan secara aktif
kepada sekretariat KPA.

80
5.6.2. Penilaian Andal dan RKL-RPL secara teknis;

Andal dan RKL-RPL diuji oleh tim teknis melalui uji tahap
kegiatan, uji kualitas dokumen, dan telahaan atas
kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup dari
rencana kegiatan.

Uji kualitas dokumen terdiri dari uji konsistensi, uji


keharusan, uji kedalaman, dan uji relevansi mengacu pada
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8
Tahun 2013 Lampiran VI Panduan 04.

Prosedur penilaian Andal, RKL-RPL secara administrasi


dan teknis ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Prosedur Penilaian Andal, RKL-RPL


(Sumber : Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012
Pasal 28-31)

81
5.6.3. Penilaian kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan
hidup berdasarkan Andal dan RKL-RPL;

Penilaian kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup


dilakukan melalui penyelenggaraan rapat KPA yang wajib
dihadiri oleh :
- pemrakarsa atau wakil yang ditunjuk oleh pemrakarsa
yang memiliki kapasitas untuk pengambilan keputusan,
yang dibuktikan dengan surat penunjukan
- ketua tim dan anggota tim penyusun dokumen amdal
(apabila tim penyusun berhalangan hadir,wajib dibuktikan
dengan surat pernyataan disertai alasan
ketidakhadirannya)

Hasil kesimpulan dari rapat KPA dapat berupa :


1) Rencana kegiatan dinyatakan layak/tidak layak
lingkungan hidup;
2) Rencana kegiatan dinyatakan layak lingkungan hidup
namun terdapat beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota selaku pengambil keputusan.

5.6. 4. Output Andal, RKL-RPL.


Berdasarkan rekomendasi hasil penilaian akhir tersebut,
maka Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai

82
kewenangannya menerbitkan Keputusan
Kelayakan/Ketidaklayakan Lingkungan Hidup. Jangka
waktu penetapan keputusan
kelayakan/ketidaklayakanlingkungan hidup dilakukan
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak
diterimanya rekomendasi hasil penilaian atau penilaian
akhir dari KPA melalui ketua KPA.

Gambar 5. Penerbitan Keputusan Kelayakan Lingkungan


atau Ketidaklayakan
(Sumber : Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012
Pasal 32-33)
Keterangan :
 Rekomendasi berupa keputusan kelayakan lingkungan
hidup paling sedikit memuat : dasar pertimbangan
dikeluarkannya penetapan, pernyataan kelayakan
lingkungan kegiatan, persyaratan dan kewajiban

83
Pemrakarsa sesuai dengan yang tercantum dalam RKL-
RPL, kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak terkait.
 Dalam hal Kegiatan yang direncanakan Pemrakarsa
wajib memiliki Izin Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH), Keputusan kelayakan
lingkungan hidup harus mencantumkan jumlah dan jenis
Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PPLH).

5.7. Izin Lingkungan dan Izin Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)
5.7.1. Izin Lingkungan.
Prosedur penerbitan Izin Lingkungan didasarkan pada
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan (pasal 42-49) dan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2013 tentang Tata
Laksana dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta
Penerbitan Izin Lingkungan (pasal 24, 26, 28) sebagaimana
dapat dilihat pada Gambar 6. dan 7.

84
Gambar 6 Permohonan Izin Lingkungan untuk AMDAL
Keterangan:
 Permohonan Izin Lingkungan diajukan secara tertulis oleh
Pemrakarsa kepada Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
 Permohonan Izin Lingkungan disampaikan bersamaan
dengan pengajuan penilaian Andal, RKL-RPL.
 Uji administrasi permohonan Izin Lingkungan
dilakukanberdasarkan kelengkapan KA-Andal yang telah
disetujui, Dokumen Andal dan RKL-RPL, Dokumen
pendirian kegiatan, Deskripsi kegiatan.
 Penerbitan Izin Lingkungan dilakukan secara bersamaan
dengan penerbitan surat keputusan
kelayakan/ketidaklayakan lingkungan hidup.
 Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat
mendelegasikan kewenangan pemeriksaan, penerbitan
SKKLH, dan penerbitan Izin Lingkungan kepada: pejabat

85
yang ditunjuk oleh Menteri; Kepala Instansi Lingkungan
Hidup Provinsi; atau Kepala Instansi Lingkungan Hidup
Kabupaten/Kota.

