Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kucing menjadi hewan peliharaan manusia sudah berlangsung selama ribuan tahun
lalu. Bahkan kucing maupun anjing seringkali dianggap sebagai anggota keluarga.
Sebagai hewan kesayangan, kucing memerlukan perawatan dari segi kesehatan. Kesehatan
kucing sangat penting untuk dijaga agar terhindar dari berbagai macam penyakit yang
mengancam dan bahkan zoonosis. Ledakan populasi kucing lokal dapat dicegah dengan
upaya euthanasia, sterilisasi, dan kontrasepsi. Upaya sterilisasi merupakan solusi yang
paling efektif menekan ledakan populasi kucing lokal. Namun semua upaya tersebut
hanya dapat dilakukan oleh dokter hewan di rumah sakit atau klinik hewan yang memiliki
fasilitas memenuhi standar operasi. Sterilisasi pada hewan yang dilakukan saat ini dapat
dibedakan secara medis, dengan tindakan operasi pengambilan organ reproduksi hewan
jantan (kastrasi) atau hewan betina (ovariohisterectomy) (Hanif dkk, 2017).
Ovariohisterktomi adalah prosedur operasi yang digunakan secara luas oleh Dokter
Hewan. Hal ini ditunjukkan pada kasus pyometra, tumor uterus, atau patalogi lainya.
Tindakan bedah ini akan memberikan efek pada hewan seperti perubahan tingkah laku,
tidak bunting dan tidak dapat menyusui. Untuk melakukan tindakan ovariohisterektomi
dibutuhkan anastesi. Anastesia adalah keadaan tidak peka rasa sakit, dimaksudkan agar
hewan tidak menderita, hewan menjadi tenang dan mudah dikendalikan. Salah satu
anastesi yang digunakan ialah anastesi umum. Contohnya ketamin dan xylazin. Banyak
penggunaan kombinasi dari ketamin dan xylazin. Ada beberapa hal yang harus diingat
oleh anastesiolog yaitu onset dan sedasi. Onset adalah waktu yang dibutuhkan suatu obat
untuk mempegaruhi tubuh, sedanglan sedasi adalah lama hewan teranastesi ( hilangnya
kesadaran sampai sadar kembali) (Yusuf dkk, 2018).
Dibalik setiap pembedahan pasti terdapat keuntungan dan kerugian yang
menghampiri. Salah satu keuntungan dari insisi medianus ialah tempat penyayatan mudah
ditemukan karena adanya garis putih (linea alba) sebagai penanda, meminimalisirkan
terjadinya perdarahan karena didaerah tersebut sedikit mengandung syaraf. Adapun
kerugian yang dapat terjadi dalam menerapkan metode ini ialah dapat terjadi hernia jika
proses penjahitan atau penanganan post operasi kurang baik dan kesembuhannya yang
relatif lama. Oleh karena itu sangat penting untuk memahami teknik dari OH mulai dari
persiapan alat hingga perawatan post operasi dari hewan.

1.2 Tujuan Ovariohisterktomi (OH)


Tujuan dilakukannya OH adalah untuk mencegah estrus dan tidak menghasilkan
keturunan (sterilisasi), serta dapat mecegah tumor mammae, mencegah dan menangani
pyometra, neoplasia, cyst, dan mencegah gangguan keseimbangan endokrin

2.3 Manfaat
Manfaat dilakukannya Ovariohisterktomi (OH) untuk praktikan adalah dapat
mengetahui teknik Ovariohisterktomi (OH) yang benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ovariohisterktomi (OH)


Ovariohisterktomi adalah prosedur operasi yang digunakan secara luas oleh Dokter
Hewan. Hal ini ditunjukkan pada kasus pyometra, tumor uterus, atau patalogi lainya.
Tindakan bedah ini akan memberikan efek pada hewan seperti perubahan tingkah laku,
tidak bunting dan tidak dapat menyusui (Yusuf dkk, 2018).

