KEHAMILAN DENGAN HIV Kel 4
KEHAMILAN DENGAN HIV Kel 4
Disusun oleh:
Kelompok : IV (Empat)
Nama : Ahmad Fauzan Mutaqin (Nim: PO.62.20.1.17.34)
Nindie Tresia (Nim: PO.62.20.1.17.34)
Rike Agustika Boldy (Nim: PO.62.20.1.17.342)
Yuni Monesa (Nim: PO.62.20.1.17.34)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatnya sehingga rangkuman ini dapat tersusun hingga selesai. Dan tidak lupa
mengucapkan banyak terima kasih, terutama kepada Ibu Ns. Christine Aden,
M.Kep, Sp.Mat. Selaku pembimbing dalam penulisan rangkuman sederhana ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara moral maupun materil dan Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan pada karya rangkuman ini. Oleh sebab itu Penulis menantikan
adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca yang budiman demi
perbaikan untuk penulisan yang akan datang.
Dan harapan kami semoga rangkuman sederhana ini dapat memberikan
manfaat yang besar bagi para pembaca khususnya mahasiswa.
Kelompok Empat
iii
DAFTAR ISI
Halaman ....................................................................................................................
Halaman Depan ...................................................................................................... i
Kata Pengantar ..................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................... iii
A. Latar Belakang
Di sejumlah negara berkembang HIV-AIDS merupakan penyebab
utama kematian perempuan usia reproduksi. Infeksi HIV pada ibu hamil
dapat mengancam kehidupan ibu serta ibu dapat menularkan virus kepada
bayinya. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi HIV, ditularkan melalui
proses penularan dari ibu ke anak atau mother-to-child HIV
transmission(MTCT). Virus HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi
HIV kepada anaknya selama kehamilan, saat persalinan dan saat
menyusui. Selain itu, Indonesia adalah salah satu negara di dunia dengan
estimasi peningkatan insidens rate infeksi HIV lebih dari 25% (UNAIDS,
2012) dan merupakan negara dengan tingkat epidemi HIV terkonsentrasi,
karena terdapat beberapa daerah dengan prevalensi HIV lebih dari 5%
pada subpopulasi tertentu, dan prevalensi HIV 2,4% pada populasi umum
15-49 tahun terjadi di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Data Kementerian Kesehatan (2011) menunjukkan dari 21.103 ibu
hamil yang menjalani tes HIV, 534 (2,5%) di antaranya positif terinfeksi
HIV. Hasil Pemodelan Matematika Epidemi HIV Kementerian Kesehatan
tahun 2012 menunjukkan prevalensi HIV pada populasi usia 15-49 tahun
dan prevalensi HIV pada ibu hamil di Indonesia diperkirakan akan
meningkat. Jumlah kasus HIV-AIDS diperkirakan akan meningkat dari
591.823 (2012) menjadi 785.821 (2016), dengan jumlah infeksi baru HIV
yang meningkat dari 71.879 (2012) menjadi 90.915 (2016). Sementara itu,
jumlah kematian terkait AIDS pada populasi 15-49 tahun akan meningkat
hampir dua kali lipat di tahun 2016.
Perjalanan penyakit bayi yang tertular HIV dari ibunya lebih
progresif dibandingkan dengan penderita dewasa karena paparan pertama
1
terjadi pada saat respons imun masih dalam tahap perkembangan.Infeksi
HIV juga akan mempengaruhi tumbuh kembang anak selanjutnya. Anak
yang menderita HIV dilaporkan lebih sering mengalami penyakit infeksi
bakteri ataupun virus.Oleh karena itu infeksi HIV pada kehamilan menjadi
sangat penting dengan dasar pertimbangan efek terhadap kehamilan, lebih
2
dari 90% kasus HIV anak ditularkan dari ibunya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat :
a. Memahami tentang penyakit HIV/AID
b. Mengetahui etiologi pada HIV/AIDS
c. Memahami patoghenesispada HIV/AIDS
d. Memahami manifestasi klinis pada HIV/AIDS
e. Mengetahui asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan HIV/AIDS
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. Pengertian
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia
yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka
waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS
sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara
kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma
yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya
penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi
tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang
sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak
sistem kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09). AIDS
merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal
yang sudah diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini
akan dibahas mengenai penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat
terjadi dalam kehamilan.