Gambar 7. Pengumuman Permohonan Izin Lingkungan


Keterangan:
a. Setelah menerima permohonan Izin Lingkungan, Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota wajib mengumumkan
permohonan Izin Lingkungan.
b. Pengumuman dilakukan melalui multimedia dan papan
pengumuman di lokasi kegiatan paling lama 5 (lima) hari
kerja terhitung sejak Andal, RKL-RPL yang diajukan
dinyatakan lengkap secara administrasi.
c. Masyarakat dapat memberikan saran, pendapat, dan
tanggapan terhadap pengumuman dalam jangka waktu
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diumumkan.
d. Saran, pendapat, dan tanggapan dapat disampaikan
kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangannya.

86
e. Izin Lingkungan diterbitkan setelah dilakukannya
pengumuman permohonan Izin Lingkungan dan dilakukan
bersamaan dengan diterbitkannya SKKLH.
f. Izin Lingkungan paling sedikit memuat: persyaratan dan
kewajiban yang harus dipatuhi oleh penerima
izinlingkunganyang dimuat dalam keputusan kelayakan
lingkungan hidup, persyaratan dan kewajiban yang
ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota,
dan berakhirnya Izin Lingkungan.
g. Dalam hal kegiatan yang direncanakan Pemrakarsa wajib
memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, Izin Lingkungan mencantumkan jumlah dan jenis
izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
(PPLH) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
h. Izin Lingkungan berakhir bersamaan dengan berakhirnya
izin kegiatan. Izin lingkungan ini masih berlaku selama
kegiatan pada ruas jalan tersebut ada, termasuk kegiatan-
kegiatan pada pasca konstruksi seperti kegiatan
pemeliharaan.
i. Izin Lingkungan yang telah diterbitkan oleh Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota wajib diumumkan melalui
media massa dan/atau multimedia.
j. Pengumuman dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) hari
kerja sejak diterbitkan.

87
Masa berlaku Izin Lingkungan, sesuai dengan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2013
tentang Tata Laksana dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan
Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan (pasal 17, ayat 1, huruf
(h)), Izin Lingkungan berlaku selama kegiatan berlangsung
sepanjang tidak ada perubahan atas kegiatan.
Apabila kegiatan yang telah memperoleh Izin Lingkungan
direncanakan untuk dilakukan perubahan, maka sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012tentang Izin
Lingkungan (pasal 50), pemrakarsa wajib mengajukan
permohonan perubahan Izin Lingkungan. Perubahan kegiatan
yang dimaksud meliputi:
1. Perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup;
2. Perubahan yang memenuhi kriteria:
a. Perubahan spesifikasi teknik;
b. Perubahan jenis konstruksi;
c. Perubahan sarana kegiatan;
d. Perubahan lahan kegiatan;
e. Perubahan waktu atau durasi kegiatan;
f. Kegiatan di dalam kawasan yang belum tercakup
dalam Izin Lingkungan;
g. Perubahan kebijakan pemerintah;
h. Perubahan lingkungan hidup yang mendasar akibat
peristiwa alam atau akibat lain.

88
3. Perubahan dampak dan/atau risiko terhadap lingkungan
hidup berdasarkan hasil kajian analisis risiko lingkungan
hidup dan/atau audit lingkungan hidup yang diwajibkan;
4. Tidak dilaksanakannya rencana kegiatan dalam jangka
waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Izin Lingkungan.
Sebelum mengajukan permohonan perubahan Izin Lingkungan,
pemrakarsa wajib mengajukan permohonan perubahan
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup kepada Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya. Penerbitan perubahan Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup dilakukan melalui penyusunan dan penilaian
Amdal baru. Penerbitan perubahan Izin Lingkungan dilakukan
bersamaan dengan penerbitan perubahan Keputusan
Kelayakan Lingkungan Hidup.

