Anda di halaman 1dari 30

KEHAMILAN DENGAN HIV/AIDS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Maternitas


Dosen Pengajar Ibu Ns. Christine Aden, M.Kep, Sp.Mat.

Disusun oleh:

Kelompok : IV (Empat)
Nama : Ahmad Fauzan Mutaqin (Nim: PO.62.20.1.17.34)
Nindie Tresia (Nim: PO.62.20.1.17.34)
Rike Agustika Boldy (Nim: PO.62.20.1.17.342)
Yuni Monesa (Nim: PO.62.20.1.17.34)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA


D-IV KEPERAWATAN REGULER 4
2018
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatnya sehingga rangkuman ini dapat tersusun hingga selesai. Dan tidak lupa
mengucapkan banyak terima kasih, terutama kepada Ibu Ns. Christine Aden,
M.Kep, Sp.Mat. Selaku pembimbing dalam penulisan rangkuman sederhana ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara moral maupun materil dan Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan pada karya rangkuman ini. Oleh sebab itu Penulis menantikan
adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca yang budiman demi
perbaikan untuk penulisan yang akan datang.
Dan harapan kami semoga rangkuman sederhana ini dapat memberikan
manfaat yang besar bagi para pembaca khususnya mahasiswa.

Palangka Raya 16 Agustus 2018

Kelompok Empat
iii

DAFTAR ISI

Halaman ....................................................................................................................
Halaman Depan ...................................................................................................... i
Kata Pengantar ..................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1


A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
A. Pengertian .....................................................................................................3
B. Etiologi .........................................................................................................3
C. Patofisiologi .................................................................................................4
D. Tanda dan Gejala..........................................................................................5
E. Cara Penularan...........................................................................................
F. Faktor Resiko.............................................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................
H. Penatalaksanaan.........................................................................................
I. Pencegahan Penularan HIB dari Ibu ke Bayi............................................'
J. Asuhan Keperawatan ...................................................................................8
1. Pengkajian ..............................................................................................8
2. Diagnosa...............................................................................................14
3. Intervensi ..............................................................................................14
4. Implementasi ........................................................................................18
5. Evaluasi ................................................................................................18
BAB III PENUTUP ..............................................................................................19
A. Kesimpulan ................................................................................................19
B. Saran ...........................................................................................................19

Daftar Pustaka ......................................................................................................20


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di sejumlah negara berkembang HIV-AIDS merupakan penyebab
utama kematian perempuan usia reproduksi. Infeksi HIV pada ibu hamil
dapat mengancam kehidupan ibu serta ibu dapat menularkan virus kepada
bayinya. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi HIV, ditularkan melalui
proses penularan dari ibu ke anak atau mother-to-child HIV
transmission(MTCT). Virus HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi
HIV kepada anaknya selama kehamilan, saat persalinan dan saat
menyusui. Selain itu, Indonesia adalah salah satu negara di dunia dengan
estimasi peningkatan insidens rate infeksi HIV lebih dari 25% (UNAIDS,
2012) dan merupakan negara dengan tingkat epidemi HIV terkonsentrasi,
karena terdapat beberapa daerah dengan prevalensi HIV lebih dari 5%
pada subpopulasi tertentu, dan prevalensi HIV 2,4% pada populasi umum
15-49 tahun terjadi di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Data Kementerian Kesehatan (2011) menunjukkan dari 21.103 ibu
hamil yang menjalani tes HIV, 534 (2,5%) di antaranya positif terinfeksi
HIV. Hasil Pemodelan Matematika Epidemi HIV Kementerian Kesehatan
tahun 2012 menunjukkan prevalensi HIV pada populasi usia 15-49 tahun
dan prevalensi HIV pada ibu hamil di Indonesia diperkirakan akan
meningkat. Jumlah kasus HIV-AIDS diperkirakan akan meningkat dari
591.823 (2012) menjadi 785.821 (2016), dengan jumlah infeksi baru HIV
yang meningkat dari 71.879 (2012) menjadi 90.915 (2016). Sementara itu,
jumlah kematian terkait AIDS pada populasi 15-49 tahun akan meningkat
hampir dua kali lipat di tahun 2016.
Perjalanan penyakit bayi yang tertular HIV dari ibunya lebih
progresif dibandingkan dengan penderita dewasa karena paparan pertama
1
terjadi pada saat respons imun masih dalam tahap perkembangan.Infeksi
HIV juga akan mempengaruhi tumbuh kembang anak selanjutnya. Anak
yang menderita HIV dilaporkan lebih sering mengalami penyakit infeksi
bakteri ataupun virus.Oleh karena itu infeksi HIV pada kehamilan menjadi
sangat penting dengan dasar pertimbangan efek terhadap kehamilan, lebih
2
dari 90% kasus HIV anak ditularkan dari ibunya.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah agar


mahasiswa dapat mengerti :

a. Apa pengertian HIV/AIDS


b. Bagaimana etiologi pada HIV/AIDS?
c. Bagaimana patoghenesispada HIV/AIDS?
d. Bagaimana manifestasi klinis pada HIV/AIDS?
e. Bagaimana asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan HIV/AIDS

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat :
a. Memahami tentang penyakit HIV/AID
b. Mengetahui etiologi pada HIV/AIDS
c. Memahami patoghenesispada HIV/AIDS
d. Memahami manifestasi klinis pada HIV/AIDS
e. Mengetahui asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan HIV/AIDS
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

A. Pengertian
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia
yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka
waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS
sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara
kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma
yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya
penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi
tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang
sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak
sistem kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09). AIDS
merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal
yang sudah diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini
akan dibahas mengenai penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat
terjadi dalam kehamilan.

