Anda di halaman 1dari 119

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor industri merupakan salah satu sektor yang memiliki pengaruh besar

terhadap perekonomian di Indonesia. Hal ini bisa diketahui dengan tingginya

sumbangan sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan

tenaga kerja. Menurut Nawawi, dkk (2015) upaya untuk memperluas lapangan

pekerjaan, pemerataan pembangunan serta meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan yaitu dengan membangun suatu industri. Berdasarkan BPS (2019)

sektor industri pengolahan merupakan salah satu sektor yang menyumbang

Produk Domestik Bruto (PDB) tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya.

Berikut merupakan lima sektor utama penyumbang PDB tertinggi di Indonesia.

Gambar 1.1: Presentase Lima Lapangan Kerja Utama Terhadap PDB Atas
Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun 2014-2018

25
21.08 20.99 20.52 20.16 19.86
20

15 13.34 13.43 13.49 13.3 13.48 13.19 13.63 13.02 12.81 13.02
9.83
10 7.65 7.58 8.08
7.18
5.02 5.2 5.41 5.37
4.42
5

0
2014 2015 2016 2017 2018
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Perdagangan Besar dan Eceran: Reparasi Mobil & Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan

Sumber: BPS (2019)

1
2

Selama lima tahun terakhir (2014-2018) struktur perekonomian di Indonesia

di dominasi oleh lima kategori lapangan usaha. Lima kategori lapangan usaha

tersebut diataranya adalah: industri pengolahan; pertanian, kehutanan,dan

perikanan; perdagangan besar dan eceran: reparasi mobil dan sepeda motor;

pertambangan dan penggalian; serta transportasi dan pergudangan. Hal ini dapat

dilihat dari peranan masing-masing lapangan usaha terhadap pembentukan

Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sektor tertinggi pembentuk PDB

Indonesia adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 19,86% atau lebih

rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Perkembangan industri manufaktur di Indonesia harus tetap diperhatikan agar

dapat berkembang secara berkelanjutan. Kekuatan dari industri manfaktur terletak

pada produk atau barang itu sendiri yang memiliki sifat dapat diperdagangkan,

sehingga dapat menggerakkan rantai nilai produksi hingga konsumen akhir yang

artinya dapat berdampak pada bertambahnya lapangan kerja dan dampak

ekonomi yang diciptakan (Silalahi, 2014). Menurut Kemenperin (2019) jumlah

tenaga kerja yang terserap di industri manfaktur mengalami peningkatan setiap

tahunnya, pada tahun 2015 hingga tahun 2018 penyerapan tenaga kerja sektor

industri manufaktur meningkat sebanyak 17,4% dari total tenaga kerja yang

terserap.

Gambar 1.2: Enam Sektor Industri Manufaktur Penyerap Tenaga Kerja


Tertinggi (%)

Industri Furnitur 4.5


Industri Barang Galian Bukan Logam 5.72
Industri tekstil 7.46
Industri Kayu, Barang dari Kayu, dan Gabus 9.93
Industri Pakaian Jadi 13.69
Industri Makanan 26.67
0 5 10 15 20 25 30

Sumber: Kemenperin (2019)


3

Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi

daerah cukup besar yang berdampak terhadap perekonomian masyarakat. Selain

dikenal dengan daerah yang memiliki sektor unggulan dibidang pertanian,

Kabupaten Wonogiri juga menggencarkan pertumbuhan sektor industri. Menurut

data BPS Kabupaten Wonogiri (2018) distribusi presentase PDRB atas dasar

harga berlaku sektor industri pengolahan sebesar 16,00% berada di posisi kedua

dibawah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yaitu sebesar 32,86%. Hal ini

juga didukung dengan prioritas pembangunan Kabupaten Wonogiri tahun 2019

yaitu “Pemantapan Keunggulan Kompetitif Produk Lokal Wonogiri di Tingkat

Regional, Nasional, Maupun Internasional Dibarengi dengan Pemantapan Kualitas

Pelayanan Dasar untuk Meningkatkan Daya Saing Daerah Menuju Wonogiri yang

Sukses di Segala Bidang” (Bappeda dan Litbang Kabupaten Wonogiri, 2018).

Melihat uraian tersebut, pengembangan produk lokal di Wonogiri harus didukung

dengan inovasi, teknologi, maupun sumberdaya yang mampu membuat produk

lokal Wonogiri mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional.

Kabupaten Wonogiri memiliki potensi industri yang cukup besar

pengaruhnya terhadap penyerapan tenaga kerja. Masyarakat lebih memilih sektor

industri karena pekerjaannya yang tidak berat, dan gaji yang telah ditentukan,

berbeda dengan bekerja di sektor pertanian yang pekerjaannya berat dan harus

menunggu waktu lama untuk menikmati hasil panennya (Sari, 2009). Dengan

demikian, sebagian masyarakat lebih memilih bekerja di sektor industri dan

menjadikan sektor pertanian sebagai pekerjaan sampingan. Menurut BPS

Kabupaten Wonogiri (2018) jenis industri yang paling banyak menyerap tenaga

kerja adalah industri kayu, gabus (tidak termasuk furniture) dan anyaman dari

bambu, rotan yaitu sebanyak 955 orang, kemudian farmasi produk obat kimia dan

obat tradisional sebanyak 564 orang, barang galian bukan logam sebanyak 186
4

orang, industri makanan sebanyak 158 orang. Berikut merupakan jumlah tenaga

kerja yang terserap di sektor industri Kabupaten Wonogiri tahun 2017.

Gambar 1.3: Jumlah Tenaga Kerja yang Terserap di Sektor Industri


Kabupaten Wonogiri Tahun 2017 (orang)
1200
955
1000

800
564
600

400
158 186
200 105
34 34
0

Makanan
Minuman
Kayu, Gabus (Tidak Termasuk Furniture) Anyaman dari Bambu, Rotan
Farmasi Produk Obat Kimia, dan Obat Tradisional
Barang Galian Bukan Logam
Kendaraan bermotor, Trailer dan Semi Trailer
Pengolahan Lainnya

Sumber: BPS Kab. Wonogiri (2018)

Salah satu industri di Kabupaten Wonogiri yang memiliki dampak cukup

signifikan terhadap masyarakat di sekitarnya adalah industri brem. Industri brem

ini terletak di Desa Gebang dan Desa Bumiharjo, Kecamatan Nguntoronadi

Kabupaten Wonogiri. Brem merupakan salah satu makanan yang diolah dari

bahan utama berupa beras ketan yang di fermentasikan (Arianti dkk, 2007).

Industri brem di Kecamatan Nguntoronadi sudah ada dan mulai dikembangkan

pada tahun 1990 (Oktavianti, 2017). Pada awalnya industri brem ini merupakan

industri keluarga yang turun temurun dari generasi ke generasi hingga saat ini.

Melihat potensi lokal Kecamatan Nguntoronadi tersebut, tentu menjadikan wilayah

sekitar memiliki kesempatan untuk ikut berperan. Diantaranya adalah sebagai

pemasok bahan baku, sebagai tenaga kerja, ataupun sebagai distributor produk

brem ke pasar-pasar daerah maupun pengiriman ke luar daerah.


5

Industri brem merupakan industri rumah tangga. Menurut BPS Kabupaten

Wonogiri (2018) industri rumah tangga adalah industri yang memiliki tenaga kerja

sejumlah 1 – 4 orang. Tingkat produksi rumah tangga industri brem di Kecamatan

Nguntoronadi jumlahnya beragam. Karena setiap rumah tangga industri

menggunakan input produksi yang berbeda-beda. Bahan baku baku utama yang

digunakan adalah beras ketan. Brem dihasilkan dari pengepresan beras ketan

yang telah di fermentasikan yang hasilnya berupa sari ketan (Suseno, 2018).

Produksi beras ketan di Kecamatan Nguntoronadi tentu dipengaruhi beberapa

faktor. Bahan baku merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya

produksi brem, adapun bahan baku yang digunakan adalah beras ketan dan ragi.

Karena mayoritas penduduk di Desa Gebang adalah seorang petani yang

sebagian besar menghasilkan komoditas beras ketan, maka beras ketan yang

dihasilkan petani dipasokkan ke rumah tangga industri brem untuk dijadikan bahan

baku. Namun, beras ketan dari dalam daerah tidak mencukupi kebutuhan bahan

baku seluruh rumah tangga industri sehingga diperlukan untuk membeli beras

ketan dari luar daerah yang terkadang sulit untuk didapatkan serta harga beras

ketan yang beragam dari luar daerah.

Faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap produktivitas brem adalah

tenaga kerja. Menurut Herawati (2008) tenaga kerja merupakan faktor terpenting

dalam menghasilkan suatu barang atau jasa, dan tenaga kerja dibutuhkan untuk

melaksanakan transformasi dari bahan mentah menjadi barang jadi yang telah

dikendaki oleh pemilik usaha. Tenaga kerja yang digunakan dalam proses

pembuatan brem di Kecamatan Nguntoronadi berjumlah antara 1 – 4 orang. Hal

ini disebabkan karena para pengusaha brem memberdayakan anggota

keluarganya untuk turut membantu saat proses produksi, sehingga tenaga kerja

yang dibutuhkan tidak terlalu banyak. Jam kerja tenaga kerja berbeda-beda antara

rumah tangga industri satu dengan rumah tangga industri lainnya. Sehingga upah
6

yang diterima oleh tenaga kerja setiap rumah tangga industri berbeda-beda sesuai

dengan jumlah produksi yang dilakukan oleh pemilik industri tersebut.

Faktor teknologi merupakan salah satu faktor yang mendukung proses

produksi brem berlangsung. Faktor teknologi berupa alat mesin yang digunakan

untuk suatu proses kegiatan untuk membantu dan mempermudah dalam

menyelesaikan suatu pekerjaan (Nugroho dan Muchamad, 2014). Rumah tangga

industri brem di Kecamatan Nguntoronadi menggunakan teknologi modern dalam

proses pengadukan sari ketan, sedangkan dalam proses pengepresan beras

ketan yang telah difermentasi masih menggunakan teknologi tradisional.

Teknologi modern yang digunakan oleh rumah tangga industri brem bersumber

dari energi listrik. Tinggi rendahnya biaya litrik untuk mesin dalam proses produksi

tergantung dengan seberapa banyak jumlah brem yang akan diproduksi.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam kegiatan produksi brem yaitu

pengalaman pengusaha brem. Pengalaman pengusaha brem dalam kegiatan

memanajemen. Menurut Ukkas (2017) adanya pengalaman kerja yang baik dapat

menunjukkan tingkat penguasaan tenaga kerja dalam menyelesaikan suatu

pekerjaan, semakin lama seseorang dalam pekerjaannya yang sesuai dengan

keahliannya maka diharapkan akan mampu meningkatkan suatu produktivitas

yang dikerjakan. Industri brem merupakan industri yang turun temurun dari

generasi ke generasi, sehingga para pengusaha brem telah memiliki pengalaman

yang lebih, bermula dari melihat setiap harinya hingga pengusaha brem bisa

mendirikan dan mengolah industri brem setiap harinya.

Seperti yang telah diketahui bahwa tingkat produktivitas merupakan salah

satu faktor utama dalam mendorong perekonomian suatu daerah. Adanya suatu

industri yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi akan berdampak ke

lingkungan sekitar. Menurut Teja (2015) terdapat perubahan masyarakat dalam

pembangunan sektor industri yaitu perubahan yang bersifat fisik dan perubahan
7

terhadap kesejahteraan masyarakat. Perubahan secara fisik yaitu perubahan

pembangunan infrastruktur sebagai sarana bahan baku, sedangkan perubahan

kesejahteraan yaitu tuntutan kepada masyarakat terhadap kemajuan pengetahuan

dan teknologi. Adanya industri brem yang terpusat di Desa Gebang dan Desa

Bumiharjo memberikan kesempatan kepada masyarakat sekitar untuk ikut

merasakan dampak adanya industri tersebut. Selain sebagai pemasok bahan baku

dan tenaga kerja dalam industri tersebut, perekonomian masyarakat sekitar juga

didorong dengan memasarkan produk ke antar daerah maupun pasar pasar

daerah dan luar daerah.

Menurut Sinungan (2008) dalam Widyastuti (2012) peningkatan produktivitas

sama halnya dengan meningkatkan masukan tenaga kerja dimana masukan

tersebut dapat diartikan sebagai pendapatan, pendapatan tersebut digunakan

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga produktivitas berpengaruh

secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Melihat uraian tersebut,

dapat diketahui bahwa kesejahteraan erat kaitannya dengan pendapatan. Salah

satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang memiliki tujuan untuk

meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja yaitu melalui

pelaksanaan upah minimum (Trimaya, 2014). Menurutnya, pembentukan upah

minimum didasarkan pada survei KHL (Kebutuhan Hidup Layak). Besarnya Upah

Minimum Kabupaten (UMK) di Kabupaten Wonogiri menurut Surat Keputusan (SK)

Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/68 tahun 2018 menyatakan UMK di

Kabupaten Wonogiri pada tahun 2019 adalah Rp 1.655.000,-. Dengan besar

survei KHL pada tahun 2016 sebesar Rp 1.293.962,- (BPS, 2018). Besarnya

pendapatan atau upah yang dterima pengusaha brem dengan tenaga kerja

jumlahnya tidak tetap setiap bulannya sesuai dengan jumlah brem yang

diproduksi. Kesejahteraan pengusaha maupun tenaga kerja brem harus diketahui

melalui pendapatan apakah lebih besar dari UMK dan KHL atau sebaliknya.
8

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis mengajukan judul

“Analisis Produktivitas Industri dalam Pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak Pelaku

Usaha dan Tenaga Kerja: (Studi Kasus Pada Industri Brem di Kecamatan

Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat

ditarik adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana pengaruh biaya bahan baku terhadap tingkat produktivitas industri

brem di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri?

2) Bagaimana pengaruh biaya tenaga kerja terhadap tingkat produktivitas industri

brem di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri?

3) Bagaimana pengaruh biaya teknologi terhadap tingkat produktivitas industri

brem di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri?

4) Bagaimana pengaruh pengalaman pelaku usaha terhadap tingkat produktivitas

industri brem di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri?

5) Bagaimana pengaruh produktvitas terhadap tingkat pendapatan pelaku usaha

di Industri Brem Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri?

6) Bagaimana pengaruh produktivitas terhadap terhadap upah tenaga kerja di

Industri Brem Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri?

7) Bagaimana tingkat produktivitas dapat memenuhi kebutuhan hidup layak

(KHL) para pelaku usaha dan tenaga kerja di industri brem Kecamatan

Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri?

1.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:
9

1) Mengetahui bagaimana pengaruh biaya bahan baku terhadap tingkat

produktivitas industri brem di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

2) Mengetahui bagaimana pengaruh biaya tenaga kerja terhadap tingkat

produktivitas industri brem di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

3) Mengetahui bagaimana pengaruh biaya teknologi terhadap tingkat

produktivitas industri brem di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

4) Mengetahui bagaimana pengaruh pengalaman pelaku usaha terhadap tingkat

produktivitas industri brem di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

5) Mengetahui bagaimana pengaruh produktvitas terhadap tingkat pendapatan

pelaku usaha di Industri Brem Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

6) Mengetahui pengaruh produktivitas terhadap terhadap upah tenaga kerja di

Industri Brem Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

7) Mengetahui bagaimana tingkat produktivitas dapat memenuhi kebutuhan

hidup layak (KHL) para pelaku usaha dan tenaga kerja di industri brem

Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

1.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bagi peneliti, penelitian ini merupakan proses belajar yang ditempuh sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana d Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Brawijaya dan untuk menambah pengalaman serta

pengetahuan tentang industri brem di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten

Wonogiri.

2) Bagi pemerintah dan instansi terkait, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan

permasalahan yang mungkin dihadapi oleh pelaku usaha industri brem.

3) Bagi peneliti lain, dapat dijadikan referensi untuk penelitian sejenis.


10

4) Bagi pelaku usaha dan tenaga kerja di dalamnya, dapat dijadikan sarana untuk

menambah wawasan tentang produktivitas brem.


11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sektor Industri

2.1.1 Pengertian Industri

Menurut Dumairy (1996) industri memiliki dua arti yaitu industri dapat berarti

sebagai himpunan perusahaan sejenis dan industri yang dapat berarti suatu sektor

ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan yang produktif berupa mengolah

bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi yang bersifat masinal,

elektrikal, atau bahkan manual. Sedangkan istilah industri menurut Latumaerissa

(2015) industri secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian: Pertama,

industri yang menghasilkan barang yaitu pertanian, pertambangan, industri

pengolahan, konstruksi, air, gas dan listrik. Kedua, industri yang menghasilkan

jasa berupa perdagangan, angkutan, transportasi, pemerintahan, perbankan,

asuransi persewaan dan jasa-jasa lainnya. Berdasarkan kedua uraian istilah

industri di atas maka dapat disimpulkan bahwa industri merupakan suatu

perusahaan yang terdapat suatu kegiatan yang produktif untuk menghasilkan

suatu barang atau jasa yang memiliki tujuan untuk menciptakan nilai tambah atas

barang atau jasa tersebut.

2.1.2 Tujuan Perindustrian

Menurut Undang-Undang No. 3 tahun 2004 tentang perindustrian menyatakan

bahwa perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan

kegiatan industri. Diselenggarakannya perindustrian memiliki beberapa tujuan.

Tujuan diselenggarakannya perindustrian antara lain:

1) Mewujudkan industri sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional.

2) Mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur industri.


12

3) Mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta industri

hijau.

4) Mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah

pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan

yang merugikan masyarakat.

5) Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja.

6) Mewujudkan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia

guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional.

7) Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.

2.1.3 Klasifikasi Industri

Sektor industri di Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan golongannya.

Menurut Dumairy (1996) industri di Indonesia dapat digolongkan berdasarkan

beberapa pendekatan, yaitu berdasarkan kelompok komoditas, skala usaha, serta

berdasarkan hubungan arus produknya. Berikut merupakan penggolongan industri

menurut (International Standard of Industrial Classification) ISIC dua digit dalam

(Dumairy, 1996):

1) IndustrI makanan, minuman, dan tembakau

2) Industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit

3) Industri kayu, dan barang-barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga

4) Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan, dan penerbitan.

5) Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara,

karet, dan plastik.

6) Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi, dan batu bara.

7) Industri logam dasar.

8) Industri barang dari logam, mesin, dan peralatannya.

9) Industri pengolahan lainnya.


13

Klasifikasi industri untuk keperluan perencanaan anggaran negara dan analisis

pembangunan, menurut Dumairy (1996) sektor industri pengolahan dibagi menjadi

tiga subsektor yaitu:

1) Subsektor industri pengolahan nonmigas.

2) Subsektor pengilangan minyak bumi.

3) Subsektor pengolahan gas alam cair.

Menurut Dumairy (1996) Klasifikasi industri untuk pengembangan industrialisasi

yang berkaitan dengan administrasi Departemen Perindustrian dan Perdagangan

digolongkan berdasarkan hubungan arus produknya yaitu:

1) Industri hulu, yang terdiri atas:

a. Industri kimia dasar.

b. Industri mesin, logam dasar dan elektronika.

2) Industri hilir, yang terdiri atas:

a. Aneka industri.

b. Industri Kecil.

Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (2018) klasifikasi industri berdasarkan

jumlah tenaga kerjanya dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu:

1) Industri besar dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih.

2) Industri sedang dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 20 – 99 orang.

3) Industri kecil dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5 – 19 orang.

4) Industri rumah tangga dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 1 – 4 orang.

2.2 Produktivitas Industri

2.2.1 Pengertian Produktivitas

Produktivitas merupakan suatu pendekatan interdisipliner yang bertujuan

secara efektif dalam pembuatan rencana, aplikasi pengguaan cara yang produktif

dalam menggunakan sumber-sumber secara efisien dan tetap menjaga kualitas


14

agar tetap terjaga dan bernilai tinggi (Soeharto, 1995 dalam Adiati,dkk, 2013).

Sedangkan menurut Sinungan (1995) dalam Lubis dan Sandy (2010) produktivitas

dapat diatartikan dalam beberapa kelompok yaitu:

1) Suatu rumusan tradisional terhadap keseluruhan produktivitas yaitu rasio dari

apa yang dihasilkan atau output terhadap keseluruhan alat produksi yang telah

digunakan atau input.

2) Produktivitas pada dasarnya merupakan sikap mental yang memiliki

pandangan bahwa suatu mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada kemarin,

dan hari esok lebih baik dari hari ini.

3) Produktivitas merupakan interaksi terpadu antara tiga faktor penting yaitu:

investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset,

manajemen, serta tenaga kerja.

Menurut Lubis dan Sandy (2010) produktivitas berarti juga suatu ukuran efektivitas

masukan yang digunakan suatu proses untuk menghasilkan suatu keluaran, cara

umum dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Produktivitas = Output : Input

2) Produktivitas = Output : Satuan Waktu

Produktivitas sangat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan manusia

yaitu merupakan suatu upaya untuk meningkatkan suatu standar hidup yang

berkaitan dengan peningkatan produktivitas, karena tinggi rendahnya produktivitas

menggambarkan seberapa besar sumber daya yang tersedia bagi perekonomian

dalam mempertahankan (Suprihatin, 2004). Tinggi rendahnya tingkat produktivitas

di rumah tangga industri brem sangat bergantung dengan sumberdaya yang ada.

Mulai dari sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Sumber daya alam

terkait dengan bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan brem

yaitu beras ketan. Sebagian besar pemasok bahan baku beras ketan adalah dari

petani setempat, namun dengan tingginya jumlah produksi brem pasokan dari
15

petani setempat tidak cukup untuk memenuhi permintaan sehingga harus

menambah bahan baku dari luar.

2.2.2 Fungsi Produksi

Kegiatan produksi merupakan perubahan beberapa input produksi menjadi

satu atau lebih output produksi, artinya terdapat hubungan erat antara input

dengan kegiatan produksi yaitu output maksimum yang dihasilkan dari input yang

digunakan dalam produksi tersebut. Menurut Sukirno (2016) dalam teori ekonomi,

berbagai jenis perusahaan dipandang sebagai unit-unit usaha yang memiliki tujuan

sama yaitu mencapai keuntungan yang maksimum, dengan demikian para unit-

unit usaha tersebut menjalankan usahanya secara bersamaan dengan mengatur

penggunaan faktor-faktor produksi seefisien mungkin sehingga dengan hal

tersebut usaha memaksimumkan keuntungan dapat dicapai dari sudut pandang

ekonomi yang dianggap sebagai cara paling efisien.

Menurut Sukirno (2016) fungsi produksi merupakan hubungan diantara faktor-

faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan. Dalam hal ini faktor-faktor

produksi dikenal dengan istilah input dan keluaran hasil produksi disebut output.

Funsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus, seperti berikut:

Q = f (K,L,R,T)…....…………………………….(2.1)

Keterangan:

K = Jumlah stok modal

L = Jumlah tenaga kerja meliputi jenis tenaga kerja dan keahlian usaha

R = Kekayaan alam

T = Teknologi yang digunakan

Q = Jumlah Produksi yang dihasilkan

Berdasarkan fungsi di atas merupakan suatu pernyataan secara matematis bahwa

jumlah produksi barang yang dihasilkan tergantung dengan jumlah modal, jumlah
16

tenaga kerja, kekayaan alam, dan jenis teknologi yang digunakan. Fungsi produksi

yang kerap digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Menurut Amalia

(2014) fungsi produksi ini memperlihatkan hubungan antara input dan output yang

digunakan sehingga secara matematis fungsi produksi Cobb-Douglas adalah

sebagai berikut:

Q = AKα Lβ………………………………………..(2.2)
Keterangan:
Q = Output

K = Input Modal

L = Input Tenaga Kerja

A = Parameter Efisiensi

a = Elastisitas Input Modal

b = Elastisitas Input Tenaga Kerja

Menurut Soekartawi (1990) dalam Ramadhani (2011) fungsi produksi Cobb-

Douglas merupakan suatu persamaan yang melibatkan dua variabel atau lebih

dimana variabel yang satu disebut sebagai variabel dependen dan yang lain

disebut variabel independen, terdapat beberapa alasan menggunakan fungsi

Cobb-Douglas yaitu pertama, fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki sifat yang

sederhana dan mudah diterapkan. Kedua, mampu menggambarkan sekala hasil

apakah tetap, naik, atau menurun. Ketiga, koefisien-koefisien parameter fungsi

Cobb-Douglas mampu menerangkan elastisitas produksi dari setiap input dan

dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut.

