Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AKUNTANSI PEMERINTAHAN
SIKLUS APBN

KELOMPOK 1:
CUT NURUL FARHANA (21216653)
DILLA SEPTIANA (22216017)
RISTA ASRI PUSPITA(26216504)
SHOFI MAHARANI(27216027)
VIORENNA WIDJAYANTI(27216557)
WILLIAM ADRIEL (27216652)

UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2019
A. Pengertian APBN
APBN adalah instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam
pembiayaan pelaksanaan kegiatan pemerintahan, pembangunan
pencapaian pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan nasional, stabilitas
perekonomian dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.

Pendapat lain mengatakan pengertian APBN adalah suatu daftar rencana semua
penerimaan dan pengeluaran pemerintah Republik Indonesia dalam rangka untuk
mencapai suatu tujuan. Pada umumnya APBN disusun untuk satu tahun anggaran.

B. Tujuan APBN
Secara umum tujuan penyusunan APBN adalah sebagai berikut:

1. Perancangan APBN bertujuan untuk memelihara dan menjaga stabilitas


perekonomian serta mencegah terjadinya defisit anggaran
2. APBN bertujuan sebagai pedoman dalam hal penerimaan serta pengeluaran negara
dalam pelaksanaan kegiatan kenegaraan yang disertai dengan tujuan untuk
peningkatan kesempatan kerja sehingga diarahkan kepada peningkatan
pertumbuhan perekonomian dan kemakmuran masyarakat.

C. Dasar – dasar hukum APBN


Berikut hukum APBN yang ada di Indonesia :

1. UUD 1945 pasal 23 ayat 1

Dalam perkembangannya, UUD 1945 merupakan landasan hukum tertinggi


dalam perundang-undangan di Indonesia. Maka dari itu, tidak mengherankan apabila
banyak sekali aturan-aturan yang termuat dalam UUD 1945 tentang beberapa lembaga
ataupun kepentingan negara. Salah satunya disini adalah tentang APBN pada UUD
1945 pasal 23 ayat 1 setelah amandemen.

- ayat 1 berbunyi, “APBN merupakan bentuk dari pengelolaan keuangan negara yang
ditetapkan dalam setiap tahunnya sesuai dengan UU dan dilaksanakan secara terbuka,
APBN juga memiliki tanggungjawab yang besar agar rakyat makmur”
- ayat 2 berbunyi, “rancangan UU APBN pada mulanya akan diajukan oleh Presiden,
nantinya akan dibahas lebih lanjut dengan DPR dan juga mempertimbangkan DPD”
- ayat 3 berbunyi, “apabila dalam pembahasan rancangan APBN DPR tidak
menyetujuinya, maka pemerintah dapat menjalankan APBN tahun lalu”

Jadi, landasan hukum APBN yang pertama sesuai dengan yang tertulis dalam UUD 1945 yang
berisi 3 ayat dengan inti yang berbeda-beda pula.

2. UU No 1 tahun 1994 berisi tentang Pendapatan dan Belanja Negara

Dalam UU tersebut, berisi banyak sekali pasal-pasal mengenai pendapatan dan


belanja negara, beberapa diantaranya berisi tentang pajak, bea cukai, program-
program pemerintah dan lain sebagainya. Akan tetapi berikut adalah beberapa inti
dari isi UU tersebut:

APBN merupakan laporan keuangan negara yang disusun sesuai dengan prinsip
anggaran yang telah ditetapkan dan bersifat dinamis bahwa APBN merupakan bagian
dari pelaksanaan rencana untuk pembangunan negara seperti yang sudah tertuang
dalam BAB IV Garis Besar Halauan Negara demi menjaga berlangsungnya
pembangunan negara, dibutuhkan lembaga yang mengatur dan mengawasi keuangan
negara seperti BPK apabila terdapat sisa anggaran, dapat dipastikan bahwa belanja
negara lebih sedikit dibandingkan dengan pendapatan negara. Dalam hal ini biasanya
akan digunakan untuk pembangunan lain di tahun mendatang. Beberapa pengeluaran
rutin APBN terdiri dari sektor industri, pertanian, transportasi, pariwisata, lingkungan
hidup, kesehatan, keamanan dan lain sebagainya.

