Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam adalah keadaan dimana suhu tubuh berada diatas nilai normal
yang didefinisikan sebagai berikut: temperatur rektal diatas 38ºC, temperatur
aksila diatas 37.5ºC, dan temperatur pada membran timpani diatas 38.2ºC.
Sedangkan demam tinggi adalah apabila suhu tubuh diatas 39.5ºC dan
hiperpireksia adalah apabila suhu tubuh diatas 41.1ºC. Demam dapat disebabkan
oleh faktor infeksi dan non infeksi. Beberapa penyebab demam dari infeksi
meliputi infeksi dari virus, jamur, parasit maupun bakteri. Penyebab demam non
infeksi bisa dari faktor lingkungan seperti lingkungan yang padat dan dapat
memicu timbulnya stres ataupun pengeluaran panas berlebihan dalam tubuh.1
Patofisiologi dari terjadinya demam diakibatkan dari ketidakseimbangan
antara produksi dan pelepasan panas, serta adanya gangguan dari termoregulasi
pusat di hipotalamus. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam,
terdapat dua jenis pirogen, yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen
eksogen berasal dari luar tubuh dan berkemampuan untuk merangsang IL-1,
sedangkan pirogen endogen berasal dari dalam tubuh dan mempunyai
kemampuan untuk merangsang demam dengan mempengaruhi pusat pengaturan
suhu di hipotalamus.2
Terdapat berbagai macam pola demam yang berguna untuk mengetahui
kemungkinan etiologi dari demam, antara lain: demam kontinyu, remiten,
intermiten, bifasik, tersiana dan quartana, Pel-Ebstein, thypus inversus, relapse,
rekuren, dan periodik. Berdasarkan ada tidaknya fokus infeksi, demam dapat
diklasifikasikan menjadi demam dengan localizing signs, tanpa localizing signs,
dan fever of unknown origin.2
Tatalaksana demam meliputi surface cooling, pemberian antipiretik, dan
antibiotik. Antipiretik yang dapat diberikan kepada anak dengan demam adalah
parasetamol, ibuprofen, salisilat, atau steroid. Namun, parasetamol dan ibuprofen
adalah antipiretik yang paling direkomendasikan untuk diberikan.3

1
1.2Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian
Kesehatan Anak RSUD Achmad Mochtar dan diharapkan agar dapat menambah
pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan penulisan dari referat ini adalah :
- Mengetahui demam secara umum
- Mengetahui kurva demam
- Mengetahui pathogenesis demam
- Mengetahui tatalaksana dan obat obatan
- Mengetahui demam pada virus
- Mengetahuidemam pada bakteri

1.3 Metode Penulisan


Referat ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk
pada berbagai literatur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam secara umum


Demam adalah keadaaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat dari
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL-1.
Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan
antara produksi dan pelepasan panas.1

2.2 Patogenesis
2.2.1 Definisi
Demam adalah peningkatan suhu tubuh di atas normal akibat kenaikan set-
point atau thermostat dari pusat termoregulasi di hypothalamus. Hal ini berbeda
dengan hipertermi, pada hipertermi terjadi peningkatan suhu tubuh namun tidak
terjadi peningkatan set-point atau thrermostat di pusat termoregulasi.4

2.2.2 Mekanisme Terjadinya Demam


Mekanisme terjadinya demam sangat kompleks melibatkan berbagai
sistem dalam tubuh, namun secara garis besar, mekanisme utama melibatkan
adanya pirogen, prostaglandin E-2 (PGE-2) dan pusat termoregulasi.4
Pirogen adalah substansi yang dapat menimbulkan demam, yang terdiri
dari pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal
dari luar tubuh seperti lipopolisakarida (bagian dari dinding sel bakteri), toksin
dari produk lain dari bakteri.4
Pirogen eksogen yang masuk kedalam tubuh merangsang pembentukan
sitokin seperti interleukin 1 dan 6 (IL-1 dan 6), Tumor Necrosis Faktor  (TNF),
dan Interferon  dan  (IF  dan ) dan berbagai sitokin lain. Sitokin pro-inflamasi
(pro inflamantory cytokines) ini disebut sebagai pirogen endogen, zat ini
kemudian memasuki sirkulasi otak. Namun karena mempunyai berat molekul
yang besar, pirogen endogen sulit menembus sawar otak. Diduga pirogen endogen
mempengaruhi susunan saraf pusat secara indirek atau masuk ke dalam ruang
periventikular melalui kapiler yang mudah dilalui didaerah organum vasculosum