B. Etiologi
Virus penyebab defisiensi imun yang dikenal dengan namaHuman
Immunodeficiency Virus (HIV). Sampai sekarang baru dikenal dua
serotype HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang juga disebut lymphadenopathy
associated virus type-2 (LAV-2) yang sampai sekarang hanya dijumpai
pada kasus AIDS atau orang sehat di Afrika. Spektrum penyakit yang
menimbulkannya belum banyak diketahui. HIV-1, sebagai penyebab
sindrom defisiensi imun (AIDS) yang tersering, dahulu dikenal juga
sebagai human T cell-lymphotropic virus type III (HTLV-III),
lymphadenipathy-associated virus (LAV) dan AIDS-associated virus.
Secara morfologik, virus ini berbentuk bulat, terdiri dari bagian inti
(core) yang berbentuk silindris dan selubung (envelope) yang berstruktur
lipid bilayer yang membungkus bagian core, dimana didalam core ini
terdapat RNA virus ini.Karena informasi genetik virus ini berupa RNA,
maka virus ini harus mentransfer informasi genetiknya yang berupa RNA
menjadi DNA sebelum diterjemahkan menjadi protein-protein. Dan untuk
tujuan ini HIV memerlukan enzim reverse transkriptase. Pada selubung
(envelope) terdapat glikoprotein permukaan, terdiri dari dua protein yang
mengkordinasi masuknya HIV kedalam sel. Glikoprotein yang lebih besar
dinamakan gp 120, adalah komponen yang menspesifikasi sel yang
diinfeksi. gp 120 ini terutama akan berikatan dengan reseptor CD4, yaitu
suatu reseptor yang terdapat pada permukaan sel T helper, makrofag,
monosit, sel-sel langerhans pada kulit, sel-sel glial, dan epitel usus
(terutama sel-sel kripta dan sel-sel enterokromafin).

C. Patofisiologi
Penularan ibu ke bayi merupakan penyebab utama infeksi HIV
pada anak. Penularan transplasental dapat terjadi sejak awal, dan virus
pernah ditemukan pada janin yang mengalami abortus pada kehamilan
dini. Namun kondisi tersebut terutama terjadi bila ada kerusakan pada
sawar plasenta. Sebagian besar kasus, penularan terjadi saat persalinan
mencapai 15 sampai 25 persen pada ibu yang terinfeksi HIV namun tidak
diterapi.
Penularan vertikal lebih sering terjadi pada kelahiran preterm,
terutama yang berkaitan dengan ketuban pecah lama. Landesman
melaporkan bahwa penularan HIV-1 saat lahir meningkat dari 14 menjadi
25 persen pada wanita yang selaput ketubannya sudah pecah lebih dari 4
jam. Infeksi sifilis yang terjadi bersamaan juga berkaitan erat dengan
penularan HIV vertikal perinatal. Menyusui meningkatkan penularan HIV
pascasalin sebesar 10 sampai 20 persen.
Beberapa tahun terakhir di temukan bahwa penularan HIV
perinatal dapat dikaitkan lebih akurat dengan pengukuran jumlah virus
(viral load) dalam plasma. Infeksi neonatus sekitar 5% apabila kadar
kurang dari 1000 kopi/mL sedangkan bila viral load lebih dari 100.000
5
kopi kemungkinan penularan mencapai 40%.
Pada wanita dengan seropositif pada stadium kronis asimtomatik,
morbiditas dan mortalitas tidak meningkat oleh kehamilan. Sebaliknya,
infeksi HIV pada ibu mengganggu hasil akhir pada janin.
Angka tertinggi peniularan infeksi HIV dari ibu ke bayi yang
pernah dilaporkan adalah 65%. Penelitian di Amerika Serikat, Haiti dan
Eropa berkisar 15-30% sedangkan di Zaire 40% lebih.
D. Tanda dan Gejala
Masa tunas sejak pajanan sampai timbul gejala klinik biasanya
beberapa hari sampai beberapa minggu. Periode akut serupa dengan
infeksi virus lainnya dan biasanya berlangsung kurang dari 10 hari. Gejala
6
umum adalah demam dan keringat malam, rasa lelah, ruam, nyeri kepala,
limfadenopati, faringitis, mialgia, artralgia, mual, muntah, dan diare.
Setelah gejala mereda, mulailah berlangsung viremia kronik.
Dalam masa sekitar 3 bulan setelah tertular, tubuh belum membentuk
antibodi secara sempurna sehingga tes darah tidak memperlihatkan bahwa
orang tersebut telah tertular HIV. Masa 3 bulan ini disebut dengan masa
jendela (window period). Waktu 5-7 tahun, pada saat tes darah sudah
menunjukan adanya antibodi HIV dalam darah (artinya HIV positif)
namun penderita tampak sehat, dan tidak timbul gejala yang menunjukan
orang tersebut menderita AIDS dikenal sebagai masa tanpa gejala.
Pemicu yang mempercepat perjalanan penyakit dari viremia
asimtomatik seperti diterangkan sebelumnya, saat ini masih belum
diketahui pasti tetapi median waktunya adalah 10 tahun. Apabila individu
dengan HIV positif mempelihatkan gejala klinis maka diagnosis AIDS
dapat ditegakkan. Biasanya penderita dapat bertahan 6 bulan hingga 2
tahun dan kemudian meninggal. Limfadenopati generalisata, oral hairy
leukoplakia, ulkus aftosa, dan trombositopenia sering terjadi. Sejumlah
infeksi oportunistik yang mungkin menandai timbulnya AIDS adalah
kandidiasis esofagus atau paru-paru, herpes simpleks atau zoster persisten,
kondiloma akuminata, tuberkulosis, sitomegalovirus, moluskum
kontagiosum, pneumocystis, toksokplasmosis, dan lain-lain. Kelainan
neurologis sering dijumpai, dan sekitar separuh pasien memperlihatkan
gejala susunan saraf pusat. Hitung CD4+ bila kurang dari 200/mL
dianggap definitiv untuk diagnosis AIDS.
7