2.2 Anatomi Reproduksi Kucing Betina


Kucing domestik dewasa rata-rata memiliki panjang tubuh 76 cm, berat tubuh pada
betina 2 – 3 kg, pada jantan 3 – 4 kg, dan lama hidup sekitar 13 – 17 tahun. Kucing betina
menjadi dewasa kelamin antara umur 7 – 12 bulan. Sedangkan dewasa kelamin pada
kucing jantan dimulai antara umur 9 – 12 bulan. Meskipun demikian, kucing peranakan
murni dari kedua jenis kelamin tersebut dapat menjadi aktif secara seksual lebih cepat
(Ulva, 2017).
Pada dasarnya, fungsi sistem reproduksi hewan betina adalah memproduksi oocyte
dan menyediakan lingkungan untuk pertumbuhan serta nutrisi bagi fetus yang
berkembang setelah terjadinya fertilisasi dari oocyte (sel telur) yang matang dan
spermatozoa (March, 2007). Saluran reproduksi kucing betina (Gambar 1) terbagi
menjadi dua bagian, yaitu alat kelamin dalam dan alat kelamin luar. Alat kelamin dalam
terdiri dari ovarium, oviduct, kornua uteri, korpus uteri, serviks, dan vagina, sedangkan
alat kelamin luar terdiri dari kelenjar vestibulae, vestibulum vagina, klitoris, dan vulva.
Organ reproduksi kucing betina yang digunakan untuk teknik in vitro adalah ovarium.
Hal ini berkaitan dengan fungsi utamanya yaitu sebagai tempat memproduksi sel telur
serta penghasil hormon estrogen dan progesteron (Ulva, 2017).

Gambar 1. Sistem Reproduksi Kucing Betina

2.3 Fisiologi Kucing


Kucing domestik adalah salah satu hewan karnivora sejati yang berada dalam satu
famili Felidae dengan 37 spesies kucing lain yang antara lain mencakup cheetah, puma,
jaguar, macan tutul, singa, lynx, dan harimau. Suhu normal pada kucing yaitu 38,0 oC –
39,3 oC. Pada semua hewan, suhu tubuh berubah-ubah sepanjang hari, pada pagi hari
suhu tubuh lebih rendah, tengah hari agak tinggi, dan mencapai puncak pada sore hari
jam 18.00 (rentang suhu dalam sehari adalah ± 0,8 oC). Frekuensi Nafas normal kucing
adalah 20-30/menit dan Frekuensi Denyut Jantung kucing normal adalah 110-130/menit.
Volume darah kucing berkisar antara 4.7-6.9% berat badan. Volume maximal darah yang
keluar saat perdarahan pada kucing adalah 7,7 ml/kg (Tambing, 2014).

2.4 Premedikasi
Premedikasi biasanya diberikan secara intramuskular (IM) atau subkutan (SC) untuk
mengurangi stres pada hewan, sebagai analgesia, dan mengurangi jumlah anestesi inhalan
yang akan dibutuhkan (Fossum, 2019). Obat yang dapat digunakan sebagai premedikasi
adalah Propofol dengan dosis 6.0 mg/kg IV, Ketamin dengan dosis 3–5 mg/kg IM,
Medetomidine dengan dosis 1–5 µg/kg IM (Hobbs et al., 2014).

2.5 Anestesi
Anasthesi, sedasi, dan analgesia digunakan untuk mengurangi rasa sakit,
menghasilkan relaksasi otot dan amnesia untuk perawatan manusia dan pasien hewan
yang aman dan manusiawi, dan untuk membuat suasana bedah yang tenang dan tidak
bergerak untuk hewan yang ingin dibedah (Fossum, 2019).
Anasthesi dibagi menjadi 2 yaitu : Anasthesi umum dan Anasthesi lokal. Anasthesi
umum adalah ketidaksadaran yang disebabkan oleh obat yang dikendalikan oleh depresi
reversibel sistem saraf pusat (SSP) dan persepsi. Sedangkan anasthesi lokal menyebabkan
hilangnya sensasi rasa nyeri pada sebagian tubuh secara sementara yang disebabkan
adanya depresi eksitasi di ujung saraf atau penghambatan proses konduksi pada saraf
perifer (Fossum, 2019).
Berikut ini adalah tahapan dan indikasi status teranasthesi oleh anestetika umum
(Tambing, 2014) :
1. Fase/ tahapan I, Fase ini dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan
hilangnya kesadaran. Pada fase ini hewan masih sadar dan memberontak. Rasa takut dapat
meningkatkan frekuensi nafas dan denyut jantung, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan
defekasi, dengan kecepatan respirasi normal (20-30 kali/menit).
2. Fase/tahapan II, fase ini dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan fase
pembedahan. Pada fase ini adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak.
Pernafasan tidak teratur, inkontinentia urin, muntah, midriasi, takikardia.
3. Fase/tahapan III plane 1, ditandai dengan pernafasan yang teratur yaitu 12- 20x/mnt dan
terhentinya anggota gerak. Tipe penafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada,
bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva, dan kornea terdepres.
4. Fase/tingkatan III plane 2, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata
ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.
5. Fase/tingkatan III plane 3, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata
kembali ke tengah dan otot perut relaksasi.
6. Fase/tingkatan III plane 4, ditandai dengan respirasi tidak teratur, pupil midriasis, tonus
muskulus menurun, refleks sphincter ani dan kelenjar air mata negatif.
7. Fase/tingkatan IV, fase ini disebut juga sebagai fase overdosis yang ditandai dengan
respirasi apnea (berhenti), fungsi kardiovaskuler kolap, respon bedah atau insisi tidak ada,
posisi bola berada di tengah, ukuran pupil dilatasi lebar, respon pupil (-), dan refleks tidak
disusul dengan kematian hewan.
Obat-obatan yang dapat digunakan sebagai Anestesi adalah sebagai berikut (Hobbs et.
al., 2014) :
1. Tramadol Dosis pada kucing adalah 1–2 mg/kg IV dan 2–4 mg/kg Oral
2. Ketamine Dosis pada kucing adalah 0.3–0.5 mg/kg IV
Dalam penggunaannya ketamin mempunyai beberapa keuntungan, di antaranya yaitu
mempunyai mula kerja (onset of action) yang cepat dan efek analgesik yang kuat serta
aplikasinya cukup mudah, yaitu dapat diinjeksikan secara intramuskular. Namun, ketamin
juga mempunyai kerugian yaitu tidak terjadi relaksasi otot sehingga dapat menimbulkan
kekejangan dan depresi ringan pada saluran respirasi. Oleh karena itu, untuk mengurangi
efek samping ketamin, penggunaannya sering dikombinasikan dengan obat premedikasi,
seperti diazepam, midazolam, medetomidine, atau xylazin (Yudaniayanti, 2012).