3
lamna terminalis (OVLT). Melalui mekanisme yang belum diketahui pasti, sitokin
yang masuk kesusunan syaraf pusat menstimulasi leukosit dan sel didaerah
tersebut untuk memproduksi fosfolipid. Melalui proses enzimatik dari fosfolipid
terbentuk asam arahidonat dengan bantuan enzim fosfolipase A2. Selanjutnya
terjadi metabolisme asam arahidonat melalui jalur siklooksigenase
(cyclooxygenase pathways) dan 50-lipooksigenase (5-lipoxygenase pathway).
Melalui jalur siklooksigenase terbentuk sikloendoperoksida (cyclo-endoperoxides)
yang selanjutnya menghasilkan produk akhir prostaglandin E2, prostaglandin
F2, prostasiklin dan tromboksan. PGE2 yang dikeluarkan sel di hipotalamus
diperkirakan sebagai substansi utama yang meningkatkan set-point di pusat
termoregulasi. Obat penurun demam seperti parasetamol dan anti inflamasi non-
steroid bekerja menghambat enzim siklooksigenasi sehingga tidak terbentuk siklo-
endoperoksia sebagai substansi dasar pembentukan PGE2. PGE2 bersifat parakrin
yang mengirimkan signaling ke sel-sel yang berdekatan sehingga mempengaruhi
sel sel tersebut. Pada patogenesis demam, PGE2 mempengaruhi sel di
hipotalamus untuk meningkatkan set-point di pusat termoregulasi sehingga terjadi
demam.4

4
Gambar 1. Patogenesis dan manifestasi klinis demam
Sumber : Chairulfatah A. Demam pada Anak : Patogenesis dan AplikasiKlinis;
2017. h.25

5
Endotoksin merupakan pyrogen eksogen yang dapat menimbulkan demam
melalui 2 jalur, yaitu melalui stimulasi produksi pyrogen endogen dan melalui
efek langsung terhadap pusat termoregulasi di hipotalamus.4
Secara klinis demam terdiri dari 4 fase, yaitu prodromal, menggigil
(chills), demam (fever) dan penyembuhan (defervescense/ resolution). Pada fase
prodromal mulai terjadi stimulasi produksi pirogen endogen, gejala tidak spesifik
seperti rasa Lelah, sakit kepala ringan dan malaise. Selanjutnya dengan
terbentuknya Prostaglandin E2, dimulai peningkatan set-point di hipotalamus,
pasien masuk ke dalam fase menggigil. Pada fase ini tubuh berusaha
meningkatkan suhu agar sesuai dengan set-point yang baru. Peningkatan suhu
tubuh dilakukan melalui thermogenesis (menggigil), mengurangi pengeluaran
panas melalui vasokontriksi pembuluh darah kulit, kontraksi muskulus erector
pili, dan posisi tubuh meringkuk untuk mengurangi luas permukaan tubuh. Secara
klinis terlihat anak merasa kedinginan, menggigil, kulit pucat, ingin diselimuti,
dan posisi tidur meringkuk. Berbagai perubahan yang terjadi pada fase mengigil
adalah sama dengan operubahan yang terjadi pada orang normal yang terpapar
dengan suhu dingin. Bila sudah tercapai keseimbangan baru antara set-point
dengan suhu tubuh, menggigil hilang diganti dengan peningkatan suhu tubuh
(demam), pasien merasa kepanasan, kulit hangat dan kering, muka kemerahan
(flushing), cciliary injection pada konjungtiva, dan fotofobia. Pada fase
penyembuhan (defer-vescense/ resolution), set point menurun, tubuh
mengeluarkan panas untuk menyesuaikan dengan set point normal, sehingga
terjadi pelepasan panas seperti melalui proses berkeringat.4

2.2.3 Perubahan Fisiologis Akibat Peningkatan Suhu Tubuh


Pada keadaan demam terjadi berbagai perubahan yang perlu menjadi
pertimbangan dalam pemberian terapi suportif. Perubahan yang ditemukan
tergantung dari usia anak, lama demam, tingginya demam, faktor komorbid dan
derajat penyakit yang mendasari demam.4
Perubahan akibat peningkatan suhu yang perlu mendapat perhatian antara
lain,

