Anda di halaman 1dari 24

Makalah

“PENGELOLAAN KEKUASAAN NEGARA DI DAERAH”

Disusun oleh :
Kelompok: 3
1. Haslina Sarihu
2. Kharisma Pertiwi
3. Cindy Syahrier
4. Krisna Yogiswara
5. Muh Denni Pradana

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 4 KENDARI


KENDARI
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Letak geografis Indonesia yang berupa kepulauan sangat berpengaruh
terhadap mekanisme pemerintahan Indonesia. Dengan keadaan geografis yang berupa
kepulauan ini, menyebabkan pemerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada
di daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan maka
diperlukan adanya berbagai suatu sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara
efisien dan mandiri tetapi tetap dibawah pengawasan dari pemerintah pusat.
Hal tersebut sangat diperlukan karena mulai munculnya berbagai ancaman
terhadap keutuhan NKRI. Hal itu ditandai dengan banyaknya daerah-daerah yang
ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sumber daya alam
daerah di Indonesia yang tidak merata juga merupakan salah satu penyebab
diperlukannya suatu sistem pemerintahan untuk memudahkan pengelolaan sumber
daya alam yang merupakan sumber pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan
nasional.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa terdapat beberapa daerah yang
pembangunannya memang harus lebih cepat dari pada daerah lain. Karena itulah
pemerintah pusat membuat suatu sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah
yang disebut Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah untuk mengelola potensi-
potensi dan sekaligus mengembangkannya.
Oleh karena itu, pemakalah berusaha untuk mengkaji lebih dalam tentang
Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah dan pelaksanaan Pengelolaan Kekuasaan
Negara di daerah di Indonesia.

B. Perumusan Masalah
1. Apa pengertian Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah?
2. Apa tujuan dari Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah tersebut?
3. Bagaimana Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Pengelolaan Kekuasaan
Negara di daerah?
4. Bagaimana pelaksanaan Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah di Indonesia?
5. Apa permasalahan atau kendala dalam penerapan Pengelolaan Kekuasaan
Negara di daerah di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah


Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah dengan berarti kemandirian suatu
daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan
daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi sesuai yang
dibutuhkan daerah maka dapat dikatakan bahwa daerah sudah berdaya (mampu)
untuk melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dan paksaan dari pihak luar
dan tentunya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan
bahwa :
1. F. Sugeng Istianto, mengartikan Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah sebagai
hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna
kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan (tidak terikat atau tidak
bergantung kepada orang lain atau pihak tertentu). Kebebasan yang terbatas atau
kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggungjawabkan.
3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah adalah
hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari
pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa
Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk
rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar
pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa
Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah adalah suatu pemerintah daerah yang
mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas
(kekuasaan atau wewenang) yang diserahkan oleh pemerintah guna
mengalokasikan sumber sumber material yang substansial (sesunggguhnya atau
yang inti) tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
Berbagai definisi tentang Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah telah
banyak dikemukakan oleh para pakar. Dan dapat disimpulkan bahwa Pengelolaan
Kekuasaan Negara di daerah yaitu kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa (inisiatif) sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan daerah otonom itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. Tujuan dan Prinsip Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah

1. Tujuan Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah


Menurut pengalaman dalam pelaksanaan bidang-bidang tugas tertentu sistem
Sentralistik tidak dapat menjamin kesesuaian tindakan-tindakan Pemerintah Pusat
dengan keadaan di daerah-daerah. Maka untuk mengatasi hal ini, pemerintah kita
menganut sistem Desentralisasi atau Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah. Hal
ini disebabkan wilayah kita terdiri dari berbagai daerah yang masing-masing
memiliki sifat-sifat khusus tersendiri yang dipengaruhi oleh faktor geografis (keadaan
alam, iklim, flora-fauna, adat-istiadat, kehidupan ekonomi dan bahasa), tingkat
pendidikan dan lain sebagainya.
Dengan sistem Desentralisasi diberikan kekuasaan kepada daerah untuk
melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai dengan keadaan khusus di daerah
kekuasaannya masing-masing, dengan catatan tetap tidak boleh menyimpang dari
garis-garis aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Jadi pada dasarnya,
maksud dan tujuan diadakannya pemerintahan di daerah adalah untuk mencapai
efektivitas pemerintahan. Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada
daerah ini bersifat mandiri dan bebas. Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk
membuat peraturan bagi wilayahnya. Namun, harus tetap
mempertanggungjawabkannya dihadapan Negara dan pemerintahan pusat. Selain
tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari Pengelolaan
Kekuasaan Negara di daerah. Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari Pengelolaan
Kekuasaan Negara di daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan
sosial budaya, yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah
penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis,
untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam
menggunakan hak-hak demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan Pengelolaan Kekuasaan Negara
di daerah untuk mencapai pemerintahan yang efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran Pengelolaan Kekuasaan Negara di
daerah diperlukan agar perhatian lebih fokus kepada daerah.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Untuk mencapai tujuan Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah tersebut,
sebaiknya dimulai dari diri sendiri. Para pejabat harus memiliki kesadaran penuh
bahwa tugas yang diembannya merupakan sebuah amanah yang harus dijalankan dan
dipertanggungjawabkan. Selain itu, kita semua juga memiliki kewajiban untuk
berpartisipasi dalam rangka tercapainya tujuan Pengelolaan Kekuasaan Negara di
daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya bukan hal yang mudah karena tidak
mungkin dilakukan secara instan. Butuh proses dan berbagai upaya serta partisipasi
dari banyak pihak. Oleh karena itu, diperlukan kesungguhan serta kerjasama dari
berbagai pihak untuk mencapai tujuan ini.

2. Prinsip Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah


Atas dasar pencapaian tujuan diatas, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman
dalam pemberian Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah adalah sebagai berikut
(Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004) :
a. Prinsip Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah menggunakan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus
dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang menjadi urusan
Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Daerah memliki
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
b. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata
dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa
untuk menangani urusan pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan tugas,
wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk
tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama
dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang
bertanggunjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus
benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada
dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
c. Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Pengelolaan Kekuasaan Negara di
daerah
1. Pembagian antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip
negara kesatuan tetapi dengan semangat federalisme. Jenis kekusaan
yang ditangani pusat hampir sama dengan yang ditangani oleh
pemerintah di negara federal, yaitu hubungan luar negeri, pertahanan
dan keamanan, peradilan, moneter, dan agama, serta berbagai jenis
urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh
pemerintah pusat, seperti kebijakan makro ekonomi, standarisasi
nasional, administrasi pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN),
dan pengembangan sumber daya manusia.
2. Selain sebagai daerah otonom, provinsi juga merupakan daerah
administratif, maka kewenangan yang ditangani provinsi atau
gubernur akan mencakup kewenangan desentralisi dan dekonsentrasi.
Kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonom provinsi dalam
rangka desentralisasi mencakup:
1. Kewenangan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, seperti
kewenangan dalam bidang pekerjaan umum, perhubungan,
kehutanan, dan perkebunan.
2. Kewenangan pemerintahan lainnya, yaitu perencanaan
pengendalian pembangunan regional secara makro, pelatihan
bidang alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian
yang mencakup wilayah provinsi dan perencanaan tata ruang
provinsi.
3. Kewenangan kelautan yang meliputi eksplorasi, eksploitasi,
konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut, pengaturan
kepentingan administratif, penegakan hukum dan bantuan
penegakan keamanan, dan kedaulatan negara.
4. Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah
kabupaten dan daerah kota diserahkan kepada provinsi
dengan pernyataan dari daerah otonom kabuapaten atau kota
tersebut.
C. Pelaksanaan Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah di Indonesia

Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,


banyak aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan Undang-Undang tersebut.
Termasuk diharapkannya penerapan Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah karena
kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di jakarta. Sementara
itu pembangunan di beberapa wilayah lain dilalaikan. Disamping itu pembagian
kekayaan secara tidak adil dan merata di setiap daerahnya. Daerah-daerah yang
memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, seperti:Aceh, Riau, Irian Jaya
(Papua), Kalimantan dan Sulawesi ternyata tidak menerima perolehan dana yang
patut dari pemerintah pusat serta kesenjangan sosial antara satu daerah dengan daerah
lain sangat mencolok.
Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah memang dapat membawa perubahan
positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri.
Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik
cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu
penting atau sebagai pelaku pinggiran. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah
sangat baik, yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya,
mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan
pembangunan.
Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan
dalih pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan,
daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan
yang didapat daerah dari pelaksanaan Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah,
banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak
menguntungkan tersebut.
Beberapa contoh keberhasilan dari berbagai daerah dalam pelaksanaan
Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah yaitu:
1. Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang
mendukung telah berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu
aturan tentang pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan
(community-based). Aturan itu ditetapkan untuk memungkinkan bupati
mengeluarkan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan milik negara
dengan cara yang berkelanjutan.
2. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSM-LSM
setempat serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru tersebut
berhasil mendapatkan kembali kontrol mereka terhadap wilayah perikanan
tradisional/adat mereka.

Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan Pengelolaan


Kekuasaan Negara di daerah dapat membawa dampak positif bagi kemajuan suatu
daerah. Kedua contoh diatas dapat terjadi berkat adanya Pengelolaan Kekuasaan
Negara di daerah di daerah terebut. Pada tahap awal pelaksanaan Pengelolaan
Kekuasaan Negara di daerah, telah banyak mengundang suara pro dan kontra. Suara
pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber daya, daerah-daerah
tersebut tidak sabar ingin agar Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah tersebut
segera diberlakukan. Sebaliknya, untuk suara kontra bagi daerah-daerah yang tidak
kaya akan sumber daya, mereka pesimis menghadapi era Pengelolaan Kekuasaan
Negara di daerah tersebut. Masalahnya, Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah
menuntut kesiapan daerah di segala bidang termasuk peraturan perundang-undangan
dan sumber keuangan daerah. Oleh karena itu, bagi daerah-daerah yang tidak kaya
akan sumber daya pada umumnya belum siap ketika Pengelolaan Kekuasaan Negara
di daerah pertama kali diberlakukan.
Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber
daya dengan berlakunya Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah, dampak negatif
dari Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah juga dapat timbul karena adanya
berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Pengelolaan Kekuasaan Negara di
daerah tersebut.

Keberadaan pemerintah daerah ini diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Artinya wilayah-wilayah
provinsi dan kabupaten/kota tersebut mempunyai suatu pemerintahan daerah yang
berperan sebagai pengelola kekuasaan negara di daerah.

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah


daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan pengertian tersebut ujung
tombak pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang
kepala daerah dan DPRD.

D. Susunan Pemerintahan Daerah

Pada Pasal 1 Angka 3 Undang- undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Peraturan perundang-
undangan yang mengatur penyelenggaraan negara oleh pemerintahan daerah telah
mengalami banyak perubahan. Perubahan landasan hukum tentang pemerintahan
daerah mempunyai dampak yang besar dalam penyelenggaraan kekuasaan negara di
daerah. Perubahan-perubahan tersebut membuat susunan pemerintahan daerah juga
ikut berubah.

Undang- Susunan Pemerintahan Daerah


No.
Undang
1. Undang- 1. Badan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan
Undang RI penjelmaan dari Komite Nasional Daerah.
Nomor 1 Tahun 2. Badan eksekutif daerah yang dipilih oleh Komite
1945 Nasional Indonesia bersama dengan dan dipimpin oleh
kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan sehari-
hari.
3. Kepala daerah merupakan ketua lembaga legislatif di
daerah.

2. Undang- 1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


Undang RI 2. Pemerintah daerah yang dipilih dan bertanggungjawab
Nomor 22 kepada kepala daerah yang diangkat oleh Presiden
Tahun 1948 untuk provinsi, Menteri Dalam Negeri untuk kabupaten,
dan kepala daerah provinsi untuk desa.