Jadi inti dari UU No 1 tahun 1994 adalah aturan-aturan yang harus dikerjakan
dan dipertanggungjawabkan dalam pengelolaan keuangan negara.

3. UU nomor 17 tahun 2003 membahas Keuangan Negara

Dalam UU ini, terdapat beberapa perubahan yang mendasar tentang keuangan


negara. Perubahan-perubahan tersebut diantaranya tentang:

1. pengertian dan lingkup keuangan negara


2. asas umum dalam pengelolaan keuangan
3. penyusunan APBN dan APBD
4. tentang kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam keuangan
5. hubungan pemerintah pusat dengan lembaga atau instansi keuangan
6. penentuan waktu pelaporan keuangan
Adanya perubahan-perubahan seperti diatas bertujuan agar mengantisipasi terjadinya
perubahan standar akuntasi yang terjadi di pemerintahan Indonesia, dimana saat ini perubahan
tersebut mengacu pada sektor akuntasi dalam skala Internasional. Dalam UU tersebut
disebutkan bahwa ada perubahan dalam penyusunan APBN, adapun beberapa intinya adalah
sebagai berikut:

- tujuan anggaran Negara


- pentingnya peran DPR dan DPRD dalam penyusunan anggaran tahunan
- sistem akuntasi anggaran, termasuk klasifikasi, penyatuan serta penggunaan kerangka
anggaran
4. PP no 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

Dalam PP no 105 tahun 2000 berisikan tentang pengelolaan dan


pertanggungjawaban APBD yang terdiri dari 49 pasal mulai dari ketentuan umum, anggota
yang terlibat, asas yang diterapkan hingga tentang kerugian APBD. Akan tetapi, dari 49
pasal yang termuat dalam PP no 105 tahun 2000, kita dapat mengambil poin-poin penting
seperti :

- APBD merupakan anggaran dalam masing-masing pemerintah daerah yang dipimpin


langsung oleh Kepala Daerah
- Segala perangkat atau barang yang terdapat dalam Pemda merupakan pembelian yang
menggunakan dana dari pendapatan APBD (tidak keseluruhan) atau dari pendapatan
lain yang dianggap sah
- Bendahara Umum memegang peranan penting dalam keuangan daerah karena bertugas
sebagai bagian yang mengatur serta mengelola pendapatan dan pengeluaran kas daerah
- Asas dalam pengelolaan keuangan daerah harus taat pada UU yang berlaku, harus
transparan, efektif, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan pelaporannya

5. UU no 22 tahun 1999 tentang PEMDA (BAB VIII, pasal 78 – pasal 86)

Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa pertimbangan keuangan pemerintah Pusat dan
Daerah sudah diatur dalam undang-undang. Dalam undang-undang tersebut berisini tentang
harapan dapat terjadinya keseimbangan dan keuangan yang transparan. Selain itu diharapkan
juga distribusi akan kewenangan, pembiayaan dan tata sistem keuangan dapat terwujud
menjadi lebih baik agar pelaksanaan ekonomi dapat berjalan dengan lancar.
UU no 25 tahun 1999 tentang Penimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah

Dalam undang-undang ini telah menetapkan beberapa ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan daerah harus sesuai dengan yang diatur
dalam peraturan daerah
2. Sistem dan cara mengolah keuangan daerah diatur sesuai dengan surat keputusan kepala
daerah dan masih bertolok pada peraturan daerah
3. Kepala Daerah diberi tugas untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada
DPRD tentang pengelolaan keuangan daerah serta kinerjanya, dilihat dari efisiensi dan
keefektifannya
4. Laporan keuangan daerah bersifat umum, sehingga masyarakat berhak mengetahuinya

D. Jenis-Jenis APBN
1. Anggaran Penjualan
Anggaran jenis ini mengenai segala rencana penjualan selama periode yang di tentukan
yang akan di nyatakan dengan satuan uang dan juga kuantitas penjualan. Anggaran jensi
ini bisa di susun berdasarkan kepada proyeksi penjualan yang akan di berikan oleh
perusaan. Anggaran perusahaan merupakan suatu anggaran yang bisa menjelaskan
terperinci mengenai penjualan perusahaan di masa yang akan datang.