5.7.2. Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup (PPLH)
Apabila Izin Lingkungan diterbitkan sebagai prasyarat untuk
mendapatkan izin usaha dan/atau kegiatan, maka Izin
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)
diterbitkan sebagai persyaratan yang tercantum di dalam Izin
Lingkungan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Izin PPLH sudah mulai diidentifikasi jumlah dan jenisnya pada
saat penyusunan dokumen lingkungan dan dimasukkan ke
dalam RKL-RPL berikut matriks RKL-RPL yang kemudian akan

89
ditetapkan dalam Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan
Hidup (SKKLH) serta Izin Lingkungan. Contoh Jenis Izin PPLH
dapat dilihat pada Tabel 3.9 di bawah ini:

Tabel 3. Contoh jenis Izin PPLH


1.Izin pembuangan limbah 9. Izin penimbunan limbah
cair, bahan berbahaya dan
2.Izin pemanfaatan air beracun (B3),
limbah untuk aplikasi ke 10. Izin pembuangan air
tanah, limbah ke laut,
3. Izin penyimpanan 11. Izin dumping,
sementara limbah bahan 12. Izin reinjeksi ke
berbahaya dan beracun dalam formasi,
(B3), 13. Izin venting,
4.Izin pengumpulan limbah 14. Izin operasional alat
bahan berbahaya dan berat
beracun (B3), 15. Izin laik operasi
5.Izin pengangkutan limbah AMP
bahan berbahaya dan 16. Izin lingkungan AMP
beracun (B3), 17. Izin Quarry
6. Izin pemanfaatan limbah 18. Izin Pinjam Pakai
bahan berbahaya dan Kawasan Hutan (apabila
beracun (B3), melintasi hutan lindung)
7. Izin pengolahan limbah 19. Izin peningkatan
bahan berbahaya dan jalan dalam kawasan
beracun (B3), Taman Nasional

90
8. Izin Penyimpanan
sementara limbah bahan
berbahaya dan beracun
(B3)

Izin PPLH diterbitkan sebelum dimulainya kegiatan dimana


merupakan persyaratan teknis yang lebih rinci seperti indeks
atau parameter lingkungan kuantitatif, kewajiban kelola dan
pantau lingkungan untuk menjamin tercapainya PPLH, dan
masa berlaku PPLH (Sumber: Biro hukum dan Humas
Kementerian Lingkungan Hidup)
Pelanggaran terhadap izin lingkungan maupun Izin PPLH dapat
menyebabkan pencabutan izin usaha dan/atau kegiatan atas
rekomendasi Menteri Lingkungan Hidup

5.8. Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) dan


Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH)
Sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Menteri
Lingkungan Hidup Nomor B-14134/MENLH/KP/12/2013 tentang
Arahan Pelaksanaan Pasal 121 Undang No. 32 Tahun 2009,
setiap usaha dan/atau kegiatan yang sudah memiliki izin usaha
dan/atau kegiatan namun belum memiliki dokumen lingkungan
hidup (sesuai kriteria wajib Amdal atau UKL-UPL) sebelum
diundangkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 wajib
menyelesaikan audit lingkungan hidup (bagi kegiatan yang