Keempat, koefisien intersep merupakan indeks efisiensi produksi yang secara

langsung menggambarkan efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output

dari sistem produksi yang dikaji.

Menurut Soekartawi (1990) dalam Setiawan dan Sucihatingsih (2011)

menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang
17

dijelaskan (Y) dan Variabel yang dijelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya

berupa output dan variabel yang menjelaskan berupa input, secara matematis

hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Y = f(X1,X2, X3,..,Xi..,Xn)…………………………………(2.3)

Dengan fungsi tersebut di atas, maka hubungan X dan Y dapat diketahui sekaligus

hubungan Xi,...Xn dan X lainnya juga dapat diketahui. Menurut Sukirno (2016)

dalam teori ekonomi terdapat dua perbedaan analisis kegiatan produksi yaitu

analisis produksi jangka pendek dan analisis produksi jangka panjang. Analisis

produksi dapat dikatakan jangka pendek apabila sebagian faktor produksi

dianggap tetap misalnya faktor modal seperti mesin dan peralatan , alat produksi

lainnya, dan bangunan. Sedangkan analisis produksi dapat dikatakan jangka

panjang apabila semua faktor produksi dapat mengalami perubahan misalnya

tenaga kerja.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Industri Brem

Terdapat beberapa faktor berkaitan dengan kegitan produksi brem, yaitu faktor

bahan baku, tenaga kerja, pengalaman pelaku usaha, serta teknologi yang

digunakan. Secara jelas akan diuraikan di bawah ini:

1) Bahan Baku

Menurut Mulyadi (2015) dalam Herawati dan Dewi (2016) bahan baku

merupakan suatu bahan yang membentuk bagian secara menyeluruh, secara

umum bahan baku merupakan bahan mentah yang menjadi dasar dalam

pembuatan produk yang mana bahan tersebut dapat diolah melalui proses tertentu

untuk dijadikan dalam wujud lain. Bahan baku merupakan bahan yang sebagian

besar membentuk suatu produk jadi, bahan mentah yang diolah perusahaan

manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, impor, maupun hasil pengolahan

sendiri (Kholmi, 2003 dalam Lahu dan Jacky, 2017). Bahan baku utama
18

pembuatan brem adalah beras ketan dan ragi, sehingga biaya bahan baku

merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pelaku usaha brem untuk

mendapatkan beras ketan dan ragi sebagai bahan baku utama dalam pembuatan

brem. Pelaku usaha brem memperoleh beras ketan sebagian dipasok oleh petani

setempat, akan tetapi melihat jumlah produksi brem yang tinggi dengan jumlah

rumah industri yang cukup banyak pasokan bahan baku dari petani setempat tidak

mencukupi sehingga mengaruskan pelaku industri untuk membeli bahan baku di

luar daerah. Ketersediaan bahan baku sangat berperan dalam tingkat produktivitas

brem. Ketersediaan bahan baku menurut Herawati dan Dewi (2016) sangat

penting, karena untuk mencapai sasaran yang optimal dengan sumber daya yang

efektif dan efisien adalah dengan persediaan bahan baku sehingga kegiatan

produksi dapat berjalan sesuai dengan rencana.

2) Tenaga Kerja

Menurut Dumairy (1996) yang dimaksud dengan tenaga kerja (manpower)

dibagi menjadi dua yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja

adalah penduduk atau tenaga kerja dalam usia kerja yang bekerja, atau

mempunyai pekerjaan namun untuk sementara tdak sedang bekerja dan yang

mencari pekerjaan. Sedangkan bukan angkatan kerja atau bukan termasuk

angkatan kerja) adalah penduduk atau tenaga kerja dalam usia kerja yang tidak

bekerja, tidak mempunyai pekerjaan, dan sedang tidak mencari pekerjaan

misalnya pelajar dan ibu rumah tangga.

Menurut UU Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa tenaga kerja adalah

setiap orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan guna

menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri atau

masyarakat. Tenaga kerja adalah setiap orang yang sedang bekerja atau mencari

pekerjaan dan mampu untuk bekerja dan memenuhi persyaratan perburuhan

suatu negara, di negara berkembang tenaga kerja dapat digolongkan menjadi tiga
19

macam yaitu tenaga kerja yang produktif, tenaga kerja yang kurang produktif, dan

tenaga penganggur (Latumaerissa, 2015). Industri brem yang berkembang di

Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri merupakan industri rumah tangga

yang memiliki tenaga kerja 1 – 4 orang. Tinggi rendahnya jumlah tenaga kerja yang

digunakan dalam proses produksi brem tergantung dengan berapa banyak brem

yang akan diproduksi.

3) Teknologi

Menurut Nugroho dan Muchamad (2014) pengertian teknologi adalah suatu

pengembangan dari alat mesin atau petukaran, material yang membantu manusia

untuk menyelesaikan masalahnya, tujuan dari adanya teknologi yaitu untuk

mempermudah kegiatan manusia dalam menyelesaikan pekerjaannya. Teknologi

yang digunakan dalam rumah tangga industri brem beragam ada yang

menggunakan teknologi modern maupun menggunakan teknologi campuran

antara teknologi tradisional dan teknologi modern. Teknologi tradisional dalam

industri brem adalah dalam proses pengukusan beras ketan yang masih

menggunakan tungku, dan penyetakan brem yang masih menggunakan cetakan

manual. Sedangkan teknologi modern yang digunakan dalam proses produksi

brem yaitu pada saat pengadukan sari brem disebut mixer atau pethokan yang

digerakkan melalui dinamo.

Dalam penelitian ini faktor teknologi diukur dengan biaya penggunaan

teknologi yang digunakan dalam produksi. Karena sumber energi dinamo berasal

dari listrik maka biaya teknologi dalam penelitian ini adalah jumlah biaya listrik atau

biaya energi yang dikeluarkan untuk memproduksi brem ini. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Sartin (2018) menyatakan bahwa faktor produksi energi adalah bahan

bakar atau listrik yang dikeluarkan dalam proses produksi, hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat produksi

adalah nilai energi.


20

4) Pengalaman Pelaku Usaha

Pengalaman pelaku usaha merupakan pengalaman bekerja yang telah

dijalani oleh pelaku usaha atau karyawan dalam suatu bidang pekerjaan yang

pernah dikerjakan. Menurut Sulaeman (2014) pengalaman kerja menunjukkan

sejauh mana seseorang menguasai bidang pekerjaan yang telah ditekuni selama

ini, pada umumnya pengalaman bekerja dilihat dari seberapa lama waktu yang

dihabiskan seseorang untuk menekuni suatu bidang pekerjaan yang dilakukan

artinya semakin lama pengalaman bekerja sesorang maka semakin baik pula

keterampilan yang dimiliki, sehingga tingkat produktivitasnya juga lebih tinggi

dibandingkan dengan sesorang yang memiliki sedikit pengalaman. Dalam

penelitian ini pengalaman diukur dengan lama pelaku usaha menekuni industri

brem ini.

2.3 Pendapatan Pelaku Usaha

2.3.1 Pengertian Pendapatan

Menurut Wijaya dan Made (2016) pendapatan adalah jumlah uang yang

diperoleh dari aktivitas suatu perusahaan baik dalam hal penjualan barang atau

jasa kepada konsumen. Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima

oleh anggota masyarakat pada jangka waktu tertentu sebagai balas jasa atau

faktor-faktor produksi yang telah disumbangkan (Danil, 2013). Pendapatan

merupakan jumlah penghasilan baik dari perorangan maupun keluarga dalam

bentuk uang yang diperolehnya dari jasa setiap bulan atau dapat diartikan sebagai

keberhasilan usaha (Tohar, 2011 dalam Arifini dan Made, 2013). Dengan demikian

yang dimaksud dengan pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh

seseorang dalam jangka waktu tertentu atas hasil usahanya. Menurut Tigau, dkk

(2017) pendapatan dapat digolongkan menjadi tiga bagian sebagai berikut:


21

a. Gaji dan upah

Gaji dan upah merupakan imbalan yang diperoleh seseorang setelah

melaksanakan pekerjaan untuk orang lain yang diberikan dalam waktu satu

hari, satu minggu, atau satu bulan.

b. Pendapatan dari usaha sendiri

Pendapatan dari usaha sendiri merupakan nilai total yang diperoleh dari

kegiatan produksi yang dikurangi dengan biaya-biaya yang dibayar dan usaha

ini merupakan usaha yang dimiliki sendiri atau keluarga sendiri, nilai sewa

kapital milik sendiri dan biasanya tidak diperhitungkan.

c. Pendapatan dari usaha lain

Pendapatan dari usaha lain merupakan pendapatan yang diperoleh tanpa

mencurahkan tenaga kerja dan ini merupakan pendapatan sampingan,

misalnya: penyewaan aset milik sendiri, bunga dari uang, sumbangan pihak

lain, dana pensiun, dan lain sebagainya.

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

Tinggi rendahnya jumlah pendapatan yang diterima oleh masyarakat tentu

tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang mempengaruhi. Adapun faktor-

faktor yang mempengaruhi nilai pendapatan seseorang menurut Tigau, dkk (2017)

adalah sebagai berikut:

1) Kesempatan kerja yang tersedia

Tersedinanya kesempatan kerja membuat masyarakat lebih mudah dalam

menentukan lapangan pekerjaan. Semakin banyak tersedianya lapangan

pekerjaan untuk masyarakat maka kesempatan masyarakat untuk bekerja

semakin tinggi sehingga kesempatan masyarakat untuk memeroleh

pendapatan juga semakin tinggi.

2) Kecakapan dan keahlian


22

Kecakapan dan keahlian seseorang juga dapat berpengaruh terhadap

pendapatan seseorang, dengan bekal kecakapan dan keahlian yang tinggi

dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja yang nantinya dapat

berpengaruh terhadap tingkat penghasilan seseorang.

3) Motivasi

Motivasi atau dorongan juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap

tingkat pendapatan seseorang. Semakin tinggi motivasi atau dorongan

sesorang untuk bekerja maka semakin tinggi pula kesempatan sesorang untuk

mendapatkan penghasilan yang tinggi.

4) Keuletan kerja

Keuletan kerja seseorang merupakan faktor yang perpengaruh terhadap

pendapatan. Hal ini dapat dilihat dari keberanian seseorang dalam menghadapi

suatu tantangan, apabila mengalami kegagalan dalam usahanya, seseorang

tersebut mampu bangkit kembali dan menjadikan kegagalan sebagai pelajaran

untuk menjadi lebih baik.

5) Besar modal yang digunakan

Besarnya modal yang digunakan juga berpengaruh terhadap tingkat

pendapatan seseorang, besar kecilnyanya usaha seseorang tergantung jumlah

modal yang digunakan. Menurut Bintari (2006) dalam Tigau, dkk (2017) skala

usaha yang besar akan memberikan peluang yang besar pula terhadap

pendapatan seseorang.

2.3.3 Sumber-Sumber Pendapatan

Pendapatan yang diterima masyarakat tentu berasal dari berbagai sumber.

Menurut Ham, dkk (2018) pendapatan seseorang dapat diperoleh dari beberapa

aspek. Adapun sumber-sumber pendapatan tersebut antara lain sebagai berikut:


23

1) Pendapatan operasional

Pendapatan operasional merupakan sumber pendapatan yang diperoleh dari

aktivitas utama perusahaan.

2) Pendapatan non operasional

Pendapatan non-operasional merupakan sumber pendapatan yang diperoleh

dari faktor eksternal, dan tidak berkaitan dengan aktivitas perusahaan.

3) Pendapatan luar biasa (extra ordinary)

Pendapatan luar biasa merupakan pendapatan yang diperoleh secara tidak

terduga dan jarang terjadi dan biasanya tidak diharapkan terjadi dimasa

mendatang (Baridwan, 2014 dalam Ham, dkk (2018).

2.4 Upah Tenaga Kerja

2.4.1 Pengertian Upah

Upah menurut Sukirno (2016) upah adalah pembayaran ke atas jasa-jasa fisik

maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada pengusaha. Kegiatan

produksi tidak terlepas dari faktor tenaga kerja yang berperan didalamnya

sehingga menghasilkan output sesuai dengan yang dikehendaki oleh rumah

tangga usaha. Pengorbanan yang dilakukan oleh tenaga kerja terhadap

perusahaan untuk menghasilkan output tertentu berhak mendapatkan balas jasa

berupa upah. Menurut Sukirno (2016) terdapat dua perbedaan pengertian upah

yaitu:

1) Upah uang

Upah uang adalah sejumlah uang yang diterima para pekerja dari para

pengusaha sebagai pembayaran ke atas tenaga mental atau fisik pekerja yang

digunakan dalam kegiatan proses produksi.

2) Upah riil
24

Upah riil merupakan tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut kemampuan

upah tersebut dalam memberi barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukan

untuk memenuhi kebutuhan para pekerja.

Menurut (Mankiw, 2010 dalam Cahyadinata dan Ida, 2018) tingkat upah

merupakan salah satu faktor yang memilki kaitan erat dengan produksi dan perlu

diperhatikan karena apabila jumlah upah meningkat maka akan mengurangi

jumlah permintaan tenaga kerja yang berakibat pada pengangguran. Sedangkan

menurut Sumarso (2013) dalam putra (2012) apabila upah naik maka akan terjadi

asumsi-asumsi sebagai berikut:

1) Ketika tingkat upah mengalami kenaikan maka akan diikuti dengan kenaikan

biaya produksi perusahaan yang selanjutnya akan berdampak pada naiknya

harga barang yang diproduksi per unit. Terjadinya kenaikan harga biasanya

konsumen mengurangi jumlah konsumsi barang atau bahkan tidak akan

membeli barang yang berangkutan. Akibatnya banyak barang yang terjual dan

produsen terpaksa menurunkan jumlah barang yang produksi, turunnya target

produksi disebut dengan skala produksi (scale effect).

2) Ketika upah mengalami kenaikan dengan asumsi bahwa harga barang-barang

lain tidak berubah maka pengusaha lebih tertarik menggunakan teknologi padat

modal untuk proses produksi dan menggantikan kebuuhan akan tenaga kerja

dengan kebutuhan akan barang-barang modal seperti mesin dan lainnya.

Penurunan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena adanya penggantian

tenaga kerja menjadi mesin-mesin produksi deisebut dengan subtitusi tenaga

kerja (substitution effect).

2.4.2 Jenis-Jenis Upah

Menurut teori upah alam Ricardo (1817) dalam Sa’adah dan Putu (2016)

upah dikelompokkan menjadi tiga yaitu:


25

1) Upah menurut kodrat, yaitu upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup

seseorang dengan keluarganya.

2) Upah menurut harga pasar, yaitu upah yang terjadi di pasar dan terbentuk

melalui permintaan dan penawaran.

Menurut Sa’adah dan Putu (2016) terdapat berbagai macam sistem upah yang

dikenal di Indonesia, yaitu:

1) Upah menurut waktu, merupakan upah yang diberikan kepada pekerja

berdasarkan lamanya bekerja. Upah ini bisa di berikan berdasarkan jam, harian,

mingguan, bulanan, dan lain sebagianya dengan perjanjian awal antara pekerja

dan pemilik usaha.

2) Upah menurut satuan hasil, merupakan upah yang diberikan kepada pekerja

berdasarkan jumlah atau hasil produksi barang yang diperoleh. Semakin tinggi

jumlah barang yang diproduksi oleh pekerja maka semakin tinggi pula upah

yang diterima.

3) Upah menurut borongan, merupakan upah yang diberikan kepada pekerja

melalui kesepakatan bersama antara pemilik usaha dengan pekerja.

4) Sistem bonus, merupakan sejumlah pembayaran diluar upah yang diberikan

oleh pemilik usaha kepada pekerja dengan tujuan sebagai pemberian intesnsif

agar dapat memotivasi pekerja untuk bekerja lebih giat dan bertanggung jawab

dengan harapan keuntungan lebih tinggi.

Berdasarkan uraian diatas terdapat berbagai macam sistem upah yang oleh

pemilik usaha terhadap pekerja. Penerapan sistem upah di suatu usaha

tergantung dengan kebutuhan pemilik usaha. Begitu pula dengan pelaku industri

brem yang menerapkan sistem pengupahan berdasarkan kebutuhan pelaku usaha

yang tidak pasti setiap proses produksi terjadi.


26

2.4.3 Sistem Pengupahan

Sistem pengupahan merupakan suatu proses bagaimana upah tersebut dapat

diatur dan diterapkan, hal ini serupa dengan pernyataan Soedarjadi (2009) dalam

Trimaya (2014) bahwa sistem pengupahan di Indonesia didasarkan pada tiga

fungsi yaitu:

1) Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang.

2) Menjamin kehidupan yang layak bagi tenaga kerja dan keluarganya.

3) Menyediakan uang insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja.

Berdasarkan pernyataan di atas upah merupakan salah satu hal terpentig bagi

seseorang atau tenaga kerja untuk mendapatkan penghasilan atas pekerjaannya

dengan tujuan dapat mencukupi kehidupan yang layak untuk dirinya sendiri

maupun untuk keluarganya. Sesuai pernyataan Halim (2001) dalam Trimaya

(2014) bahwa fungsi upah hakikatnya adalah sebagai berikut:

1) Perwujudan keadilan sosial dalam rangka memanusiakan manusia.

2) Pemenuhan kebutuhan dasar yang minimal bagi tenaga kerja pada tingkat

dimana hidup layak dari hasil pekerjaan yang dilakukan.

3) Pendorong peningkatan disiplin dan produktivitas kerja.

Menurut Halim (2000) dalam Trimaya (2014) upah memiliki fungsi yang berbeda-

beda tergantung dari sudut pandang dimana upah tersebut dilihat, yaitu:

1) Dari sudut pandang tenaga kerja, besarnya upah yang didapatkan berfungsi

untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak bersama dengan keluarganya.

2) Dari sudut pandang pemberi pekerjaan, besarnya upah yang dikeluarkan

berfungsi sebagai unsusr penggerak dalam kegiatan produksi dan merupakan

biaya produksi dari perusahaan.

3) Dari sudut pandang pemerintah, besarnya upah merupakan tolok ukur

kehidupan masyarakat, sehingga perumusan dan penetapan upah harus


27

menciptakan iklim usaha yang harmonis, serasi, mantap, tenteram dan

dinamis.

2.4.4 Upah Minimum

Upah minimum merupakan suatu penerimaan bulanan minimum atau

terendah sebagai imbalan kepada karyawan dari pengusaha untuk suatu

pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai

dalam bentuk uang yang telah ditetapkan berdasarkan persetujuan atau peraturan

perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar perjanjian kerja antara

pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan bagi karyawan itu sendiri

maupun untuk keluarganya (Pratomo dan Putu, 2016). Berdasarkan Undang-

Undang No. 13 Tahun 2003 yang mengatur tentang ketenagakerjaan yang di

dalamnya termasuk kebijakan upah minimum yang isinya antara lain:

1) Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak

(KHL) dan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

2) Upah minimum dibagi menjadi dua yaitu upah minimum bedasarkan wilayah

provinsi/kabupaten kota dan upah minimum berdasarkan sektor wilayah

provinsi/kabupaten kota. Upah minimum sektoral dapat ditetapkan untuk

kelompok lapangan usaha dan pembagiannya menurut klasifikasi lapangan

usaha di Indonesia kabupaten/kota, provinsi, beberapa provinsi atau nasional

dan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum regional daerah yang

bersangkutan.

3) Upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi

dari Dewan Pengupahan Provinsi dan atau Bupati/Walikota.

4) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Bagi

pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat dilakukan

penangguhan. Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan


28

yang tidak mampu dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang

bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu

tertentu. Apabila penangguhan tersebut berakhir maka perusahaan yang

bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berrlaku pada saat itu

tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku

pada waktu diberikan penangguhan.

Berdasarkan peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No.1/MEN/1999

dalam Pratomo dan Putu (2016) setidaknya terdapat sepuluh prinsip-prinsip

penetapan kebijakan upah minimum yang harus ditepati, yaitu:

1) Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok dan

tunjangan tetap.

2) Upah minimum wajib dibayar kepada bekerja secara bupanan atau dengan

kesepakatan antara pekerja dan pengusaha misalnya untuk upah mingguan

atau upah dua mingguan.

3) Besarnya upah pekerja yang berstatus tetap, tidak tetap, atau dalam masa

percobaan adalah serendah-rendahnya sebesar upah minimum.

4) Upah minimum hanya berlaku untuk pekerja yang bekerja dibawah satu tahun.

5) Peninjauan upah dilakukan atas kesepakatan antara pekerja/serikat pekerja

dan pengusaha.

6) Pekerja dengan sistem borongan atau dengan satuan hasil serendah-

rendahnya adalah sebesar upah minimum untuk upah bulanannya.

7) Upah pekerja harian lepas ditetapkan secara bulanan berdasar hari kehadiran

(dengan pro rata basis).

8) Perusahaan yang telah memberikan upah diatas upah minimum tidak

diperbolehkan menurunkan upah.


29

9) Dengan kenaikan upah minimum, pekerja diwajibkan untuk memelihara

prestasi kerja (produktivitas) yang ukurannya dirumuskan bersama antara

pekerja dan pengusaha.

10) Pengusaha yang tidak mampu menerapkan kebijakan upah minimum untuk

pekerja diijinkan untuk melakukan penangguhan sementara kepada

pemerintah atau penjahat yang ditunjuk.

2.4.5 Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia (Permenakertrans RI) No. 17/MEN/VIII/2015 tentang komponen dan

pelakasanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak, menyatakan bahwa:

1) Kebutuhan hidup layak yang selanjutnya disebut KHL adalah standar

kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat

hidup layak secara fisik, non fisik dan sosial untuk kebutuhan satu bulan.

2) KHL sebagai dasar dalam penentuan upah minimum merupakan peningkatan

dari kebutuhan hidup minimum. KHL terdiri dari beberapa komponen yaitu:

makanan dan minuman sejumlah 11 komponen, sandang sejumlah 9

komponen, perumahan sejumlah 19 komponen, pendidikan 1 komponen,

kesehatan 3 komponen, transportasi 1 komponen, serta rekreasi dan tabungan

sejumlah 2 komponen.

3) Nilai KHL diperoleh dari survei harga dilakukan oleh tim yang terdiri dari unsur

tripartite yang dibentuk oleh Ketua Dewan Pengupahan Provinsi dan atau

Kabupaten/Kota.

4) Berdasarkan hasil survei harga oleh Dewan Pengupahan atau Bupati/Walikota

setempat menetapkan nilai KHL. Nilai KHL digunakan sebagai salah satu bahan

pertimbangan dalam penetapan upah minimum. Penetapan upah minimum

berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Dalam
30

hal Gubernur menetapkan upah minimum Provinsi maka penetapan upah

minimum didasarkan pada nilai KHL Kabupaten/Kota terendah di Provinsi yang

bersangkutan dengan mempertimbangkan produktivitas, pertumbuhan

ekonomi dan usaha yang paling tidak mampu (marginal). Produktivitas yang

dimaksud adalah hasil perbandingan antara jumlah Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja pada periode yang sama.

2.5 Kesejahteraan Masyarakat

Definisi kesejahteraan memang beragam dan dapat dilihat dari berbagai aspek

kehidupan. Menurut Ismail, dkk (2014) terdapat beberapa penafsiran tentang

kesejahteraan yaitu:

1) Kesejahteraan yang menekankan pada aspek ekonomi, artinya seseorang

dapat dikatakan sejahtera apabila memiliki pendapatan dan kekayaan yang

melimpah.

2) Kesejahteraan yang menekankan pada aspek sosial, artinya sesorang dapat

dikatakan sejahtera apabila memiliki eksistensi di masyarakat sehingga bisa

berinteraksi secara bebas dengan orang lain.

3) Kesejahteraan dari sisi spiritual, dari sisi ini kesejahteraan tidak hanya terkait

semata-mata dengan ukuran keberlimpahan kekayaaan material atau

ketinggian status sosial, tetapi ditentukan oleh derajat pemaknaan batin

seseorang terhadap kekayaan tersebut.

2.5.1 Indikator Kesejahteraan

Terdapat beberapa indikator yang dapat mengukur tingkat kesejahteraan

rumah tangga, hal ini serupa dengan pernyataan BPS (2002) dalam Sinaga (2016)

bahwa untuk melihat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa

indikator yang dapat dijadikan ukuran, yaitu sebagai berikut:


31

1) Pendapatan rumah tangga.

2) Komposisi pengeluaran rumah tangga, dapat diukur dengan membandingkan

pengeluaran pangan dengan pengeluaran non pangan.

3) Tingkat pendidikan keluarga.

4) Tingkat kesehatan keluarga.

5) Keadaan perumahan dan fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga.