B. Etiologi
Virus penyebab defisiensi imun yang dikenal dengan namaHuman
Immunodeficiency Virus (HIV). Sampai sekarang baru dikenal dua
serotype HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang juga disebut lymphadenopathy
associated virus type-2 (LAV-2) yang sampai sekarang hanya dijumpai
pada kasus AIDS atau orang sehat di Afrika. Spektrum penyakit yang
menimbulkannya belum banyak diketahui. HIV-1, sebagai penyebab
sindrom defisiensi imun (AIDS) yang tersering, dahulu dikenal juga
sebagai human T cell-lymphotropic virus type III (HTLV-III),
lymphadenipathy-associated virus (LAV) dan AIDS-associated virus.
Secara morfologik, virus ini berbentuk bulat, terdiri dari bagian inti
(core) yang berbentuk silindris dan selubung (envelope) yang berstruktur
lipid bilayer yang membungkus bagian core, dimana didalam core ini
terdapat RNA virus ini.Karena informasi genetik virus ini berupa RNA,
maka virus ini harus mentransfer informasi genetiknya yang berupa RNA
menjadi DNA sebelum diterjemahkan menjadi protein-protein. Dan untuk
tujuan ini HIV memerlukan enzim reverse transkriptase. Pada selubung
(envelope) terdapat glikoprotein permukaan, terdiri dari dua protein yang
mengkordinasi masuknya HIV kedalam sel. Glikoprotein yang lebih besar
dinamakan gp 120, adalah komponen yang menspesifikasi sel yang
diinfeksi. gp 120 ini terutama akan berikatan dengan reseptor CD4, yaitu
suatu reseptor yang terdapat pada permukaan sel T helper, makrofag,
monosit, sel-sel langerhans pada kulit, sel-sel glial, dan epitel usus
(terutama sel-sel kripta dan sel-sel enterokromafin).
C. Patofisiologi
Penularan ibu ke bayi merupakan penyebab utama infeksi HIV
pada anak. Penularan transplasental dapat terjadi sejak awal, dan virus
pernah ditemukan pada janin yang mengalami abortus pada kehamilan
dini. Namun kondisi tersebut terutama terjadi bila ada kerusakan pada
sawar plasenta. Sebagian besar kasus, penularan terjadi saat persalinan
mencapai 15 sampai 25 persen pada ibu yang terinfeksi HIV namun tidak
diterapi.
Penularan vertikal lebih sering terjadi pada kelahiran preterm,
terutama yang berkaitan dengan ketuban pecah lama. Landesman
melaporkan bahwa penularan HIV-1 saat lahir meningkat dari 14 menjadi
25 persen pada wanita yang selaput ketubannya sudah pecah lebih dari 4
jam. Infeksi sifilis yang terjadi bersamaan juga berkaitan erat dengan
penularan HIV vertikal perinatal. Menyusui meningkatkan penularan HIV
pascasalin sebesar 10 sampai 20 persen.
Beberapa tahun terakhir di temukan bahwa penularan HIV
perinatal dapat dikaitkan lebih akurat dengan pengukuran jumlah virus
(viral load) dalam plasma. Infeksi neonatus sekitar 5% apabila kadar
kurang dari 1000 kopi/mL sedangkan bila viral load lebih dari 100.000
5
kopi kemungkinan penularan mencapai 40%.
Pada wanita dengan seropositif pada stadium kronis asimtomatik,
morbiditas dan mortalitas tidak meningkat oleh kehamilan. Sebaliknya,
infeksi HIV pada ibu mengganggu hasil akhir pada janin.
Angka tertinggi peniularan infeksi HIV dari ibu ke bayi yang
pernah dilaporkan adalah 65%. Penelitian di Amerika Serikat, Haiti dan
Eropa berkisar 15-30% sedangkan di Zaire 40% lebih.