3. Undang- 1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


Undang RI 2. Dewan Pemerintah Daerah (DPD) dipilih oleh dan dari
Nomor 1 Tahun anggota DPRD atas dasar perwakilan berimbang dari
1957 partai-partai politik dan diketuai oleh kepala daerah (ex-
officio)􀀃. Kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat.
DPD dan kepala daerah bertanggung jawab secara
kolegial kepada DPRD.

4. Penetapan Pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan Dewan


Presiden Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong (DPRD-GR) .
Nomor 6 Tahun Kepala Dearah :
1959
1. Kepala Daerah Gubernur diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden, bupati/walikotamadya oleh Menteri
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Pengangkatan
kepala daerah berasal dari calon yang diajukan dari
DPRD yang bersangkutan, dan dapat dimungkinkan
dari luar DPRD.
2. Kepala daerah adalah alat Pemerintah Pusat sekaligus
Pemerintah Daerah.
3. Kepala Daerah dalam menjalankan tugasnya dibantu
oleh Badan Pemerintah Harian yang diangkat dari
calon-calon yang diajukan dari DPRD (baik calon dari
anggota DPRD maupun dari luar anggota DPRD).

DPRD-GR

1. Terdiri dari wakil golongangolongan politik dan


golongan-golongan karya.
2. Anggota DPRD-GR diajukan oleh kepala daerah
kepada instansi atasan mereka masing-masing
(golongan politik dan golongan karya).
3. Kepala daerah secara (ex-officio) adalah Ketua DPRD-
GR (bukan anggota).

5. Undang- 1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)


Undang RI bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah.
Nomor 18 Pemerintah Daerah adalah DPRD dan kepala daerah.
Tahun 1965 Komposisi keanggotaan DPRD adalah 40-75 orang
untuk provinsi, 25-40 orang untuk
kabupaten/kotamadya, dan 15-25 orang untuk
kecamatan/kotapraja (Daerah Tingkat III).
2. Kepala daerah, sebagai alat Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, yang dalam menjalankan
pemerintahan sehari-hari dibantu oleh Badan
Pemerintah Harian (BPH).

6. Undang- 1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)


Undang RI 2. Kepala Daerah Tingkat I karena jabatannya adalah
Nomor 5 Tahun kepala wilayah provinsi yang disebut gubernur. Kepala
1974 Daerah Tingkat II karena jabatannya adalah kepala
wilayah kabupaten/kotamadya yang disebut
bupati/walikotamadya.

7. Undang- 1. Kepala daerah provinsi (gubernur), kepala daerah


Undang RI kabupaten (bupati), kepala daerah kota (walikota)
Nomor 22 camat, lurah/kepala desa.
Tahun 1999 2. Di daerah dibentuk DPRD (sebagai badan legislatif
daerah) dan pemerintah daerah (sebagai badan eksekutif
daerah).
3. Pemerintah daerah terdiri atas kepala daerah dan
perangkat daerah lainnya.
4. DPRD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari
pemerintah daerah.
5. Dalam menjalankan tugasnya, gubernur bertanggung
jawab kepada DPRD provinsi, bupati dan walikota
bertanggung jawab kepada DPRD kabupaten/kota.

8. Undang- 1. Pemerintahan Daerah provinsi terdiri atas pemerintah


Undang RI daerah provinsi dan DPRD provinsi.
Nomor 32 2. Pemerintahan daerah kabupaten/ kota terdiri atas
Tahun 2004, pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD
Undang- kabupaten/kota.
Undang RI 3. Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud di atas
Nomor 8 Tahun terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah.
2005, Undang- 4. DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah
Undang RI dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan
Nomor 12 pemerintahan daerah, yang memiliki fungsi legislasi,
Tahun 2008 anggaran, dan pengawasan