2.5.2 Unsur Kesejahteraan

Menurut Ismail, dkk (2014) dalam memaknai kesejahteraan perlu adanya

keseimbangan antara unsur material maupun unsur nonmaterial, kecukupan

kebutuhan secara material namun tidak diimbangi dengan kebutuhan secara

nonmaterial tidak akan pernah memberikan kebahagiaan lahir batin. Secara lebih

jelas akan diuraikan dibawah ini:

1) Unsur material kesejahteraan

Kebutuhan material yang paling mendasar dan dibutuhkan oleh manusia adalah

kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Hanya dengan terpenuhinya ketiga

kebutuhan dasar tersebut manusia dapat hidup secara layak. Cakupan unsur

material kesejahteraan bisa berubah menurut waktu dan tempat namun

fungsinya tetap sama yaitu menjamin agar seseorang dapat hidup secara layak

dan berfungsi secara efektif dalam lingkungan sosialnya.

2) Unsur nonmaterial kesejahteraan

a. Kebutuhan spiritual, dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia akan

merasa mendapakan kebahagiaan dan ketenteraman batin saat mampu

menjalankan perintah agama dengan sempurna.

b. Keamanan jiwa/kehidupan, rasa aman merupakan sumber kemajuan dan

peradaban manusia, ketika jiwa merasa terancam setiap saat manusia

disibukkan oleh persoalan bagaimana melindungi diri dan kehidupannya


32

mereka dapat kehilangan waktu dan kesempatan untuk memikirkan

kehidupan yang baik lagi, keamanan jiwa menjadi prasyarat mutlak bagi

kemajuan dan kesejahteraan ekonomi karena rasa aman membuat aktivitas

kehidupan menjadi lebih efisien dan efektif.

c. Kemurnian dan kesempurnaan akal, sejalan dengan amanat Pembukaan

UUD 1945, dimana mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah

satu tujuan Negara Indonesia, mewujudkan tujuan tersebut harus dimulai

dari pembangunan akal seluruh bangsa Indonesia melalui pendidikan yang

berkualitas.

2.6 Brem

Brem merupakan makanan khas Wonogiri yang berbahan baku utama dari

beras ketan. Terdapat salah satu sentra industri di Kecamatan Nguntoronadi,

Kabupaten Wonogiri yaitu sentra industri brem. Kelompok rumah tangga industri

brem ini di beri nama “Mekar Sari”. Industri brem di Kecamatan Nguntoronadi

berpusat di dua desa yaitu Desa Gebang dan Desa Bumiharjo. Industri brem ini

sudah berkembang sejak tahun 1990 (Oktavianti, 2017). Menurut Suseno dan Edi

(2018) brem yang berasal dari Wonogiri berbentuk lempeng pipih bundar dengan

diameter 5 cm dan ketebalam 0,3 cm berwarna putih dengan proses pengeringan

langsung dari sinar matahari selama tiga hari hingga menghasilkan tekstur yang

kering renyah, adapun proses pembuatan brem adalah sebagai berikut:

1) Cuci beras ketan hingga bersih kemudian rendam sebentar.

2) Angkat kemudian kukus kurang lebih satu jam.

3) Setelah itu, difermentasikan atau proses peragian dengan menambahkan ragi

tape kemudian didiamkan selama tujuh hari.

4) Selanjutnya proses pengepresan untuk mendapatkan sari yang dihasilkan

ketan yang telah di fermentasi.


33

5) Rebus sari ketan dan aduk sampai mengental, kemudian masukkan adonan

ke dalam mesin pengaduk dan tambahkan soda kue secukupnya.

6) Selanjutnya sari tape dikeluarkan dan dicetak pada cetakan bulat.

7) Selanjutnya brem dijemur di bawah sinar matahari hingga kering.

8) Brem siap untuk dinikmati atau siap dijual untuk usaha dikemas dengan plastik

tebal dan di press.

2.7 Matriks Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis memaparkan penelitian terdahulu untuk dijadikan

acuan dalam menentukan langkah-langkah secara sistematis dalam menyusun

penelitian baik dari segi teori maupun konsep. Penelitian terdahulu di bawah ini

memiliki kaitan yang erat dan fokus terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

produktivitas, serta pengaruh produktivitas terhadap upah dan pendapatan, serta

kaitannya dengan pemenuhan standar kebutuhan hidup layak. Berikut merupakan

penelitian terdahulu yang dijelaskan secara singkat dalam bentuk matriks:

Tabel 2.1: Matriks Penelitian Terdahulu

Judul Penelitian, Penulis Variabel Metode Hasil Penelitian


Dependen:
Analisis Faktor-Faktor
Produksi Industri Variabel Modal Kerja,
yang Mempengaruhi
Kecil Bahan Baku, Tenaga
Produksi Industri Kecil
Independen: Regresi Kerja, dan pasar
Olahan Ikan di Kota
Modal Kerja, OLS berpengaruh positif dan
Manado.
Bahan Baku, signifikan terhadap
Penulis: Sumolang, dkk
Tenaga Kerja, Produksi Industri Kecil.
(2017).
Pasar
Pengaruh Biaya Bahan Dependen:
Baku dan Biaya Tenaga Volume Variabel Biaya Bahan
Kerja Terhadap Volume Produksi Regresi Baku dan Biaya Tenaga
Produksi Tungku di Desa Independen: Linier Kerja berpengaruh
Braja Mulya Kecamatan Biaya Bahan Berganda Positif terhadap Volume
Braja Selebah Baku, dan Biaya Produksi Tungku
Penulis: Tukasno (2017) Tenaga Kerja
Variabel Pengalaman
Pengaruh Pengalaman Dependen:
Regresi dan Teknologi memiliki
Kerja, Tingkat Pendidikan, Produktivitas
Linier pengaruh signifikan
dan Teknologi Terhadap Pekerja
Berganda sedangkan variabel
Produktivitas Tenaga Independen:
Tingkat Pendidikan
34

Judul Penelitian, Penulis Variabel Metode Hasil Penelitian


Kerja Pengrajin Ukiran Pengalaman tidak berpengaruh
Kayu Kerja, Tingkat signifikan terhadap
Penulis: Putra dan Gede Pendidikan, produktivitas pekerja
(2019) Teknologi
Anaisis Economic of Scale
Dependen:
dan Efisiensi Penggunaan
Produksi Variabel Bahan Baku,
Input Terhadap Output
Genteng Energi Bahan Bakar,
IndustrI Genteng di Regresi
Independen; dan Tenaga Kerja
Kecamatan Kediri Linier
Bahan Baku, berpengaruh positif dan
Kabupaten Tabanan Berganda
Energi Bahan signifikan terhadap
Penulis: Handayani dan
Bakar, dan Produktivitas Genteng
Ida (2019)
Tenaga Kerja
Pengaruh Produktivitas
Kerja Terhadap Tingkat
Dependen: Diketahui adanya
Pendapatan Usaha
Pendapatan pengaruh kontribusi
Kerajinan Sayangan di Regresi
Usaha Produktivitas Kerja
Desa Kalibaru Wetan, Linier
Independen: terhadap Pendapatan
Kecamatan Kalibaru, Berganda
Produktivitas Usaha Kerajinan
Kabupaten Banyuwangi
Kerja Sayangan
Tahun 2014
Penulis:Efendi, dkk (2014)
Struktur Industri, Tingkat - Penambahan modal
Regresi
Produktivitas, dan relative lebih
Linier &
Efisiensi Ekonomis dalam dibutuhkan di Kalibong
mem-
Pemenuhan Kebutuhan Dependen: dan peningkatan
bandingkan
Hidup Layak (Studi Produksi Tahu produktivitas signifikan
upah,
Empiris Perajin Tahu Desa Independen: dilakukan di Kalibong
UMK, KHL
Kalisari, Cilongok VS Nilai Modal dan dengan meningkatkan
untuk
Perajin Tahu Desa Tenaga Kerja upah
mengetahui
Kalikabong, Kalimanah, - para perajin tahu di
layak atau
Purbalingga. kedua desa sudah
tidak
Penulis: Arifin (2011) melebihi standar KHL.
Hubungan Tingkat Upah
Dengan Produktivitas Tingkat upah Tingkat upah
Korelasi
Kerja Perusahaan Kecap tenaga kerja, berhubungan positif
product
Sumber Rasa di Desa produktivitas dan signifikan terhadap
moment
Temukus Tahun 2014. tenaga kerja produktivitas kerja.
Penulis: Wiantara (2015)

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilakukan oleh Sumolang, dkk (2017) yang berjudul “Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Industri Kecil Olahan Ikan di Kota

Manado”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel

modal kerja, bahan baku, tenaga kerja, serta pasar terhadap produksi industri kecil

olahan ikan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kuantitatif dengan regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menerangkan
35

bahwa variabel modal kerja, bahan baku, tenaga kerja, dan pasar berpengaruh

signifikan dan positif terhadap produksi Industri Kecil.

Penelitian ini dilakukan oleh Tukasno (2017) yang berjudul “Pengaruh Biaya

Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Terhadap Volume Produksi Tungku di Desa

Braja Mulya Kecamatan Braja Selebah”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

apakah ada pengaruh biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja terhadap volume

produksi tungku. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

analisis regresi linier berganda. Adapun hasil dari penelitian ini menerangkan

bahwa variabel biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja berpengaruh positif dan

signifikan terhadap volume produksi tungku.

Penelitian ini dilakukan oleh Putra dan Gede (2019) yang berjudul “Pengaruh

Pengalaman Kerja, Tingkat Pendidikan, dan Teknologi Terhadap Produktivitas

Tenaga Kerja Pengrajin Ukiran Kayu”. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana pengaruh pengalaman kerja, tingkat pendidikan dan

teknologi terhadap produktivitas tenaga kerja pengerajin ukiran kayu. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisis regresi linier berganda.

Hasil dari penelitian ini menerangkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

antara pengalaman keja dan teknologi terhadap produktivitas tenaga kerja,

sedangkan tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

produktivitas tenaga kerja pengrajin ukiran kayu.

Penelitian ini dilakukan oleh Handayani dan Ida (2019) yang berjudul “Analisis

Economic Scale dan Efisiensi Penggunaan Input Terhadap Output Industri

Genteng di Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan”. Tujuan dari penelitian yaitu

untuk mengetahui bagaimana pengaruh secara simultan maupun parsial antara

bahan baku, energi bahan bakar, dan tenaga kerja terhadap produksi genteng

serta mengetahui skala ekonomi dan efisiensi ekonomi produksi genteng. Hasil

dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel bahan baku, energi bahan bakar,
36

dan tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat produksi

genteng, dan efisiensi dari penggunaan input produksi genteng berada pada posisi

tidak efisien karena nilai efisiensi masing-masing input > 1.

Penelitian ini dilakukan oleh Efendi, dkk (2014) yang berjudul “Pengaruh

Produktivitas Kerja Terhadap Tingkat Pendapatan Usaha Kerajinan Sayangan di

Desa Kalibaru Wetan, Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi”. Adapun

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat produktivitas

kerja terhadap pendapatan usaha. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan pendekatan deskriptif kuantitaif dengan analisis regresi linier

berganda. Hasil dari penelitian ini adalah diketahui adanya pengaruh kontribusi

produktivitas kerja terhadap pendapatan usaha kerajinan sayangan.

Penelitian ini dilakukan oleh Arifin (2011) dengan judul “Struktur Industri,

Tingkat Produktivitas, dan Efisiensi Ekonomis dalam Pemenuhan Kebutuhan

Hidup Layak (Studi Empiris Perajin Tahu Desa Kalisari, Cilongok VS Perajin Tahu

Desa Kalikabong, Kalimanah, Purbalingga”. Adapun tujuan dari penelitian ini

adalah untuk menganalis struktur industri, produktivitas, efisiensi ekonomi, dan

standar kebutuhan hidup layak. Metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk mengukur struktur

industri menggunakan Herfindahl Index dan Concentration Ratio, untuk mengukur

produktivitas menggunakan analisis regresi linier berganda, untuk mengukur

efisiensi ekonomi menggunakan Return/Cost, untuk mengukur standar kebutuhan

hidup layak dilakukan dengan membandingkan nilai upah dengan UMK dan KHL

untuk mengetahui sudah layak atau belum penghasilan/upah yang diperoleh. Hasil

dari penelitian ini adalah kedua industri tersebut merupakan pasar persaingan

sempurna, produktivitas tenaga kerja di Kalisari lebih tinggi daripada di Kalibong,

kedua perajin tahu tersebut sudah efisien secara ekonomis dan memenuhi standar

kebutuhan hidup layak.


37

Penelitian ini dilakukan oleh Wiantara (2015) yang berjudul “Hubungan

Tingkat Upah dengan Produktivitas Kerja Pada Perusahaan Kecap Sumber Rasa

di Desa Temukus Tahun 2014”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui tingkat upah dan produktivitas kerja serta hubungan antara keduanya.

Metode penelitian yang digunakan yaitu korelasi product moment. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa upah tenaga kerja paling tinggi Rp

1.291.666,67,- setiap bulannya dan tingkat produksi paling tinggi sejumlah 541,67

botol setiap bulannya, dan terdapat hubungan positif dan signifikan antara tingkat

upah dengan produktivitas kerja.

2.9 Kerangka Berpikir

Gambar 2.1: Kerangka Berpikir

Penelitian ini menjelaskan bagaimana proses produksi brem bisa memenuhi

Kebutuhan Hidup Layak pelaku usaha maupun tenaga kerja di dalamnya.

Berdasarkan kerangka berpikir diatas maka dapat diuraikan bahwa input produksi

brem dibagi menjadi empat yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja,
38

pengalaman pelaku usaha, dan biaya energi. Keempat input tersebut merupakan

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produktivitas brem. Tinggi

rendahnya produktivitas brem sangat berpengaruh terhadap pendapatan pelaku

usaha dan upah tenaga kerja. Pendapatan dan upah merupakan salah satu tolok

ukur kesejahteraan seseorang yang mampu mengantarkan seseorang atau

masyarakat untuk mencapai kehidupan yang layak. Untuk mengetahui apakah

pendapatan pelaku usaha dan upah tenaga kerja dapat memenuhi standar hidup

yang layak yaitu dengan membandingkan nilai pendapatan pelaku usaha dan upah

tenaga kerja dengan nilai Upah Minimum Kabupaten Wonogiri dengan nilai

standar Kebututuhan Hidup Layak (KHL) Kabupaten Wonogiri.

2.10 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu proporsi yang mungkin benar dan sering digunakan

sebagai dasar pembuatan keputusan atau untuk dasar penelitian lebih lanjut,

berdasarkan teori ekonomi dan penelitian terdahulu maka hipotesis yang diajukan

untuk diteliti adalah:

1) Diduga biaya bahan baku berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat

produktivitas brem.

2) Diduga biaya tenaga kerja berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat

produktivitas brem.

3) Diduga pengalaman pelaku usaha berpengaruh positif signifikan terhadap

produktivitas brem.

4) Diduga biaya energi berpengaruh positif signifikan terhadap produktivitas brem.

5) Diduga tingkat produktivitas brem berpengaruh positif signifikan terhadap

pendapatan pelaku usaha.

6) Diduga tingkat produktivitas brem berpengaruh positif signifikan terhadap upah

tenaga kerja.
39

7) Diduga pendapatan pelaku usaha dan upah tenaga kerja sudah memenuhi

standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL).


40

BAB III

METODE PENELITAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut

Sugiyono (2017) metode penelitian kuantitatif merupakan suatu penelitian yang

berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi

atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian,

analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis

yang telah ditetapkan. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui nilai variabel mandiri baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa

membuat perbandingan atau menghubungkan variabel lain (Sugiyono, 2017).

Berdasarkan data penelitian yang telah diperoleh, penelitian ini termasuk

penelitian kuantitatif karena data yang digunakan berbentuk angka yang

selanjutnya akan diolah untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel

biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, pengalaman pelaku usaha dan biaya energi

atas penggunaan teknologi terhadap produktivitas industri brem di Kecamatan

Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri. Mengetahui pengaruh variabel tingkat

produktivitas brem dengan tingkat pendapatan pelaku usaha dan pengaruh

variabel tingkat produktivitas brem terhadap upah tenaga kerja. Metode Kuantitatif

ini menggunakan analisis regresi linier berganda yang bertujuan untuk mengetahui

pengaruh antar variabel. Untuk mengetahui standar layak atau tidaknya

pendapatan pelaku usaha dan upah tenaga kerja yaitu dengan membandingkan

pendapatan rata-rata dan upah rata-rata terhadap nilai UMK dan KHL (Arifin,

2011).
41

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah lokasi dimana penelitian tersebut dilaksanakan

sehingga dapat diambil sumber data dari suatu populasi sebagai bahan penelitian.

Lokasi penelitian ini bertempat di Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2019. Alasan memilih

Kecamatan Nguntoronadi karena kecamatan tersebut merupakan sentra industri

brem. Sentra industri brem di Kabupaten Wonogiri terletak di Kecamatan

Nguntoronadi tepatnya di Desa Gebang dan Desa Bumiharjo.

3.3 Definisi Operasional Variabel

Menurut Sugiyono (2017), definisi operasional variabel adalah suatu atribut

atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudiaan ditarik

kesimpulannya. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan

untuk meneliti dan mengoperasikan konteks sehingga memungkinkan bagi peneliti

yang lain untuk melakukan pengukuran dengan cara yang sama atau

mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih baik. Operasional variabel

yang digunakan peneliti dalam penelitian ini meliputi variabel terikat dan variabel

bebas sebagai berikut:

3.3.1 Variabel Terikat

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, predicator, antecedent.

Variabel dependen (Y) atau variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi oleh

variabel bebas (Sugiyono, 2017). Variabel terikat pada penelitian ini terdapat tiga

variabel karena terdapat tiga persamaan model penelitian yaitu produktivitas

industri (Y1), pendapatan pelaku usaha (Y2), dan upah tenaga kerja (Y3) industri

brem di Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri.


42

3.3.2 Variabel Bebas

Variabel Independen (X) atau variabel bebas merupakan variabel yang yang

mempengaruhi variabel dependen (Sugiyono, 2017). Variabel independen dalam

penelitian ini antara lain adalah:

1) Biaya bahan baku (X1), merupakan unsur pokok dalam produksi brem di

Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri. Biaya bahan baku adalah total

biaya yang dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk memperoleh bahan baku

pembuatan brem. Adapun bahan baku pembutan brem adalah beras ketan,

ragi, dan soda kue.

2) Biaya Tenaga Kerja (X2), merupakan total biaya yang dikeluarkan pelaku usaha

terhadap tenaga kerja dalam memproduksi brem agar menghasilkan output

yang maksimal.

3) Pengalaman Pelaku Usaha (X3), pada variabel ini diukur dengan lamanya

pelaku usaha dalam mengelola industrinya. Menurut Ukkas (2017) semakin

lama seseorang dalam pekerjaannya yang sesuai dengan keahliannya maka

diharapkan akan mampu meningkatkan suatu produktivitas yang dikerjakan.

4) Biaya Energi (X4), merupakan total biaya yang dikeluarkan pelaku usaha atas

biaya energi teknologi yang digunakan. Teknologi yang digunakan adalah

mesin pengaduk atau mixer sari ketan yaitu dengan menggunakan dinamo,

sumber energi dinamo berasal dari listrik. Sehingga biaya energi yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah total biaya listrik yang dikeluarkan pelaku usaha

untuk menjalankan teknologi yang digunakan (mixer) untuk memproduksi brem.

Tabel 3.2: Indikator dan Satuan Variabel

No Variabel Definisi Indikator Ukuran


1. Produktivitas Produktivitas brem adalah Total produksi brem Kilogram
Brem (Y1) total output brem yang dalam kurun waktu
(X5) dihasilkan dengan segala satu bulan.
input yang telah digunakan
oleh pelaku usaha.
43

Lanjutan Tabel 3.2: Indikator dan Satuan Variabel

No Variabel Definisi Indikator Ukuran


2. Pendapatan Pendapatan yang diperoleh Pendapatan pelaku Rupiah
Pelaku pelaku usaha dari total usaha dalam satu
Usaha (Y2) produksi. bulan
3. Upah Tenaga Upah yang diperoleh Upah yang diterima Rupiah
Kerja tenaga kerja dari total tenaga kerja dalam
(Y3) produksi. satu bulan bekerja.
2. Biaya Bahan Biaya yang dikeluarkan total biaya untuk Rupiah
Baku (X1) pelaku usaha untuk membeli beras
memperoleh bahan baku ketan, ragi, soda kue
pembuatan brem.
3. Biaya Biaya yang dikeluarkan Total biaya tenaga Rupiah
Tenaga Kerja pelaku usaha untuk kerja
(X2) membayar tenaga kerja.
4. Pengalaman Pengalaman yang telah Lama pelaku usaha Tahun
Pelaku dihadapi pelaku usaha mengelola industri
Usaha (X3) sejak awal berdirinya usaha brem
5. Biaya Energi Biaya yang dikeluarkan Biaya listrik untuk Rupiah
(X4) untuk menjalankan menjalankan mixer
teknologi (mixer)
menggunakan dinamo.

3.4 Populasi

Populasi suatu wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudiaan dapat ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2017). Pada

penelitian ini populasinya adalah para pelaku usaha brem di Desa Gebang dan

Desa Bumiharjo Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri sejumlah 22

pelaku usaha. Responden diambil dari seluruh pelaku usaha brem. Adapun jumlah

responden yang diambil sebanyak 22 responden.

3.5 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk memfokuskan penelitian ini supaya penelitian tidak meluas atau keluar

dari ruang lingkupnya. Peneliti hanya akan membahas penelitian ini pada variabel

yang mempengaruhi produktivitas industri brem di Kecamatan Nguntoronadi,

Kabupaten Wonogiri yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, pengalaman

pelaku usaha dan biaya energi atas penggunaan teknologi, pengaruh produktivitas
44

terhadap pendapatan pelaku usaha, dan pengaruh produktivitas terhadap upah

tenaga kerja, serta menganalisis bagaiamana pendapatan pelaku usaha dan upah

tenaga kerja dapat memenuhi standar kebutuhan hidup layak.

3.6 Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini ada dua macam yaitu data primer dan data

sekunder. Untuk data primer diperoleh peneliti secara langsung dari sumbernya.

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data isian kuisioner yang

telah diisi dengan lengkap oleh responden dan dikembalikan kepada peneliti pada

waktu yang ditetapkan. Data primer yang dihimpun merupakan data kuantitatif

yang dapat diukur dalam skala numerik. Adapun data yang digunakan termasuk

kategori data cross section. Data cross section merupakan data yang terdiri dari

satu atau lebih variabel yang dikumpulkan pada satu periode yang sama (Gujarati,

2015). Sedangkan untuk data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak

langsung atau data yang sudah diolah dalam bentuk: tabel, grafik, diagram,

gambar, serta data-data lain yang bersifat mendukung serta memiliki relevansi

terhadap data primer dan topik penelitian secara menyeluruh.

3.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yaitu cara memperoleh informasi dari berbagai

sumber. Menurut Sugiyono (2017), metode-metode populer yang banyak

digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif adalah eksperimen dan survei.

Metode pengumpulan data yang tepat untuk penelitian ini adalah survei

menggunakan alat kuisioner.

Menurut Singarimbun dan Sofian (1982) penelitian survei adalah penelitian

yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai

alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian survei dibatasi pada penelitian yang
45

datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi yang mewakili seluruh populasi.

Dalam survei data diperoleh dari responden berasal dari instrumen yang telah

disiapkan oleh peneliti. Data dikumpulkan melalui daftar pertanyaan atau kuisioner

terstruktur. Selain itu, dengan studi pustaka yaitu peneliti mengambil referensi dari

beberapa literature yang terkait dengan penelitian.

3.8 Metode Analisis Data

Agar data yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan, maka data tersebut diolah

dan dianalisis yang nantinya dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan.

Model analisis yang digunakan adalah model ekonometrika dengan metode

regresi linier berganda dan dianalisa secara deskriptif. Metode analisis data yang

akan penulis gunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan secara lengkap di

bawah ini:

3.8.1 Metode Deskriptif

Metode analisis deskriptif merupakan cara merumuskan dan menafsirkan data

yang ada sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai variabel yang

digunakan dalam suatu penelitian. Menurut Sugiyono (2017), statistik deskriptif itu

statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendiskripsikan

atau mengggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa

bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Statistik deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin mendiskripsikan data

sampel. Termasuk dalam statistik deskriptif antara lain: adalah penyajian data

melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pictogram, perhitungan modus, dan lain

sebagainya. Dengan demikian analisis deskriptif sangat perlu dilakukan untuk

menggambarkan bagaimana pengaruh setiap variabel meliputi biaya bahan baku,

biaya tenaga kerja, pengalaman pelaku usaha, dan biaya energi atas penggunaan
46

teknologi terhadap produktivitas, pengaruh produktivitas terhadap pendapatan

pelaku usaha, serta pengaruh produktivitas terhadap upah tenaga kerja di industri

brem Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri.