2.6 Terapi Cairan


Terapi cairan merupakan tindakan pengobatan esensial untuk pasien dalam kondisi
kritis atau memerlukan perawatan intensif. Air berfungsi sebagai pelarut zat-zat makanan
dalam tubuh. Air dan elektrolit tidak dapat dipisahkan dari komponen diet,
karena keseimbangan air sangat diperlukan dalam metabolisme dan melarutkan
hasil metabolisme untuk dapat dimanfaatkan oleh sel tubuh. Tujuan utama dari
terapi cairan untuk mengatasi dehidrasi, memulihkan volume sirkulasi darah pada
keadaan hipovolemia atau shock, mengembalikan dan mempertahankanelektrolit (Na +
dan K+), dan asam basa dalam tubuh ke arah batas normal. Penggunaan terapi cairan
secara efektif, diperlukan pengetahuan yang memadai tentang regulasi normal
cairan dalam tubuh hewan, dan faktor-faktor lain yang terlibat dalam proses
keseimbangan cairan, seperti osmolalitas plasma,peranan hormon (antidiuretik,
angiotensin II) dan pengeluaran ion natrium (ion Na) dari ginjal (Suartha, 2010).
Jenis cairan yang digunakan dalam terapi cairan dikelompokkan menjadi
larutan kristaloid dan koloid (Tabel 2.1) (Suartha, 2010).
1. Larutan kristaloid adalah larutan yang dapat menembus membran sel dengan
mudah. Larutan ini mengandung elektrolit dalam berbagai macam komposisi.
Kandungan utamanya adalah natrium. Apabila dimasukkan ke dalam tubuh,
lebih dari 75% larutan kristaloid akan meninggalkan ruang intravaskular
dalam waktu 30 menit setelah pemberian.
2. Larutan koloid adalah larutan yang memiliki osmolalitas lebih tinggi dari
cairan ekstraseluler. Larutan koloid tidak dapat menembus dinding pembuluh darah
dan menjaga tekanan osmotik cairan darah. Pemberian cairan koloid bersamaan
dengan cairan kristaloid pada waktu resustensi atau maintenance akan
memulihkan dan mempertahankan tekanan intravaskular.
Tabel 2.1 Larutan yang Umum digunakan untuk Terapi Cairan

(Suartha, 2010)