6
 Sistem kardio-respirasi
Pasien demam pada umumnya mengalami takikardi, terjadi
penambahan 10 denyut jantung untuk setiap kenaikan suhu tubuh 1oC.
tekanan darah dapat pula meningkat. Kadang ditemukan bradikardi relative
seperti pada demam tifoid. Anak dengan demam sering menunjukan
peningkatan laju nafas, terjadi peningkatan frekuensi nafas sebesar 2.5 untuk
kenaikan 1oC, bahkan pada penderita pneumonia bisa lebih dari 2,5 untuk
setiap kenaikan 1oC. Peningkatan denyut jantung dan laju nafas membuat
asupan oksigen dan pengeluaran CO2 menjadi tidak efisien, padahal pada
keadaan demam konsumsi oksigen dan produksi CO2 meningkat. Untuk
mengurangi efek buruk dari hal tersebut perlu dipertimbangkan pemberian
oksigen pada penderita yang mempunyai penyakit jantung, paru, dan anemia
kronis.4
 Cairan
Anak dengan demam tinggi dapat mengalami dehidrasi akibat
peningkatan pengeluaran cairan melalui insensible loss, muntah atau asupan
cairan yang kurang akibat anoreksi. Setiap kenaikan suhu tubuh 1oC terjadi
peningkatan 10% dari insensible loss.4
Status hidrasi anak berpengaruh langsung terhadap pusat
termoregulasi, efek yang ditumbulkan dehidrasi adalah menekan respons
berkeringat. Dengan demikian dehidrasi dapat mengurangi efek obat penurun
demam karena mengurangi pengeluaran panas melalui evaporasi. Selain itu
demam tinggi disertai dehidrasi mempunyai resiko untuk terjadinya heat
stroke, terutama bila anak demam diberi selimut tebal. Pemberian cairan yang
adekuat merupakan syarat penting dalam terapi suportif dan simtomatik dari
demam.4
 Kadar gula darah
Pada keadaan sehat dibutuhkan energi untuk mempertahankan suhu
tubuh normal, pada keadaan demam untuk menyesuaikan dengan set point
baru dibutuhkan peningkatan energi sebesar 10% untuk setiap kenaikan 1oC.
Pada penderita demam terjadi pengalihan sumber energi dari glukosa, yang
merupakan substrat yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri.4

7
Beberapa mekanisme untuk mengurangi pemakaian glukosa melalui
o Pengalihan sumber energi dari glukosa ke metabolism yang berasal
dari sumber energi lain (proteolysis dan lipolysis)
o Pengurungan aktifitas locomotor mengurangi kebutuhan otot akan
glukosa
o Anoreksia dan somnolen akan mengurangi asupan glukosa4

Namun mekanisme ini mempunyai bats, jika asupan glukosa makin


menurun, anak akan jantuh kedalam kondisi hipoglikemi yang akan
memperberat penyakit. Hipoglikemi mempengaruhi langsung pusat
termoregulasi, menyebabkan penurunan set point dan mengurangi shivering
thermogenesis. Walaupun demam dapat turun, namun akibat hipoglikemia
dapat menimbulakn kondisi yang dapat mengancam kehidupan, hipoglikemi
berat dapat menimbulkan gangguan kesadaran, kejang dan aritmia sampai
henti jantung. Deteksi adanya hipoglikemi perlu diperhatikan dalam merawat
anak demam, demam yang turun namun kondisi anak memburuh perlu
diperiksa kadar gula darah.4

2.3 Kurva Demam

2.3.1 Pola Demam Kontinu


Demam dengan variasi diurnal diantara 1,0-1,50F (0,55-0,820C). Dalam
kelompok ini, demam meliputi penyakit pneumonia tipe lobar, infeksi kuman
Gram-negatif, riketsia, demam tifoid, gangguan sistem saraf pusat, dan malaria
falciparum.5

Gambar 2. Kurva demam kontinu


Sumber : Buka Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis; 2014.h33

8
2.3.2 Pola Demam remiten
Demam dengan variasi normal lebar >10C, tetapi suhu terendah tidak
mencapai suhu normal, ditemukan pada demam tifoid fase awal dan berbagai
penyakit virus.5

Gambar 3. Kurva demam remitten


Sumber : Buka Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis; 2014.h33

2.3.3 Pola Demam tersiana dan kuartana


Demam intermiten yang ditandai dengan periode demam yang diselangi
periode normal. Pada demam tersiana, demam terjadi pada hari ke-1 dan hari ke-3
(malaria oleh P.vivax) sedangkan kuartana pada hari ke-1 dan hari ke-4 (malaria
oleh P.malariae).5

Gambar 4. Kurva demam tersiana


Sumber : Buka Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis; 2014.h33

9
Gambar 5. Kurva demam kuartana
Sumber : Buka Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis; 2014.h33

2.3.4 Pola Demam saddleback / pelana (bifasik)


Penderita mengalami beberapa hari demam tinggi disusul oleh penurunan
suhu, lebih kurag satu hari dan kemudian timbul demam tinggi kembali. Tipe ini
didapatkan pada beberapa penyakit seperti demam dengue, yellow fever dan
infeksi virus seperti influenza, poliomieitis dan koriomeningitis limfositik.5