E. Kewenangan Pemerintahan Daerah

Pemerintahan daerah merupakan alat kelengkapan negara untuk mencapai


cita- cita dan tujuan-tujuan negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintahan daerah diberi kewenangan
untuk menjalakan seluruh urusan pemerintahan di daerah, kecuali beberapa
kewenangan yang tidak diperkenankan dimiliki oleh daerah yaitu kewenangan dalam
politik luar negeri, pertahanan, kemanan, peradilan/yustisi, moneter dan fiskal serta
urusan agama. Beberapa kewenangan pemerintahan daerah sesuai dengan undang-
undang yang mengaturnya adalah sebagai berikut.
Undang- Kewenangan Pemerintahan Daerah
No.
Undang
1. Undang- 1. Membuat peraturan rumah tangga sendiri (peraturan
Undang RI daerah) selama tidak bertentangan dengan peraturan
Nomor 1 Tahun pemerintah pusat.
1945 2. Kepala daerah menjalankan urusan pemerintahan pusat
di daerah, kecuali urusanurusan yang sudah dijalankan
oleh kantor-kantor departemen di daerah.

2. Undang- Pemerintah Pusat berkewajiban menyerahkan sebanyak-


Undang RI banyaknya kewenangan dan aneka urusan pemerintahan pada
Nomor 22 daerah.
Tahun 1948
3. Undang- 1. Mengatur dan mengurus segala urusan rumah
Undang RI tangganya dalam bentuk perda, kecuali urusan yang
Nomor 1 Tahun oleh undang-undang diserahkan kepada penguasa lain.
1957 2. Mengatur segala urusan yang belum diatur oleh
Pemerintah Pusat di daerah tingkat atas

4. Penetapan 1. Menyelenggarakan urusan rumah tangga


Presiden daerah/otonom di mana kepala daerah bertindak sebagai
Nomor 6 Tahun pemegang eksekutif pelaksanaan urusan tersebut.
1959 2. Menyelenggarakan koordinasi antar- jawatanjawatan
Pemerintah Pusat di daerah, dan antara jawatan-jawatan
tersebut dengan pemerintah daerah.
3. Menjalankan kewenangan lain yang terletak dalam
bidang urusan Pemerintah Pusat

5. Undang- Daerah memiliki kewenangan dalam urusan otonomi dan tugas


Undang RI pembantuan yang pelaksanaannya dipertanggungjawabkan
Nomor 18 oleh kepala daerah kepada DPRD.
Tahun 1965
6. Undang- Pemerintah daerah berhak, berwenang, dan berkewajiban
Undang RI mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Nomor 5 Tahun
1974
7. Undang- 1. Kewenangan menjalankan semua urusan pemerintahan
Undang RI kecuali di bidang politik luar negeri, pertahanan dan
Nomor 22 keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama
Tahun 1999 2. Kewenangan wajib daerah adalah di bidang pekerjaan
umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan,
pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan,
penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan,
koperasi, dan. tenaga kerja.
3. Kewenangan provinsi adalah kewenangan otonom yang
meliputi kewenangan dalam bidang pemerintahan yang
bersifat lintas kabupaten dan kota, kewenangan dalam
bidang pemerintahan tertentu lainnya, dan kewenangan
yang tidak atau belum dapat dilaksanakan kabupaten
dan kota.

8. Undang- 1. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-


Undang RI luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
Nomor 32 pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas
Tahun 2004, pembantuan.
Undang- 2. Urusan otonom pemerintahan daerah
Undang RI menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
Nomor 8 Tahun kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang
2005, Undang- ditentukan menjadi urusan Pemerintah, yakni politik
Undang RI luar negeri; pertahanan dan keamanan; yustisi; moneter
Nomor 12 dan fiskal nasional ,dan agama.
Tahun 2008 3. Urusan tugas pembantuan dalam menyelenggarakan
urusan politik luar negeri, pertahanan dan
keamanan,yustisi; moneter dan fiskal nasional ,dan
&agama.
Ada tiga sistem pemilihan atau pengangkatan kepala daerah yang pernah berlaku di
Indonesia, yaitu penunjukan langsung oleh Pemerintah Pusat (gubernur ditunjuk dan
diangkat oleh Presiden, bupati/,walikota oleh Menteri Dalam Negeri), dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan dipilih langsung oleh rakyat.