Jumlah cairan yang diperlukan untuk penggantian cairan yang hilang bergantung
atas status dari hewan. Perhatian pertama ditujukan pada status volume darah,
dan perhatian selanjutnya ditujukan pada pengembalian total air tubuh dan
elektrolit. Ada tiga fase dalam terapi cairan, yaitu fase emergensi (darurat), fase
replacement (penggantian), dan fase maintenan (mempertahankan) (Suartha, 2010).
1. Fase emergensi adalah cairan yang harus segera diberikan ke dalam tubuh
hewan akibat tubuh kehilangan cairan yang banyak dalam waktu singkat
seperti pada kasus kecelakaan, operasi bedah yang mengakibatkan banyak darah
yang keluar, dan luka bakar.
2. Fase replacement adalah pemberian cairan yang harus diberikan ke dalam tubuh
hewan selama periode dehidrasi. Fase ini berdasarkan atas kebutuhan
cairan untuk mengembalikan status cairan tubuh hewan menjadi normal,
penggantian cairan tubuh yang hilang secara normal, dan mengganti cairan tubuh
yang hilang secara abnormal.
3. Cairan maintenance adalah cairan dalam tubuh pasien yang hilang secara
normal, dibedakan menjadi dua, pertama kehilangan yang dapat diukur, yang
keluar dalam bentuk urin (sensible loss). Volumenya sebanyak 2/3 dari total
volume cairan maintenance (27 –40 ml/kg BB/hari). Kedua, kehilangan cairan
secara normal yang tidak dapat diukur (insensible loss) yaitu cairan yang hilang
pada saat respirasi, terengah-tengah dan keringat, dan melalui feses. Volumenya
sebanyak 1/3 dari volume cairan maintenance (13 –20 ml/kgBB/hari). Jadi
secara total volume cairan maintenance yang dibutuhkan berkisar 40 –60
ml/kgBB/hari.
Tabel 2.2 Perhitungan Kebutuhan Cairan pada Hewan
Perhitungan
{(30 x kg BB) + 70}
Kebutuhan cairan untuk maintenance
Perkiraan kehilangan jumlah volume BB (kg) x % dehidrasix 1000
cairan
(Suartha, 2010)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah alat bedah minor, duk, stetoskop, termometer digital,
glove, masker, nurse cap , kain lap/ tisu, pet cargo, kandang kucing, syringe 1 ml dan 3
ml, underpad. Bahan yang digunakan adalah Amoxicillin short act, Atropine Sulfat,
Ketamine- Xylazin, Tolfenamic Acid, Amoxicillin long act, Amoxicillin oral,
thrombopop, gentamycin, alkohol 70%, iodine 10%, Penstrep (Erwin dkk., 2018).

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Persiapan Alat

PERALATAN

Dilakukan sterilisasi alat tajam dengan iodine 10% atau aklhol 70%. Sterilisasi
alat tumpul dan tampon menggunakan oven dengan suhu 1200C selama 15 menit
Disimpan di sterilization pouch / wadah penyimpan alat operasi yang steril
Diletakkan di ruang operasi (Sudisma, 2016)

HASIL

3.2.2 Persiapan Hewan


KUCING

Dilakukan pemeriksaan klinis (pemeriksaan suhu tubuh, frekuensi degup jantung,


frekuensi pernafasan dan membran mukosa
Dilakukan grooming (memandikan, memotong rambut pada sekitar daerah yang
akan dilakukan operasi) dan dipuasakan minimal 12 jam sebelum operasi
Diberi premedikasi atropin sulfat dosis 0,04 mg/kg BB secara subkutan
Diberi anastetik umum ketamin-xylazin dosis 2 mg/kgBB secara intramuskular
(Erwin dkk., 2018)

HASIL

3.2.3 Persiapan Operator


OPERATOR
Dipasangkan nurse cap / head cover
Dilakukan hand scrubbing / mencuci tangan serta menyikatnya dengan sikat pada
air yang mengalir
Dikeringkan tangan dengan handuk steril
Dipasangkan gown operasi lalu glove
Dipahami prosedur operasi (Fossum, 2019)
HASIL

3.2.4 Operasi OH

KUCING

Dibaringkan (Dorsal recumbency)


Disiapkan daerah ventral abdominal (Xiphoid sampai Pubis)
Diinsisi ke caudal umbilikal (1/3 bagian tengah abdominal)
Diinsisi pada kulit dan subkutan sekitar 3-4 cm untuk membuka linea alba
Diangkat linea alba untuk melebarkan rongga abdomen
Dikuakan dinding abdomen bagian kiri dan dimasukan ovariectomy hook
Digerakan hook untuk mengangkat cornua uteri dan ligamentumnya
Dicari bivufcatio uteri pada daerah cranial
Dicari ligmentum suspensorium pada ujung proximal ovarium kemudian di putus
Dipasang 2-3 clamp di dekat ovarium (proximal, tengah, distal)
Diligasi pembuluh darah ovarium membentuk angka 8 dengan benang absorbable
Dibuat ikatan kedua, diatas ikatan pertama untuk mencegah perdarahan
Dipotong ovarium dan di kontrol perdarahan
Di telusuri cornua uteri sampi bivurcatio uteri untuk mendapatkan cornua dan
ovarium sebelahnya
Dilakukan hal yang sama pada ovarium yang sebelahnya
Dimasukan sisa potongan uterus kedalam abdominal sebelum clamp dilepaskan
Dinding abdominal ditutup dan dilakukan penjahitan dengan 3 lapisan (Sudisma,
2016)