Berikut ini adalah klasifikasi perkembangan infeksi HIV menurut sistem CDC.
Kelompok Kategori Keterangan
I Infeksi Akut Penyakit “serokonversi”
mirip mononukleosis.
Gejala-gejala meningitis.
Adanya tanda-tanda
infeksi seropositif dari
HIV
II Infeksi Asimptomatik Keadaan dampak lebih
baik. Bukti adanya infeksi
HIV terdeteksi dengan
pemeriksaan antibody
III Limfadenopati ≥ 1 cm di dua tempat atau
generalisata persisten lebih pada ekstra inguinal.
Gejala lain dapat timbul
taoi limfadenopati paling
dominan. Infeksi HIV
terdeteksi dengan
pemeriksaan antibodi
IV Penyakit lain: Infeksi HIV terdeteksi
Subkelompok A Penyakit konstitusional
atau AIDS related
kompleks (ARC) :
demam, penurunan berat
badan dan diare.
Subkelompok B
Penyakit neurologik,
termasuk kompleks
demensia AIDS
Subkelompok C
Penyakit infeksi sekunder,
termasuk pneumocystis
8

carinii pneumonia (PCP)


Subkelompok D
Kanker sekunder,
termasuk Sarkoma kaposi
Subkelompok E
Keadaan-keadaan lain

Pada tahun ke-5 atau ke-6 tergantung masing-masing penderita, mulai


timbul diare berulang, pnurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan
dimulut dan pembengkakan di daerah kelenjar getah bening. Kemudian tahap
lebih lanjut akan terjadi penurunan berat badan secara cepat (lebih 10 %), diare
terus menerus lebih daroi satu bulan disertai demam yang hilang timbul atau terus
menerus.

E. Cara Penularan

Kita masih belum mengetahui secara persis bagaimana HIV menular


dariibu ke bayi. Namun, kebanyakan penularan terjadi saat persalinan (waktu
bayinyalahir). Selain itu, bayi yang disusui oleh ibu terinfeksi HIV dapat juga
tertularHIV. Hal ini ditunjukkan dalam gambar berikut:
Ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan
bayiterinfeksi HIV. Yang paling mempengaruhi adalah viral load (jumlah
virus yangada di dalam darah) ibunya. Oleh karena itu, salah satu tujuan
utama terapi adalah mencapai viral load
yang tidak dapat terdeteksi seperti juga ART untuk siapa punterinfeksi HIV.
Viral load
penting pada waktu melahirkan. Penularan dapat terjadidalam kandungan yang
dapat disebabkan oleh kerusakan pada plasenta, yangseharusnya melindungi janin
dari infeksi HIV. Kerusakan tersebut dapatmemungkinkan darah ibu mengalir
pada janin. Kerusakan pada plasenta dapatdisebabkan oleh penyakit lain pada
ibu, terutama malaria dan TB.

Namun risiko penularan lebih tinggi pada saat persalinan, karena


bayitersentuh oleh darah dan cairan vagina ibu waktu melalui saluran
kelahiran. Jelas, jangka waktu antara saat pecah ketuban dan bayi lahir juga
merupakan salah satufaktor risiko untuk penularan. Juga intervensi untuk
membantu persalinan yangdapat melukai bayi, misalnya vakum, dapat
meningkatkan risiko. Karena air susuibu (ASI) dari ibu terinfeksi HIV
mengandung HIV, juga ada risiko penularanHIV melalui menyusui.Faktor
risiko lain termasuk kelahiran prematur (bayi lahir terlalu dini)
dankekurangan perawatan HIV sebelum melahirkan. Sebenarnya semua
faktor risikomenunjukkan satu hal, yaitu mengawasi kesehatan ibu. Beberapa
pokok kunciyang penting adalah:

a. status HIV bayi dipengaruhi oleh kesehatan ibunya,


b. status HIV bayi tidak dipengaruhi sama sekali oleh status HIV
ayahnya,dan
c. status HIV bayi tidak dipengaruhi oleh status HIV anak lain dari ibu

F. Faktor Risiko

Ada dua faktor utama untuk menjelaskan faktor risiko penularan HIV
dariibu ke bayi:

1. Faktor ibu dan bayi

a. Faktor ibu

Faktor yang paling utama mempengaruhi risiko penularan HIV dari


ibu kebayi adalah kadar HIV (viral load) di darah ibu pada menjelang
ataupun saatpersalinan dan kadar HIV di air susu ibu ketika ibu
menyusui bayinya. Umumnya,satu atau dua minggu setelah seseorang
terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali bertambah di
tubuh seseorang.Risiko penularan akan lebih besar jika ibu
memiliki kadar HIV yang tinggi pada menjelang ataupun saat
persalinan. Status kesehatan dan gizi ibu jugamempengaruhi risiko
penularan HIV dari ibu ke bayi. Ibu dengan sel CD4 yangrendah
mempunyai risiko penularan yang lebih besar, terlebih jika jumlah
CD4kurang dari 200.Jika ibu memiliki berat badan yang rendah selama
kehamilan sertakekurangan vitamin dan mineral, maka risiko terkena
berbagai penyakit infeksi juga meningkat. Biasanya, jika ibu menderita
infeksi menular seksual atau infeksireproduksi lainnya maupun
malaria, maka kadar HIV akan meningkat.Risiko penularan HIV
melalui pemberian ASI akan bertambah jikaterdapat kadar CD4 yang
kurang dari 200 serta adanya masalah pada ibu sepertimastitis, abses,
luka di puting payudara. Risiko penularan HIV pasca
persalinanmenjadi meningkat bila ibu terinfeksi HIV ketika sedang
masa menyusui bayinya.

b. Faktor bayi antara lain:

1. bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah.

2. Melalui ASI yang diberikan pada usia enam bulan pertama bayi, dan

3. bayi yang meminum ASI dan memiliki luka di mulutnya.

2. Faktor cara penularan


a. Menular saat persalinan melalui percampuran darah ibu dan darah bayi.
b. Bayi menelan darah ataupun lendir ibu.
c. Persalinan yang berlangsung lama.
d. Ketuban pecah lebih dari 4 jam.
e. Penggunaan elektroda pada kepala janin, penggunaan vakum atau
forceps, dan tindakan episiotomi
f. Bayi yang lebih banyak mengonsumsi makanan campuran daripada ASI.

Masa kehamilan Masa Persalinan Masa Menyusui


Ibu baru terifeksi HIV Ibu baru terinfeksi HIV Ibu baru terinfeksi HIV
Ibu memiliki Ibu mengalami Ibu memberikan ASI
infeksivirus, bakteri, pecahketuban lebih dari 4 dalam periode yang
parasit. jamsebelum persalinan. lama.
Terdapat tindakan Ibu memberikan
Ibu memiliki medisyang dapat makanancampuran (
infeksimenular seksual. meningkatkankontak dengan mixed feeding
darah ibu ataucairan tubuh ibu )untuk bayi.
(sepertipenggunaan
elektroda padakepala janin,
penggunaanvakum atau
forceps, danepisiotomi
Ibu Bayi merupakan Ibu memiliki masalah
menderitakekurangan janinpertama dari suatu padapayudara, seperti
gizi. kehamilanganda (karena lebih mastitis,abses, luka di
dekatdengan leher putingpayudara.
rahim/serviks)
Ibu memiliki Bayi memiliki luka
korioamniositis(dan IMS dimulut.
yang tak diobatiatau infeksi
lainnya).
Tabel 1 Faktor yang meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan antibodi HIV paling banyak menggunakan metode


ELISA/EIA (enzyme linked immunoadsorbent assay). ELISA pada
mulanyadigunakan untuk skrining darah donor
dan pemeriksan darah kelompok risikotinggi. Pada bayi yang lahir dari ibu
yang terinfeksi HIV, tes ini efektif dilakukanpada bayi yang berusia 18 bulan
keatas. Pemeriksaan ELISA harus menunjukkanhasil positif 2 kali (reaktif)
dari 3 tes yang dilakukan, kemudian dilanjutkandengan pemeriksaan
konfirmasi yang biasanya dengan memakai metode Western Blot.
Penggabungan test ELISA yang sangat sensitif dan Western Blot yang sangat
spesifik mutlak dilakukan untuk menentukan apakah seseorang positif AIDS.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan lainnya yaitu:


1. Foto toraks
2. Pemeriksaan fisik
1.1 Penampilan umum tampak sakit sedang, berat.
1.2 Tanda vital
1.3 Kulit: rush, Steven, Jhonson.
1.4 Mata: hiperemis, ikterik, gangguan penglihatan.
1.5 Leher: pembesaran KGB.
1.6 Telinga dan hidung: sinusitis, berdengung.
1.7 Rongga mulut: candidiasis.
1.8 Paru: sesak nafas, efusi pleura.
1.9 Jantung: kardiomegali.
1.10 Abdomen: asites, distensi abdomen, hepatomegali.
1.11 Genetalia dan rektum: herpes.
1.12 Neurologi: kejang, gangguan memori, neuropati.
3. Mantoux test
4. Pemeriksaan laboratorium darah (Kadar CD4, Hepatitis, Paps
smear,Toxoplasma, Virus load)

H. Penatalaksanaan

Kita semua berhak untuk menikah dan mendapatkan keturunan.