Gambar 6. Kurva demam bifasik


Sumber : Buka Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis; 2014.h33

10
2.4 Perbedaan Demam Yang Disebabkan Bakteri Dan Virus
2.4.1 Demam Disebabkan Bakteri
Tabel 1. Demam yang disebabkan oleh bakteri6
Diagnosis Demam Manifestasi Klinis
Demam tifoid - Demam lebih dari tujuh hari
- Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab yang
jelas
- Nyeri perut, kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
- Delirium
Infeksi Saluran - Demam terutama di bawah umur dua tahun
Kemih - Nyeri ketika berkemih
- Berkemih lebih sering dari biasanya
- Mengompol (di atas usia 3 tahun)
- Ketidakmampuan untuk menahan kemih pada anak
yang sebelumnya bisa dilakukannya.
- Nyeri ketuk sudut kostovertebral atau nyeri tekan
suprapubik
- Hasil urinalisis menunjukkan proteinuria, leukosituria
(> 5/lpb) dan hematuria (> 5/lpb)
Sepsis - Terlihat jelas sakit berat dan kondisi serius tanpa
penyebab yang jelas
- Hipo atau hipertermia
- Takikardia, takipneu
- Gangguan sirkulasi
- Leukositosis atau leukopeni
TB (milier) - Demam tinggi
- Berat badan turun
- Anoreksia
- Pembesaran hati dan/atau limpa
- Batuk
- Tes tuberkulin dapat positif atau negatif (bila anergi)
- Riwayat TB dalam keluarga

11
- Pola milier yang halus pada foto polos dada
Otitis Media - Nyeri telinga
- Otoskopi tampak membran timpani hyperemia
(ringan-berat), cembung keluar (desakan cairan/
mukopus), perforasi
- Riwayat otorea < 2 minggu
Pneumonia - Demam
- Batuk dengan napas cepat
- Crackles (ronki) pada auskultasi
- Pernapasan cuping hidung
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Merintih (grunting)
- Sianosis

2.4.2 Demam Disebabkan Virus


Tabel 2. Demam yang disebabkan oleh virus6
Diagnosis Demam Manifestasi Klinis
Infeksi virus - Demam atau riwayat demam mendadak tinggi selama
dengue: demam 2-7 hari
dengue, demam - Manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji
berdarah dengue bendung positif)
dan Sindrom syok - Pembesaran hati
Dengue - Tanda-tanda gangguan sirkulasi
- Peningkatan nilai hematokrit, trombositopenia dan
leukopenia
- Ada riwayat keluarga atau tetangga sekitar menderita
atau tersangka demam berdarah dengue
Campak - Ruam yang khas
- Batuk, hidung berair, mata merah
- Luka di mulut
- Kornea keruh
- Baru saja terpajan dengan kasus campak

12
- Tidak memiliki catatan sudah diimunisasi campak
Campak Jerman - Ruam yang khas
(Rubella) - Pembesaran kelenjar getah bening postaurikular,
suboksipital dan colli-posterior
Meningitis - Kejang, kesadaran menurun, nyeri kepala, muntah,
- Kuduk kaku
- Ubun-ubun cembung
- Pungsi lumbal positif
Infeksi virus lain - Gangguan sistemik ringan
(chikungunya, - Ruam non spesifik
enterovirus)

2.5 Tatalaksana Demam


Pemberian terapi simtomatik pada demam hingga saat ini masih
diperdebatkan. Ada pendapat yang menyatakan bahwa demam tidak perlu diterapi
sedangkan pendapat lain menyatakan perlu terapi pada demam. 7
2.5.1 lndikasi Pemberian Antipiretik
Indikasi pemberian antipiretik, antara lain adalah:
1. Demam lebih dari 390C yang berhubungan dengan gejala nyeri atau tidak
nyaman, biasa timbul pada keadaan otitis media atau mialgia
2. Demam lebih dari 40,50C
3. Demam berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme.
Keadaan undernutrition, penyakit jantung, luka bakar, atau pascaoperasi
memerlukan antipiretik
4. Anak dengan riwayat kejang atau delirium yang disebabkan demam 7

2.5.2 Klasifikasi Antipiretik


Obat antipiretik dapat dikelompokkan dalam empat golongan, yaitu para
arninofenol (parasetamol), devirat asam propionat (ibuprofen dan naproksen),
salisilat (aspirin, salisilamid),dan asam asetik (indometasin).7