3.8.2 Analisis Regresi Linier Berganda

Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier

berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Analisis ini digunakan

untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel independen yang terdiri dari

biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, pengalaman pelaku usaha, dan biaya

energi terhadap variabel dependen atau produktivitas brem, pengaruh

produktivitas brem terhadap pendapatan pelaku usaha, dan pengaruh

produktivitas terhadap upah tenaga kerja. Kemudian outputnya akan

diinterpretasikan secara deskriptif.

Produktivitas brem merupakan fungsi dari besaran biaya bahan baku, biaya

tenaga kerja, pengalaman pelaku usaha, dan biaya energi atas penggunaan

teknologi. Maka bentuk persamaannya adalah sebagai berikut:

Y = f (X1,X2,X3,X4)..................................................(3.1)

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh luas lahan, biaya input petanian,

pengalaman bertani, dan penggunaan teknologi terhadap produktivitas padi lahan

pasang surut di Desa Gebang, Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri

digunakan metode model fungsi produksi Cobb-Douglas. Secara matematik

sebagai berikut:

Y= β0 X1β2 X2β3 X3β3 X4β4 ............................................(3.2)

Berdasarkan rumus (3.2) terlihat jelas bahwa hubungan antara kedua input dan

output tersebut adalah nonlinier. Sehingga model ini harus ditransformasikan

kedalam logaritma (Gujarati, 2015):

LnY1 = Ln β0 + β1Ln X1 + β2Ln X2 + β3Ln X3 + β4Ln X4 + e...............(3.3)


47

Keterangan:

LnY1 = Produktivitas brem

LnX1 = Biaya bahan baku

LnX2 = Biaya tenaga kerja

LnX3 = Pengalaman pelaku usaha

LnX4 = Biaya Energi

β0 = Intersep

β1, β2,...,β9 = Koefisien regresi

e = Error

Menurut Gujarati (2015) terdapat beberapa karakteristik dari fungsi produksi

Cobb-Douglas, berdasarkan persamaan diatas maka:

1. β1 adalah elastisitas output (parsial) terhadap input tenaga kerja yang

mengukur perubahan presentase dari output, katakanlah 1 persen perubahan

di dalam input biaya bahan baku, dengan menganggap input biaya tenaga kerja,

pengalaman pelaku usaha, dan biaya energi bersifat konstan. Demikian pula

dengan variabel input lainnya.

2. Penjumlahan (β1 + β2 + β3 + β4) menggambarkan return to scale, yaitu respon

output yang disebabkan oleh perubahan proporsional oleh input:

a. Constant return to scale, jika penjumlahannya berjumlah 1. Yaitu dengan

melipatgandakan input sebanyak dua kali sehingga output berlipat ganda

sebanyak dua kali. Demikian juga ketika input dilipatgandakan sebanyak

tiga kali dari keadaan awal maka outputnya juga akan berlipat ganda

sebanyak tiga kali.

b. Decreasing return to scale, jika penjumlahannya kurang dari 1, maka

pelipatgandaan input akan kurang dari pelipatgandaan output.

c. Increasing return to scale, jika penjumlahannya lebih besar dari 1, maka

pelipatgandaan input lebih dari pelipatgandaan output.


48

Persamaan untuk mengetahui bagaimana pengaruh produktivitas terhadap

pendapatan pelaku usaha adalah sebagai berikut:

Y2 = β0 + β1 X5 + e..................................................(3.4)

Keterangan:

Y2 = Pendapatan Pelaku usaha

β0 = Intersep

β1 = Koefisien

X5 = Produktivitas Brem

E = Error

Persamaan untuk mengetahui bagaimana pengaruh produktivitas terhadap upah

tenaga kerja adalah sebagai berikut:

Y3 = β0 + β1 X5 + e..................................................(3.4)

Keterangan:

Y3 = Upah Tenaga Kerja

β0 = Intersep

β1 = Koefisien

X5 = Produktivitas Brem

E = Error

3.8.3 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mencapai asumsi BLUE (Best Linear

Unbiased Estimation) artinya adalah model persamaan tersebut bebas dari

pelanggaran asumsi OLS (Ordinary Least Square). Pengujian ini dilakukan melaui

Normalitas, Multikolinieritas dan Heteroskedatisitas. Hasil pengujian ini akan

mengidentifikasikan bahwa model tersebut bebas dari pelanggaran OLS (Ghozali,

2009).
49

3.8.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah model yang dipakai bisa

dikatakan baik atau tidak. Suatu model dikatakan baik jika mempunyai variabel

penganggu yang terdistribusi secara normal. Uji normalitas terpenuhi jika nilai

probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari taraf nyata yang digunakan

(Ghozali,2009). Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

H0 = Error Term terdistribusi normal

H1 = Error Term tidak terdistribusi normal

Kriteria uji yag digunakan adalah sebagai berikut:

Probability Jarque-Bera < α (taraf nyata yang digunakan) maka H0 ditolak.

Probability Jarque-Bera > α (taraf nyata yang digunakan) maka H0 diterima.

3.8.3.2 Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas ini bertujuan untuk menguji model regresi ditemukan

adanya korelasi antar variabel independennya. Model yang baik adalah model

yang tidak terjadi korelasi antar variabel independennya. Multikolinieritas muncul

jika korelasi diantara variabel independen membuat kita sulit membedakan

dampak dari variabel lainnya karena tingginya korelasi variabel bebas (Ghozali,

2009). Jika terdapat korelasi yang kuat diantara sesama variabel independen

maka konsekuensinya adalah sebagai berikut:

a. Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir.

b. Nilai standar eror setiap koefisien regresi menjadi tidak terhingga.

Dengan demikian berarti semakin besar korelasi diantara sesama variabel

independen, maka tingkat kesalahan dari koefisien regresi semakin besar yang

mengakibatkan standar errornya semakin besar pula. Terjadinya multikolinieritas

menyebabkan R-Squared tinggi namun tidak banyak variabel yang signifikan dari

uji t-test. Cara untuk mengetahui gejala multikolinieritas adalah dengan uji Varian
50

Infiaction Factor (VIF). Jika nilai VIF lebih besar dari 10 maka model tersebut

terindikasi adanya multikoliniertitas. Sebaliknya, jika VIF dibawah 10 maka model

tersebut diindikasikan tidak mengalami multikolinieritas serius. Untuk menguji

masalah multikolinieritas dapat melihat matriks korelasi dari variabel bebas, jika

terjadi koefisien korelasi lebih dari 0,80 maka terdapat multikolinieritas (Ghozali,

2009).

3.8.3.3 Uji Heterokedastisitas

Digunakan untuk melihat apakah residual dari model yang terbentuk memiliki

varian yang konstan atau tidak. Suatu model yang baik adalah memiliki varian dari

setiap gangguan atau residualnya konstan. Heterokedastisitas adalah keadaan

dimana asumsi tersebut tidak tercapai, dengan kata lain dimana varians dari eror

yang berbeda untuk periode waktu. Dampak adanya heteroskedastisitas adalah

penaksiran koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien dan hasil taksiran

dapat menjadi kurang atau melebihi dari yang semestinya. Dengan demikian, agar

koefisien-koefisien regresi tidak menyesatkan, maka situasi heteroskedastisitas

tersebut harus dihilang kandari model regresi dan tidak mengganggu uji t-test dan

uji f-stat (missleading) (Ghozali, 2009).

Metode yang digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam

penelitian ini menggunakan White Heteroskedasticity Test pada consistent

standart error & covariance. Hasil yang diperlukan dari hasil uji ini adalah nilai

Prob.Obs*R-squared, dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 = Homoskedasticity

H1 = Heterokedasticity

Apabila Prob.Obs*R-squared nilainya kurang dari α maka H0 ditolak atau terjadi

masalah heterokedastisitas, sedangkan apabila Prob.Obs*R-squared nilainya


51

lebih dari α maka H0 diterima atau tidak terjadi masalah heterokedastisitas

(Ghozali, 2009).

3.8.4 Pengujian Hipotesis

3.8.4.1 Uji Parsial/Uji T

Uji parsial atau uji T dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari setiap variabel

independen (parsial) terhadap variabel dependen yang asumsi variabel

independen lainnya konstan. Uji T digunakan untuk mengetahui keberartian

masing-masing faktor terhadap tingkat produktivitas padi apakah masing-masing

variabel mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Jika

T hitung > T tabel maka H0 ditolak dan menerima H1 (signifikan), sedangkan jika

T hitung ≤ T tabel maka H0 diterima dan meolak H1 (tidak signifikan). Uji T

digunakan untuk membuat keputusan apakah hipotesis terbukti atau tidak, dimana

tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5% (Ghozali, 2018).

3.8.4.2 Uji F (Uji Secara Serentak)

Uji simultan atau uji F menunjukkan apakah semua variabel independen atau

variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel dependen atau variabel terikat (Ghozali, 2018).

Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F. Kriteria pengambilan

keputusannya dilakukan dengan membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan

nilai F tabel. Bila nilai F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan H1.

3.8.4.3 Uji R2 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar

presentasi sumbangan variabel independen terhadap variabel dependen.

Koefisien determinasi juga digunakan untuk mengukur presentasi dari variasi total
52

pada Y yang dijelaskan oleh model regresi. Bila nilai R2 mendekati 1, maka

hubungan antar variabel independen dan variabel dependen kuat (Ghozali, 2018).
53

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Keadaan Geografis Kecamatan Nguntoronadi

Kecamatan Nguntoronadi merupakan salah satu kecamatan yang terletak di

Kabupaten Wonogiri. Keadaan alam di Kecamatan Nguntoronadi berupa bukit dan

pegunungan padat, tanah perbukitaan dan daerah genangan Waduk Gajah

Mungkur. Kecamatan Nguntoronadi terletak pada ketinggian 173 sampai dengan

410 meter di atas permukaan air laut. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan

Nguntoronadi adalah sebagai berikut:

a. Sebelah utara : Kecamatan Ngadirojo

b. Sebelah selatan : Kecamatan Baturetno

c. Sebelah barat : Kecamatan Wuryantoro

d. Sebelah timur : Kecamatan Tirtomoyo

Kecamatan Nguntoronadi dibagi menjadi 11 (sebelas) desa yaitu Kedungrejo,

Bulurejo, Kulurejo, Semin, Beji, Wonoharjo, Bumiharjo, Gebang, Pondoksari,

Ngadiroyo, Ngadipiro (BPS Kabupaten Wonogiri, 2019).

4.1.2 Tata Guna Lahan dan Luas Wilayah

Tata guna lahan (land use) merupakan setiap bentuk campur tangan atau

intervensi seseorang terhadap penggunaan lahan dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya baik secara material maupun spiritual (Vink, 1975 dalam Widayanti,

2010). Luas wilayah Kecamatan Nguntoronadi merupakan salah satu potensi yang

dimiliki masyarakat Kecamatan Nguntoronadi untuk dimanfaatkan secara optimal.


54

Tata guna lahan Kecamatan Nguntoronadi tersebut dapat menggambarkan sejauh

mana penduduk masyarakat dapat mendayagunakan luas lahan yang ada agar

dapat dimanfaatkan secara optimal.

Tabel 4.1: Luas Lahan Kecamatan Nguntoronadi

Jenis Lahan Luas (ha)


Tanah sawah 1488,00
Tanah tegalan 2340,00
Bangunan dan Pekarangan 1208,27
Hutan negara 425,50
Padang rumput 0
Waduk 1944,75
Lainnya 634,00

Sumber: BPS Kabupaten Wonogiri (2018)

4.1.3 Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk dalam penelitian ini dilihat dari jumlah penduduk

berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, dan kelompok umur di Kecamatan

Nguntoroadi. Berdasarkan data Disdukcapil (2018) jumlah penduduk di

Kecamatan Nguntoronadi sejumlah 25.747 jiwa. Berikut merupakan jumlah

penduduk Kecamatan Nguntoronadi berdasarkan jenis kelamin:

Tabel 4.2: Jumlah Penduduk Kecamatan Nguntoronadi Berdasarkan Jenis

Kelamin Tahun 2018 (Jiwa)

Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)


Laki-Laki 12.987 50,44
Perempuan 12.760 49,56
Jumlah 25.747 100,00

Sumber: Disdukcapil (2018)

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui jumlah penduduk laki-laki sejumlah 12.987 jiwa

dan penduduk perempuan sejumlah 12.760 jiwa. Dengan demikian maka dapat

dihitung sex ratio sebagai berikut:


55

∑ Penduduk laki-laki
Sex ratio = x 100
∑ Penduduk perempuan

12.987
Sex ratio = x 100
12.760

Sex ratio = 101,77

Angka sex ratio di Kecamatan Nguntoronadi adalah 101,77. Hal ini menunjukkan

bahwa dalam 100 penduduk perempuan terdapat 102 penduduk laki-laki. Dengan

demikian, pembagian kerja yang harus ditanggung oleh keduanya tidak jauh

berbeda.

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kecamatan Nguntoronadi Berdasarkan


Pendidikan Terakhir Tahun 2018 (jiwa)

Pendidikan Terakhir Jumlah (jiwa) Persentase (%)


Tidak/Belum Sekolah 4260 16,55
Belum Tamat SD/Sederajat 2.715 10,56
Tamat SD Sederajat 8.336 32,38
SLTP/Sederajat 5.083 19,74
SLTA/Sederajat 4.477 17,38
Diploma I/II 177 0,69
Akademi/Diploma III 173 0,67
Diploma IV/S1 511 1,99
S2 15 0.06
Jumlah 25.747 100,00

Sumber: Disdukcapil (2018)

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa keadaan penduduk di

Kecamatan Nguntoronadi berdasarkan tingkat pendidikan masih tergolong

rendah, yaitu dengan presentase tertinggi pada pendidikan tamat SD/Sederajat

yaitu sebanyak 32,38%. Hal ini adap diartikan bahwa kesadaran penduduk akan

pentingnya pendidikan masih rendah. Tingkat pendidikan yang rendah dapat

berpengaruh terhadap pengembangan suatu wilayah, sebab dengan tingkat

pendidikan yang rendah biasanya penduduk akan sulit menerima suatu inovasi

atau perubahan.
56

Tabel 4.4: Jumlah Penduduk Kecamatan Nguntoronadi Berdasarkan Umur


Tahun 2018 (jiwa)
Umur (tahun) Jumlah Persentase (%)
≤14 4.549 17,67
15– 64 17.379 67,50
≥65 3.819 14,84
Jumlah 25.464 100,00

Sumber: Disdukcapil (2018)

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas jumlah penduduk berdasarkan umur pada

penilitian ini digambarkan sesuai dengan jenjang usia produktif penduduk. Menurut

Tjiptoherijianto (2001) dalam analisis demografi, struktur umur penduduk

dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu pertama, kelompok umur muda, dibawah

15 tahun. Kedua, kelompok umur produktif yaitu umur 15 – 64 tahun. Ketiga,

kelompok umur tua yaitu diatas 65 tahun. Jumlah penduduk produktif Kecamatan

Nguntoronadi yaitu sejumlah 17.379 jiwa (67,50%) sedangkan prnduduk tidak

produktif yaitu sejumlah 8.368 jiwa (32,50). Jumlah penduduk di Kecamatan

Nguntoronadi yang tergolong dalam usia produktif jauh lebih banyak dibaNdingkan

dengan usia yang tidak produktif. Tingginya usia produktif tersebut diharapkan

dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah di Kecamatan

Nguntoronadi. Dengan Demikian maka dapat dihitung Angka Beban Tanggungan

(ABT) sebagai berikut:

∑ Penduduk Non Produktif


ABT = x 100
∑ Penduduk Produktif
8.368
ABT = x 100
17.379
ABT = 48,15
Berdasarkan perhitungan ABT di atas dapat diketahui bahwa nilai ABT sebesar

48,15 artinya dari 100 penduduk umur produktif menanggung 48 penduduk umur

non-produktif. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk di

Kecamatan Nguntoronadi dapat dikatakan cukup baik karena jumlah penduduk


57

yang produktif atau bekerja lebih banyak dibandingkan dengan usia non-produktif.

Dengan demikian penduduk yang produktif harus mampu memenuhi

kebutuhannya sendiri maupun kebutuhan bagi penduduk non-produktif yang

menjadi tanggungan mereka.

4.1.4 Keadaan Industri Sentra

Keadaan industri pada penelitian ini menggambarkan jumlah unit dari macam-

macam industri sentra yang berkembang di Kecamatan Nguntoronadi. Industri

sentra memiliki tujuan untuk mengelopokkan jenis industri yang memiliki sifat

serupa (Pratomo dan Soejono, 2004 dalam Ingranti, dkk 2012). Keberadaan

Industri Sentra di Kecamatan Nguntoronadi tentu memberikan dampak yang positif

terhadap perekonomian masyarakat sekitar. Selain menyerap tenaga kerja,

adanya sentra industri kecil menengah di Kecamatan Nguntoronadi memberikan

kesempatan kepada masyarakat sekitar untuk memasarkan produk ke pasar-

pasar luar daerah, sehingga membuat Kecamatan Nguntoronadi di kenal akan

produk-produk hasil olahan maupun kerajinan masyarakatnya.

Tabel 4.5: Macam-Macam Sentra IKM di Kecamatan Nguntoronadi

No. Nama Industri Jumlah (unit)


1. Tempe 46
2. Brem 22
3. Anyaman Bambu 26
4. Abon Ikan 22
5. Tepung Tapioka 40
Jumlah 156

Sumber: Dinas KUKM dan Perindag Kabupaten Wonogiri (2019)

Berdasarkan Tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa sentra industri kecil

menengah yang banyak berkembang di Kecamatan Nguntoronadi adalah industri

tempe. Industri tempe merupakan industri yang banyak berkembang di Kecamatan

Nguntoronadi karena tempe merupakan kebutuhan makanan yang diperlukan

masyarakat sehari-hari. Sedangkan sentra industri lainnya seperti brem, anyaman


58

bambu, abon ikan, dan tepung tapioka bukan merupakan produk kebutuhan

sehari-hari dan pemasarannya hingga keluar daerah.

4.1.5 Keadaan Sarana Perekonomian

Keadaan sarana perekonomian pada penelitian ini merupakan keberadaan

sarana dan prasarana di Kecamatan Nguntoronadi dalam mendukung kegiatan

perekonomian masyarakat. Sarana kegiatan perekonomian ini merupakan tempat

terjadinya kegiatan jual beli. Berdasarkan data BPS Kabupaten Wonogiri (2018) di

Kecamatan Nguntoronadi terdapat 8 pasar desa dan 192 toko.

Tabel 4.6: Sarana Perekonomian Kecamatan Nguntoronadi

No. Nama Desa Jumlah Pasar Desa Jumlah Toko/Kios


1. Kedungrejo - 30
2. Bulurejo - 15
3. Kulurejo 1 18
4. Semin 2 16
5. Beji - 8
6. Wonoharjo - 13
7. Bumiharjo 1 17
8. Gebang - 30
9. Pondoksari 2 12
10. Ngadiroyo 2 7
11. Ngadipiro - 26
Jumlah 8 192

Sumber: BPS Kabupaten Wonogiri (2018)

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa di Kecamatan Nguntoronadi

jumlah pasar desa masih rendah, bahkan setiap desa belum tentu meimiliki pasar

desa. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah toko/kios yang berkembang di

Kecamatan Nguntoronadi. Selain itu, toko/kios buka setiap hari sedangkan pasar

desa hanya buka pada hari tertentu saja.

4.1.6 Keadaan Sarana Transportasi

Keadaan sarana transportasi pada penelitian ini merupakan keberadaan

maupun keadaan sarana transportasi yang dimiliki atau yang ada di Kecamatan
59

Nguntoronadi. Sarana transportasi tersebut dapat membantu atau menunjang

kegiatan masyarakat sehari-hari. Pada umumnya, sarana transportasi yang ada di

Kecamatan Nguntoronadi sudah baik, salah satunya ialah keadaan jalan yang

sudah diaspal dan mudah diakses oleh semua orang. Selain itu, alat transportasi

masyarakat Kecamatan Nguntoronadi beragm jenisnya yaitu:

Tabel 4.7: Sarana Angkutan Kecamatan Nguntoronadi

No. Nama Bus/Mini Sedan/ Truk Pick Up Sepeda


Desa Bus Station Motor
1. Kedungrejo 10 32 7 9 584
2. Bulurejo 2 32 4 3 566
3. Kulurejo - 25 3 6 621
4. Semin - 12 1 10 440
5. Beji 1 10 2 13 428
6. Wonoharjo - 12 2 4 483
7. Bumiharjo 1 9 1 4 521
8. Gebang 2 25 1 9 633
9. Pondoksari 1 19 2 5 506
10. Ngadiroyo - 17 2 6 422
11. Ngadipiro 5 23 5 7 531
Jumlah 22 216 30 76 5735

Sumber: BPS Kabupaten Wonogiri (2018)

Berdasarkan Tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa secara umum keadaan

sarana angkutan/transportasi di Kecamatan Nguntoronadi dapat dikatakan cukup

maju. Masyarakat dapat dengan mudah dalam mengakses informasi, kegiatan

ekonomi, pemerintahan, maupun kesehatan menggunakan sepeda motor. Akses

jalan yang sudah diaspal membuat masyarakat lebih mudah dalam melaksanakan

kegiatan perekonomian.

4.2 Gambaran Umum Responden

Berdasarkan kuisioner penelitian yang telah dilakukan di Rumah Tangga

Industri Brem Kecamatan Nguntoronadi dapat diperoleh beberapa informasi

tentang gambaran umum responden. Terdapat 20 responden pelaku usaha dan

30 responden tenaga kerja. Akan dijelaskan lebih rinci di bawah ini:


60

4.2.1 Usia Responden

Usia responden dalam penelitian ini merupakan lamanya waktu hidup

responden sampai dengan penelitian ini dilakukan. Usia responden dalam

penelitian ini akan dibedakan menjadi dua, yaitu usia produktif dan usia tidak

produktif. Berikut merupakan usia responden:

Tabel 4.8: Usia Responden (Pelaku Usaha Brem)

Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)


35 – 39 1 4,55
40 – 44 5 22,73
45 – 49 3 13,63
50 – 54 3 13,63
55 – 59 5 22,73
60 – 64 3 13,63
≥65 2 9,10
Jumlah 22 100,00

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 4.8 diatas dapat diketahui bahwa usia responden pelaku usaha

brem di Kecamatan Nguntoronadi memiliki rata-rata 52,36 tahun. Para pelaku

usaha brem tersebut mayoritas masih tergolong dalam usia produktif. Sebanyak

20 orang atau 90,9% pelaku usaha masih tergolong usia produktif, sedangkan

9,10% pelaku usaha tergolong usia non produktif. Usia dapat mempengaruhi

pelaku usaha dalam menerima inovasi atau sesuatu yang baru serta dalam

pengambilan keputusan. Golongan usia produktif memiliki kemajuan dalam

berpikir serta pada umumnya memiliki semangat yang tinggi.

Tabel 4.9: Usia Tenaga Kerja Industri Brem

Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)


20 – 29 6 6,68
30 – 39 4 13,33
40 – 49 14 3,33
50 – 59 6 10,00
Jumlah 30 100,00

Sumber: Data Primer (2019)


61

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa usia tenaga kerja

industri brem di Kecamatan ngutoronadi memiliki rata-rata usia 42,03. Seluruh

tenaga kerja di Industri tersebut memiliki usia yang masih tergolong dalam usia

yang produktif. usia produktif tenaga kerja tersebut dapat berpengaruh terhadap

kinerja. Pada umumnya, tenaga kerja yang masih tergolong dalam usia produktif

memiliki semangat kerja yang tinggi. Industri brem di Kecamatan Nguntoronadi

merupakan industri rumah tangga yang jumlah tenaga kerjanya 1 – 4 orang,

sehingga jumlah tenaga kerja yang bekerja di Industri brem ini tidak banyak, yaitu

30 orang dari total industri brem yang ada.

4.2.2 Tingkat Pendidikan Pelaku Usaha

Tingkat pendidikan pelaku usaha dalam penelitian ini merupakan pendidikan

terakhir yang pernah di tempuh oleh pelaku usaha brem. Pendidikan merupakan

suatu hal yang penting yang dapat berpengaruh terhadap wawasan, penerimaan

informasi, maupun cara berpikir pelaku usaha dalam membuat suatu keputusan.