Sistem Kelebihan Kekurangan


No.
Pemilihan
1. Penunjukan Tidak perlu mengeluarkan Kepala daerah yang ditunjuk
oleh banyak biaya atau biaya lebih cenderung orang yang dekat
Pemerintah untuk pemilihan kepala daerah dengan presiden yang belum
Pusat tentu mengenal daerah yang
menjadi wewenangnya
2. Dipilih Meminimalisir konflik yang Kepala daerah terpilih adalah
oleh DPRD terjadi di masyarakat serta lebih orang yang dekat dengan partai
efisien anggaran atau dana politik yang belum tentu sesuai
dengan keinginan rakyat
3. Dipilih Sesuai dengan kehendak rakyat Biaya politik yang tinggi
oleh serta sesuai dengan slogan dari mengakibatkan kepala daerah
Rakyat rakyat untuk rakyat. cenderung korupsi saat
menjabat.

F. Permasalahan atau Kendala dalam Penerapan Pengelolaan Kekuasaan


Negara di daerah di Indonesia.
Dalam era transisi kebijakan sentralistik ke desentralistik demokratis yang dituju
dalam pemerintahan nasional sebagaimana ditandai dengan diberlakukannya
Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah sesuai dengan Undang-undang No. 22
tahun 1999 sejak tanggal 1 Januari 2010, memang masih ditemui kendala-kendala yang
perlu diatasi. Dari sekian kendala terdapat permasalahan yang mengandung potensi
instabilitas yang dapat mengarah kepada melemahnya ketahanan nasional di daerah
bahkan dapat memicu terjadinya disintegrasi bangsa bila tidak segera diatasi. Hal itu
antara lain :
1. Pembagian Urusan
Contoh permasalahan yaitu dalam pembuatan kebijakan pusat untuk daerah
(FTZ). Permasalahan yang paling sering dialami oleh daerah adalah banyaknya
aturan yang saling tumpang tindih antara pusat dan daerah. Akibatnya banyak aturan
pusat yang akhirnya tidak bisa diterapkan di daerah. Salah satu sebab itu karena
pusat tidak memahami keadaan yang sedang dialami daerah tersebut. Kondisi inilah
yang diduga menjadi kendala utama belum maksimalnya pelaksanaan Free Trade
Zone (FTZ) di Kepri ini. Daerah selalu menunggu aturan dari pusat atau kebijakan
dari pusat sehingga setelah ditunggu ternyata hasilnya selalu tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan. Seharusnya hal tersebut dapat diatasi apabila pembagian urusan
antara daerah dan pusat tidak tumpang tindih. Artinya, dalam pengusulan suatu
konsep aturan daerah harus terlibat langsung. Atau dengan kata lain sebelum
pemerintah pusat membuat aturan, daerah memiliki tugas seperti mengajukan konsep
awal yang tidak bertentangan dengan aturan yang ada di daerah. Sehingga
pemerintah pusat dalam menyusun aturan, memiliki landasan yang kuat mengacu
pada konsep daerah.

2. Pelayanan Masyarakat
Pada umumnya, Sumber Daya Manusia pada pemerintah daerah memiliki
sumber informasi dan pengetahuan yang lebih terbatas dibandingkan dengan sumber
daya pada Pemerintah Pusat. Hal ini mungkin diakibatkan oleh sistem kepegawaian
yang masih tersentralisasi sehingga Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan
wewenang dalam mengelola Sumber Daya Manusianya sesuai dengan kriteria dan
karakteristik yang dibutuhkan oleh suatu daerah. Sehingga pelayanan yang diberikan
hanya standar minimum.