13
Parasetamol (Asetaminofen)
Parasetamol merupakan metabolit aktif asetanilid dan fenasetin. Saat ini
parasetamol merupakan antipiretik yang biasa dipakai sebagai antipiretik dan
analgesik dalam pengobatan demam pada anak. Keuntungannya, terdapat dalam
sediaan sirup atau eliksir dan supositoria. Cara terakhir ini merupakan cara
altematif bila obat tidak dapat diberikan per oral, misal anak muntah, menolak
pemberian cairan, mengantuk, atau tidak sadar. Beberapa penelitian menunjukkan
efektivitas yang setara antara parasetamol oral dan supositoria. Dengan dosis yang
sama daya terapeutik antipiretiknya setara dengan aspirin, hanya parasetamol
tidak mempunyai daya antiinflamasi, oleh karena itu tidak digunakan pada
penyakit jaringan ikat seperti artritis reumatoid. Parasetamol juga efektif
menurunkan suhu dan efek samping lain yang berasal dari pengobatan dengan
sitokin, seperti interferon dan pada pasien keganasan yang menderita infeksi.
Dosis yang biasa dipakai terlihat pada Tabel 3, dosis 5 mg/kgBB tidak akan
menurunkan suhu, tetapi dosis yang tidak memadai ini sering dipakai orangtua
pasien. Di lain pihak, dosis 10-15 mg/kgBB (akan tercapai konsentrasi serum 10-
25 ug/mL) direkomendasikan setiap 4 jam. Dosis 20 mg/kgBB tidak akan
menambah daya penurunan suhu tapi memperpanjang daya antipiretik sampai 6
jam.7
Setelah pemberian dosis terapeutik parasetamol, penurunan demam terjadi
setelah 30 menit, puncak dicapai sekitar 3 jam, dan demam akan rekurens 3-4 jam
setelah pemberian. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 30 menit. Makanan
yang mengandung karbohidrat tinggi akan mengurangi absorpsi sehingga
menghalangi penurunan demam. Dengan penurunan demam, aktivitas dan
kesegaran anak akan membaik, sedangkan rasa riang dan nafsu makan belum
kembali normal.7
Tabel 3. Efek samping paracetamol7
Organ Manifestasi Klinis
Saluran cerna Muntah, nyeri perut, mual
Saluran hemopoetik Purpura yang disebabkan trombositopenia
Susunan saraf pusat Pusing, gelisah, penglihatan kabur
Kulit Ruam (urtikaria), dermatitis eksfoliatif

14
Paru Spasme bronkus
Lain-lain Hipoglikemia, hipotermia

Parasetamol mempunyai efek samping ringan bila diberikan dalam dosis


biasa. Tidak akan timbul perdarahan saluran cerna, nefropati (meskipun metabolit
aktif adalah asetanilid dan fenasetin) maupun koagulopati. Tabel 1
memperlihatkan efek samping utama yang mempengaruhi homeostasis glukosa
dalam hati yang biasanya menyebabkan hipoglikemia. Dengan terjadinya
penurunan suhu, antipiretik dapat memungkinkan peningkatan atau sangat jarang
kecuali nyeri perut dan muntah (insidens sekitar 1 % ) Parasetarnol jarang
pemanjangan waktu penyebaran virus. Suatu penelitian terbaru yang dirancang
untuk menentukan apakah parasetamol mempengaruhi lamanya atau beratnya
varisela pada anak berhasil membuktikan obat ini tidak meringankan gejala
bahkan memperpanjang perjalanan penyakit. Obat yang dilaporkan mempunyai
interaksi dengan parasetamol, diantaranya adalah warfarin, metoklopromid, beta-
adrenergic blocker, dan klopromazin. Keracunan parasetamol jarang terjadi pada
anak, kejadian fatal dibawah usia 13 tahun hampir tidak pernah dilaporkan.
Toksisitas terjadi apabila anak makan melebihi dosis rekomendasi yaitu lebih dari
10-15mg/kgBB. Penggunaan kotak obat yang tidak mudah dijangkau anak
berperan dalam menurunkan keracunan pada anak kecil. Parasetamol berikatan
dengan protein secara minimal, sehingga dielirninasi tubuh dengan cepat. Oleh
karena itu keracunan kronik akibat akumulasi yang sering terlihat pada pemakaian
salisilat tidak pernah terjadi. Penyakit utama keracunan parasetamol di antaranya
adalah nekrosis tubular akut, hipofosfatemia, gaga1 ginjal, trombositopenia,
hipotermia, ensefalopati, kardiomiopati, hiperglikemia, hipoglikemia, hipotermia,
ensefalopati, kardiomiopati, hiperglikemia, hipoglikemia, metabolik asidosis, dan
kelainan sistem pembekuan. Organ utama yang terkena adalah hati. Baik
parasetamolatau dua metabolit utamanya, sulfat atau glukoronid bersifat toksik.
N-asetil-p-benzokuinonimin adalah suatu bahan perantara yang bereaksi dengan
hati dan dapat menyebabkan nekrosis. Dosis toksik bagi dewasa sebesar140
mg/kgBB (15 g) atau kadar plasma lebih dari 300 mg/dL, akan menyebabkan
nekrosis hati setelah 4 jam pemberian. Kadar parasetamol dalam plasma