91
wajib Amdal) dan menyusun dokumen pengelolaan lingkungan
hidup (bagi kegiatan yang wajib UKL-UPL) paling lambat
tanggal 3 Oktober 2011.
Jika sampai dengan batas waktu tersebut belum menyusun
DELH atau DPLH, maka dikualifikasikan sebagai pelanggaran
terhadap Pasal 121 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009. Kepada Penanggung jawab kegiatan akan dikenakan
Sanksi Administratif berupa Teguran Tertulis oleh
Gubernur/Bupati/Walikota sesuai kewenangannya yang isinya
memerintahkan kepada penanggung jawab kegiatan untuk
menyusun dokumen lingkungan hidup.
Tata cara penyusunan dan penilaian dokumen lingkungan
hidup sesuai dengan format dan mekanisme yang diatur dalam
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 14 tahun
2010 tentang Dokumen Lingkungan Hidup bagi Usaha dan/atau
Kegiatan yang Telah Memiliki Izin Usaha dan/atau Kegiatan
tetapi Belum Memiliki Dokumen Lingkungan Hidup.
Sanksi Teguran Tertulis tersebut diterapkan paling lambat 18
bulan sejak SE-MENLH tersebut ditetapkan.
Berdasarkan Surat Arahan Deputi MENLH Nomor B-
096/Dep.I/LH/PDAL/01/2014 tentang Arahan Tindak Lanjut
Pelaksanaan Surat Edaran MENLH tentang Pelaksanaan Pasal
121 UU No. 32 Tahun 2009, kriteria Usaha dan/atau kegiatan
yang dimaksud dalam SE-MENLH adalah:
a. Telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan sebelum
diundangkannya UU No. 32 Tahun 2009 tentang

92
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Sebelum
3 Oktober 2009);
b. Telah melakukan usaha dan/atau kegiatan tahap konstruksi
sebelum diundangkannya UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
c. Lokasi usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan rencana tata
ruang;
d. Tidak memiliki dokumen lingkungan hidup atau memiliki
dokumen lingkungan hidup tetapi tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Dokumen lingkungan yang wajib disusun adalah dokumen
Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) atau dokumen Pengelolaan
Lingkungan Hidup (DPLH). DELH disusun sebagai pengganti
dokumen AMDAL yang belum terpenuhi, sedangkan DPLH
sebagai pengganti dokumen UKL-UPL yang belum terpenuhi.
Keputusan dokumen lingkungan hidup untuk kegiatan yang
mendapat Teguran Tertulis wajib diselesaikan dan didapatkan
paling lambat 6 (enam) bulan sejak Sanksi Teguran Tertulis
diterbitkan.
Adapun kriteria penyusun DELH yang tertera dalam Surat
Arahan Deputi MENLH Nomor B-096/Dep.I/LH/PDAL/01/2014,
yaitu:
a. Pendidikan minimal S1;
b. Pengalaman kerja terkait dengan pengelolaan lingkungan
hidup minimal 3 tahun;

93
c. Pelatihan audit SML ISO 14001, diklat teknis pengelolaan
lingkungan hidup;
d. Pengalaman audit lingkungan hidup SML minimal 3 kali atau
penyusunan dokumen amdal minimal 5 dokumen (dalam 5
tahun terakhir);
Atau
a. Telah memiliki sertifikat kompetensi amdal, dan
b. Pernah mengikuti kursus audit (audit lingkungan, audit mutu,
EMS, K3/HSE, dan/atau pengenalan audit).
Keputusan DELH atau DPLH diterbitkan oleh Deputi I MENLH,
kepala instansi lingkungan hidup provinsi atau kepala instansi
lingkungan hidup kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya, dan izin lingkungan diterbitkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagi kegiatan yang sudah menyusun Dokumen Evaluasi
Lingkungan Hidup dan sudah dinilai, tetapi belum disahkan,
maka Gubernur, Bupati/Walikota segera menerbitkan
keputusan paling lambat 1 (satu) bulan sejak SE MENLH
ditetapkan. Sedangkan bagi kegiatan yang sudah menyusun
Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup dan sudah diperiksa,
tetapi belum disahkan, maka Gubernur, Bupati/Walikota segera
menerbitkan keputusan paling lambat 1 (satu) bulan sejak SE
MENLH ditetapkan.

94
5.9. Penilaian Kelaikan jalan terkait dokumen Lingkungan
Penilaian kelaikan jalan terkait ketersediaan dokumen
lingkungan adalah sebagai berikut :

1. Laik apabila telah mempunyai dokumen lingkungan dan


dilengkapi izin lingkungan.
2. Dikatakan laik bersyarat apabila :
 Dokumen lingkungan masih dalam proses penyusunan
 Belum mempunyai dokumen lingkungan.

95

Anda mungkin juga menyukai