3. Lemahnya Koordinasi Antar Sektor dan Daerah


Koordinasi antarsektor tidak hanya menyangkut kesepakatan dalam suatu
kerjasama yang bersifat operasional tetapi juga koordinasi dalam pembuatan aturan.
Dua hal ini memang tidak serta merta menjamin terjadinya sinkronisasi antar
berbagai lembaga yang memproduksi peraturan dan kebijakan tetapi secara normatif
koordinasi dalam penyusunan peraturan perundangan akan menghasilkan peraturan
perundang-undangan yang sistematisdan tidak bertubrukan satu sama lain. Walaupun
Kepala Daerah dalam kedudukan sebagai Badan Eksekutif Daerah bertanggung jawab
kepada DPRD, namun DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah tetap merupakan
partner (mitra) dari dan berkedudukan sejajar dengan Pemerintah Daerah atau
Kepala Daerah. Masalah seperti ini pun sangat terasa di Pusat. Kesan memposisikan
diri yang lebih kuat, lebih tinggi dari yang lainnya yang kadang-kadang disaksikan
oleh masyarakat luas. Ada tiga hal yang perlu disadari dan disamakan oleh legislatif
dan eksekutif dalam menyikapi berbagai perbedaan yaitu pola pikir, pola sikap dan
pola tindak. Pola pikir yang harus sama adalah kita sadar terhadap apa yang harus kita
pertahankan dan kita upayakan, yaitu integritas dan identitas bangsa serta berbagai
upaya untuk memajukan dan mencapai tujuan bangsa. Pola sikap yaitu, bahwa setiap
elemen bangsa mempunyai kemampuan dan kontribusi seberapapun kecilnya. Dan
pola tindak yang komprehensif, terkordinasi dan terkomunikasikan.

4. Pembagian Pendapatan
UU 25/1999 pada dasarnya menganut paradigma baru, yaitu berbeda dengan
paradigma lama, maka seharusnya setiap kewenangan diikuti dengan pembiayaannya,
sesuai dengan bunyi pasal 8 UU 22/1999. Pada saat sekarang ini, banyak daerah yang
mengeluh tentang tidak proporsionalnya jumlah Dana Alokasi Umum (DAU) yang
diterima, baik oleh Daerah Propinsi maupun Daerah Kabupaten/Kota. Banyak daerah
yang DAU-nya hanya cukup untuk membayar gaji pegawai daerah dan pegawai eks
kanwil, Kandep/Instansi vertikal di daerah. Disamping itu, kriteria penentuan bobot
setiap daerah dirasakan oleh banyak daerah kurang transparan. Kriteria potensi daerah
dan kebutuhan daerah tampaknya kurang representatif secara langsung terhadap
pembiayaan daerah. Dengan demikian perhitungan DAU yang transparan
sebagaimana diatur dalam pasal 7 UU 25/1999 jo PP 104/2000 tentang perimbangan
keuangan terutama pasal-pasal yang menyangkut perhitungan DAU dan faktor
penyeimbangan, kiranya perlu ditata kembali. Kemudian, pembagian bagi hasil
Sumber Daya Alam (SDA) dirasakan kurang mengikuti prinsip-prinsip pembiayaan
yang layak yang sejalan dengan pemberian kewenangan Kepala Daerah Propinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota. Seperti halnya dalam paradigma lama, melalui paradigma
baru pun bagian daerah selalu jauh dari Sumber Daya Alam yang kurang potensial
(seperti: perkebunan, kehutanan, pertambangan umum dan sebagainya), sedangkan
disektor minyak dan gas alam, hanya mendapat porsi kecil. Bagian bagi hasil di
bidang ini perlu diperbesar, sehingga daerah penghasil mendapat bagian yang
proporsional sebanding dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
eksplorasi dan eksploitasi SDA tersebut.