15
dapatdiukur setelah diserap yaitu sekitar 4 jam. Prognosis menjadi buruk apabila
didapat pH arteri < 7,30 satu hari pemberian, pemanjangan waktu protrombin,
kadar kreatinin dalam serum meningkat, dan timbulnya ensefalopati.7

Ibuprofen
Ibuprofen adalah suatu derivat asam propionat yang mempunyai
kemampuan antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi. Seperti antipiretik lain dan
NSAID (non steroid anti inj7ammatoy drug),ibuprofen beraksi dengan memblok
sintesisPGE, melalui penghambatan siklooksigenase. Sejak tahun 1984 satu-
satunya NSAID yang direkomendasikan sebagai antipiretik di Amerika Serikat
adalah ibuprofen, sedangkan di Inggris sejak tahun 1990. Obat ini diserap dengan
baik oleh saluran cema, mencapai puncak konsentrasi serum dalam 1 jam. Kadar
efek maksimal untuk antipiretik (sekitar10 mg/L) dapat dicapai dengan dosis 5
mg/kgBB, yang akan menurunkan suhu tubuh 2°C selama 3-4 jam. Dosis 10
mg/kgBB/ hari dilaporkan lebih poten dan mempunyai efek supresi demam lebih
lama dibandingkan dengan dosisi setara paracetamol. Awitan antipiretik tampak
lebih dini dan efek lebih besar pada bayi daripada anak yang lebih tua. Ibuprofen
merupakan obat antipiretik kedua yang paling banyak dipakai setelah parasetamol
oleh karena sifat efikasi antipiretiknya, tersedia dalam sediaan sirup dan
keamanan serta tolerabilitasnya.7
Efek antidamasi serta analgesik ibuprofen menambah keunggulan
dibandingkan dengan parasetamol dalam pengobatan beberapa penyakit infeksi
yang berhubungan dengan demam. Indikasi kedua pemakaian ibuprofen adalah
artritis reumatoid. Dengan dosis 20-40 mg/kgBB/hari efeknya sama dengan dosis
aspirin 60-80 mg/kgBB/hari disertai efek samping yang lebih rendah. Pemberian
sitokin (misalnyaGM-CSF) seringkali menyebabkan demam dan mialgia,
ibuprofen ternyata obat yang efektif untuk mengatasi efek samping tersebut.
Ibuprofen mempunyai keuntungan pengobatan dengan efek samping ringan dalam
penggunaan yang luas. Beberapa efek samping yang dilaporkan disebabkan
adanya penyakit yang sebelumnya telah ada pada anak tersebut dan bukan
disebabkan oleh pengobatannya. Di pihak lain efek samping biasanya
berhubungan dengan dosis dan sedikit lebih sering dibandingkan dengan
parasetamol dalam dosis antipiretik. Reaksi samping ibuprofen lebih rendah

16
daripada aspirin. Anak yang menelan 100 mg/kbBB tidak menunju&an gejala,
bahkan dosis sampai 300 mg/kgBB seringkalii asimtomatik.Tatalaksana kasus
keracunan ibuprofen, dilakukan pengeluaran obat dengan muntah (atau cuci
lambung), activated charcoal, dan perawatan suportif secara umum. Tidak ada
antidotum spesihk terhadap keracunan ibuprofen.7

Salisilat
Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik-analgetik yang
luas dipakai dalam bidang kesehatan anak. Di Arnerika Serikat pangsa pasar
salisilat mencapai 70% sedangkan parasetamol hanya mencapai 30%, di Inggris
kecenderungannya terbalik. Dalam penelitian perbandingan antara aspirin dan
parasetamol dengan dosis setara terbukti kedua kelompok mempunyai efektivitas
antipiretik yang sama tetapi aspirin lebih efektif sebagai analgesik. Setelah
dilaporkan adanya hubungan antara sindrom Reye dan aspirin.7
Committee on Infectious Diseases of the American Academy of Pediatrics
berkesimpulan pada laporannya tahun 1982 bahwa aspirin tidak dapat diberikan
pada anak dengan cacar air atau dengan kemungkinan influenza.Walaupun
demiikian, aspirin masih digunakan secara luas di berbagai tempat di dunia,
terutama di negara berkembang. Kekurangan utama aspirin adalah tidak stabil
dalam bentuk larutan (oleh karena itu hanya tersedia dalam bentuk tablet) dan
efek samping lebih tinggi daripada parasetamol. Adapula peningkatan insidens
interaksi dengan obat lain, termasuk antikoagulan oral (menyebabkan peningkatan
risiko perdarahan), metoklopromid dan kafein (menyebabkan peningkatan daya
serap), sertanatrium valproat (menyebabkanterhambatnya metabolisme natrium
valproat). 7