D. Tanda dan Gejala
Masa tunas sejak pajanan sampai timbul gejala klinik biasanya
beberapa hari sampai beberapa minggu. Periode akut serupa dengan
infeksi virus lainnya dan biasanya berlangsung kurang dari 10 hari. Gejala
6
umum adalah demam dan keringat malam, rasa lelah, ruam, nyeri kepala,
limfadenopati, faringitis, mialgia, artralgia, mual, muntah, dan diare.
Setelah gejala mereda, mulailah berlangsung viremia kronik.
Dalam masa sekitar 3 bulan setelah tertular, tubuh belum membentuk
antibodi secara sempurna sehingga tes darah tidak memperlihatkan bahwa
orang tersebut telah tertular HIV. Masa 3 bulan ini disebut dengan masa
jendela (window period). Waktu 5-7 tahun, pada saat tes darah sudah
menunjukan adanya antibodi HIV dalam darah (artinya HIV positif)
namun penderita tampak sehat, dan tidak timbul gejala yang menunjukan
orang tersebut menderita AIDS dikenal sebagai masa tanpa gejala.
Pemicu yang mempercepat perjalanan penyakit dari viremia
asimtomatik seperti diterangkan sebelumnya, saat ini masih belum
diketahui pasti tetapi median waktunya adalah 10 tahun. Apabila individu
dengan HIV positif mempelihatkan gejala klinis maka diagnosis AIDS
dapat ditegakkan. Biasanya penderita dapat bertahan 6 bulan hingga 2
tahun dan kemudian meninggal. Limfadenopati generalisata, oral hairy
leukoplakia, ulkus aftosa, dan trombositopenia sering terjadi. Sejumlah
infeksi oportunistik yang mungkin menandai timbulnya AIDS adalah
kandidiasis esofagus atau paru-paru, herpes simpleks atau zoster persisten,
kondiloma akuminata, tuberkulosis, sitomegalovirus, moluskum
kontagiosum, pneumocystis, toksokplasmosis, dan lain-lain. Kelainan
neurologis sering dijumpai, dan sekitar separuh pasien memperlihatkan
gejala susunan saraf pusat. Hitung CD4+ bila kurang dari 200/mL
dianggap definitiv untuk diagnosis AIDS.
7
Berikut ini adalah klasifikasi perkembangan infeksi HIV menurut sistem CDC.
Kelompok Kategori Keterangan
I Infeksi Akut Penyakit “serokonversi”
mirip mononukleosis.
Gejala-gejala meningitis.
Adanya tanda-tanda
infeksi seropositif dari
HIV
II Infeksi Asimptomatik Keadaan dampak lebih
baik. Bukti adanya infeksi
HIV terdeteksi dengan
pemeriksaan antibody
III Limfadenopati ≥ 1 cm di dua tempat atau
generalisata persisten lebih pada ekstra inguinal.
Gejala lain dapat timbul
taoi limfadenopati paling
dominan. Infeksi HIV
terdeteksi dengan
pemeriksaan antibodi
IV Penyakit lain: Infeksi HIV terdeteksi
Subkelompok A Penyakit konstitusional
atau AIDS related
kompleks (ARC) :
demam, penurunan berat
badan dan diare.
Subkelompok B
Penyakit neurologik,
termasuk kompleks
demensia AIDS
Subkelompok C
Penyakit infeksi sekunder,
termasuk pneumocystis
8
E. Cara Penularan
F. Faktor Risiko
Ada dua faktor utama untuk menjelaskan faktor risiko penularan HIV
dariibu ke bayi:
a. Faktor ibu
1. bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah.
2. Melalui ASI yang diberikan pada usia enam bulan pertama bayi, dan
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Penatalaksanaan
2. Seksio Sesarea
Jelas yang paling baik adalah mencegah penularan pada perempuan. Halini
membutuhkan peningkatan pada program pencegahan, termasuk
penyuluhan,pemberdayaan perempuan, penyediaan informasi dan kondom,
harm reduction ,dan hindari transfusi darah yang tidak benar-benar
dibutuhkan.
Untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, program tidak
jauhberbeda dengan pencegahan infeksi HIV. ODHA perempuan yang
memakai obatantiretroviral harus sadar bahwa kondom satu-satunya alat KB
yang efektif.Dalam hal ini, mungkin kondom perempuan adalah satu sarana
yang penting.
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata Klien
b. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat
kelainan imun.Umur kronologis pasien juga mempengaruhi
imunokompetens.Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat
muda karena belum berkembangnya kelenjar timus.Pada lansia, atropi
kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.Banyak
penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun.
Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang
kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor
penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk
kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan
9
kelainan hospes :
a. Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma,
kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
b. Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital,
protein liosing enteropati (peradangan usus)
1) Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)
a) Aktifitas / Istirahat
1. Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi
malaise,perubahan pola tidur.
2. Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon
fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan
pernafasan ).
b) Sirkulasi
1. Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama
pada cedera.
2. Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer,
pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c) Integritas dan Ego
1. Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan
penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
2. Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d) Eliminasi
1. Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa
kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
10
2. Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare
pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,
perianal, perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine.
e) Makanan / Cairan
1. Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
2. Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan
gusi yang buruk, edema
f) Hygiene
1. Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
2. Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g) Neurosensoro
1. Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan
status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
2. Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks
tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h) Nyeri / Kenyamanan
1. Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada
pleuritis.
2. Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan
rentan gerak,pincang.
i) Pernafasan
1. Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk,
sesak pada dada.
2. Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas,
adanya sputum.
j) Keamanan
1. Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse
darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang, berkeringat
malam.
2. Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya
nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum,
11
tekanan umum.
k) Seksualitas
1. Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi,
menurunnya libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
2. Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l) Interaksi Sosial
1. Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi,
kesepian, adanya trauma AIDS.
2. Tanda : Perubahan interaksi.
m) Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian
masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium
digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya
terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
1. Serologis
1) Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil
tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
2) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3) Sel T limfosiT
Penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
5) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel
12
helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
6) P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
7) Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati
normal
8) Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
9) Tes PHS
Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
2. Neurologis
1) EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
2) Tes Lainnya
3) Sinar X dada
4) Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap
lanjut atau adanya komplikasi lain
5) Tes Fungsi Pulmonal
6) Deteksi awal pneumonia interstisial
7) Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan
bentuk pneumonia lainnya.
8) Biopsis
9) Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
10) Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy
pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
13
3. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),
maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody
terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu
setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan.Hal ini menjelaskan
mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil
tes positif.Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan
mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam
darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan
evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug Administration
(FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency
Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut,
yaitu :
1) Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada
virus Human Immunodeficiency Virus (HIV).ELISA tidak
menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa
seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV).Orang yang dalam darahnya
terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut
seropositif.
14
2) Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3) Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan
seropositifitas.
4) Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
2. Diagnosa
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi
dan pola hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya
kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan
berlebih sekunder terhadap diare
4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran
oksigen, malnutrisi, kelelahan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan
menurunnya absorbsi zat gizi.
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang
keadaan yang orang dicintai.
3. Intervensi
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi Rasional
hasil
1 Resiko tinggi Pasien akan bebas 1. Monitor 1. Untuk pengobatan
infeksi infeksi setelah tanda-tanda dini
berhubungan dilakukan tindakan infeksi baru. 2. Mencegah pasien
dengan keperawatan selama 2. gunakan terpapar oleh kuman
imunosupresi, 3×24 jam dengan teknik aseptik patogen yang
15
malnutrisi dan kriteria hasil: pada setiap diperoleh di rumah
pola hidup yang - Tidak ada luka tindakan sakit.
beresiko. atau eksudat. invasif. Cuci 3. Mencegah
- Tanda vital dalam tangan sebelum bertambahnya
batas normal meberikan infeksi
(TD=110/70, tindakan. 4. Meyakinkan
RR=16-24, N=60- 3. Anjurkan diagnosis akurat dan
100, S=36-37) pasien metoda pengobatan
- Pemeriksaan mencegah 5. Mempertahankan
leukosit normal terpapar kadar darah yang
(6000-10000) terhadap terapeutik
lingkungan
yang patogen.