HASIL

3.2.5 Post Operasi OH


HEWAN

Dipantau kondisi klinisnya, serta diberi pakan sehari dua kali pada pagi dan sore
hari. Air minum disediakan ad libitum
Dilakukan pemeriksaan fisik (physical examination)
Dibersihkan luka pascabedah setiap hari menggunakan Rivanol® dan diolesi
Bioplacenton®
Diberikan antibiotik selama 5 hari per-oral (Yolanda, 2018)

HASIL
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur


4.1.1 Pre Operasi
Dilakukan grooming pada kucing, dengan mencukur area yang akan dilakukan
operasi. Kucing yang telah dipuasakan 12 jam, ditimbang berat badannya untuk
menentukan volume obat. Dilakukan pemeriksaan klinis hewan meliputi
pemeriksaan suhu tubuh, frekuensi degup jantung, frekuensi pernafasan dan
membran mukosa. Pemberian antibiotik profilaksis 60 menit sebelum tindakan
operasi. Kemudian diberikan premedikasi Atropin sulfat dengan dosis 0,04 mg/kg.
Lalu dilakukan anastesi dengan menggunakan kombinasi xylazin 2 mg/kg +
ketamin 20 mg/kg secara IM (Yudaniayanti, 2012).
Pada praktikum, kucing dilakukan grooming dan dicukur area abdomen lalu
kucing dipuasakan selama 12 jam, kemudian ditimbang berat badan untuk
menentukan dosis. Untuk dosis Atropin sulfat, ketamine, xylazine sama dengan
literatur yaitu 0,02 mg/kg, 20 mg/kg, 2 mg/kg. Waktu untuk pemberian antibiotik
profilaksis pada praktikum adalah 30 menit sebelum pemberian Atropin sulfat, dan
waktu pemberian Atropin sulfat adalah 15 menit sebelum pemberian ketamine-
xylazine.
Dokumentasi :
1. Pemeriksaan Kucing di Klinik FKH
UB

4.1.2 Operasi
Setelah dipersiapkan dan di anestesi, hewan dibaringkan dorsal recumbency.
Daerah ventral abdominal disiapkan sebagai daerah operasi, yaitu dari xiphoid
sampai daerah pubis. Umbilicus diidentisikasi dan diperkirakan untuk membagi
daerah abdominal menjadi 3 bagian. Pada kucing, badan uterus berada agak ke
caudal, sehingga insisi dilakukan lebih ke caudal mulai dari 1/3 bagian tengah
abdominal. Insisi dilakukan pada kulit dan subkutan sepanjang 4 cm untuk
membuka line alba. Linea alba di pegang dan di angkat sedikit keluar untuk dapat
melakukan insisi. Insisi pada linea alba dilebarkan ke cranial dan caudal untuk
membuka rongga abdomen (Sudisma, 2016).
Dinding abdominal kiri dikuakan dan dimasukan ovariectomy hook. Hook
dimasukan menelusuri dinding bagian kiri abdominal, 2-3 cm di caudal ginjal. Hook
digerakan ke medial untuk mengangkat cornua uteri dan ligamentumnya. Utnuk
memastikan bahwa yang diangkat adalah kornua uteri, ditelusuri ke caudal untuk
menemukan bifurcation uteri dan ke cranial untuk menemukan ovarium. Setelah
ovarium ditemukan, dipalpasi adanya ligamentum suspensarium pada ujung
proksimal ovarium. Ligamentum ditelusuri dengan jari telunjuk, ditarik dan
dilakukan pemutusan didekat ginjal tanpa merobek pembuluh darah. Ligasi
pembuluh darah ovarium menggunakan bentuk 8 dengan benang absorbable
(Sudisma, 2016).
Dibuat ikatan kedua diatas ikatan pertama untuk mencegah adanya perdarahan.
Dilakukan pemotongan ovarium dan control terjadinya perdarahan. Ovarium
diangkat, penggantungnya dipotong dan dikontrol terjadinya perdarahan. Cornua
uteri ditelusuri sampai pada bifurcatio uterus untuk mendapatkan cornua dan
ovarium sebelahnya. Diletakkan clamp dan dilakukan ligase seperti ovarium
sebelahnya. Setelah kedua ovarium terpotong, uterus ditarik keluar dan dilakukan
ligase pada pembuluh darah kiri dan kanan corpus uteri dengan chromic catgut dan
seluruh corpus uteri dengan chromic catgut. Peritoneum dan linea alba dijahit
dengan simple interrupted menggunakan chromic catgut, subkutan dan fascia
dengan pola jahitan terputus (Sudisma, 2016).
Pada praktikum, Dibaringkan hewan (Dorsal recumbency). Disiapkan daerah
ventral abdominal (Xiphoid sampai Pubis). Diinsisi ke caudal umbilikal (1/3 bagian
tengah abdominal). Diinsisi pada kulit dan subkutan sekitar 3-4 cm untuk membuka
linea alba. Diangkat linea alba untuk melebarkan rongga abdomen. Dikuakan
dinding abdomen bagian kiri dan dimasukan ovariectomy hook . Digerakan hook
untuk mengangkat cornua uteri dan ligamentumnya. Dicari bivufcatio uteri pada
daerah cranial. Dicari ligmentum suspensorium pada ujung proximal ovarium
kemudian di putus. Dipasang 2-3 clamp di dekat ovarium (proximal, tengah, distal).
Diligasi pembuluh darah ovarium membentuk angka 8 dengan benang absorbable.
Dibuat ikatan kedua, diatas ikatan pertama untuk mencegah perdarahan. Dipotong
ovarium dan di kontrol perdarahan. Di telusuri cornua uteri sampi bivurcatio uteri
untuk mendapatkan cornua dan ovarium sebelahnya. Dilakukan hal yang sama pada
ovarium yang sebelahnya. Dimasukan sisa potongan uterus kedalam abdominal
sebelum clamp dilepaskan. Dinding abdominal ditutup dan dilakukan penjahitan
dengan 3 lapisan.
Dokumentasi :