Dalam penelitian ini semua pelaku usaha pernah menyelesaikan pendidikannya di

bangku sekolah, yaitu tamat SD/sederajat, tamat SLTP/sederajat, dan tamat

SLTA/sederajat.

Tabel 4.10: Pendidikan Terakhir Pelaku Usaha Brem

No. Pendidikan Terakhir Jumlah (orang) Persentase (%)


1. Tamat SD/Sederajat 4 18,19
2. Tamat SLTP/Sederajat 6 27,27
3. Tamat SLTA/Sederajat 12 54,54
Jumlah 22 100,00

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan Tabel 4.10 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas pelaku usaha

brem menyelesaikan pendidikannya pada bangku Tamat SLTA/Sederajat.

Pendidikan terakhir pelaku usaha tersebut dapat mempengaruhi pola pikir pelaku
62

usaha dalam menjalankan usahanya, salah satunya adalah keterbukaan dengan

inovasi atau perubahan baru. Semakin tinggi pendidikan pelaku usaha, semakin

terbuka dalam menerima inovasi baru yang dapat mendorong tingkat produksi

serta mempermudah pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksinya.

4.2.3 Pengalaman Pelaku Usaha

Pengalaman pelaku usaha dalam penelitian ini diukur dengan lama seseorang

atau pelaku usaha dari awal berdiri/memulai usaha brem sampai dengan waktu

penelitian ini dilakukan. Pengalaman pelaku usaha brem dapat berpengaruh

terhadap tingkat produksi brem. Pelaku usaha brem yang memiliki pengalaman

usaha yang lebih lama apabila menghadapi suatu kendala dalam kegiatan

produksinya dapat memecahkan masalahnya secara tepat dan efisien. Berikut

merupakan data pengalaman pelaku usaha brem di Kecamatan Nguntoronadi:

Tabel 4.11: Lama Pelaku Usaha Menjalankan Industri Brem

Pengalaman (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)


0–9 5 22,73
10 – 19 6 27,27
20 – 29 5 22,73
30 – 49 6 27,27
Jumlah 22 100,00

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 4.11 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata lama pelaku

usaha brem dalam menjalankan usahanya adalah 18,77 tahun. Artinya para

pelaku usaha brem memiliki pengalaman usaha yang cukup lama. Sehingga para

pengusaha brem memiliki kemampuan dalam menjalankan usahanya berdasakan

pengalaman yang telah dimiliki. Baik kemampuan dalam melaksanakan kegiatan

produksi maupun kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan ataupun

kendala yang mungkin dihadapi saat produksi brem berlangsung. Lamanya


63

pengalaman usaha tersebut diharapkan mampu membuat para pelaku usaha

mampu bersaing dan mengembangkan produksinya melalui inovasi-inovasi yang

berkembang agar kegiatan produksinya lebih mudah dan lebih produktif dari

sebelumnya.

4.2.4 Produksi Brem

Produksi brem dalam penelitian ini merupakan rata-rata jumlah brem yang

diproduksi oleh pelaku usaha dalam kurun waktu satu bulan. Kegiatan produksi

brem dilakukan setiap hari. Tinggi rendahnya jumlah produksi brem tentu

dipengaruhi oleh beberapa faktor input. Berikut merupakan jumlah produksi brem

di rumah tangga industri brem Kecamatan Nguntonadi:

Tabel 4.12: Produksi Brem

Produksi Brem (kg) Jumlah (Orang) Persentase (%)


100 – 499 7 31,84
500 – 999 5 22,72
1000 – 1499 5 22,72
1500 -1999 5 22,72
Jumlah 22 100,00

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata produksi brem

setiap bulan dari seluruh total pelaku usaha adalah 891,36 kg. Tinggi rendahnya

faktor produksi brem dipengaruhi oleh beberapa faktor input serta berbagai

kendala yang mungkin di hadapi oleh pelaku usaha saat melakukan proses

produksi brem. Berdasarkan kuisiner penelitian sebanyak 77,27% pelaku usaha

mengalami kendala cuaca dalam melaksanakan proses produksi brem. Proses

penjemuran dilakukan dengan menjemur brem di bawah sinar matahari, ketika

cuaca tidak mendukung atau tidak adanya sinar matahari membuat brem

membutuhkan waktu yang lama untuk kering, sehingga brem yang biasanya
64

berwarna putih dapat berubah menjadi agak kekuningan. Para pelaku usaha

sampai saat ini belum menemukan solusi untuk mengatasi kendala tersebut.

Apabila musim penghujan tiba, para pelaku usaha lebih memilih untuk mengurangi

jumlah produksinya atau bahkan tidak melakukan produksi sama sekali.

Berdasarkan permasalahan tersebut perlu diadakan suatu inovasi atau teknologi

yang mampu mengatasi kendala tersebut, sehingga para pelaku usaha tetap

melaksanakan kegiatan produksi seperti biasanya.

4.2.5 Biaya Bahan Baku

Biaya bahan baku yang dimaksud dalam penelitian ini adalah total biaya yang

dikeluarkan oleh pelaku usaha brem untuk membeli bahan baku pembuatan brem.

Adapun bahan baku yang digunakan untuk membuat brem adalah beras ketan dan

ragi instan. Berikut merupakan biaya bahan baku yang dikeluarkan oleh

responden:

Tabel 4.13: Biaya Bahan Baku

Biaya Bahan Baku Jumlah (orang) Persentase


5.000.000 – 9.999.000 3 13,64
10.000.000 – 14.999.000 5 22,72
15.000.000 – 19.999.000 3 13,64
20.000.000 – 24.999.000 1 4,55
25.000.000 – 29.999.000 1 4,55
≥ 30.000.000 9 40,90
Jumlah 22 100,00

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa rata-rata biaya bahan baku

yang dikeluarkan sebanyak Rp 22.795.600,00. Adapun bahan baku yang

digunakan dalam pembuatan brem adalah beras ketan dan ragi instan, harga

beras ketan per kilo adalah Rp 11.000.000,00 dan 1 butir ragi instan adalah Rp

320,00. Perbandingan saat produksi brem adalah 1 kg beras ketan : 1 butir ragi
65

instan. Berdasarkan kuisioner penelitian, para pelaku usaha tidak mengalami

kesulitan dalam memperoleh bahan baku. Para pelaku usaha memperoleh bahan

baku sebagian di pasok oleh petani setempat dan sebagian diperoleh dari pasar

dengan harga yang sama namun kualitasnya berbeda-beda.

4.2.6 Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja dalam penelitian ini merupakan total biaya yang

dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk membayar tenaga kerja yang membantu

dalam kegiatan proses pembuatan brem. Para tenaga kerja bekerja 7 jam/hari

dengan besaran upah yang beragam. Berikut merupakan total biaya tenaga kerja

yang dikeluarkan oleh pelaku usaha:

Tabel 4.14: Biaya Tenaga Kerja

Biaya Tenaga Kerja Jumlah (orang) Persentase (%)


500.000 – 999.000 1 4,55
1.000.000 – 1.499.000 7 31,82
1.500.000 – 1.999.000 10 45,45
≥ 2.000.000 4 18,18
Jumlah 22 100,00

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 4.14 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata total biaya tenaga

kerja yang dikeluarkan oleh pelaku usaha adalah sebesar Rp 1.643.182,00. Besar

kecilnya biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh setiap pelaku usaha berbeda-

beda jumlahnya. Tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan tidak terdapat

perbedaan dalam sistem pengupahan, karena mereka melakukan pekerjaan yang

sama. Total tenaga kerja yang bekerja di industri brem Kecamatan Nguntoronadi

sebanyak 30 orang, setiap rumah tangga industri jumlah tenaga kerjanya berbeda-

beda. Karena rumah industru brem ini termasuk industri rumah tangga maka
66

jumlah tenaga kerjanya hanya 1 – 4 orang. Berikut merupakan jumlah upah yang

diterima oleh tenaga kerja:

Tabel 4.15: Upah Tenaga Kerja

Upah Tenaga Kerja Jumlah (orang) Persentase (%)


700.000 – 899.000 5 16,68
900.000 – 1.099.000 7 23,33
1.100.000 – 1.299.000 7 23,33
1.300.000 – 1.499.000 1 3,33
1.500.000 – 1.699.000 10 33,33
Jumlah 30 100,00

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 4.15 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata upah yang

diterima tenaga kerja industri brem adalah Rp 1.196.667,00. Berdasarkan

kuisioner penelitian yang telah dilakukan para tenaga kerja tersebut tidak memiliki

pekerjaan lain selain di industri brem. Tenaga kerja memulai pekerjaannya dari

pukul 07.00 sampai dengan pukul 14.00 atau 7 jam kerja. Tenaga kerja bekerja

mulai dari proses memasak hingga proses pengepakan.

4.2.7 Pengalaman Pelaku Usaha

Pengalaman pelaku usaha pada penelitian ini merupakan lama pelaku usaha

dalam menjalankan usaha brem mulai dari awal berdirinya hingga penelitian ini

dilakukan. Usaha brem di Kecamatan Nguntoronadi merupaka usaha yang turun-

temurun dari keluarga. Sebagian besar pelaku usaha yang pengalaman dalam

memulai usahanya belum lama adalah mereka yang meneruskan usaha orang

tuanya. Industri brem yang dikelola oleh pelaku usaha saat ini adalah industri brem

yang telah dikembangkan oleh orang tua atau keluarga pelaku usaha sebelumnya.

Sehingga para pelaku usaha brem saat ini memiliki pengetahuan tentang industri

brem sejak saat keluarganya mengelola industri tersebut. Berikut merupakan data

lama pelaku usaha dalam menjalankan usaha brem:


67

Tabel 4.16: Pengalaman Pelaku Usaha

Pengalaman (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)


5–9 5 22,72
10 – 14 3 13,64
15 – 19 3 13,64
20 – 24 3 13,64
25 – 29 2 9,09
≥30 6 27,27
Jumlah 22 100,00

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 4.16 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata lama pelaku

usaha dalam mengelola usahanya adalah selama 18,77 tahun. Pengalaman

pelaku usaha brem tersebut tergolong cukup lama, sehingga para pelaku usaha

brem tersebut cukup mengetahui bagaimana solusi yang tepat ketika terjadi suatu

kendala dalam kegiatan produksi. Manajemen usaha sangatlah penting dalam

menjalankan suatu usaha, para pelaku usaha yang sudah berpengalaman cukup

lama maka manajemen usahanya tersusun dengan baik.

4.2.8 Biaya Energi

Biaya energi dalam penelitian ini adalah total biaya yang dikeluarkan oleh

pelaku usaha untuk membayar energi yang di gunakan dalam proses produksi

brem. Dalam kegiatan produksi brem terdapat proses pengadukan, dalam proses

pengadukan menggunakan dynamo yang energinya bersumber dari tenaga listrik.

Berikut merupakan biaya energi yang dikaluarkan pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan produksinya:

Tabel 4.17: Biaya Energi

Biaya Energi Jumlah (orang) Persentase (%)


100.000 – 199.000 9 40,91
200.000 – 299.000 3 13,64
300.000 – 399.000 4 18,18
400.000 – 499.000 5 22,73
≥500.000 1 4,54
Jumlah 22 100,00
68

Berdasarkan Tabel 4.17 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata biaya energi

yang dikeluarkan oleh pelaku usaha dalam menjalankan produskinya adalah Rp

294.772,00. Pelaku usaha brem di Kecamatan Nguntoronadi tidak sepenuhnya

menggunakan teknologi pengaduk dengan dynamo, sebagian dari pelaku usaha

masih ada yang menggunakan pengaduk manual. Selain itu, terdapat pelaku

usaha yang menggunakakan teknologi pengaduk dynamo akan tetapi juga

menggunakan pengaduk manual dengan alasan menghemat energi dan tenaga

kerja mampu menggerakkan pengaduk manual tersebut, sehingga kedua

teknologi tersebut digerakkan dalam waktu yang bersamaan.

4.2.9 Pendapatan Pelaku Usaha

Pendapatan pelaku usaha pada penelitian ini adalah total hasil yang diterima

oleh pelaku usaha atas kegiatan produksi brem dalam kurun waktu satu bulan.

Pendapatan pelaku usaha brem dibagi menjadi dua yaitu pendapatan kotor dan

pendapatan bersih. Berikut merupakan pendapatan kotor yang diterima oleh

pelaku usaha brem:

Tabel 4.18: Pendapatan Kotor Pelaku Usaha (Rupiah)

Pendapatan Kotor Jumlah (orang) Persentase (%)


10.000.000 – 24.999.000 7 31,82
25.000.000 – 39.999.000 3 13,63
40.000.000 – 54.999.000 3 13,63
55.000.000 – 69.999.000 2 9,09
70.000.000 – 84.999.000 6 27,28
≥385.000.000 1 4,55
Jumlah 22 100,00

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan kotor

pelaku usaha brem adalah Rp 44.568.182,00. Pendapatan kotor pelaku usaha

diperoleh dari total hasil penjualan brem. Harga brem perkilo adalah Rp
69

50.000.000,00. Jika jumlah brem yang diproduksi sama antara pelaku usaha

dengan pelaku usaha lainnya maka jumlah pendapatan kotor antara pelaku usaha

tersebut adalah sama. Akan tetapi jumlah pendapatan bersihnya berbeda, karena

pendapatan bersih pelaku usaha merupakan pendapatan kotor dikurangi dengan

biaya input produksi. Berikut merupakan pendapatan bersih yang diterima oleh

pelaku usaha:

Tabel 4.19: Pendapatan Bersih Pelaku Usaha (Rupiah)

Pendapatan Bersih Jumlah (orang) Persentase (%)


3.000.000 – 9.900.000 6 27,27
10.000.000 – 16.999.000 4 18,18
17.000.000 – 23.999.000 4 18,18
24.000.000 – 30.999.000 2 9,09
31.000.000 – 37.999.000 5 22,73
≥38.000.000 1 4,55
Jumlah 22 100,00

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 4.19 dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan bersih yang

diterima oleh pelaku usaha brem adalah Rp 19.834.627,00 setiap bulan.

Pendapatan bersih pelaku usaha diperoleh dari pendapatan kotor dikurangi biaya

bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya energi yang digunakan saat proses

produksi brem berlangsung. Besar kecilnya pendapatan bersih yang diterima oleh

pelaku usaha sangat bergantung dengan besarnya biaya input produksi yang

digunakan.

4.3 Hasil Analisis Data

Dalam penelitian ini terdapat 3 (tiga) persamaan yaitu persamaan 1,

persamaan 2, dan persamaan 3 serta menganalisis pendapatan pelaku usaha dan

upah tenaga kerja terhadap standar KHL dan UMK Kabupaten Wonogiri.

Persamaan 1 merupakan persamaan untuk mengetahui bagaimana pengaruh


70

biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, pengalaman pelaku usaha dan biaya energi

terhadap produksi brem. Kemudian persamaan 2 merupakan persamaan untuk

mengetahui bagaimana pengaruh produksi brem terhadap tingkat pendapatan

pelaku usaha, dan persamaan 3 merupakan persamaan untuk mengetahui

bagaimana pengaruh tingkat produksi brem terhadap upah tenaga kerja.

4.3.1 Hasil Analisis Data Persamaan 1 (satu)

Pada persamaan ini menggunakan fungsi produski Cobb-Douglas yang

diperoleh melalui penyusunan model regresi linier berganda sari variabel-variabel

input dengan variabel-variabel outout yang telah ditransformasikan ke dalam

bentuk logaritma natural. Logaritma natural dari keempat variabel input yaitu biaya

bahan baku, biaya tenaga kerja, pengalaman pelaku usaha, dan biaya energi.

Logaritma natural dari variabel output atau nilai produksi brem dijadikan variabel

terikat dalam model regresi.

Tabel 4.20: Hasil Analisis Regresi Persamaan I

Variabel Coefficient Std.Error t-Statistik Prob.


C -12.15208 0.794902 -15.28753 0.0000
Biaya Bahan Baku 0.089919 0.089919 9.939107 0.0000
Biaya Tenaga Kerja 0.203484 0.071456 2.847684 0.0111
Pengalaman 0.029325 0.029658 0.988767 0.3366
Biaya Energi 0.063835 0.125532 0.508515 0.6176

Dependen Variabel: Produksi Brem

Sumber: Data Primer Diolah (2019)

Berdasarkan Tabel 4.20 di atas hasil analisis regresi linier berganda dapat

diperoleh persamaan sebagai berikut:

Ln Produksi Brem = β0 + β1 Ln Biaya Bahan Baku + β2 Ln Biaya Tenaga Kerja

+ β3 Ln Pengalaman + β4 Biaya Energi + e

Produksi Brem = -12.15208 + β1 0.893715 + β2 0.203484 + β3 0.029325 + β4


71

0.063835 + e

Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 4.18 di atas maka dapat interpretasikan

sebagai berikut:

a. Nilai konstanta (β0) sebesar -12.15208 menunjukkan bahwa tanpa adanya

pengaruh dari variabel biaya bahan baku (X1), biaya tenga kerja (X2),

pengalaman pelaku usaha (X3), dan biaya energi (X4) maka nilai variabel

produksi brem (Y) adalah -12.15208. Walaupun hasil estimasi konstanta pada

penelitian ini adalah negatif. Nilai konstanta yang negatif pada umumnya tidak

menimbulkan masalah atau membuat persamaan menjadi salah, Rietveld

(1994).

b. Nilai koefisien biaya bahan baku (X1) sebesar 0.893715 yang menunjukkan

hubungan positif, sehingga jika bahan baku (X1) mengalami peningkatan 1

satuan maka nilai produksi brem (Y) di Kecamatan Nguntoronadi mengalami

peningkatan rata-rata sebesar 0.893715 satuan dengan asumsi cetiris paribus.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumolang, dkk (2017)

yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Industri

Kecil Olahan Ikan di Kota Manando”.

c. Nilai koefisien biaya tenaga kerja (X2) sebesar 0.203484 menunjukkan

hubungan yang positif, sehingga jika jumlah biaya tenaga kerja (X2) mengalami

peningkatan sebesar 1 satuan maka nilai produksi brem (Y) pada industri brem

di Kecamatan Nguntoronadi mengalami kenaikan rata-rata sebesar 0.203484

satuan dengan asumsi cetiris paribus. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Tukasno (2017) yang berjudul “Pengaruh Biaya Bahan Baku dan

Biaya Tenaga Kerja Terhadap Volume Produksi Tungku di Desa Braja Mulya

Kecamatan Braja Selebah”.

d. Nilai koefisien pengalaman pelaku usaha (X3) sebesar 0.029325 menunjukkan

hubungan yang positif, sehingga jika pengalaman pelaku usaha (X3)


72

mengalami peningkatan selama 1 satuan maka nilai produksi brem (Y) di

Kecamatan Nguntoronadi mengalami kenaikan rata-rata 0.029325 satuan

dengan asumsi cetiris paribus. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian

yang dilakukan oleh Putra dan Gede (2019) yang berjudul “Pengaruh

Pengalaman Kerja, Tingkat Pendidikan, dan Teknologi Terhadap Produktivitas

Tenaga Kerja Pengrajin Ukiran Kayu”.

e. Nilai koefisien biaya energi (X4) sebesar 0.063835 menunjukkan hubungan

yang positif, sehingga jika biaya energi (X3) mengalami peningkatan sebesar 1

satuan maka nilai produksi brem (Y) di Kecamatan Nguntoronadi mengalami

kenaikan rata-rata 0.063835 satuan dengan asumsi cetiris paribus. Hasil

penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani dan Ida

(2019) yang berjudul “Analisis Economic of Scale dan Efisiesi Penggunaan

Input Tergadap Output Industri Genteng dii Kecamatan Kediri Kabupaten

Tabanan”.

Secara keseluruhan model tingkat elasitiasnya (β1 + β2 + β3 + β4) adalah 1,190359.

Pada tingkat elastisitas ini fungsi produksi menunjukkan sifat yang increasing

return to scale. Hal ini berarti setiap penambahan input biaya bahan baku, biaya

tenaga kerja, pengalaman pelaku usaha, dan biaya energi sebesar 1%

diperkirakan akan menghasilkan penambahan output lebih dari 1%.

4.3.1.1 Pengujian Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mencapai asumsi BLUE (Best Linear

Unbiased Estimation) artinya adalah model persamaan tersebut bebas dari

pelanggaran asumsi OLS (Ordinary Least Square). Pengujian ini dilakukan melaui

Normalitas, Multikolinieritas dan Heteroskedatisitas. Berikut merupakan hasil

pengujian asumsi klasik pada persamaan 1:


73

1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah model yang dipakai bisa

dikatakan baik atau tidak. Suatu model dikatakan baik jika mempunyai variabel

penganggu atau residual yang terdistribusi secara normal. Uji normalitas terpenuhi

jika nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari taraf nyata yang digunakan

(Ghozali, 2018). Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

H0 = error term terdistribusi normal

H1 = error term tidak terdistribusi normal

Kriteria uji yag digunakan adalah sebagai berikut:

Probability Jarque-Bera < α (taraf nyata yang digunakan) maka H0 ditolak.

Probability Jarque-Bera > α (taraf nyata yang digunakan) maka H0 diterima.

Tabel Error! No text of specified style in document..21: Hasil Uji Normalitas


Persamaan 1

Jarque-Bera 1.0580813
Probability 0.580813
α (0,05) 0.05

Sumber: Data Primer Diolah (2019)

Berdasarkan tabel 4.21 di atas dapat diketahui bahwa Probability Jarque-Bera > α

(0,05) yaitu 0.580813 > 0.05 sehingga menerima H0 artinya residual atau error

term berdistribusi normal.

2) Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independennya. Model yang baik adalah

model yang tidak terjadi korelasi antar variabel independennya. Untuk mengetahui

gejala multikolinieritas adalah dengan uji Varian Infiaction Factor (VIF). Jika nilai

VIF lebih besar dari 10 maka model tersebut terindikasi adanya multikoliniertitas.
74

Sebaliknya, jika VIF dibawah 10 maka model tersebut diindikasikan tidak

mengalami multikolinieritas serius (Ghozali, 2018).

Tabel Error! No text of specified style in document..22: Hasil Uji Varian


Infiaction Factor (VIF) Persamaan 1

Variabel VIF Keterangan


Biaya Bahan Baku 7.579748 Tidak terbukti multikolinieritas
Biaya Tenaga Kerja 1.755132 Tidak terbukti multikolinieritas
Pengalaman 1.081807 Tidak terbukti multikolinieritas
Biaya Energi 7.838798 Tidak terbukti multikolinieritas

Sumber: Data Primer Diolah (2019)

Berdasarkan tabel 4.22 di atas dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang telah

dilakukan menunjukkan tidak terdapat multikolinieritas. Hal ini ditunjukkan dengan

angka Varian Infiaction Factor (VIF) masing-masing variabel dibawah 10.

3) Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Jika variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,

maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisiras.

Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas (Ghozali, 2018). Metode

yang digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam penelitian ini

menggunakan White Heteroskedasticity Test pada consistent standart error &

covariance. Hasil yang diperlukan dari hasil uji ini adalah nilai Prob.Obs*R-

squared, dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 = Homoskedasticity

H1 = Heterokedasticity

Apabila Prob.Obs*R-squared nilainya kurang dari α maka H0 ditolak atau terjadi

masalah heterokedastisitas, sedangkan apabila Prob.Obs*R-squared nilainya


75

lebih dari α maka H0 diterima atau tidak terjadi masalah heterokedastisitas

(Ghozali, 2009).

Tabel Error! No text of specified style in document..23: Hasil White

Heteroskedasticity Test Persamaan 1

Heterokedasticity Test: White


F-statistic 2.257394 Prob. F (13,61) 0.1410
Obs*R-squared 18.01073 Prob. Chi-square(13) 0.2063

Sumber: Data Primer Dioalah (2019)

Berdasarkan tabel 4.23 dapat diketahui bahwa nilai Prob Obs*R-squared > α

(0,05) yaitu 0.2063 > 0,05 atau H0 diterima sehingga persamaan atau model dalam

penelitian ini dapat disimpulkan bebas dari heterokedastisitas.

4.3.1.2 Koefisien Determinasi (R2) Persamaan 1

Koefisien determinasi menurut Ghozali (2018) digunakan untuk mengukur

seberapa jauh kempuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Jika nilai R2 kecil maka kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variabel dependen sangatlah terbatas. Nilai R2 mendekati 1 (satu)

artinya varabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

Nilai dari koefisien determinasi (R2) pada penelitian ini sebesar 0,982831.