MenjadiHIVpositif tidak mengurangi hak kita. Namun jelas tanggung jawab
kita jugalebih besar. Kita pasti ingin supaya anak kita tidak terinfeksi HIV,
dan adabeberapa cara untuk mengurangi risiko ini. Selain itu, kita pasti ingin
tetap sehatagar dapat membesarkan anak kita. Cara terbaik untuk memastikan
bahwa bayikita tidak terinfeksi dan kita tetap sehat adalah dengan memakai
terapiantiretroviral (ART). Perempuan terinfeksi HIV di seluruh dunia sudah
memakaiobat antiretroviral (ARV) secara aman waktu hamil lebih dari
sepuluh tahun. ARTsudah berdampak besar pada kesehatan perempuan
terinfeksi HIV dan anaknya.Oleh karena ini, banyak dari mereka yang diberi
semangat untuk mempertimbangkan mendapatkan anak.

1. Penatalaksanaan selama kehamilan

Konseling merupakan keharusan bagi wanita positif-HIV. Hal


inisebaiknya dilakukan pada awal kehamilan, dan apabila ia memilih
untuk melanjutkan kehamilannya, perlu diberikan konseling
berkelanjutan.Perkembangan penatalaksanaan selama kehamilan
mengikuti kemajuan-kemajuandalam pengobatan individu non hamil
dengan HIV. Konsekuensi penyakit yangtidak diobati sangat merugikan,
terjadi pergeseran dari fokus yang semata-matauntuk melindugi janin
menjadi pendekatan yang lebih berimbang berupapengobatan ibu dan
janinnya.
Banyak terjadi kemajuan dalam pengobatan HIV. Sejumlah
penelitianmembuktikan bahwa kombinasi analog nukleosida-zidovudin,
zalsitabin, ataulamivudin- yang diberikan bersama dengan suatu inhibitor
protease-indinavir,ritonavir, atau sakuinavir- sangat efektif untuk menekan
kadar RNA HIV. Padapasien HIV yang diberi kombinasi tiga obat, angka
kelangsungan hidup jangkapanjang meningkat dan morbiditas berkurang.
Center for Disease Control and Prevention (1998) menganjurkan
untuk menawarkan terapi antiretrovirus (ARV) kombinasi pada wanita
hamil. Petunjuk ini diperbarui oleh
Perinatal HIV Guidelines Working Group (2000,2001) Working
Group merekomendasikan pemeriksaan hitung CD4+ limfosit T dankadar
RNA HIV kurang lebih tiap trimester, atau sekitar setiap 3 sampai 4
bulan.Hasil pemeriksaan ini dipakai untuk mengambil keputusan untuk
memulai terapi ARV, mengubah terapi, menentukan rute pelahiran, atau
memulai profilaksis untuk pneumonia Pneumocystis carinii
Pada ibu juga dilakukan pemeriksaan untuk penyakit menular
seksual laindan tuberculosis (TB). Pasien diberi vaksininasi untuk hepatiis
B, influenza, danmungkin juga infeksi pneumokokus. Apabila hitung
CD4+ kurang dari 200 /ul,dianjurkan pemberian profilaksis primer
P.carinii. Pneumonia diterapi denganpentamidin atau sulfametoksazol-
trimetoprin oral atau intravena. Infeksioportunistik simtomatik lain yang
mungkin timbul adalah toksoplasmosis, herpes,dan kandidiasis

2. Seksio Sesarea

European Collaborative Study Group (1994) melaporkan bahwa


seksiosesarea elektif dapat mengurangi risiko penularan vertikal sekitar 50
%. Apabiladianalisis berdasarkan terapi ARV, tidak terdapat perbedaan
yang bermakna dalam angka penularan pada wanita yang mendapat
zidovudin dan menjalaniseksio sesarea versus per vaginam.
Internasional Perinatal HIV Group (1999) baru-baru ini
melaporkanpenularan HIV vertikal secara bermakna menurun menjadi
kurang dari separuhapabia saksio sesarea dibandingkan dengan cara
pelahiran lain. Apabila padamasa prenatal, intrapartum, dan neonatal juga
diberikan terapi ARV dan dilakukanseksio sesarea, kemungkinan
penularan vertikal akan berkurang sebesar 87 %disbanding dengan cara
pelahiran lain dan tanpa terapi ARV.
Berdasarkan temuan ini,
American College of Obstetricians and Gynecologists
(2000) menyimpulkan bahwa seksio sesarea terencana harusdianjurkan
bagi wanita terinfeksi HIV dengan jumlah RNA HIV-1 lebih dari
1000salinan/ml. Hal ini dilakukan tanpa memandang apakah pasien sedang
atau belummendapat terapi ARV. Persalinan terencana dapat dilakukan
sebelum 38 mingguuntuk mengurangi kemungkinan pecahnya selaput
ketuban.
Penulis-penulis lain mengungkapkan kekhawatiran morbiditas
mungkinmeningkat secara bermakna pada wanita terinfeksi HIV yang
menjalani seksiosesarea. Mereka menyimpulkan bahwa terapi ARV
kombinasi dapat menurunkanresiko penularan vertikal sampai serendah 2
%. Morris,dkk tidak melaporkanadanya penularan perinatal pada 76 wanita
yang mendapat terapi ARV sangataktif (High active antiretroviral therapy,
HAART ).

I. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi

Program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke


bayi, dilaksanakansecara komprehensif dengan menggunakan empat prong,
yaitu:
a. Prong 1: mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usiare
produktif.
b. Prong 2: mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV
positif.
c. Prong 3: mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif
kebayi yang dikandungnya.
d. Prong 4: memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada
ibuHIV positif beserta bayi dan keluarganya

Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah,


diimplementasikanProng 1 dan Prong 2. Pada daerah dengan prevalensi HIV
yang terkonsentrasi,diimplementasikan semua prong. Ke-empat prong secara
nasional dikoordinir dandijalankan oleh pemerintah, serta dapat dilaksanakan
institusi kesehatan swastadan lembaga swadaya masyarakat.
Pedoman baru dari WHO mengenai pencegahan penularan dari ibu
ke bayi ( preventing mother-to-child transmission
PMTCT) berpotensi meningkatkanketahanan hidup anak dan kesehatan ibu,
mengurangi risiko (mother-to-child transmission/MTCT) hingga 5% atau
lebih rendah serta secara jelas memberantasinfeksi HIV pediatrik.

Pedoman itu memberikan perubahan yang bermakna pada beberapatindakan di


berbagai bidang. Anjuran kunci adalah:
a. ART untuk semua ibu hamil yang HIV-positif dengan jumlah CD4+ di
bawah350 atau penyakit WHO stadium 3 atau penyakit HIV stadium 4,
tidak menunda mulai pengobatan dengan tulang punggung AZT dan 3TC
atautenofovir dan dengan 3TC atau FTC.
b. Penyediaan antiretroviral profilaksis yang lebih lama untuk ibu hamil
yangHIV-positif yang membutuhkan ART untuk kesehatan ibu.
c. Apabila ibu menerima ART untuk kesehatan ibu,
bayi harus menerimaprofilaksis nevirapine selama enam minggu setelah
lahir apabila ibunyamenyusui, dan profilaksis dengan nevirapine atau
AZT selama enam mingguapabila ibu tidak menyusui.
d. Untuk pertama kalinya ada cukup bukti bagi WHO
untuk mendukungpemberian ART kepada ibu atau bayi selama masa
menyusui, dengan anjuranbahwa menyusui dan profilaksis harus
dilanjutkan hingga bayi berusia 12bulan apabila status bayi adalah HIV-
negatif atau tidak diketahui.
e. Apabila ibu dan bayi adalah HIV-positif, menyusui harus didorong
untuk paling sedikit dua tahun hidup, sesuai dengan anjuran bagi populasi
umum.

Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting adalahmencegah


penularan pada ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa bayi hanya dapat tertular oleh
ibunya. Jadi bila ibunya HIV-negatif, maka bayi juga tidak terinfeksiHIV.
Status HIV ayah tidak mempengaruhi status HIV bayi.
Hal ini dapat dijelaskan karena sperma dari penderita HIV
tidak mengandung virus, yang mengandung virus adalah air mani. Oleh sebab
itu, teluribu tidak dapat ditularkan sperma. Jelas, bila perempuan tidak
terinfeksi, danmelakukan hubungan seks dengan laki-laki tanpa kondom
dalam upaya membuatanak, ada risiko si perempuan tertular. Dan bila
perempuan terinfeksi pada waktutersebut, dia sendiri dapat menularkan virus
pada bayi. Tetapi laki-laki tidak dapatlangsung menularkan janin atau bayi.
Hal ini menekankan pentingnya kitamenghindari infeksi HIV pada
perempuan.

Tetapi untuk ibu yang sudah terinfeksi, kehamilan yang tidak


diinginkanharus dicegah. Bila kehamilan terjadi, harus ada usaha mengurangi
viral load ibu di bawah 1.000 agar bayi tidak tertular dalam kandungan,
mengurangi risiko kontak cairan ibunya dengan bayi waktu lahir agar
penularan tidak terjadi waktuitu, dan hindari menyusui untuk mencegah
penularan melalui ASI. Dengan semuaupaya ini, kemungkinan si bayi
terinfeksi dapat dikurangi jauh di bawah 8%.

Jelas yang paling baik adalah mencegah penularan pada perempuan. Halini
membutuhkan peningkatan pada program pencegahan, termasuk
penyuluhan,pemberdayaan perempuan, penyediaan informasi dan kondom,
harm reduction ,dan hindari transfusi darah yang tidak benar-benar
dibutuhkan.
Untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, program tidak
jauhberbeda dengan pencegahan infeksi HIV. ODHA perempuan yang
memakai obatantiretroviral harus sadar bahwa kondom satu-satunya alat KB
yang efektif.Dalam hal ini, mungkin kondom perempuan adalah satu sarana
yang penting.

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata Klien
b. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat
kelainan imun.Umur kronologis pasien juga mempengaruhi
imunokompetens.Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat
muda karena belum berkembangnya kelenjar timus.Pada lansia, atropi
kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.Banyak
penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun.
Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang
kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor
penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk
kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan
9
kelainan hospes :
a. Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma,
kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
b. Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital,
protein liosing enteropati (peradangan usus)
1) Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)
a) Aktifitas / Istirahat
1. Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi
malaise,perubahan pola tidur.
2. Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon
fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan
pernafasan ).
b) Sirkulasi
1. Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama
pada cedera.
2. Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer,
pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c) Integritas dan Ego
1. Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan
penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
2. Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d) Eliminasi
1. Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa
kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
10
2. Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare
pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,
perianal, perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine.
e) Makanan / Cairan
1. Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
2. Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan
gusi yang buruk, edema
f) Hygiene
1. Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
2. Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g) Neurosensoro
1. Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan
status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
2. Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks
tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h) Nyeri / Kenyamanan
1. Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada
pleuritis.
2. Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan
rentan gerak,pincang.
i) Pernafasan
1. Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk,
sesak pada dada.
2. Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas,
adanya sputum.
j) Keamanan
1. Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse
darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang, berkeringat
malam.
2. Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya
nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum,
11
tekanan umum.
k) Seksualitas
1. Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi,
menurunnya libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
2. Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l) Interaksi Sosial
1. Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi,
kesepian, adanya trauma AIDS.
2. Tanda : Perubahan interaksi.
m) Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian
masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium
digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya
terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