1. Persiapan Operasi

2. Insisi Kulit
3. Insisi Subkutan

4. Menjepit Pembuluh darah

5. Ligasi Pembuluh darah dan Cornua


Uteri

6. Dicari Ovarum sebelahnya


7. Penjahitan Muskulus

8. Penjahitan Subkutan

9. Hasil jahitan pasca OH

4.1.3 Post Operasi


Kucing dipantau kondisi klinisnya serta diberi pakan sehari dua kali pada pagi
dan sore hari. Air minum disediakan ad libitum. Pemeriksaan fisik (physical
examination) dilakukan meliputi pemeriksaan frekuensi jantung (HR), frekuensi
nafas (RR), dan suhu rektal (T). Pengamatan rasa nyeri dapat dilihat saat
pembersihan luka akibat perlakuan (Yolanda, 2018).
Pada praktikum diberikan Amoxillin Long act (SC) dan Tolfenamic acid.
Kemudian diberikan gentamycin salep pada daerah abdomen. Setelah 3 hari
diberikan Amoxicillin (PO). Dan pasca operasi juga dilakukan pemeriksaan fisik.
KONTROL PEMERIKSAAN POST OPERASI

Menit 0 15 30 45 60 75
Pulsus(/menit) 120/menit 92/menit 88/menit 84/menit 88/menit 92/menit
Temp(0C) 36,9oC 36,4oC 35,5oC 35,3oC 35,1oC 34,6oC

Menit 90 105 120 135 150 165


Pulsus(/menit) 92/menit 100/menit 100/menit 88/menit 92/menit 96/menit
Temp(0C) 34,0oC 34,1oC 35,2oC 35,5oC 36,0oC 36,4oC

Menit 180 195 210 225


Pulsus(/menit) 100/menit 96/menit 104/menit 100/menit
Temp(0C) 36,4oC 36,8oC 36,9oC 37,0oC

Mulai Operasi : 09.30


Selesai Operasi : 13.00
Mulai Anastesi : 09.16
PERHITUNGAN DOSIS
1. Amoxicillin Short Act (IM)
(dosis x BB) (10 mg∕kg x 2,5 kg)
V= Konsentrasi = = 0,25 ml
(100 mg∕ml)

2. Atropin Sulfat (SC)


(dosis x BB) (0,02 mg∕kg x 2,5 kg)
V= = = 0,2 ml
Konsentrasi (0,25 mg∕ml)

3. Ketamine
(dosis x BB) (10 mg∕kg x 2,5 kg)
V= Konsentrasi = = 0,25 ml
(100 mg∕ml)

Xylazine
(dosis x BB) (2 mg∕kg x 2,5 kg)
V= Konsentrasi = = 0,25 ml
(20 mg∕ml)