5. Anatisme Daerah (Ego Kedaerahan)


Sifat seperti ini sangat tidak baik jika ada disuatu wilayah/daerah atau
dimanapun, karena hal ini dapat menimbulkan kesenjangan atau kecemburuan
terhadap daerah-daerahlain. Contoh pemasalahannya kejadian yang terjadi di daerah
kabupaten Anambas dalam penerimaan CPNS. Bagi pelamar CPNS minimal
mempunyai 1 ijazah yang dikeluarkan oleh disdik kabupaten. Anambas baik SD,
SMP, dan SMA. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terlalu egoisnya suatu daerah yang
mengutamakan putra daerah untuk dapat menjadi CPNS dalam mengembangkan
daerahnya sendiri sehinnga untuk warga daerah lain tidak diberikan peluang untuk
menjadi CPNS dan hal ini juga dapat menimbulkan kerugian bagi warga Anambas
karena dapat mengurangi pendapatan mereka ( yang berjualan atau yang membuka
tempat-tempat kos) Solusinya sebaiknya dalam hal ini daerah Anambas tidak terlalu
egois dalam penerimaan CPNS ini. Sehingga warga lain yang bukan berasal dari
Anambas dapat bekerja dan dan bersaing demi memajukan daerah tersebut dan
membuka peluang bagi siapapun yang memiliki kemampuan dan skiil serta
pengetahuan mereka dalam berkopetensi untuk bersaing demi kebaikan dan
memajukan daerah tersebut. Hal ini juga dapat meningkatkan pendapatan untuk
penghasilan bagi warga yang memiliki mata pencarian sebagai pedagang dan yang
memiliki rumah-rumah kos. Jika dibandingkan dengan adanya fanatisme.

6. Disintegrasi
Hal ini dapat menimbulkan perpecahan atau terganggunya stabilitas keamanan
nasional dalam penyelenggaraan sebuah negara. Hal ini dapat disebabkan olek
keegoisan suatu kelompok masyarakat atau daerah dalam mempertahankan suatu
pendapat yang memiliki unsur kepentingan-kepentingan kelompok satu dengan yang
lain. Yang dapat merugikan atau kecemburuan terhadap kelompok-kelompok yang
lain untuk mendapatkan hak yang sama sehingga dapat memecahkan rasa persatuan
dan kesatuan kita dan dapat menimbulkan berbagai pertikaian dalam sebuah negara
atau daerah tersebut. Contohnya: GAM, RMS, dan lain-lain. Solusinya sebaiknya kita
sebagai warga negara yang baik harusnya tidak egois dalam mempertahankan suatu
hak atau pendapat antara kelompok yang satu dengan yang lain dapat menimbulkan
pertikaian dan mengganggu keamanan didaerah tersebut. Namun kita harus bersatu
demi memajukan daerah atau negara yang kita cintai.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah dapat diartikan pelimpahan


kewenangan dan tanggungjawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Hal itu bertujuan untuk mencegah pemusatan kekuasaan, terciptanya pemerintahan
yang efisien, dan partisipasi masyarakat. Sehingga di Indonesia sudah mulai
diterapkan Pengelolaan Kekuasaan Negara di daerah.
DAFTAR PUSTAKA

Priyanto, Sugeng. Pendidikan Kewarganegaraan. Semarang:Aneka Ilmu. 2008.

Srijanti, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa. Jakarta: Graha Ilmu.


2009.

Ubaidillah, dkk. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani.


Jakarta:ICCE UIN Syarif Hidayatullah. 2007.

Ubaidillah, dkk. Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani.


Jakarta:ICCE UIN Syarif Hidayatullah.2012.

http://raja1987.blogspot.com/2009/12/pelaksanaan -otonomi-daerah.html diambil


pada tanggal 18 Mei 2013 pukul 10.57.

[1] Sugeng Priyanto, Pendidikan Kewarganegaraan, Semarang:Aneka Ilmu,


2008, hal.40
[2] Srijanti, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa, Jakarta:
Graha Ilmu, 2009, hal.179
[3] A. Ubaidillah dan abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan
Masyarakat Madani, Jakarta:ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2012, hal 183-184
[4] A. Ubaidillah dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani, Jakarta:ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2007, hal 171
[5] http://raja1987.blogspot.com/2009/12/pelaksanaan -otonomi-
daerah.html

Anda mungkin juga menyukai