1. Serologis
1) Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil
tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
2) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3) Sel T limfosiT
Penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
5) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel
12
helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
6) P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
7) Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati
normal
8) Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
9) Tes PHS
Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
2. Neurologis
1) EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
2) Tes Lainnya
3) Sinar X dada
4) Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap
lanjut atau adanya komplikasi lain
5) Tes Fungsi Pulmonal
6) Deteksi awal pneumonia interstisial
7) Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan
bentuk pneumonia lainnya.
8) Biopsis
9) Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
10) Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy
pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
13

3. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),
maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody
terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu
setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan.Hal ini menjelaskan
mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil
tes positif.Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan
mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam
darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan
evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug Administration
(FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency
Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut,
yaitu :
1) Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada
virus Human Immunodeficiency Virus (HIV).ELISA tidak
menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa
seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV).Orang yang dalam darahnya
terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut
seropositif.
14
2) Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3) Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan
seropositifitas.
4) Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.

2. Diagnosa
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi
dan pola hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya
kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan
berlebih sekunder terhadap diare
4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran
oksigen, malnutrisi, kelelahan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan
menurunnya absorbsi zat gizi.
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang
keadaan yang orang dicintai.

3. Intervensi
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi Rasional
hasil
1 Resiko tinggi Pasien akan bebas 1. Monitor 1. Untuk pengobatan
infeksi infeksi setelah tanda-tanda dini
berhubungan dilakukan tindakan infeksi baru. 2. Mencegah pasien
dengan keperawatan selama 2. gunakan terpapar oleh kuman
imunosupresi, 3×24 jam dengan teknik aseptik patogen yang
15
malnutrisi dan kriteria hasil: pada setiap diperoleh di rumah
pola hidup yang - Tidak ada luka tindakan sakit.
beresiko. atau eksudat. invasif. Cuci 3. Mencegah
- Tanda vital dalam tangan sebelum bertambahnya
batas normal meberikan infeksi
(TD=110/70, tindakan. 4. Meyakinkan
RR=16-24, N=60- 3. Anjurkan diagnosis akurat dan
100, S=36-37) pasien metoda pengobatan
- Pemeriksaan mencegah 5. Mempertahankan
leukosit normal terpapar kadar darah yang
(6000-10000) terhadap terapeutik
lingkungan
yang patogen.
4. Kumpulkan
spesimen untuk
tes lab sesuai
order.
5. Atur
pemberian
antiinfeksi
sesuai order

2 Resiko tinggi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan 1. Pasien dan


infeksi (kontak ditransmisikan pasien atau keluarga mau dan
pasien) setelah dilakukan orang penting memerlukan
berhubungan tindakan keperawatan lainnya metode informasikan ini
dengan infeksi selama 3×24 jam mencegah 2. Mencegah
HIV, adanya dengan kriteria hasil: transmisi HIV transimisi infeksi
infeksi - kontak pasien dan dan kuman HIV ke orang lain
nonopportunisitik tim kesehatan tidak patogen
yang dapat terpapar HIV lainnya.
ditransmisikan. - Tidak terinfeksi 2. Gunakan
16
patogen lain seperti darah dan
TBC. cairan tubuh
precaution bial
merawat pasien.
Gunakan
masker bila
perlu.

3 Resiko tinggi Defisit volume cairan 1. Kaji 1. Mendeteksi


defisit volume dapat teratasi setelah konsistensi dan adanya darah dalam
cairan dilakukan tindakan frekuensi fese feses
berhubungan keperawatan selama s dan adanya 2. Hipermotiliti
dengan output 1×24 jam dengan darah. mumnya dengan
cairan berlebih criteria hasil: 2. Auskultasi diare
sekunder - perut lunak bunyi usus 3. Mengurangi
terhadap diare - tidak tegang 3. Atur agen motilitas usus, yang
- feses lunak, warna antimotilitas pelan, emperburuk
normal dan psilium perforasi pada
- kram perut hilang, (Metamucil) intestinal
sesuai order 4. Untuk
4. Berikan menghilangkan
ointment A distensi
dan D, vaselin
atau zinc oside

Terapi. Banyak obat antivirus yang digunakan untuk mengobati HIV,


meskipun tidak ada satupun yang efektif untuk menghilangkan infeksi. Obat-
obatan ini bekerja pada reverse transcriptase atau mengganggu sintesis DNA
provirus Pada wanita hamil yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 harus diukur pada
saat datang untuk perawatan pranatal, dengan pengulangan pemeriksaan sebagai
berikut:
1. >600 sel/HL, tidak diperlukan pengulangan pemeriksaan
17
2. 200 sampai 600 sel/L, diulangi setiap trimester
3. <200 sel /uL, diulangi setiap 3 bulan untuk memonitor terapi antiretrovirus
atau memulai terapi preventif baru melawan infeksi seperti yang
diindikasikan oleh gejala klinis.