4. Tolfenamic Acid (SC)


𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 4𝑚𝑔⁄𝑘𝑔 𝑥 2,5 𝑘𝑔
V= 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 0,25 ml
40 𝑚𝑔⁄𝑚𝑙

5. Amoxicillin Long Act (SC)


𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 10𝑚𝑔⁄𝑘𝑔 𝑥 2,5 𝑘𝑔
V= 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 0,16 ml
150 𝑚𝑔⁄𝑚𝑙

6. Amoxicillin (PO)
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 20𝑚𝑔⁄𝑘𝑔 𝑥 2,5 𝑘𝑔
V= 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = = 2 ml
25 𝑚𝑔⁄𝑚𝑙

4.2 Analisa Hasil


Tanggal Pemeriksaan Terapi
24 Suhu : 37,5oC Appetice :-++++ T/ Tolfenamic Acid
September Pulsus : 116 kali/menit Defekasi :-++++ Amoxicillin Long
2019 CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ Act
SL :-++++ Thrombopop
Gentamycin Salep
25 Suhu : 38,0 oC Appetice :-++++ T/ Thrombopop
September Pulsus : 116 kali/menit Defekasi :-++++ Gentamycin Salep
2019 CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
26 Suhu : 38,8 oC Appetice :-++++ T/ Thrombopop
September Pulsus : 116 kali/menit Defekasi :-++++ Gentamycin Salep
2019 CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
27 Suhu : 38,9 oC Appetice :-++++ T/ Thrombopop
September Pulsus : 120 kali/menit Defekasi :-++++ Gentamycin Salep
2019 CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
28 Suhu : 38,7 oC Appetice :-++++ T/ Thrombopop
September Pulsus : 116 kali/menit Defekasi :-++++ Gentamycin Salep
2019 CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ Amoxicillin (PO)
SL :-++++
29 Suhu : 38,7 oC Appetice :-++++ T/ Thrombopop
September Pulsus : 116 kali/menit Defekasi :-++++ Gentamycin Salep
2019 CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ Amoxicillin (PO)
SL :-++++
30 Suhu : 38,5 oC Appetice :-++++ T/ Dulcolax
September Pulsus : 112 kali/menit Defekasi :-++++ Amoxicillin (PO)
2019 CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ Lactulax (PO)
SL :-++++ Glukortin (IM)
1 Oktober Suhu : 38,8 oC Appetice :-++++ T/ Lactulax (PO)
2019 Pulsus : 112 kali/menit Defekasi :-++++ Glukortin (IM)
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
2 Oktober Suhu : 38,7 oC Appetice :-++++ T/ Lactulax (PO)
2019 Pulsus : 116 kali/menit Defekasi :-++++ Glukortin (IM)
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
3 Oktober Suhu : 38,7 oC Appetice :-++++ T/ Lactulax (PO)
2019 Pulsus : 116 kali/menit Defekasi :-++++
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
4 Oktober Suhu : 38,5 oC Appetice :-++++ T/ Lactulax (PO)
2019 Pulsus : 116 kali/menit Defekasi :-++++
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
5 Oktober Suhu : 38,8 oC Appetice :-++++ T/ Lactulax (PO)
2019 Pulsus : 120 kali/menit Defekasi :-++++
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
Dokumentasi Perkembangan Luka :
1. Pasca Operasi

2. 25 September 2019

3. 26 September 2019
4. 27 September 2019

5. 28 September 2019

6. 29 September 2019

4.2.1 Kendala Operasi


Pada saat operasi tidak ada masalah yang berarti hanya proses operasi yang
berjalan lama mengakibatkan adanya penambahan dosis Anastesi serta pemberian
cairan Ephinephrin guna menghambat atau meredakan pendarahan dengan
memberikan efek vasokontriksi lokal.
Pada Post Operasi terdapat memar di sekitar abdomen lalu diberikan
Thrombopop. Kemudian pada hari ke 6 post operasi di periksa di Lab bedah
dikarenakan kucing mengalami kesulitan defekasi, lalu diberikan Microlax dan
Lactulax sebanyak 2 ml atas saran drh. Dian Vidi. Serta dilakukan flushing cairan
sabun oleh drh. Nofan.
4.3 Terapi Cairan yang Digunakan
Pada praktikum terapi cairan yang digunakan adalah maintenance menggunakan
Normal Saline. Normal saline merupakan larutan isotonik. Larutan isotonik adalah
larutan yang memiliki osmolalitas sama dengan serum darah. Sangat bergunan untuk
maintenance dan terapi shock. Perhitungan kebutuhan cairan maintenance adalah {(30
x kg BB) + 70}(Suartha, 2010).
Maka, Kebutuhan Cairan Maintenance : {(30 x kg BB) + 70} = {(30 x 2,5 kg) + 70} =
145 ml/kg. Pada praktikum perhitungan terapi cairan tidak dilakukan.