2. Anggaran Produksi
Jenis anggaran yang satu ini yaitu mengenai segala rencana unit yang akan di produksi
selama periode anggaran. Dalam taksiran produksi ini di tentukan berdasarkan rencana
dari penjualan atau persediaan yang sudah di rencanakan. Anggaran ini adalah dasar
dari biaya produksi, biaya tenaga kerja, biaya bahan baku, dan biaya pabrik.

3. Anggaran Biaya Bahan Baku


jenis anggaran yang satu ini yaitu mengenai segala macam taksiran mengenai bahan
baku yang di perlukan di dalam proses produksi dengan menyatakan suatu kuantitas
bahan baku dan satuan uang. Dari anggaran ini akan bisa di ketahui pembelian bahan
baku yang akan di pakai sebagai dasar dari penyusunan anggaran kas dan laba rugi.
4. Anggaran Biaya Tenaga Kerja Langsung
Anggaran jenis ini mengenai suatu taksiran tentang biaya tenaga kerja selama beberapa
periode anggaran yang akan di pakai menjadi dasar dari penyusunan anggaran kas dan
juga laba rugi. Pada umumnya penyusunan ini adalah suatu perhitungan biaya kerja
yang di kenal dengan dua macam perhitungan seperti upah per unit dan upah perjam.

5. Anggaran Overhead Pabrik


Jenis anggaran yang satu ini yaitu merngenai biaya overhead pabrik selama beberapa
periode anggaran yang di pakai dalam penyusunan anggaran kas dan labarugi.

6. Anggaran Persediaan
Jenis Anggaranyang satu ini yaitu mengenai persediaan yang di punyai perusahaan di
dalam suatu periode tentu denga perencanaan terperinci dan jelas.

7. Anggaran Biaya Produksi


Jenis anggaran yang satu ini yaitu mengenai biaya pemasaran dan anggaran biaya
administrasi yang umum tentang taksiran biaya pemasan, biaya administrasi dan juga
biaya umum.

8. Anggaran Program
Jenis anggaran yang satu ini yaitu mengenai anggaran operasi yang berdasar segala
program utama perusahaan yang berjenis atau keluarga produk seperti program
penelitian serta pengembangan.

9. Anggaran Pertanggung Jawaban


Jenis anggaran yang satu ini yaitu mengenai anggaran operasi yang d isusun
berdasarkan kepada pusat tanggung jawab yang terdapat di sautu perusahaan.

10. Anggaran Pengeluaran Modal


Jenis anggaran yang satu ini yaitu mengenai anggaran perencanaan perubahan aktiva
tetap suatu perusahaan selama periode tertentu anggaran.
11. Anggaran Kas
Jenis anggaran yang satu ini yaitu mengenai sumber dan penggunaan kas di dalam
periode tertentu. Anggaran ini tersusun dari berbagai anggaran operasi dan juga
pengeluaran modal dengan dasar penyusunan anggaran neraca.

12. Anggaran Rugi-Laba


Jenis anggaran yang satu ini yaitu mengenai laba rugi yang di dapat perusahaan selama
periode yang di tentukan. Anggaran ini di pakai untuk dasar penyusunan neraca.

13. Anggaran Neraca


Jenis anggaran yang satu ini yaitu mengenai suatu rencana tentang posisi keuangan
seperti aktiva, modal, dan juga utang yang di punyai oleh perusahaan dari awal hingga
akhir periode.

14. Anggaran Perubahan Posisi Keuangan


Jenis anggaran yang satu ini yaitu mengenai rencana perubahan aktiva, utang, dan
modal perusahaan selama periode yang di tetapkan.

E. Fungsi Anggran Pendapatan Daerah

APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan


stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi
kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus
penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun
anggaran berikutnya.

 Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan
demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
 Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi
pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu
pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-
rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan
dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar.
Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut
agar bisa berjalan dengan lancar.
 Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah
tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan
atau tidak.
 Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan
efektivitas perekonomian.
 Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan
 Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

F. Sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

A. PENDAPATAN NEGARA
Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari
penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari
dalam negeri dan luar negeri.

1. Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pajak dalam
negeri dan pajak perdagangan internasional.

a. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan,
pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi
dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.
b. Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari
bea masuk dan bea keluar.

2. Penerimaan negara bukan pajak, yang selanjutnya disingkat PNBP, adalah semua
penerimaan Pemerintah Pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam,
bagian Pemerintah atas laba badan usaha milik negara (BUMN), penerimaan negara bukan
pajak lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU).

3. Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa
dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang, jasa, dan surat
berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang
tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

B. BELANJA NEGARA

Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai
belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah.

1. Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi adalah belanja Pemerintah Pusat yang
dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga (K/L), sesuai dengan program-program
Rencana Kerja Pemerintah yang akan dijalankan.

2. Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang
digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban
dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas
umum, fungsi kesehatan, fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan,
dan fungsi perlindungan sosial.

C. Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis

adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah,
bantuan sosial, dan belanja lain-lain.

a. Belanja pegawai adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk


membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada
pegawai Pemerintah Pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas
di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang
telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan
modal.
b. Belanja barang adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk
membiayai pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi
barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan, dan
pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada
masyarakat, serta belanja perjalanan.
c. Belanja modal adalah belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.
d. Pembayaran bunga utang adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan
untuk membayar kewajiban atas penggunaan pokok utang baik utang dalam
negeri maupun luar negeri, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan
persyaratan dari utang yang sudah ada dan perkiraan utang baru, termasuk untuk
biaya terkait dengan pengelolaan utang.
e. Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga
yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa,
yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga
jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.
f. Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan atau
lembaga yang menyediakan dan mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM)
jenis tertentu, liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 (tiga) kilogram, dan
tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat yang
membutuhkan.
g. Belanja hibah adalah belanja Pemerintah Pusat yang bersifat sukarela dengan
pengalihan hak dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada
BUMN, pemerintah negara lain, lembaga/organisasi internasional, pemerintah
daerah khususnya pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang diterushibahkan ke
daerah yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak
mengikat, serta tidak secara terus menerus dan dilakukan dengan naskah
perjanjian antara pemberi hibah dan penerima hibah.
h. Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer
uang/barang yang diberikan kepada masyarakat melalui kementerian
negara/lembaga dan/atau pemerintah daerah guna melindungi masyarakat dari
kemungkinan terjadinya berbagai risiko sosial.
i. Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja pemerintah pusat yang
dialokasikan untuk membiayai keperluan lembaga yang belum mempunyai
kode bagian anggaran, keperluan yang bersifat ad hoc (tidak terus menerus),
kewajiban pemerintah berupa kontribusi atau iuran kepada organisasi/lembaga
keuangan internasional yang belum ditampung dalam bagian anggaran
kementerian negara/lembaga, dan dana cadangan risiko fiskal serta
mengantisipasi kebutuhan mendesak.

D. Transfer ke daerah

Pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana


perimbangan, dana otonomi khusus, dan dana penyesuaian.

a. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
1) Dana bagi hasil, yang selanjutnya disingkat DBH, adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka
persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

2) Dana alokasi umum, yang selanjutnya disingkat DAU, adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah, dihitung dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto.
3) Dana alokasi khusus, yang selanjutnya disingkat DAK, adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan
tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan
sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah.

b. Dana otonomi khusus


adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu
daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh.

c. Dana penyesuaian
adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan
kebijakan tertentu Pemerintah dan DPR sesuai peraturan perundangan, yang terdiri atas dana
insentif daerah, Dana Tambahan Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD),
dana-dana yang dialihkan dari Kementerian Pendidikan Nasional ke Transfer ke Daerah,
berupa Tunjangan Profesi Guru dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Dana Penyesuaian
Infrastruktur Daerah, serta Kurang Bayar Dana Sarana dan Prasarana Infrastruktur Provinsi
Papua Barat

G. Prinsip APBN

Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:

 Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.


 Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
 Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.

Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:

 Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.


 Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
 Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan
kemampuan atau potensi nasional.

H. Siklus APBN
1) Perencanaan dan penganggaran APBN
2) Penetapan dan persetujuan APBN
3) Pelaksanaan APBN
4) Pelaporan dan Pencatatan APBN
5) Pemeriksaan dan pertenggungjawaban APBN

I. Proses Penyusunan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara )


Sejak disahkannya UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1/2004
tentang Perbendaharaan Negara, pengelolaan APBN mengalami perubahan dalam
proses penganggaran, dari perencanaan hingga pelaksanaan anggaran. Berikut tahapan
proses perencanaan dan penyusunan APBN.

a. Tahap pendahuluan
1. Tahap awal mempersiapkan rancangan APBN oleh pemerintah meliputi
penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan penerimaan dan pengeluaran, skala prioritas,
dan penyusunan budget exercise. Asumsi dasar APBN meliputi:
 pertumbuhan ekonomi,
 tingkat inflasi,
 nilai tukar rupiah,
 suku bunga SBI tiga bulan,
 harga minyak internasional, dan
 lifting.

2. Mengadakan rapat komisi antarkomisi masing-masing dengan mitra kerjanya
(departemen/lembaga teknis).

3. Melakukan proses finalisasi penyusunan RAPBN oleh pemerintah.


b. Tahap pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN

1. Tahapan ini dimulai dengan pidato presiden sebagai pengantar RUU APBN
dan Nota Keuangan.

2. Selanjutnya, membahas baik antara menteri keuangan dan panitia anggaran


DPR maupun antara komisi-komisi dan departemen/ lembaga teknis terkait.

3. Hasil dari pembahasan berupa UU APBN memuat satuan anggaran sebagai


bagian tidak terpisahkan dari UU tersebut.
Satuan anggaran adalah dokumen anggaran yang menetapkan alokasi dana per
departemen/lembaga, sektor, subsektor, program, dan proyek/kegiatan.

4. Untuk membiayai tugas umum pemerintah dan pembangunan,


departemen/lembaga mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga
(RKAKL) kepada Departemen Keuangan dan Bappenas untuk kemudian dibahas
menjadi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan diverifikasi sebelum proses
pembayaran. Proses ini harus diselesaikan dari Oktober hingga Desember.

5. Dalam pelaksanaan APBN dibuat petunjuk berupa Keputusan Presiden


(Kepres) sebagai Pedoman Pelaksanaan APBN.

c. Tahap pengawasan APBN

1. Fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh pengawas


fungsional baik eksternal maupun internal pemerintah.

2. Sebelum berakhirnya tahun anggaran (sekitar bulan November), pemerintah


melalui Menteri Keuangan membuat laporan pertanggung jawaban pelaksanaan APBN
dan melaporkannya dalam bentuk Rancangan Perhitungan Anggaran Negara (RUU
PAN) yang paling lambat dilakukan lima belas bulan setelah berakhirnya pelaksanaan
APBN tahun anggaran yang bersangkutan.
Laporan ini disusun atas dasar realisasi yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa
keuangan (BPK). Apabila hasil pemeriksaaan perhitungan dan pertanggung jawaban
pelaksanaan yang dituangkan dalam RUU PAN disetujui oleh BPK, RUU PAN tersebut
diajukan kepada DPR untuk mendapat pengesahan menjadi UU Perhitungan Anggaran
Negara (UU PAN) tahun anggaran bersangkutan.

J. Contoh kasus APBN di Indonesia


Referensi:
https://www.studiobelajar.com/apbn-apbd/
https://www.gurupendidikan.co.id/anggaran/
https://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara_Indonesia
https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertian-apbn.html

Anda mungkin juga menyukai