Apabila jumlah CD4 kurang dari 500 sel/uL, wanita hamil harus
ditawarkan terapi antiretrovirus dengan Zidovudine. Risiko dan manfaat terapi
Zido vudine dini didiskusikan. Peningkatan angka kesakitan (morbiditas)
ditemukan selama kehamilan dengan jumlah CD4 kurang dari 200 sel/HL.
Anemia terjadi pada bayi baru lahir dari ibu yang mendapat terapi tetapi tidak ada
laporan malformasi janin (Clinical Practice Guideline, 1994). Infeksi oportunistik
dapat terjadi selama kehamilan dan umumnya diobati denganobat-obatan yang
direkomendasikan, meskipun hanya tidak banyak yang diketahui tentang efek
merugikan dari obat-obatan ini terhadap ibu dan bayi.
Obat-obatan yang Digunakan untuk Mengobati AIDS antara lainnya :
1. Zidovudine (Retrovir, ZVD, AZT)
1) Titer antigen p24 menurun
2) Sel T CD4 meningkat. Infeksi oportunistik menurun
3) Perkembangan AIDS melambat, dan daya tahan hidup meningkat
4) Penggunaan pada klien yang terinfeksi HIV tak bergejala masih
diperdebatkan
5) Resistensi obat sering kali terjadi
6) Efek samping terdiri atas anemia, neutropenia mual, muntah, sakit
kepala, letih, kebingungan, malalse, miopati, dan hepatitis
7) Teratogenisitas dalam kehamilan belum dlpelajari dengan baik, tetapi
beberapa data menemukan bahwa obat ditoleransi dengan baik dan
tidak d hubungkan dengan malformasi janin atau efek lain yang tidak
diinginkan (The Medical Lette 1993)
2. Didanosine (DDI, videx)
1) Digunakan pada klien yang tidak dapat mengguna kan zidovudine
2) Menurunkan antigen p24
3) Meningkatkan sel T cD4
18
4) Menyebabkan pertambahan berat badan pada klien AIDS dan ARC
5) Perburukan klinis melambat jika digunakan setelah zidovudine
pankreatitis akut
6) Efek samping: neuropati perifer, gangguan gastrointestinal, dan
kegagalan hepar
3. Zalcitabine (DDc, Hivid)
1) Digunakan pada klien yang penyakitnya lanjut bentuk kombinas
2) Sering kali digunakan dalam dengan zidovudine perifer, ruam,
stomatltis,
3) Efek samplng: neuropati ukus esofagus, demam, dan pankreatitis

4. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau
potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang
sesuai berdasarkan NCP

5. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai
kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan,
dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang
relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus
retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). Cara penularan
HIVmelakukan penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi, dengan mengunakan
bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi,
wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses
melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu
dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang
ketagian obat intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau
produk darah (transfusi), bayi dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV
adalah BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung
lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis,
demensia / HIV ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan,
dermatitis generalist, adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis
orofaringeal, herpes simplex kronik progresif, limfadenopati generalist,infeksi
jamur berulang pada kelamin wanita, retinitis cytomegalovirus.

B. Saran
Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya
akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang
berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan
maternitas terutama pada ibu hamil yang juga menderita HIV.

19
20

DAFTAR PUSTAKA

Green J Carol. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

http://jurnal.akbid-griyahusada.ac.id/files/vol1no2/Penelitian1.1.pdf

Morgan Geri dan Carole Hamilton. 2009. Panduan Praktik Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta:EGC.

Pribadi Adhi, Johanes C. Mose dan Anita Deborah Anwar. 2015. Kehamilan
Risiko Tingggi (Perkembangan, Implikasi Klinis dan Kontrovensi).
Bandung: Sagung Seto, Fakulta Kedokteran Padjajaran dan
CEMobgyn Unpad.

Reeder, Martin dan Koniak Griffin. 2011. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Wiknjosastro H, Saifuddin A B, Rachimhadhi T. Penyakit Menular.


Dalam:Wiknjosastro H, Saifuddin A B, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan.
Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo d/a Bagian
Kebidanan danKandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2006; 556.2.

Soedarmo S S, Garna H, Hadinegoro S R, Satari H I. Human


ImunodeficiencyVirus. Dalam: Soedarmo S S, Garna H, Hadinegoro S R,
Satari H I. Buku AjarInfeksi & Pediatri Tropis. Edisi ke-2. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta:Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2008; 243-247.3.

Cunningham F G, Gant N F, Leveno K J, Gilstrap L C, Hauth J C, Wenstrom,K


D. Penyakit Menular Seksual. Dalam: Cunningham F G, Gant N F,
LevenoK J, Gilstrap L C, Hauth J C, Wenstrom, K D. Obstetri Williams.
Jakarta:EGC. 2006; 1677-1678.4.

Anonim. Etiologi HIV/AIDS. Dalam Petunjuk penting AIDS. Cetakan I.Jakarta:


EGC. 1996.

https://www.scribd.com/doc/103710037/Makalah-PIH-HIVAIDS-pada-Kehamila

Anda mungkin juga menyukai