4.4 Penilaian Kelompok


Nama Peran Nilai
Nur Jannah Asisten kotor, Dokumentasi 90
Rizqi Kurnia Fernanda Co- Operator 90
Renalda Kurnia Encephala Anestesiolog 90
Syafira Firdhiani Operator 90
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Ovariohisterectomy merupakan istilah kedokteran yang terdiri dari ovariectomy dan
histerectomy. Ovariectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan
menghilangkan ovarium dari rongga abdomen. Sedangkan histerectomy adalah tindakan
mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan uterus dari rongga abdomen. Tujuan
dilakukan Ovariohisterectomy adalah untuk mencegah estrus dan sterilisasi, selain itu juga
dapat mencegah tumor mammae, menangani pyometra, metritis, neoplasia, cyst dan
mencegah gangguan keseimbangan endokrin.
Pada praktikum, tidak terdapat kendala saat operasi yang berarti hanya saja proses
operasi yang berjalan lama mengakibatkan adanya penambahan dosis Anastesi serta
pemberian cairan Ephinephrin guna menghambat atau meredakan pendarahan dengan
memberikan efek vasokontriksi lokal. Pada pasca operasi terdapat kendala konstipasi.
Sehingga kucing diberikan Dulcolax, Lactulax dan dilakukan flushing air sabun.
Kemudian, terapi cairan yang digunakan adalah maintenance menggunakan Normal
Saline, dengan perhitungan kebutuhan cairan maintenance : {(30 x kg BB) + 70} = {(30
x 2,5 kg) + 70} = 145 ml/kg.

5.2 Saran
Semoga ketersediaan alat dan bahan di laboratorium bisa lebih banyak, sehingga
dapat menunjang praktikum yang lebih baik lagi. Semoga praktikan dapat melakukan
praktikum dengan baik dan lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Erwin., Rusli., Amiruddin., Deni N., Raden R., Arni D., Sitaria F. 2018. Penanganan
Obstruksi Duodenum pada Anjing: Laporan Kasus. Jurnal Veteriner Maret 2018 Vol.
19 No. 1 : 137-14
Fossum, T. W. 2019. Small Animal Surgery. Fifth Edition. Philadelphia : Elsevier
Hanif, Abdurrahman ., M. Toha ., Amri S. 2017. Catstrate : Solusi Menekan Ledakan
Populasi Kucing Lokal. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada
Hobbs, S., Jackie L., Jane F. 2014. Feline soft tissue and general surgery. Philadelphia :
Elsevier
March, W. 2007. [SKRIPSI] Diagnosa Ultrasonografi Untuk Mendeteksi Gangguan Pada
Uterus Kucing (Felis Catus). Bogor : Institut Pertanian Bogor
Suartha, I. N. 2010. Terapi Cairan pada Anjing dan Kucing. Denpasar : Universitas Udayana
Sudisma, I. G. 2016. Ilmu Bedah Veteriner dan Tehnik Operasi. Denpasar : Universitas
Udayana
Tambing, T. 2014. [SKRIPSI] Perbandingan Pengaruh Anasthesi Ketamin-Xylazine Dan
Ketamin-Zoletil Terhadap Frekuensi Nafas Dan Denyut Jantung Kucing Lokal (Feline
Domestica) Pada Kondisi Sudden Loss Of Blood. Makassar : Universitas Hasanuddin
Ulva, D. 2017. [SKRIPSI] Gambaran Histologis Ovarium Kucing Domestik (Felis Catus)
Yang Disimpan Pada Suhu 4 °C Selama Tujuh Hari. Bogor : Institut Pertanian Bogor
Yolanda, A. 2018. [SKRIPSI] Biometri Organ Reproduksi dan Profil Klinis Kucing (Felis
Catus) Pascakastrasi Kimia Menggunakan Larutan Besi (Iii) Klorida Heksahidrat.
Bogor : Institut Pertanian Bogor
Yudaniayanti, I. 2012. Kombinasi Ampicillin, Dextran-40, dan Deksametason Dalam
Mencegah Adhesi Intra-Abdominal Pasca Operasi Histerotomi Kucing (Fellis Catus).
Jurnal Klinik Veteriner Vol. 1 - No. 1 / 2012-07

Anda mungkin juga menyukai