Nilai tersebut berarti seluruh variabel dalam model yang terdiri dari variabel biaya

bahan baku, biaya tenaga kerja, pengalaman pelaku usaha, dan biaya energi

mampu menjelaskan variasi dari variabel produksi brem sebagai variabel terikat

sebesar 98%. Sedangkan 2% lagi dapat dijelaskan oleh variabel yang lain di luar

model penelitian.
76

4.3.1.3 Uji F (Simultan) Persamaan 1

Uji simultan atau uji F menunjukkan apakah semua variabel independen atau

variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel dependen atau variabel terikat (Ghozali, 2018).

Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F. Kriteria pengambilan

keputusannya dilakukan dengan membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan

nilai F tabel. Bila nilai F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan jika nilai F hitung < F

tabel maka H0 diterima.

Berdasarkan hasil estimasi pada model persamaan 1 di atas, dapat diketahui

bahwa nilai f statistik yang dihasilkan sebesar 243.3932 dengan nilai f tabel

sebesar 2,96. Selain itu nilai probabilitas f statistik yang dihasilkan adalah

0,000000. Sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel

bebas dalam model berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat secara

bersamaan (menolak H0). Hal tersebut dibuktikan oleh nilai f statistik > f tabel atau

243.3932 > 2,96 dan nilai probabilitas f statistik < α atau 0,0000 < 0,05.

4.3.1.4 Uji T (Parsial) Persamaan 1

Hasil pengujian dilakukan dengan melihat nilai uji t dan hasil signifikansi

pengujiannya. Uji signifikansi individu (uji t) adalah suatu prosedur dengan sampel

digunakan untuk menguji kebenaran suatu hipotesis nol. Ide dasarnya merupakan

pengujian atas statistik Y (estimator) dan distribusi sampling statistik dalam

hipotesis nol. Input untuk menerima atau menolak H0 dibuat atas dasar nilai

statistik uji yang diperoleh dari data yang dimiliki (Gujarati, 2015).

1) Pengaruh Variabel Biaya Bahan Baku (X1)

Hipotesis:

H0 = Biaya bahan baku tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi

brem
77

H1 = Biaya bahan baku berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi brem

Hasil pengujian biaya bahan baku (dalam transformasi Ln) menunjukkan

bahwa variabel tersebut memiliki nilai t-statistik sebesar 9,939107 dengan

probabilitas sebesar 0.0000. Nilai t-tabel dalam persamaan ini adalah 1,740

diperoleh dengan melihat posisi (α/1;df) atau (0,05;17) pada tabel nilai t. Dimana

t-statistik lebih besar daripada t-tabel yaitu 9,939107 > 1,740 dan nilai signifikansi

t statistik tersebut lebih kecil dari taraf nyata yaitu 0.0000 < 0,05 maka hal ini berarti

bahwa biaya bahan baku memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi

brem di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Hasil penilitian ini selaras

dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumolang, dkk (2017) yang berjudul

“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Industri Kecil Olahan Ikan di

Kota Manado”. Pada penelitian tersebut biaya bahan baku merupakan salah satu

variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap Volume Produksi

Tungku.

Biaya bahan baku dalam proses pembuatan brem adalah beras ketan dan ragi

instan. Harga biaya bahan baku beras ketan perkilogramnya adalah Rp 11.000,00

sedangkan harga ragi instan perbiji Rp 320,00. Rata-rata biaya bahan baku yang

dikeluarkan oleh pelaku usaha brem adalah Rp 22.795.600,00. Tinggi rendahnya

jumlah brem yang diproduksi sangat tergantung dengan ketersediaan bahan baku.

Para pelaku usaha tidak mengalami kesulitan atau kendala dalam memperoleh

bahan baku. Bahan baku beras ketan yang digunakan untuk produksi brem

sebagian besar dipasok oleh penjual beras ketan yang sudah menjadi langganan

dan sebagian dipasok oleh petani setempat. Harga beras ketan yang dijual oleh

penjual beras dan petani sama. Namun terdapat perbedaan kualitas beras ketan

yang dipasok oleh penjual beras dengan petani, biasanya beras ketan yang

dipasok oleh petani kualitasnya lebih baik, sedangkan yang dipasok oleh penjual

beras kualitasnya kurang baik karena berupa beras ketan campuran dari berbagai
78

macam jenis ketan. Perbandingan antara beras ketan dan ragi instan juga

berpengaruh terhadap hasil produksi. Perbandingan beras ketan dengan ragi

instan adalah 1kg : 1 butir. Apabila perbandingan antara keduanya tidak tepat

maka hasil produksi brem juga tidak maksimal.

Biaya bahan baku yang dikeluarkan oleh pelaku usaha setiap bulannya

beragam atau tidak menentu. Karena harga beras ketan yang tidak stabil, akan

tetapi para pelaku usaha tetap menjalankan produksi seperti biasanya. Ketika

harga ketan naik, maka harga brem juga naik. Harga brem perkilo adalah Rp

50.000,00. Biaya transport dalam membeli bahan baku tidak termasuk ke dalam

biaya bahan baku, karena biaya transport bahan baku dari penjual beras ketan

dan petani sudah ditanggung keduanya, sehingga pelaku usaha sudah menerima

barang pesanan sampai di rumah industri brem. Kemudahan dalam memperoleh

bahan baku juga berpengaruh terhadap tingkat produktivitas industri.

2) Pengaruh Variabel Tenaga Kerja (X2)

Hipotesis:

H0 = Biaya tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi

brem

H1 = Biaya tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi brem

Hasil pengujian biaya tenaga kerja (dalam transformasi Ln) menunjukkan

bahwa variabel tersebut memiliki nilai t-statistik sebesar 2.847684 dengan

probabilitas sebesar 0.0000. Nilai t-tabel dalam persamaan ini adalah 1,740

diperoleh dengan melihat posisi (α/1;df) atau (0,05;17) pada tabel t. Dimana t

statistik lebih besar daripada t-tabel yaitu 2.847684 > 1,740 dan nilai signifikansi t

statistik tersebut lebih kecil dari taraf nyata yaitu 0.0000 < 0,05 maka hal ini berarti

bahwa biaya tenaga kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi

brem di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Hasil penelitian ini serupa

dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Tukasno (2017) yang berjudul
79

“Pengaruh Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Terhadap Volume Produksi

Tungku di Desa Braja Mulya Kecamatan Braja Selebah, salah satu dari variabel

penelitian ini yaitu variabel biaya tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan

signifikan terhadap volume produksi tungku.

Peran tenaga kerja dalam kegiatan produksi merupakan hal yang sangat

penting dalam menentukan keberhasilan jumlah produksi dalam suatu industri.

Tenaga kerja sangat berperan dalam kegiatan produksi brem, mulai dari

pencucian bahan hingga pengepakan brem untuk siap dipasarkan atau diambil

oleh pelanggan. Tenaga kerja industri brem bekerja selama 7 jam dalam sehari.

Karena industri brem merupakan industri rumah tangga, maka tenaga kerja yang

terserap dalam industri ini tidak banyak hanya berkisar 1 – 4 orang. Tidak ada

pembeda dalam sistem pengupahan antara tenaga kerja laki-laki dengan tenaga

kerja perempuan. Jumlah biaya yang dikeluarkan pelaku usaha untuk tenaga kerja

disetiap rumah tangga industri berbeda-beda, karena pelaku usaha memiliki

standar operasional sendiri-sendiri. Mayoritas industri hanya mempekerjakan 1 –

2 orang tenaga kerja saja. Setiap tenaga kerja menerima upah berkisar antara Rp

800.000,00 – Rp 1.600.000,00 per bulan. Pelaku usaha yang memiliki volume

produksi brem yang tinggi, mereka mengeluarkan biaya untuk tenaga kerja yang

lebih tinggi pula karena mengejar target produksi yang jumlahnya banyak.

3) Pengaruh Variabel Pengalaman Pelaku Usaha (X3)

Hipotesis:

H0 = Pengalaman pelaku usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah

produksi brem

H1 = Pengalaman pelaku usaha berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi

brem

Hasil pengujian pengalaman pelaku usaha (dalam transformasi Ln)

menunjukkan bahwa variabel tersebut memiliki nilai t-statistik sebesar 0,988767


80

dengan probabilitas sebesar 0.3366. Nilai t-tabel dalam persamaan ini adalah

1,740 diperoleh dengan melihat posisi (α/1;df) atau (0,05;17) pada tabel nilai t.

Dimana t statistik lebih kecil daripada t-tabel yaitu 0,988767 < 1,740 dan nilai

signifikansi t statistik tersebut lebih besar dari taraf nyata yaitu 0.3366 > 0,05 maka

hal ini berarti bahwa pengalaman pelaku usaha tidak memiliki memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap produksi brem di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten

Wonogiri.

Pengalaman pelaku usaha brem di Kecamatan Nguntoronadi memiliki rata-

rata 18,77 tahun, yang mana rentang pengalaman setiap pelaku usaha berkisar

antara 5 – 35 tahun lamanya. Akan tetapi lama pengalaman usaha dalam

penelitian ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan dengan produksi brem

karena pelaku usaha yang memiliki pengalaman usaha yang cukup lama belum

tentu jumlah brem yang diproduksi banyak. Tinggi rendahnya jumlah produksi

brem yang diproduksi sangat tergantung dengan kemampuan fisik maupun

finansial pelaku usaha, mereka yang memiliki pengalaman belum lama atau

berkisar antara 5 – 10 tahun jumlah produksinya melebihi pelaku usaha yang

pengalamannya lebih dari 30 tahun. Hal ini dikarenakan pelaku usaha tersebut

mampu memproduksi dengan jumlah yang banyak.

Pengalaman pelaku usaha dapat berpengaruh terhadap cara berpikir pelaku

usaha dalam mengelola usahanya baik dalam menghadapi suatu permasalahan

atau kendala dan cara mengambil keputusan yang tepat. Para pelaku usaha yang

memiliki pengalaman belum lama, belum tentu pelaku usaha tersebut tidak

mengerti dalam mengelola usaha, justru mereka jauh lebih mengerti karena usaha

tersebut merupakan usaha turun temurun dari keluarga yang sejak kecil pelaku

usaha tersebut sudah mengetahui bagaimana cara kerja dan manajemen keluarga

dalam mengelola usaha brem tersebut. Pelaku usaha yang belum lama memulai

usahanya memiliki usia yang lebih muda dan memiliki tingkat pendidikan yang
81

lebih tinggi dibandingkan dengan pelaku usaha yang memiliki pengalaman usaha

lebih lama. Hal ini tentu sangat mempengaruhi bagaimana pelaku usaha tersebut

dapat menerima perubahan-perubahan baru atau inovasi yang berkembang

dimasyarakat saat ini. Pelaku usaha yang memiliki pengalaman usaha yang lama

adalah pelaku usaha yang sebagian proses produksinya masih menggunakan alat

tradisional, penggunaan alat tradisional dimaksud agar meminimalisir biaya input

produksi agar mendapatkan keuntungan yang maksimal. Berdasarkan pernyataan

tersebut menunjukkan bahwa, pelaku usaha yang memiliki pengalaman usaha

brem cukup lama belum tentu pelaku usaha brem tersebut menghasilkan jumlah

produksi brem yang banyak, karena kemampuan fisik, finansial, maupun

manajemen setiap pelaku usaha berbeda-beda.

4) Pengaruh Variabel Biaya Energi (X3)

Hipotesis:

H0 = Biaya energi tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi brem

H1 = Biaya energi berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi brem

Hasil pengujian biaya energi (dalam transformasi Ln) menunjukkan bahwa

variabel tersebut memiliki nilai t-statistik sebesar 0,508515 dengan probabilitas

sebesar 0,6176. Nilai t-tabel dalam persamaan ini adalah 1,740 diperoleh dengan

melihat posisi (α/1;df) atau (0,05;17) pada tabel nilai t. Dimana t statistik lebih kecil

daripada t-tabel yaitu 0,508515 < 1,740 dan nilai signifikansi t statistik tersebut

lebih besar dari taraf nyata yaitu 0,6176 > 0,05 maka hal ini berarti bahwa biaya

energi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi brem di

Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

Biaya energi merupakan total biaya yang dikeluarkan pelaku usaha atas

energi untuk alat yang digunakan dalam proses produksi brem. Energi yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah tenaga listrik yang digunakan untuk

menggerakkan mesin dynamo untuk melakukan proses pengadukan sari ketan


82

untuk dijadikan brem. Jadi biaya energi merupakan biaya listrik yang dikeluarkan

oleh pelaku usaha untuk kegiatan produksinya dalam waktu satu bulan. Biaya

energi dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang tidak signifikan dengan

produksi brem. Sebagian pelaku usaha yang memiliki produktivitas tinggi masih

menggunakan teknologi campuran yaitu teknologi manual dan teknologi pengaduk

menggunakan dynamo. Pelaku usaha yang jumlah produksinya sedikit lebih

memilih menggunakan mesin pengaduk sedangkan pelaku usaha yang jumlah

produksi bremnya banyak lebih memilih menggunakan teknologi campuran antara

pengaduk manual dengan pengaduk mesin, dengan tujuan meminimalisir biaya

input produksi.

Kualitas yang dihasilkan antara pengaduk manual dan pengaduk mesin

berbeda atau jauh lebih baik menggunakan mesin atau dynamo. Akan tetapi

sebagian pelaku usaha yang sudah lama mengelola industri brem tersebut lebih

memilih menggunakan pengaduk manual dengan alasan sudah terbiasa dan

kualitasnya tidak jauh berbeda meski lebih membutuhkan waktu yang lama dan

tenaga yang cukup melelahkan. Sehingga biaya energi tidak berpengaruh

terhadap jumlah produksi brem yang dihasilkan, karena sebagian pelaku usaha

menggunakan teknologi campuran antara manual dengan dynamo.

4.3.2 Hasil Analisis Persamaan 2 (dua)

Persamaan 2 pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai

produksi brem terhadap pendapatan pelaku usaha. Pada persamaan ini

pendapatan sebagai variabel dependen dan nilai produksi brem sebagai variabel

independen. Persamaan kedua ini akan diubah menjadi logaritma natural (Ln)

dengan tujuan untuk mengurangi fluktuasi data yang terlalu berlebihan. Menurut

Agusalim (2016) model berubah menjadi Ln memiliki tujuan agar data mudah

diinterpretasikan hasilnya karena pada umumnya nilai variabel sangat besar dan
83

satuan variabel satu dengan lainnya berbeda. Berikut merupakan hasil regresi

persamaan 2:

Tabel 4.24: Hasil Analisis Regresi Persamaan 2

Variabel Coefficient Std.Error t-Statistik Prob.


C 9.135556 0.264767 34.50416 0.0000
Produksi Brem 1.125194 0.039753 2830437 0.0000

Dependen Variabel: Pendapatan Pelaku Usana

Sumber: Data Primer Diolah (2019)

Berdasarkan Tabel 4.24 di atas hasil analisis regresi linier berganda dapat

diperoleh persamaan sebagai berikut:

Ln Pendapatan Pelaku Usaha = β0 + β1 Ln Produksi Brem + e

Pendapatan Pelaku Usaha = 9.135556 + β1 1.125194 + e

Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 4.18 di atas maka dapat interpretasikan

sebagai berikut:

a. Nilai konstanta (β0) sebesar 9.135556 menunjukkan bahwa tanpa adanya

pengaruh dari variabel produksi brem (X1), maka nilai variabel pendapatan

pelaku usaha (Y) adalah 9.135556.

b. Nilai koefisien produksi brem (X1) sebesar 1.125194 yang menunjukkan

hubungan positif, sehingga jika produksi brem (X1) mengalami peningkatan 1%

maka nilai pendapatan pelaku usaha (Y) di rumah tangga industri brem

Kecamatan Nguntoronadi mengalami peningkatan rata-rata sebesar

1.125194% dengan asumsi cetiris paribus. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Efendi, dkk (2014) yang berjudul “Pengaruh Produktivitas

Kerja Terhadap Tingkat Pendapatan Usaha Kerajinan Sayangan di Desa

Kalibaru Wetan, Kecamatan Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi Tahun 2014”.


84

4.3.2.1 Pengujian Asumsi Klasik Persamaan 2

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mencapai asumsi BLUE (Best Linear

Unbiased Estimation) artinya adalah model persamaan tersebut bebas dari

pelanggaran asumsi OLS (Ordinary Least Square) (Ghozali, 2018). Pengujian ini

dilakukan melaui Normalitas, Multikolinieritas dan Heteroskedatisitas. Berikut

merupakan hasil pengujian asumsi klasik pada persamaan 2:

1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah model yang dipakai bisa

dikatakan baik atau tidak. Suatu model dikatakan baik jika mempunyai variabel

penganggu atau residual yang terdistribusi secara normal. Uji normalitas terpenuhi

jika nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari taraf nyata yang digunakan

(Ghozali, 2018). Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

H0 = error term terdistribusi normal

H1 = error term tidak terdistribusi normal

Kriteria uji yag digunakan adalah sebagai berikut:

Probability Jarque-Bera < α (taraf nyata yang digunakan) maka H0 ditolak.

Probability Jarque-Bera > α (taraf nyata yang digunakan) maka H0 diterima.

Tabel Error! No text of specified style in document..25: Hasil Uji Normalitas


Persamaan 2

Jarque-Bera 0.568766
Probability 0.752479
α (0,05) 0.05

Sumber: Data Primer Diolah (2019)

Berdasarkan tabel 4.25 di atas dapat diketahui bahwa Probability Jarque-Bera > α

(0,05) yaitu 0.752479 > 0.05 sehingga menerima H0 artinya residual atau error

term berdistribusi normal.


85

2) Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independennya. Model yang baik adalah

model yang tidak terjadi korelasi antar variabel independennya. Untuk mengetahui

gejala multikolinieritas adalah dengan uji Varian Infiaction Factor (VIF). Jika nilai

VIF lebih besar dari 10 maka model tersebut terindikasi adanya multikoliniertitas.

Sebaliknya, jika VIF dibawah 10 maka model tersebut diindikasikan tidak

mengalami multikolinieritas serius (Ghozali, 2018).

Tabel Error! No text of specified style in document..26: Hasil Uji Varian


Infiaction Factor (VIF) Persamaan 2

Variabel VIF Keterangan


Produksi brem 1.000000 Tidak terbukti multikolinieritas

Sumber: Data Primer Diolah (2019)

Berdasarkan tabel 4.26 di atas dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang telah

dilakukan menunjukkan tidak terdapat multikolinieritas. Hal ini ditunjukkan dengan

angka Varian Infiaction Factor (VIF) variabel produksi padi di bawah 10.

3) Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Jika variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,

maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisiras.

Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas (Ghozali, 2018). Metode

yang digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam penelitian ini

menggunakan White Heteroskedasticity Test pada consistent standart error &

covariance. Hasil yang diperlukan dari hasil uji ini adalah nilai Prob.Obs*R-

squared, dengan hipotesis sebagai berikut:


86

H0 = Homoskedasticity

H1 = Heterokedasticity

Apabila Prob.Obs*R-squared nilainya kurang dari α maka H0 ditolak atau terjadi

masalah heterokedastisitas, sedangkan apabila Prob.Obs*R-squared nilainya

lebih dari α maka H0 diterima atau tidak terjadi masalah heterokedastisitas

(Ghozali, 2018).

Tabel Error! No text of specified style in document..27: Hasil White

Heteroskedasticity Test Persamaan 2

Heterokedasticity Test: White


F-statistic 0.589644 Prob. F (13,61) 0.5644
Obs*R-squared 1.285692 Prob. Chi-square(13) 0.5258

Sumber: Data Primer Dioalah (2019)

Berdasarkan tabel 4.27 dapat diketahui bahwa nilai Prob Obs*R-squared > α

(0,05) yaitu 0.5258 > 0,05 atau H0 diterima sehingga persamaan atau model dalam

penelitian ini dapat disimpulkan bebas dari heterokedastisitas

4.3.2.2 Koefisien Determinasi (R2) Persamaan 2

Koefisien determinasi menurut Ghozali (2018) digunakan untuk mengukur

seberapa jauh kempuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Jika nilai R2 kecil maka kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variabel dependen sangatlah terbatas. Nilai R2 mendekati 1 (satu)

artinya varabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

Nilai dari koefisien determinasi (R2) pada penelitian ini sebesar 0,975644.

Nilai tersebut berarti variabel dalam model yaitu variabel nilai produksi brem

mampu menjelaskan variasi dari variabel pendapatan pelaku usaha sebagai


87

variabel terikat sebesar 98%. Sedangkan 2% lagi dapat dijelaskan oleh variabel

yang lain di luar model penelitian.

4.3.2.3 Uji F (Simultan) Persamaan 2

Uji simultan atau uji F menunjukkan apakah semua variabel independen atau

variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel dependen atau variabel terikat (Ghozali, 2018).

Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F. Kriteria pengambilan

keputusannya dilakukan dengan membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan

nilai F tabel. Bila nilai F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan jika nilai F hitung < F

tabel maka H0 diterima.

Berdasarkan hasil estimasi pada model persamaan 1 di atas, dapat diketahui

bahwa nilai f statistik yang dihasilkan sebesar 801.1376 dengan nilai f tabel

sebesar 4,35. Selain itu nilai probabilitas f statistik yang dihasilkan adalah

0,000000. Sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel bebas

dalam model berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat secara bersamaan

(menolak H0). Hal tersebut dibuktikan oleh nilai f statistik > f tabel atau 801.1376

> 4,35 dan nilai probabilitas f statistik < α atau 0,0000 < 0,05.

4.3.2.4 Uji T (Parsial) Persamaan 2

Hasil pengujian dilakukan dengan melihat nilai uji t dan hasil signifikansi

pengujiannya. Uji signifikansi individu (uji t) adalah suatu prosedur dengan sampel

digunakan untuk menguji kebenaran suatu hipotesis nol. Ide dasarnya merupakan

pengujian atas statistik Y (estimator) dan distribusi sampling statistik dalam

hipotesis nol. Input untuk menerima atau menolak H0 dibuat atas dasar nilai

statistik uji yang diperoleh dari data yang dimiliki (Gujarati, 2015).

5) Pengaruh Variabel Produksi brem (X1)


88

Hipotesis:

H0 = Produksi brem tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah pendapatan

pelaku usaha

H1 = Produksi brem berpengaruh signifikan terhadap jumlah pendapatan pelaku

usaha

Hasil pengujian produksi brem (dalam transformasi Ln) menunjukkan bahwa

variabel tersebut memiliki nilai t-statistik sebesar 34,50416 dengan probabilitas

sebesar 0.0000. Nilai t-tabel dalam persamaan ini adalah 1,725 diperoleh dengan

melihat posisi (α/1;df) atau (0,05;20) pada tabel nilai t. Dimana t-statistik lebih

besar daripada t-tabel yaitu 34,50416 > 1,725 dan nilai signifikansi t statistik

tersebut lebih kecil dari taraf nyata yaitu 0.0000 < 0,05 maka hal ini berarti bahwa

produksi brem memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan

pelaku usaha di industri brem Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

Hasil penilitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Efendi, dkk

(2014) yang berjudul “Pengaruh Produktifitas Keraja Terhadap Tingkat

Pendapatan Usaha Kerajinan Sayangan di Desa Kalibaru Wetan, Kecamatan

Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi”. Pada penelitian produktivitas kerja merupakan

salah satu variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan

Usaha Kerajinan Sayangan.

Pendapatan pelaku usaha dalam penelitian ini adalah total hasil bersih yang

diterima oleh pelaku usaha atas kegiatan produksinya. Rata-rata jumlah

pendapatan bersih yang diterima oleh pelaku usaha setiap bulannya adalah Rp

19.834.627,00. Meski jumlah produksi beberapa individu memiliki jumlah yang

sama akan tetapi jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap pelaku usaha

berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena manajemen biaya input oleh setiap

pelaku usaha yang berbeda-beda. Takaran bahan baku pada umumnya setiap

pelaku usaha adalah sama, hanya saja berbeda dalam penggunaan input tenaga
89

kerja dan teknologi yang digunakan dalam proses produksi, karena semakin

banyak tenaga kerja yang digunakan dan teknologi yang digunakan semakin

modern maka semakin tinggi biaya yang dikeluarkan oleh pelaku usaha yang

berdampak pada berkurangnya pendapatan bersih yang diterima Selain itu,

tingginya jumlah brem yang diproduksi merupakan salah satu faktor utama yang

berpengaruh terhadap tingginya pendapatan bersih yang diterima oleh pelaku

usaha. Pelaku usaha lebih memilih meminimalisir biaya input seperti biaya tenaga

kerja dan biaya teknologi/energi agar mendapatkan keuntungan yang maksimal.