4. Kumpulkan
spesimen untuk
tes lab sesuai
order.
5. Atur
pemberian
antiinfeksi
sesuai order
Apabila jumlah CD4 kurang dari 500 sel/uL, wanita hamil harus
ditawarkan terapi antiretrovirus dengan Zidovudine. Risiko dan manfaat terapi
Zido vudine dini didiskusikan. Peningkatan angka kesakitan (morbiditas)
ditemukan selama kehamilan dengan jumlah CD4 kurang dari 200 sel/HL.
Anemia terjadi pada bayi baru lahir dari ibu yang mendapat terapi tetapi tidak ada
laporan malformasi janin (Clinical Practice Guideline, 1994). Infeksi oportunistik
dapat terjadi selama kehamilan dan umumnya diobati denganobat-obatan yang
direkomendasikan, meskipun hanya tidak banyak yang diketahui tentang efek
merugikan dari obat-obatan ini terhadap ibu dan bayi.
Obat-obatan yang Digunakan untuk Mengobati AIDS antara lainnya :
1. Zidovudine (Retrovir, ZVD, AZT)
1) Titer antigen p24 menurun
2) Sel T CD4 meningkat. Infeksi oportunistik menurun
3) Perkembangan AIDS melambat, dan daya tahan hidup meningkat
4) Penggunaan pada klien yang terinfeksi HIV tak bergejala masih
diperdebatkan
5) Resistensi obat sering kali terjadi
6) Efek samping terdiri atas anemia, neutropenia mual, muntah, sakit
kepala, letih, kebingungan, malalse, miopati, dan hepatitis
7) Teratogenisitas dalam kehamilan belum dlpelajari dengan baik, tetapi
beberapa data menemukan bahwa obat ditoleransi dengan baik dan
tidak d hubungkan dengan malformasi janin atau efek lain yang tidak
diinginkan (The Medical Lette 1993)
2. Didanosine (DDI, videx)
1) Digunakan pada klien yang tidak dapat mengguna kan zidovudine
2) Menurunkan antigen p24
3) Meningkatkan sel T cD4
18
4) Menyebabkan pertambahan berat badan pada klien AIDS dan ARC
5) Perburukan klinis melambat jika digunakan setelah zidovudine
pankreatitis akut
6) Efek samping: neuropati perifer, gangguan gastrointestinal, dan
kegagalan hepar
3. Zalcitabine (DDc, Hivid)
1) Digunakan pada klien yang penyakitnya lanjut bentuk kombinas
2) Sering kali digunakan dalam dengan zidovudine perifer, ruam,
stomatltis,
3) Efek samplng: neuropati ukus esofagus, demam, dan pankreatitis
4. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau
potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang
sesuai berdasarkan NCP
5. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai
kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan,
dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang
relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus
retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). Cara penularan
HIVmelakukan penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi, dengan mengunakan
bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi,
wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses
melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu
dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang
ketagian obat intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau
produk darah (transfusi), bayi dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV
adalah BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung
lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis,
demensia / HIV ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan,
dermatitis generalist, adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis
orofaringeal, herpes simplex kronik progresif, limfadenopati generalist,infeksi
jamur berulang pada kelamin wanita, retinitis cytomegalovirus.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya
akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang
berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan
maternitas terutama pada ibu hamil yang juga menderita HIV.
19
20
DAFTAR PUSTAKA
http://jurnal.akbid-griyahusada.ac.id/files/vol1no2/Penelitian1.1.pdf
Morgan Geri dan Carole Hamilton. 2009. Panduan Praktik Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta:EGC.
Pribadi Adhi, Johanes C. Mose dan Anita Deborah Anwar. 2015. Kehamilan
Risiko Tingggi (Perkembangan, Implikasi Klinis dan Kontrovensi).
Bandung: Sagung Seto, Fakulta Kedokteran Padjajaran dan
CEMobgyn Unpad.
Reeder, Martin dan Koniak Griffin. 2011. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
https://www.scribd.com/doc/103710037/Makalah-PIH-HIVAIDS-pada-Kehamila