2.5.3 Indikasi Pemakaian Aspirin


1. Sebagai antipiretik/analgetik, aspirin tidak lagi direkomendasikan. Dosis 10-
15 mg/kgBB memberikan efek antipiretik yang efektif. Dapat diberikan 4-5
kali/hari oleh karena waktu paruh di dalam darah sekitar 3-4 jam.7
2. Pada penyakit jaringan ikat seperti artritis reumatoid dan demam reumatik,
dosis awal 80 mg/kgBB dibagi 3-4 dosis. Dosis ini kemudian disesuaikan
untuk mempertahankan kadar salisilat dalam darah sekitar 20-30 mg/dL. Oleh

17
karena akhir-akhiri dilaporkan adanya sindrom Reye pada kasus artritis
reumatoid yang mendapat aspirin, maka aspirin tidak lagi dipakai pada
pengobatan artritis reumatoid.7
3. Firomboxane A,merupakan vasokonstriktor poten dan sebagai platelet
aggregation agent yang terbentuk dari asam arakidonat melalui siklus
siklooksigenase. Aspirin menghambat siklooksigenase sehingga mempunyai
aktivitas antitrombosit dan fibrinolitik dalam dosis rendah, direkomendasikan
bagi anak dengan penyakit Kawasaki, penyakit jantung bawaan sianotik, dan
penyakit jantung koroner dewasa. Penelitian terakhir menyatakan dosis rendah
aspirin (60 mg/hari) diberikan mulai kehamilan 12 minggu pada ibu dengan
hipertensi yang diinduksi kehamilan, ternyata mempunyai manfaat
memperpanjang masa gestasi serta meningkatkan berat badan bayi yang
dilahirkannya.7

Pemberian Aspirin pada Kelompok Berisiko


Pasien dalam kondisi klinis berisiko, apabila keadaan memungkinkan
harus dihindarkan pemberian aspirin, yaitu:
1. Infeksi virus, khususnya infeksi saluran napas bagian atas atau cacar air.
Aspirin dapat menyebakansindrom Reye.7
2. Defisiensiglukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD), aspirin dapat
menyebabkan anemia hemolitik.7
3. Anak yang menderita asma dapat timbul aspirin-induced sensitivity berupa
mengi, urtikaria, pilek atau angioedema. Aspirin dapat menghambat
sintetis, yang akan mempengaruhi efek dilatasi bronkus. Akhir-akhir ini
terbukti adanya peningkatan pembentukan leukotrien pada keadaan
aspirin-induced asthma. Leukotrien adalah konstriktor yang poten terhadap
otot polos saluran napas.7
4. Pada pasien yang akan mengalami pembedahan atau pasien yang tendensi
untuk mengalami perdarahan, aspirin dapat menghambat agregasi
trombosit yang bersifat reversibel.7

18
Efek Samping
Efek samping yang timbul pada kadar salisilat darah <20 mg/100 mL,
umumnya dianggap sebagai efek samping; sedangkan gejala yang timbul pada
kadar yang lebih tinggi disebut keracunan. Gambaran yang saling tumpah tindih
timbul diantara kedua kelompok tersebut. Efek samping berasal dari efek
langsung terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis prostaglandin pada
organ-organ terkena.7