Pelaku usaha tersebut hanya mempekerjakan 1 – 2 orang tenaga kerja dan di

bantu dengan anggota keluarga. Sehingga jumlah biaya input tenaga kerja yang

dikeluarkan tidak terlalu banyak. Sebagian pelaku usaha juga lebih memilih

menggunakan teknologi campuran antara alat pengaduk manual dengan alat

pengaduk dengan dynamo yang bersumber dari listrik, biasanya tenaga kerjanya

yang bekerja menggunakan pengaduk manual dan pelaku usahan mengontrol

pengaduk brem menggunakan dynamo. Berbagai upaya dilakukan oleh pelaku

usaha agar meminimalisir biaya input yang dikeluarkan dan mendapatkan

pendapatan atau keuntungan yang maksimal.

menggunakan teknologi campuran antara manual dengan dynamo.

4.3.3 Hasil Analisis Persamaan 3 (Tiga)

Persamaan 3 pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai

produksi brem terhadap pendapatan pelaku upah tenaga kerja. Pada persamaan

ini upah tenaga kerja sebagai variabel dependen dan nilai produksi brem sebagai

variabel independen. Persamaan kedua ini akan diubah menjadi logaritma natural

(Ln) dengan tujuan untuk mengurangi fluktuasi data yang terlalu berlebihan.

Menurut Agusalim (2016) model berubah menjadi Ln memiliki tujuan agar data

mudah diinterpretasikan hasilnya karena pada umumnya nilai variabel sangat


90

besar dan satuan variabel satu dengan lainnya berbeda. Berikut merupakan hasil

regresi persamaan 2:

Tabel 4.28: Hasil Analisis Regresi Persamaan 3

Variabel Coefficient Std.Error t-Statistik Prob.


C 12.76562 0.452844 28.18990 0.0000
Produksi Brem 0.178961 0.067163 2.664555 0.0126

Dependen Variabel: Upah Tenaga Kerja

Sumber: Data Primer Diolah (2019)

Berdasarkan Tabel 4.28 di atas hasil analisis regresi linier berganda dapat

diperoleh persamaan sebagai berikut:

Ln Upah Tenaga Kerja = β0 + β1 Ln Produksi Brem + e

Upah Tenaga Kerja = 9.135556 + β1 1.125194 + e

Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 4.18 di atas maka dapat interpretasikan

sebagai berikut:

a. Nilai konstanta (β0) sebesar 12.76562 menunjukkan bahwa tanpa adanya

pengaruh dari variabel produksi brem (X1), maka nilai variabel upah tenaga

kerja (Y) adalah 12.76562.

b. Nilai koefisien produksi brem (X1) sebesar 0.178961 yang menunjukkan

hubungan positif, sehingga jika produksi brem (X1) mengalami peningkatan 1%

maka nilai upah tenaga kerja (Y) di rumah tangga industri brem Kecamatan

Nguntoronadi mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0.178961% dengan

asumsi cetiris paribus. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Wiantara (2015) yang berjudul “Hubungan Tingkat Upah Dengan Produktivitas

Kerja Perusahaan Kecap Sumber Rasa di Desa Temukus Tahun 2015”.

4.3.3.1 Pengujian Asumsi Klasik Persamaan 3


91

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mencapai asumsi BLUE (Best Linear

Unbiased Estimation) artinya adalah model persamaan tersebut bebas dari

pelanggaran asumsi OLS (Ordinary Least Square) (Ghozali, 2018). Pengujian ini

dilakukan melaui Normalitas, Multikolinieritas dan Heteroskedatisitas. Berikut

merupakan hasil pengujian asumsi klasik pada persamaan 3:

1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah model yang dipakai bisa

dikatakan baik atau tidak. Suatu model dikatakan baik jika mempunyai variabel

penganggu atau residual yang terdistribusi secara normal. Uji normalitas terpenuhi

jika nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari taraf nyata yang digunakan

(Ghozali, 2018). Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

H0 = error term terdistribusi normal

H1 = error term tidak terdistribusi normal

Kriteria uji yag digunakan adalah sebagai berikut:

Probability Jarque-Bera < α (taraf nyata yang digunakan) maka H0 ditolak.

Probability Jarque-Bera > α (taraf nyata yang digunakan) maka H0 diterima.

Tabel Error! No text of specified style in document..29: Hasil Uji Normalitas


Persamaan 3

Jarque-Bera 1.863468
Probability 0.393870
α (0,05) 0.05

Sumber: Data Primer Diolah (2019)

Berdasarkan tabel 4.29 di atas dapat diketahui bahwa Probability Jarque-Bera > α

(0,05) yaitu 0.393870 > 0.05 sehingga menerima H0 artinya residual atau error

term berdistribusi normal.

2) Uji Multikolinieritas
92

Uji multikolinieritas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independennya. Model yang baik adalah

model yang tidak terjadi korelasi antar variabel independennya. Untuk mengetahui

gejala multikolinieritas adalah dengan uji Varian Infiaction Factor (VIF). Jika nilai

VIF lebih besar dari 10 maka model tersebut terindikasi adanya multikoliniertitas.

Sebaliknya, jika VIF dibawah 10 maka model tersebut diindikasikan tidak

mengalami multikolinieritas serius (Ghozali, 2018).

Tabel Error! No text of specified style in document..30: Hasil Uji Varian


Infiaction Factor (VIF) Persamaan 3

Variabel VIF Keterangan


Produksi brem 1.000000 Tidak terbukti multikolinieritas

Sumber: Data Primer Diolah (2019)

Berdasarkan tabel 4.30 di atas dapat diketahui bahwa hasil penelitian yang telah

dilakukan menunjukkan tidak terdapat multikolinieritas. Hal ini ditunjukkan dengan

angka Varian Infiaction Factor (VIF) variabel produksi padi di bawah 10.

3) Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Jika variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,

maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisiras.

Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas (Ghozali, 2018). Metode

yang digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam penelitian ini

menggunakan White Heteroskedasticity Test pada consistent standart error &

covariance. Hasil yang diperlukan dari hasil uji ini adalah nilai Prob.Obs*R-

squared, dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 = Homoskedasticity
93

H1 = Heterokedasticity

Apabila Prob.Obs*R-squared nilainya kurang dari α maka H0 ditolak atau terjadi

masalah heterokedastisitas, sedangkan apabila Prob.Obs*R-squared nilainya

lebih dari α maka H0 diterima atau tidak terjadi masalah heterokedastisitas

(Ghozali, 2018).

Tabel Error! No text of specified style in document..31: Hasil White

Heteroskedasticity Test Persamaan 3

Heterokedasticity Test: White


F-statistic 0.449347 Prob. F (13,61) 0.6427
Obs*R-squared 0.966382 Prob. Chi-square(13) 0.7051

Sumber: Data Primer Dioalah (2019)

Berdasarkan tabel 4.23 dapat diketahui bahwa nilai Prob Obs*R-squared > α

(0,05) yaitu 0.7051> 0,05 atau H0 diterima sehingga persamaan atau model dalam

penelitian ini dapat disimpulkan bebas dari heterokedastisitas

4.3.3.2 Koefisien Determinasi (R2) Persamaan 3

Koefisien determinasi menurut Ghozali (2018) digunakan untuk mengukur

seberapa jauh kempuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.

Jika nilai R2 kecil maka kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variabel dependen sangatlah terbatas. Nilai R2 mendekati 1 (satu)

artinya varabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

Nilai dari koefisien determinasi (R2) pada penelitian ini sebesar 0,202276.

Nilai tersebut berarti variabel dalam model yaitu variabel nilai produksi brem

mampu menjelaskan variasi dari variabel upah tenaga kerja sebagai variabel

terikat sebesar 20%. Sedangkan 80% lagi dapat dijelaskan oleh variabel yang lain

di luar model penelitian.


94

4.3.3.3 Uji F (Simultan) Persamaan 3

Uji simultan atau uji F menunjukkan apakah semua variabel independen atau

variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel dependen atau variabel terikat (Ghozali, 2018).

Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F. Kriteria pengambilan

keputusannya dilakukan dengan membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan

nilai F tabel. Bila nilai F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan jika nilai F hitung < F

tabel maka H0 diterima.

Berdasarkan hasil estimasi pada model persamaan 1 di atas, dapat diketahui

bahwa nilai f statistik yang dihasilkan sebesar 7.099853 dengan nilai f tabel

sebesar 4,20. Selain itu nilai probabilitas f statistik yang dihasilkan adalah

0,012646. Sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel bebas

dalam model berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat secara bersamaan

(menolak H0). Hal tersebut dibuktikan oleh nilai f statistik > f tabel atau 7.099853

> 4,20 dan nilai probabilitas f statistik < α atau 0,012646 < 0,05.

4.3.4.4 Uji T (Parsial) Persamaan 3

Hasil pengujian dilakukan dengan melihat nilai uji t dan hasil signifikansi

pengujiannya. Uji signifikansi individu (uji t) adalah suatu prosedur dengan sampel

digunakan untuk menguji kebenaran suatu hipotesis nol. Ide dasarnya merupakan

pengujian atas statistik Y (estimator) dan distribusi sampling statistik dalam

hipotesis nol. Input untuk menerima atau menolak H0 dibuat atas dasar nilai

statistik uji yang diperoleh dari data yang dimiliki (Gujarati, 2015).

4) Pengaruh Variabel Biaya Bahan Baku (X1)

Hipotesis:

H0 = Produksi brem tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah pendapatan

pelaku usaha
95

H1 = Produksi brem berpengaruh signifikan terhadap jumlah pendapatan pelaku

usaha

Hasil pengujian produksi brem (dalam transformasi Ln) menunjukkan bahwa

variabel tersebut memiliki nilai t-statistik sebesar 2.664555 dengan probabilitas

sebesar 0.0126. Nilai t-tabel dalam persamaan ini adalah 1,701 diperoleh dengan

melihat posisi (α/1;df) atau (0,05;28) pada tabel nilai t. Dimana t-statistik lebih

besar daripada t-tabel yaitu 2,664555 > 1,701 dan nilai signifikansi t statistik

tersebut lebih kecil dari taraf nyata yaitu 0.0126 < 0,05 maka hal ini berarti bahwa

produksi brem memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap upah tenaga

kerja di industri brem Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Hasil

penilitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiantara (2015) yang

berjudul “Hubungan Tingkat Upah Dengan Produktivitas Kerja Perusahaan Kecap

Sumber Rasa di Desa Temukus Tahun 2015”. Pada penelitian ini menunjukkan

bahwa tingkat upah memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan

produktivitas kerja.

Upah dalam penelitian ini adalah jumlah hasil yang diterima oleh tenaga kerja

atas kegiatannya membantu pelaku usaha dalam memproduksi brem dalam kurun

waktu satu bulan. Rata-rata upah yang diterima oleh tenaga kerja industri brem

dalam kurun waktu satu bulan adalah Rp 1.196.667,00. Upah yang diterima oleh

setiap tenaga kerja di rumah tangga industri satu dengan rumah tangga industri

lainnya berbeda beda, ada yang upahnya sebesar Rp 800.000,00 sampai dengan

Rp 1.600.000,00. Perbedaan jumlah upah tersebut dikarenakan standar

operasional setiap perusahaan berbeda-beda, ada yang rumah tangga industrinya

masih menggunakan teknologi campuran, yaitu teknologi manual dan teknologi

menggunakan mesin pengaduk. Hal ini membuat tenaga kerja harus lebih keras

bekerja karena dalam pengadukan sari ketan membutuhkan tenaga yang cukup

besar. Sehingga setiap rumah tangga industri yang masih menggunakan teknologi
96

manual mereka membayar upah tenaga kerja yang lebih tinggi dibandingkan

dengan rumah tangga indutri yang sudah menggunakan teknologi pengaduk

karena tidak membutuhkan tenaga yang besar sehingga upah yang dikeluarkan

jumlahnya lebih kecil. Besarnya upah juga tergantung dengan banyaknya tingkat

produksi brem. Semakin banyak produksi brem maka indusri membutuhkan

tenaga kerja yang produktif dan mampu bekerja cepat meskipun jumlah tenaga

kerjanya tidak banyak, akan tetapi pelaku usaha juga memberikan upah yang

lebih. Semakin rendahnya jumlah produksi maka semakin rendah pula upah yang

diterima oleh tenaga kerja, karena tenaga kerja tidak harus bekerja terlalu keras

seperti tenaga kerja yang bekerja di rumah tangga industri brem yang jumlah

produksinya banyak. Jumlah tenaga kerja antara rumah tangga industri brem yang

jumlah produksinya banyak dan rumah tangga industri yang jumlah produksinya

sedikit adalah sama atau tidak jauh berbeda, yang membedakan adalah kapasitas

kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja, sehingga upah yang diterima setiap tenaga

kerja berbeda-beda jumlahnya.

4.4 Pendapatan dan Upah Terhadap Standar Kebubutuhan Hidup Layak

dan Upah Minimimum Kabupaten

Pada penelitian ini pendapatan pelaku usaha dan upah tenaga kerja akan

dibandingkan dengan nilai standar kebutuhan hidup layak (KHL) dan upah

minimum kabupaten atau (UMK) untuk mengetahui apakan pendapatan pelaku

usaha dan upah tenaga kerja tersebut sudah melebihi besarnya standar KHL atau

malah sudah melebihi besarnya nilai UMK di Kabupaten Wonogiri. Besarnya Upah

Minimum Kabupaten (UMK) di Kabupaten Wonogiri menurut Surat Keputusan (SK)

Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/68 tahun 2018 menyatakan UMK di

Kabupaten Wonogiri pada tahun 2019 adalah Rp 1.655.000,-. Dengan besar


97

survei KHL pada tahun 2016 sebesar Rp 1.293.962,- (BPS Kabupaten Wonogiri,

2018).

Tabel 4.32: Perbadandingan Rata-Rata Pendapatan, Rata-Rata Upah, KHL,

dan UMK Kabupaten Wonogiri

Keterangan Nilai (Rp)


Pendapatan Pelaku Usaha 19.834.627,00
Upah Tenaga Kerja 1.196.667,00
KHL Kabupaten Wonogiri 1.293.962,00
UMK Kabupaten Wonogiri 1.655.000,00

Sumber: BPS Kabupaten Wonogiri (2019), Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 4.32 di atas pendapatan pelaku usaha yang dimaksud

adalah rata-rata dari pendapatan bersih yang di terima oleh seluruh pelaku usaha

rumah tangga industri di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri dalam

waktu satu bulan dengan jumlah Rp 19.834.627,00. Upah tenaga kerja yang

dimaksud adalah rata-rata dari jumlah upah yang diterima oleh seluruh tenaga

kerja yang bekerja di rumah tangga industri brem Kecamatan Nguntoronadi

Kabupaten Wonogiri dalam waktu satu bulan dengan jumlah rata-rata sebesar Rp

1.196.667,00. Sehingga dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah pendapatan yang

diterima oleh pelaku usaha brem lebih besar dari nilai standar KHL dan UMK

Kabupaten Wonogiri yaitu sebesar Rp 19.834.627,00 dengan besar KHL dan UMK

Rp 1.293.962,00 dan Rp 1.655.000,00. Hal ini dapat dikatakan bahwa pelaku

usaha brem di Kecamatan Nguntronadi cukup sejahtera dengan pendapatan yang

melebihi besarnya nilai KHL dan UMK Kabupaten Wonogiri.

Tabel 4.33: Perbandingan Jumlah Pelaku usaha Berdasarkan Besarnya

Pendapatan, KHL, dan UMK Kabupaten Wonogiri

KHL dan UMK Jumlah Orang Persentase


< KHL 0 0%
> KHL 22 100%
< UMK 0 0%
98

> UMK 22 100%

Sumber: Data Primer (2019) dan BPS Kabupaten Wonogiri (2019)

Berdasarkan Tabel 4.33 dapat diketahui bahwa sebesar 100% pelaku usaha rata-

rata jumlah pendapatan yang diterima melebihi besarnya staandar KHL dan UMK

Kabupaten Wonogiri. Hal ini disebabkan karena rata-rata tingkat produksi brem

yang tinggi. Selain itu, kemampuan manajemen usaha atau pengelolaan biaya

input pelaku usaha dalam menjalankan proses produksi brem juga berpengaruh

terhadap total pendapatan pelaku usaha. Rata-rata upah tenaga kerja yang

diterima masih kurang dari standar KHL dan UMK yaitu besarnya rata-rata upah

Rp 1.196.667,00 dengan nilai KHL dan UMK Kabupaten Wonogiri sebesar Rp

1.293.962,00 dan Rp 1.655.000,00. Hal ini dapat dikatakan bahwa upah yang

diterima oleh pelaku usaha masih termasuk dalam kategori kurang layak.

Tabel 4.33: Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Besarnya Upah,

KHL, dan UMK Kabupaten Wonogiri

KHL dan UMK Jumlah Orang Persentase


< KHL 19 63,33%
> KHL 11 36,67%
< UMK 30 100%
> UMK 0 0%

Sumber: Data Primer (2019) dan BPS Kabupaten Wonogiri (2019)

Berdasarkan Tabel 4.33 dapat diketahui bahwa sebnyak 63,33% tenaga kerja

mendapatkan upah di bawah standar KHL, dan sebesar 100% tenaga kerja

mendapatkan upah di bawah UMK Kabupaten Wonogiri. Tenaga kerja industri

brem tidak memliki pekerjaan lain selain bekerja sebagai buruh di industri. Hal ini

menunjukkan bahwa kesejahteraan tenaga kerja di industri brem Kecamatan

Nguntoronadi masih tergolong rendah. Berdasarkan hasil penelitian, tenaga kerja

industri brem tidak memiliki pekerjaan lain selain menjadi buruh di industri.
99

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian di atas, maka dapat

ditarik beberapa kesimpulan berikut ini:

1) Variabel biaya bahan baku memiliki pengaruh yang positif dan signifikan

terhadap produksi brem. Sehingga semakin besar biaya input yang dikeluarkan

oleh pelaku usaha maka semakin meningkat pula total produksi brem yang

dihasilkan oleh rumah tangga industri brem di Kecamatan Nguntoronadi

Kabupaten Wonogiri.

2) Variabel biaya tenaga kerja memiliki pengaruh yang positif dan signifikan

terhadap produksi brem. Sehingga semakin besar biaya tenaga kerja yang

dikeluarkan oleh pelaku usaha maka semakin meningkat pula total produksi

brem yang dihasilkan oleh rumah tangga industri brem di Kecamatan

Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

3) Variabel pengalaman pelaku usaha berpengaruh positif tapi tidak signifikan

terhadap produksi brem. Hal ini menunjukkan variabel pengalaman pelaku

usaha tidak mempengaruhi jumlah produksi brem.

4) Variabel biaya energi memiliki pengaruh yang positif tapi tidak signifikan

terhadap produksi brem. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel biaya

energi tidak mempengaruhi jumlah produksi brem.


100

5) Variabel produksi brem memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

pendapatan pelaku usaha. Sehingga semakin tinggi jumlah brem yang

diproduksi maka semakin tinggi pula jumlah pendapatan yang diperoleh pelaku

usaha brem di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

6) Variabel produksi brem memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

upah tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah brem

yang diproduksi maka semakin tinggi pula tingkat upah yang diterima oleh

tenaga kerja industri brem di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri.

7) Berdasarkan hasil analisis, rata-rata pendapatan pelaku usaha sudah

memenuhi standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum

Kabupten (UMK) di Kabupaten Wonogiri. Akan tetapi rata-rata upah tenaga

kerja masih di bawah standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah

Minimum Kabupten (UMK) di Kabupaten Wonogiri.

5.2 Saran

Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian di atas, maka terdapat

beberapa saran berikut ini:

1) Pemerintah

Berdasarkan tingginya nilai produksi brem di Kecamatan Nguntoronadi

dengan jumlah rumah tangga industri sebanyak 22 rumah tangga, diharapkan

pemerintah untuk terus dapat mengembangkan industri tersebut agar jumlah

industrinya dapat bertambah. Pemerintah dapat memberikan kemudahan akses

modal kepada pelaku usaha baru karena modal yang dibutuhkan dalam industri

brem cukup besar dan memberikan pelatihan/penyuluhan mengenai kegiatan

produksi dan pemasaran. Karena dengan berkembangnya industri brem sangat

berpengaruh terhadap perekonoman masyarakat sekitar yaitu sebagai

pemasok bahan baku, sebagai tenaga kerja, dan sebagai pemasar produk.
101

2) Pelaku Usaha

Tingkat produksi brem yang tinggi tidak terlepas dari menajemen produski

yang baik, salah satunya adalah menejemen dalam mengatur input produksi

agar menghasilkan output yang maksimal. Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa sebagian pelaku usaha brem masih mencampur antara

penggunaan teknologi manual dengan teknologi modern sehingga berdampak

pada tidak signifikannya biaya energi terhadap jumlah produksi brem.

Seharusnya pelaku usaha lebih konsisten dalam penggunaan energi karena

selain berdampak pada kualitas produksi, hal ini juga berpengaruh terhadap

kuantitas produksi brem.

Seharusnya pelaku usaha harus memperhatikan sistem pengupahan

tenaga kerja. Karena berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa upah

yang dterima oleh tenaga kerja masih jauh dari standar KHL dan UMK

Kabupaten Wonogiri. Pelaku usaha harus mengetahui bahwa tenaga kerja

memiliki hak yang harus dipenuhi salah satunya adalah memperoleh upah yang

layak.
102

DAFTAR PUSTAKA

Adiati, N.A, dan Made Dwi S.M. 2013. Analisis Produktivitas Tenaga Kerja Industri
Gamelan di Desa Tihingan Kabupaten Klungkung. Bali: Universitas
Udayana.

Amalia, Fitri. 2014. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas Pada Kegiatan Sektor
Usaha Mikro di Lingkungan UIN Syarid Hidayatullah Jakarta. Jakarta: UIN
Syarid Hidayatullah.

Arianti, Nyayu Neti, dkk. 2007. Penentuan Harga Pokok Produksi, Kontribusi
Pendapatan Usaha, dan Pemasaran Brem di Desa Gebang Kecamatan
Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah. Bengkulu:
Universitas Bengkulu.

Arifin, Agus. 2011. Struktur Industri, Tingkat Produktivitas, dan Efisiensi Ekonomis
dalam Pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak (Studi Empiris Perajin Tahu
Desa Kalisari, Cilongok VS Perajin Tahu Desa Kalikabong, Kalimanah,
Purbalingga. Purwokerto: Universitas Jenderal Sudirman.

Arifini, N.K. dan Madi Dwi S.M. 2013. Analisis Pendapatan Pengrajin Perak di Desa
Kamasan Kabupaten Klungkung. Bali: Universitas Udayana.

Bappeda dan Litbang. 2018. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)


Kabupaten Wonogiri Tahun 2019. Wonogiri: Bappeda dan Litbang
Kabupaten Wonogiri.

BPS. 2018. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha. Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri.
Diakses pada 16 Juli 2019, https://www.wonogirikab.bps.go.id/.

BPS. 2018. Kabupaten Wonogiri Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Wonogiri.

BPS. 2018. Kecamatan Nguntoronadi Dalam Angka 2018. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Wonogiri. Diakses pada 1 November 2019.
https://www.wonogirikab.bps.go.id/

BPS. 2018. Konsep Perusahaan Industri Pengolahan. Badan Pusat Statistik.


Diakses pada 16 Juli 2019, https://www.bps.go.id/.

BPS. 2018. Provinsi Jawa Tengah dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi
Jawa Tengah. Diakses pada 16 Juli 2019, https://www.jateng.bps.go.id/.
103

BPS. 2019. [Seri 2010] Distribusi PDB Triwulan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
Lapangan Usaha (Persen). Badan Pusat Statistik. Diakses pada 15 Juli
2019, https://www.bps.go.id/

BPS. 2019. Kecamatan Nguntoronadi Dalam Angka 2019. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Wonogiri. Diakses pada 1 November 2019.
https://www.wonogirikab.bps.go.id/

Cahyadinata, I.W.P, dan Ida B.D. 2018. Pengaruh Upah, Modal, Bahan Baku dan
Tenaga Kerja Terhadap Produksi Industri Kerajinan Kayu di Kabupaten
Giayanyar. Bali: Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Danil, Mahyu. 2013. Pengaruh Pendapatan Terhadap Tingkat Konsumsi Pada


Pegawai Negeri Sipil di Kantor Bupati Kabupaten Bireuen. Aceh: STIE
Kebangsaan Bireuen.