2.5.4 Antipiretik Lain

1. Indometasin tidak digunakan sebagai antipiretik pada anak oleh karena


ketersediaan obat-obat lain yang efek sampingnya lebih rendah. Reaksi
samping indometasin berupa gejala gastrointestinal dan susunan saraf pusat,
seperti sakit kepala, pusing,dan bingung. Obat ini lebih efektif untuk
mengobati demampada anak dengan keganasan, setara dengan naproksen.7
2. Dipiron adalah derivat lain pirazolon, berbeda dengan parasetamol, efek
toksisitasnya lebih tinggi, terutama agranulositosis sehingga tidak
diperbolehkan beredar di pasar Amerika sejak tahun1997. Obat ini tidak
direkomendasikan lagi untuk digunakan pada anak.7
3. Salisilamid saat ini sudah jarang digunakan sebagai antipiretik. Dibandingkan
dengan parasetamol atau aspirin efektivitasnya lebih rendah.7
4. Aminopirin pernah digunakan secara luas di dunia sebagai antipiretik tetapi
tidak dipakai lagi oleh oleh karena toksisitasnya terutama agranulositosis.7
5. Nirnesulid adalah suatu NSAID (non-steroid anti inflammatory drug) baru
dengan aktivitas antipiretik,anti inflamasi,dan analgesik. Dosis5mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis.7
6. Klorpromazin menurunkan suatu tubuh melalui efek sentral melalui
hipotalamus dan efek perifer (vasodilatasi). Teknik surface cooling
mempunyai efek potensiasi dengan klorpromazin yang berakibat hipoterrnia
dan hipotensi postural.7

19
2.5.5 Antipiretik Steroid
Steroid mempunyai efek antipiretik, pasien yang mendapat pengobatan
steroid jangka panjang akan mengalami penurunan demam atau bebas demam
dalam respons terhadap infeksi, seperti sepsis. Umumnya penekanan demam
berlagsung sampai 3 hari setelah penghentian steroid. Efek antipiretik disebabkan
pengurangan produksi Interleukin-1 (IL-1) oleh makrofag (menyebabkan
terhambatnya respons fase akut proses infeksi yang sedang berjalan), supresi
aktivitas lunfosit dan respons inflamasi lokal, serta menghambat pelepasan
prostaglandin.7

2.5.6 Pengobatan Fisik


Selain pengobatan dengan antipiretik, metode fisik di bawah ini
direkomendasikan untuk menurunkan demam: seperti tirah baring, total body
surface cooling, sponging, dan cool or ice water enema.7

Tirah Baring
Sejak seribu tahun lalu, aktivitas fisik dianggap dapat meningkatkan
demam. Penelitian saat ini memperlihatkan aktivitas normal anak tidak cukup
untuk menaikkan suhu tubuh. Banyak dokter spesialis anak melihat bahwa anak
yang tidak beristirahat sama cepat sembuhnya dengan anak yang istirahat di
tempat tidur. Oleh karena itu, metode lamatirah baring yang digunakan tidak
hanya tidak efektif tetapi tidak disukai dan secara psikologik berbahaya bagi anak
ynag merasa cukup kuat untuk melakukan aktivitas. Pada penelitian kasus-kelola
terhadap 1.082 orang anak yang menderita demam, temyata tidak ada perbedaan
yang bermakna pada kedua kelompok.7

20
BAB III
KESIMPULAN

Demam adalah keadaaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat dari
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL-1.
Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan
antara produksi dan pelepasan panas. Pada keadaan demam terjadi berbagai
perubahan yang perlu menjadi pertimbangan seperti perubahan system kardi-
respirasi, perubahan cairan dalam tubuh, dan kadar gula darah. Demam sendiri
memiliki berbagai macam pola yang terdiri dari demam kontinu, demam remiten,
demam tersiana dan kuartana, dan demam saddleback / pelena (bifasik).
Tatalaksana demam dendiri terdiri dari non medikamentosa seperti tirah baring
dan medikasi mentosa seperti pemberian antipiretik. Demam sendiri juga
disebabkan oleh bakteri dan virus.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismoedijanto.Demam pada Anak.Jurnal Sari Pediatri vol.2;2000;103-8.


2. Guyton AC dan Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC;2008.
3. Ismoedijanto. Pendekatan Diagnosis pada Anak dengan Demam. Dalam:
IDAI Workshop &amp; Simposium Tatalaksana Mutakhir Kasus Demam
pada Anak. Jember: IDAI;2010.
4. Chairulfatah A. Demam pada Anak : Patogenesis dan Aplikasi Klinis.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia;2017.h.23-9
5. Abdoerrachman M. Demam patogenesis dan pengobatan. Dalam: Soedarmo
S, Garna H, Hardinegoro S, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi
dan Pediatri Tropis Edisi Kedua.Jakarta:IDAI;2014.h.33
6. DEPKES RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak DI Rumah Sakit.
Jakarta:World Health Organization Country Officer for
Indonesia;2009.h.159-162
7. Abdoerrachman M. Demam patogenesis dan pengobatan. Dalam: Soedarmo
S, Garna H, Hardinegoro S, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi
dan Pediatri Tropis Edisi Kedua.Jakarta:IDAI;2014.h.34-43

22

Anda mungkin juga menyukai