Dinas KUKM dan Perindag. 2019. Industri Sentra Kabupaten Wonogiri. Dinas
KUKM dan Perindag Kabupaten Wonogiri.

Disdukcapil. 2018. Data Kependudukan Kabupaten Wonogiri. Dinas Kependuduka


dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri. Diakses Pada 1 November
2019, https://www.disdukcapil.wonogirikab.go.id/

Dumairy, M.A. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga

Efendi, A.A, Marijono, dan Deditiani T.I. 2014. Pengaruh Produktivitas Kerja
Terhadap Tingkat Pendapatan Usaha Kerajinan Sayangan di Desa
Kalibaru Wetan, Kecamatan Kalibaru Kabupaten Bayuwangi Tahun 2014.
Jember: Universitas Jember.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Anlalisis Multivariat dengan Pengujian SPSS.


Semarang Undip.

Gujarati, D.N, dan Dawn C. Porter. 2015. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi 5.


Jakarta: Salemba Empat

Ham, F.C, Herman K, dan Alexander S. 2008. Analisis Pengakuan Pendapatan


dan Beban Pada PT Bank Perkreditan Rakyat Prisma Dana Manado.
Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Handayani, I.A.P.S, dan Ida B.P.P. 2018. Analisis Economic os Scale dan Efisiensi
Penggunaan Input Terhadap Output pada Industri Genteng di Kecamatan
Kediri Kabupaten Tabanan. Bali: Universitas Udayana.

Herawati, Efi. 2008. Analisis Pengaruh Faktor Produksi Modal, Bahan Baku,
Tenaga Kerja dan Mesin Terhadap Produksi Glycerine Pada PT. Flora
Sawta Chemindo Medan. Tesis. Universitas Sumatera Utara.

Herawati, H, dan Dewi M. 2016. Pengaruh Kualitas Bahan Baku dan Proses
Produksi Terhadap Kualitas Produ Pada UD. Tahu Rosydi Puspan Maron
Probolinggo. Probolinggo: Universitas Puspan Maron

Ingranti, Mentari, dkk. 2012. Analisis Pengaruh Komponen Teknologi dan Nilai
Tambah Terhadap Perkembangan Sentra Industri Kerupuk Udang
104

Sidoarjo (Studi Kasus di Industri Kerupuk Udang Desa Kedungrejo,


Kabupaten Sidoarjo). Universitas Brawijaya: Malang

Ismail, Munawar, Dwi Budi S, dan Ahmad Erani Y. 2014. Sistem Ekonomi
Indonesia Tafsiran Pancasila dan UUD 1945. Jakarta: Erlangga.

Kementerian Perindustrian. 2019. Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur


Terus Meningkat. Siaran Pers Kementerian Perindustrian. Diakses pada
15 Juli 2019, www.kemenperin.go.id/artikel/20288/penyerapan-tenaga-
kerja-industri-manufaktur-terus-meningkat/.

Lahu, E.P, dan Jacky S.B.S. 2006. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Guna Meminimalkan Biaya Persediaan Pada Dunkin Donuts Manado.
Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Latumaerissa, Julius R. 2015. Perekonomian Indonesia dan Dinamika Ekonomi


Global. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Lubis, Zulfikar, dan Sandy T.P. 2010. Penentuan Harga dan Satuan Pekerjaan
Ditinjau Dari Produktivitas Tenaga Kerja Konstruksi Pada Setiap Jenjang
Keahlian di Lapangan. Lamongan: Universitas Islam Lamongan.

Nawawi, Imam, dkk. 2015. Pengaruh Keberadaan Industri Terhadap Kondisi


Sosial Ekonomi dan Budaya Masayarakat Desa Lagadar Kecamatan
Marga Asih Kabupaten Bandung. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.

Nugroho, Satya, dan Muchamad J.B. 2014. Pengaruh Modal, Tenaga Kerja, dan
Teknologi terhadap Hasil Produksi Susu Kabupaten Boyolali. Semarang:
Universitas Diponegoro.

Oktaviani, Diah. 2017. Dinamika Sentra Industri Kecil Brem di Desa Gebang
Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri Tahun 1990-2015. Skripsi.
Universitas Sebelas Maret.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.


17/MEN/VIII/2015 Tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan
Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.

Pratomo, Devanto S, dan Putu M.A.S. 2016. Kebijakan Upah Minimum Pekerja
Untuk Perekonomian yang Berkeadilan: Tinjauan UUD 1945. Malang:
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Putra, I.M.Y.A.W, dan Gede W. 2019. Pengaruh Pengalaman Kerja, Tingkat


Pendidikan dan Teknologi Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Pengrajin
Ukiran Kayu. Bali: Universitas Udayana.

Putra, Rizky Eka. 2012. Pengaruh Nilai Investasi, Nilai Upah, dan Nilai Produksi
Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Mebel di Kecamatan
Pedurungan Kota Semarang. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Ramadhani, Yuliastuti. 2011. Analisis Efisiensi, Skala dan Elastisitas Produksi


dengan Pendekatan Cobb-Douglas dan Regresi Berganda. Yogyakarta:
Institut Sins dan Teknologi AKPRIND.
105

Sa’adah, N.W, Dan Adyan P.S. 2016. Analisis Pengaruh Upah Minimum Pekerja
dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Tingkat Pengangguran di
Surabaya. Surabaya: Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

Sari, Merrana Puspita, dkk. 2009. Pergeseran Pekerjaan Remaja dari Sektor
Pertanian ke Sektor Industri. Bali: Universitas Udayana

Sartin. 2018. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Output Produksi


Cobb-Douglas do PT. Garudafood Gresik. Surabaya: Universitas
Pembangunan Nasional Veteran.

Setiawan, A.B, dan Sucihatiningsih D.W.P. 2011. Analisis Efisiensi Penggunaan


Faktor-Faktor Produksi Usaha Tani Jagung di Kabupaten Grobogan
Tahun 2008. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Silalahi, Sahat Aditu Fandhitya. 2014. Kondisi Industri Manufaktur Indonesia


Dalam Menghadapi Globalisasi. Jakarta: Jurnal DPR Industri Manufaktur.

Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendi. 1982. Metode Penelitian Survai. Jakarta:
LP3ES

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif


dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukirno, Sadono. 2016. Mikroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta:


Rajawali Press.

Sulaeman, Ardika. 2014. Pengaruh Upah dan Pengalaman Kerja Terhadap


Produktivitas Karyawan Kerajinan Ukiran Kabupaten Subang. Subang:
STIE Miftahul Huda.

Sumolang, Z.V, Tri O.R, dan Daisy S.M.E. 2017. Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Produksi Industri Olahan Ikan di Kota Manando. Manado:
Universitas Sam Ratulangi.

Suprihatin. 2014. Produktivitas Kerja Perempuan Dalam Industri Rumah Tangga


di Dusun Mlangi Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Cokroaminoto.

Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/66 Tahun 2018 Tentang
Upah Minimum Pada 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

Suseno, Y. Djoko, dan Edie Wibowo. 2018. Peningkatan Produktivitas Produksi


Brem Sebagai Upaya Untuk Mengangkat Potensi Kabupaten Wonogiri.
Surakarta: Unoversitas Slamet Riyadi.

Teja, Mohamad. 2015. Pembangunan Untuk Kesejahteraan Masyarakat di


Kawasan Pesisisr. Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi
(P3DI), Sekretariat Jenderal DPR RI.

Tigau, Reinaldi, Debby Ch.R, dan Patrick C.W. 2013. Analisis Pendapatan dan
Pola Konsumen Pekerja Sektor Informal di Bukit Kasih Desa Kanonang
Dua Kecamatan Kawangkoan Barat. Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Tjiptoherijianto, Prijono. 2001. Proyeksi Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga Kerja,


dan Peran Serikat Pekerja dalam Peningkatan Kesejahteraan. Majalah
Perencanaan Pembangunan Edisi 23
106

Trimaya, Arissta. 2014. Pemberlakuan Upah Minimum dalam Sistem Pengupahan


Nasional Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Tenaga Kerja. Bidang
Kesejahteraan Rakyat Deputi Perundang-undangan Sekretariat Jenderal
DPR RI.

Tuhasno. 2017. Pengaruh Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Terhadap
Volume Produksi Tungku di Desa Broja Mulya Kecamatan Braja Selebah.
Lampung: STIE Lampung Timur.

Ukkas, Imran. 2017. Fajtor-faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja


Industri Kecil Kota Palopo. Palopo: STIE Muhammadiyah Palopo.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang


Ketenagakerjaan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian.

Wiantara, Ketut Alit. 2015. Hubungan Tingkat Upah dengan Produktivitas Kerja
Pada Perusahaan Kecap Sumber Rasa di Desa Temukus Tahun 2014.
Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Widayanti, Rina. 2010. Formulasi Model Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan
Terhadap Angkutan Kota di Kota Depok. Universitas Gunadarma: Depok

Widyastuti, Astriana, 2012. Analisis Hubungan Antara Produktivitas Pekerja dan


Tingkat Pendidikan Pekerja Terhadap Kesejahteraan Keluarga di Jawa
Tengan Tahun 2009. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Wijaya, I.B.K, dan Made S.U. 2016. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pendapatan Industri Kerajinan Bambu di Kabupaten Bangli. Bali:
Universitas Udayana.
107

LAMPIRAN
108

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian

KUISIONER PENELITIAN

Judul Penelitian:

ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK


PARA PELAKU USAHA DAN TENAGA KERJA: STUDI KASUS PADA INDUSTRI BREM DI
KECAMATAN NGUNTORONADI, KABUPATEN WONOGIRI

Nomor dan Tanggal Pengisian Kuisioner :

1. Nama :
2. Alamat :
3. Umur :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Pengalaman Pelaku Usaha Brem: Tahun
6. Pekerjaan Lain :
7. Aspek Pendapatan Pendapatan Pelaku Usaha Brem

Keterangan Jumlah

Pendapatan Kotor Rp.

Pendapatan Bersih Rp.

8. Aspek Produktivitas Brem

Keterangan: Jumlah

kg
Rata-rata brem yang diproduksi per bulan
Rp.

Kendala yang mungkin dihadapi ketika


pelaksanaan proses produksi brem
109

9. Aspek Bahan Baku


No. Jenis Bahan Baku Jumlah Total Harga

1.

2.

3.

Kendala yang mungkin dihadapi saat


memperoleh bahan baku

10. Aspek Tenaga Kerja


a. Jumlah Tenaga Kerja : orang
b. Lama Jam Kerja : jam
c. Total Biaya Tenaga Kerja :
d. Identitas Tenaga Kerja
No. Nama Jenis Umur Upah Pekerjaan
Kelamin lainnya.
1.

2.

3.

4.

11. Aspek Biaya Energi


No. Jenis Teknologi yang Digunakan Total Biaya Energi
110

Lampiran 2. Tabulasi Data Penelitian (Pelaku Usaha Brem)

Jumlah Biaya Biaya Biaya Pendapatan Pendapatan


No Pengalaman
Produksi Bahan Baku Tenaga Kerja Energi Kotor Bersih
1 350 9622000 1000000 20 170000 17500000 17500000
2 600 17460000 1200000 15 230000 30000000 30000000
3 1500 35092000 2700000 34 400000 75000000 75000000
4 800 20376000 1800000 16 250000 40000000 40000000
5 200 5660000 800000 30 175000 10000000 10000000
6 1500 33960000 1800000 30 490000 75000000 75000000
7 400 11320000 1800000 5 175000 20000000 20000000
8 1500 36224000 1500000 10 460000 75000000 75000000
9 400 8490000 1800000 10 180000 20000000 20000000
10 1080 32601600 1500000 5 350000 54000000 54000000
11 1200 31696000 1500000 31 400000 60000000 60000000
12 450 12225600 1500000 22 170000 22500000 22500000
13 450 11320000 1300000 25 175000 22500000 22500000
14 1200 33960000 1650000 10 380000 60000000 60000000
15 600 16980000 1200000 5 200000 30000000 30000000
16 750 16980000 1500000 16 190000 37500000 37500000
17 1500 33960000 3000000 6 480000 75000000 75000000
18 480 11320000 1250000 9 175000 24000000 24000000
19 550 14716000 1000000 35 180000 27500000 27500000
20 1700 45280000 2850000 22 535000 85000000 85000000
21 1400 33960000 2500000 27 380000 70000000 70000000
22 1000 28300000 1000000 30 340000 50000000 50000000
111

Lampiran 3. Tabulasi Data Penelitian (Tenaga Kerja)

Jumlah
No Upah
Produksi
1 350 1000000
2 600 1200000
3 1500 1200000
4 1500 1500000
5 900 900000
6 900 900000
7 200 800000
8 1500 800000
9 1500 800000
10 400 1000000
11 400 800000
12 1500 1500000
13 400 800000
14 400 1000000
15 1080 1500000
16 1200 1500000
17 450 1500000
18 450 1300000
19 1200 1600000
20 600 1200000
21 750 1500000
22 1500 1500000
23 1500 1500000
24 480 1250000
25 550 1000000
26 1700 1250000
27 1700 1600000
28 1400 1250000
29 1400 1250000
30 1000 1000000
112

Lampiran 4. Hasil Analisis Regresi Persamaan 1

Dependent Variable: LN_PRODUKSI_BREM


Method: Least Squares
Date: 11/02/19 Time: 06:33
Sample: 1 22
Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -12.15208 0.794902 -15.28753 0.0000


LN_BIAYA_BAHAN_BAKU 0.893715 0.089919 9.939107 0.0000
LN_BIAYA_TENAGA_KERJA 0.203484 0.071456 2.847684 0.0111
LN_PENGALAMAN 0.029325 0.029658 0.988767 0.3366
LN_BIAYA_ENERGI 0.063835 0.125532 0.508515 0.6176

R-squared 0.982831 Mean dependent var 6.634002


Adjusted R-squared 0.978792 S.D. dependent var 0.604486
S.E. of regression 0.088032 Akaike info criterion -1.825517
Sum squared resid 0.131744 Schwarz criterion -1.577552
Log likelihood 25.08068 Hannan-Quinn criter. -1.767104
F-statistic 243.2932 Durbin-Watson stat 2.212354
Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 5. Uji Normalitas Persamaan 1

6
Series: Residuals
Sample 1 22
5 Observations 22

4 Mean 2.32e-15
Median -0.006912
Maximum 0.143051
3 Minimum -0.121250
Std. Dev. 0.079205
Skewness 0.310047
2
Kurtosis 2.105057

1 Jarque-Bera 1.086653
Probability 0.580813

0
-0.10 -0.05 0.00 0.05 0.10 0.15
113

Lampiran 6. Uji Multikolinieritas Persamaan 1

Variance Inflation Factors


Date: 11/02/19 Time: 06:40
Sample: 1 22
Included observations: 22

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

C 0.631868 1793.776 NA
LN_BIAYA_BAHAN_BAKU 0.008085 6480.054 7.579748
LN_BIAYA_TENAGA_KERJA 0.005106 2945.211 1.755132
LN_PENGALAMAN 0.000880 19.89685 1.081807
LN_BIAYA_ENERGI 0.015758 7004.034 7.838798
114

Lampiran 7. Uji Heterokedastisitas Persamaan 1

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 2.257394 Prob. F(14,7) 0.1410


Obs*R-squared 18.01073 Prob. Chi-Square(14) 0.2063
Scaled explained SS 5.942079 Prob. Chi-Square(14) 0.9679

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 11/02/19 Time: 06:42
Sample: 1 22
Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 5.730460 3.208884 1.785811 0.1173


LN_BIAYA_BAHAN_BAKU -0.544969 0.447248 -1.218493 0.2625
LN_BIAYA_BAHAN_BAKU^2 0.067721 0.027096 2.499312 0.0410
LN_BIAYA_BAHAN_BAKU*LN_BIAYA_TEN
AGA_KERJA 0.024130 0.031604 0.763506 0.4701
LN_BIAYA_BAHAN_BAKU*LN_PENGALAM
AN 0.027374 0.022467 1.218380 0.2625
LN_BIAYA_BAHAN_BAKU*LN_BIAYA_ENE
RGI -0.169925 0.070964 -2.394520 0.0478
LN_BIAYA_TENAGA_KERJA 0.409667 0.459559 0.891436 0.4023
LN_BIAYA_TENAGA_KERJA^2 -0.008724 0.026306 -0.331652 0.7499
LN_BIAYA_TENAGA_KERJA*LN_PENGALA
MAN -0.000424 0.010259 -0.041346 0.9682
LN_BIAYA_TENAGA_KERJA*LN_BIAYA_E
NERGI -0.045443 0.044789 -1.014623 0.3441
LN_PENGALAMAN -0.126821 0.133471 -0.950174 0.3737
LN_PENGALAMAN^2 -0.006304 0.003889 -1.621189 0.1490
LN_PENGALAMAN*LN_BIAYA_ENERGI -0.023964 0.027331 -0.876821 0.4097
LN_BIAYA_ENERGI -0.622891 0.485823 -1.282135 0.2406
LN_BIAYA_ENERGI^2 0.166424 0.053883 3.088632 0.0176

R-squared 0.818669 Mean dependent var 0.005988


Adjusted R-squared 0.456008 S.D. dependent var 0.006443
S.E. of regression 0.004752 Akaike info criterion -7.641901
Sum squared resid 0.000158 Schwarz criterion -6.898008
Log likelihood 99.06091 Hannan-Quinn criter. -7.466662
F-statistic 2.257394 Durbin-Watson stat 2.172130
Prob(F-statistic) 0.141047
115

Lampiran 8. Hasil Regresi Persamaan 2

Dependent Variable: LN_PENDAPATAN


Method: Least Squares
Date: 11/02/19 Time: 08:50
Sample: 1 22
Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 9.135556 0.264767 34.50416 0.0000


LN_PRODUKSI_BREM 1.125194 0.039753 28.30437 0.0000

R-squared 0.975644 Mean dependent var 16.60009


Adjusted R-squared 0.974426 S.D. dependent var 0.688602
S.E. of regression 0.110121 Akaike info criterion -1.487968
Sum squared resid 0.242532 Schwarz criterion -1.388782
Log likelihood 18.36764 Hannan-Quinn criter. -1.464603
F-statistic 801.1376 Durbin-Watson stat 2.440491
Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 9. Uji Normalitas Persamaan 2

5
Series: Residuals
Sample 1 22
4 Observations 22

Mean -3.63e-15
3
Median 0.008418
Maximum 0.192841
Minimum -0.206310
Std. Dev. 0.107467
2
Skewness 0.008173
Kurtosis 2.212469
1 Jarque-Bera 0.568766
Probability 0.752479

0
-0.25 -0.20 -0.15 -0.10 -0.05 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20
116

Lampiran 10. Uji Multikolinieritas Persamaan 2

Variance Inflation Factors


Date: 11/02/19 Time: 09:01
Sample: 1 22
Included observations: 22

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

C 0.070101 127.1775 NA
LN_PRODUKSI_BREM 0.001580 127.1775 1.000000

JJSDSDHSD

Lampiran 11. Uji Heterokedastisitas Persamaan 2

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 0.589644 Prob. F(2,19) 0.5644


Obs*R-squared 1.285692 Prob. Chi-Square(2) 0.5258
Scaled explained SS 0.644158 Prob. Chi-Square(2) 0.7246

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 11/02/19 Time: 09:04
Sample: 1 22
Included observations: 22

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.290269 0.332815 -0.872165 0.3940


LN_PRODUKSI_BREM 0.095512 0.102447 0.932306 0.3629
LN_PRODUKSI_BREM^2 -0.007492 0.007835 -0.956247 0.3510

R-squared 0.058441 Mean dependent var 0.011024


Adjusted R-squared -0.040671 S.D. dependent var 0.012425
S.E. of regression 0.012675 Akaike info criterion -5.772280
Sum squared resid 0.003052 Schwarz criterion -5.623502
Log likelihood 66.49508 Hannan-Quinn criter. -5.737232
F-statistic 0.589644 Durbin-Watson stat 1.786346
Prob(F-statistic) 0.564357
117

Lampiran 12. Hasil Regresi Persamaan 3

Dependent Variable: LN_UPAH


Method: Least Squares
Date: 11/03/19 Time: 18:05
Sample: 1 30
Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 12.76562 0.452844 28.18990 0.0000


LN_PRODUKSI_BREM 0.178961 0.067163 2.664555 0.0126

R-squared 0.202276 Mean dependent var 13.96748


Adjusted R-squared 0.173786 S.D. dependent var 0.242334
S.E. of regression 0.220273 Akaike info criterion -0.123561
Sum squared resid 1.358560 Schwarz criterion -0.030148
Log likelihood 3.853420 Hannan-Quinn criter. -0.093678
F-statistic 7.099853 Durbin-Watson stat 1.035022
Prob(F-statistic) 0.012646

Lampiran 13. Hasil Uji Normalitas Persamaan 3

8
Series: Residuals
7 Sample 1 30
Observations 30
6
Mean 3.22e-15
5 Median -0.010401
Maximum 0.362038
4 Minimum -0.482035
Std. Dev. 0.216441
3 Skewness -0.586380
Kurtosis 2.660280
2
Jarque-Bera 1.863468
1 Probability 0.393870

0
-0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4
118

Lampiran 14. Uji Multikolinieritas Persamaan 3

Variance Inflation Factors


Date: 11/03/19 Time: 18:11
Sample: 1 30
Included observations: 30

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

C 0.205068 126.7936 NA
LN_PRODUKSI_BREM 0.004511 126.7936 1.000000

HS

Lampiran 15. Uji Heterokedastisitas Persamaan 3

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 0.449347 Prob. F(2,27) 0.6427


Obs*R-squared 0.966382 Prob. Chi-Square(2) 0.6168
Scaled explained SS 0.698834 Prob. Chi-Square(2) 0.7051

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 11/03/19 Time: 18:12
Sample: 1 30
Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.442099 1.502681 -0.294207 0.7708


LN_PRODUKSI_BREM 0.131693 0.460028 0.286271 0.7769
LN_PRODUKSI_BREM^2 -0.008734 0.034963 -0.249796 0.8046

R-squared 0.032213 Mean dependent var 0.045285


Adjusted R-squared -0.039475 S.D. dependent var 0.059349
S.E. of regression 0.060509 Akaike info criterion -2.677423
Sum squared resid 0.098855 Schwarz criterion -2.537303
Log likelihood 43.16134 Hannan-Quinn criter. -2.632597
F-statistic 0.449347 Durbin-Watson stat 1.292823
Prob(F-statistic) 0.642730
119

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Ii PDF
    Bab Ii PDF
    Dokumen20 halaman
    Bab Ii PDF
    Ade Nias Lutfia
    Belum ada peringkat
  • Parasit Sek4wan Loveeee
    Parasit Sek4wan Loveeee
    Dokumen164 halaman
    Parasit Sek4wan Loveeee
    Ilman Rois Sabillah
    Belum ada peringkat
  • Revisi Sempro
    Revisi Sempro
    Dokumen119 halaman
    Revisi Sempro
    Ilman Rois Sabillah
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN Pokphan Rizki
    LAPORAN Pokphan Rizki
    Dokumen39 halaman
    LAPORAN Pokphan Rizki
    Ilman Rois Sabillah
    Belum ada peringkat
  • Lap
    Lap
    Dokumen23 halaman
    Lap
    Ilman Rois Sabillah
    Belum ada peringkat
  • Ba 38
    Ba 38
    Dokumen5 halaman
    Ba 38
    Ilman Rois Sabillah
    Belum ada peringkat
  • An Nahl 2016
    An Nahl 2016
    Dokumen40 halaman
    An Nahl 2016
    Ilman Rois Sabillah
    Belum ada peringkat
  • Hak Paten
    Hak Paten
    Dokumen22 halaman
    Hak Paten
    Ilman Rois Sabillah
    Belum ada peringkat
  • Cacing Metode Natif BI
    Cacing Metode Natif BI
    Dokumen7 halaman
    Cacing Metode Natif BI
    Ilman Rois Sabillah
    Belum ada peringkat
  • Extremitas Cau Pelvis
    Extremitas Cau Pelvis
    Dokumen30 halaman
    Extremitas Cau Pelvis
    wijayakusumamaheru
    Belum ada peringkat
  • Laporan
    Laporan
    Dokumen3 halaman
    Laporan
    Ilman Rois Sabillah
    Belum ada peringkat
  • Osteologi Axiale I New
    Osteologi Axiale I New
    Dokumen44 halaman
    Osteologi Axiale I New
    Ilman Rois Sabillah
    Belum ada peringkat
  • Andas Dan Craniofacialis
    Andas Dan Craniofacialis
    Dokumen6 halaman
    Andas Dan Craniofacialis
    Ilman Rois Sabillah
    Belum ada peringkat