Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Puji dan Syukur kami haturkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat Rahmat dan
Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagi tugas mata pelajaran Sejarah
Indonesia yang berjudul “Politik Etis” .

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada guru Sejarah
Indonesia yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Terima kasih.

Sejarah indonesia, XI Mipa 3 ii


DAFTAR ISI

JuduL …………………………………………………………………………….. i

Kata Pengantar …………………………………………………………………………….. ii

Daftar Isi …………………………………………………………………………….. iii

BAB I : Pendahuluan …………………………………………………………………………….. 1

BAB II : Pembahasan …………………………………………………………………………….. 2

BAB III : Penutup …………………………………………………………………………….. 7

Sejarah indonesia, XI Mipa 3 iii


BAB I

PENDAHULUAN

Pada awal sebelum dilaksanakannya Politk Etis keadaan sosial dan ekonomi di
Indonesia begitu buruk dan jauh dari kata sejahtera terutama untuk pendidikan pribumi
yang bukan dikalangan bangsawan.Pendidikan bukan menjadi baik justru sebaliknya.Dari
bidang ekonomi tanah-tanah rakyat yang luas masih dikuasai pemerintahan Belanda dan
penguasa tradisional meyebabkan rakyat hanya penyewa dan pekerja saja.Bidang politk
masalah yang berkembang saat ini adalah sentralisasi politik yang kuat sehingga tidak ada
pemisahan kekuasaan dan keuangan antara pemerintah kolonial dan bangsa Indonesia yang
berdampak pada tidak sejahteraannya pribumi.

Keadaan ini mendapatkan tanggapan dari golongan sosial demokrat yang didalangi
oleh Von Deventer yang kemudian dijuluki bapak pangeran etis yang menginginkan adanya
balas budi unntuk bangsa Indonesia.Van Deveter dalam majalah de gres mengkritrik
pemerintah kolonial dan menyarankan agar dilakukan politik kehormatan (hutang kekayaan)
atas segala kekayaan yang telah diberikan bangsa Indonesia terhadap negara
Belanda.Untuk lebih jelas tentang Pengaruh Politik Etis terhadap sistem kerja paksa di
Indonesia bisa di lihat pada Pembahasan BAB II.

Sejarah indonesia, XI Mipa 3 1


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN POLITIK ETIS

Politik Etis yaitu politik yang memperjuangkan dalam pengadaan desentralisasi


kesejahteraan rakyat efisiensi (di daerah jajahan). Definisi politik etis lainnya ialah sebuah
pemikiran yang menjelaskan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral
untuk kesejahteraan bumiputera. Pemikiran tersebut adalah kritik terhadap politik tanam
paksa.

Politik etis awal kemunculannya di tahun 1890 karena desakan golongan liberal pada
parlemen Belanda. Ketika itu orang yang berhaluan progresif itu memberikan usulan supaya
pemerintah Belanda memberikan perhatian terhadap masyarakat Indonesia yang sudah
bekerja keras mengisi keuangan negara Belanda melalui program tanam paksa.

Desakan tersebut timbul dari adanya pemikiran bahwa negeri Belanda sudah
berhutang banyak terhadap kekayaan bangsa Indonesia yang dinikmati oleh Belanda.

Dengan adanya desakan agar menjalankan politik etis memperoleh dukungan dari
pemerintah Belanda. Dalam pidato negara, di tahun 1901, Ratu Belanda Wihelmina berkata
“Negeri Belanda mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kemakmuran dari penduduk
Hindia Belanda”. Pada pidato tersebut merupakan suatu tanda awal kebijakan
memakmurkan Hindia Belanda yang dikenal dengan Politik Etis atau Politik Balas Budi.

Politik etis mulai berjalan di tahun 1901 yang berisi tiga perlakuan, yakni edukasi
(pendidikan), irigasi (Pengairan), dan transmigrasi (perpindahan penduduk). Yang
mencetuskan politik etis (politik balas budi) adalah C.Th van Deventer yang adalah seorang
politikus.

Van Deventer berjuang untuk nasib bangsa Indonesia dengan menulis sebuah
karangan dalam majalah De Gids yang judulnya Eeu Eereschuld (Hutang Budi). Van
Deventer menerangkan bahwa Belanda sudah berhutang budi kepada rakyat Indonesia.
Hutang budi tersebut harus dikembalikan dengan memperbaiki nasib rakyat, mencerdaskan
dan memakmurkan.

B. TUJUAN POLITIK ETIS

Tujuan politik etis adalah untuk memajukan tiga bidang yakni edukasi dengan
mengadakan pendidikan, irigasi dengan membuat sarana dan jaringan pengairan, dan
transmigrasi dengan mengorganisasi perpindahan penduduk.

Politik etis yang dijalankan Belanda dengan perbaikan pada bidang irigasi pertanian,
transmigrasi dan pendidikan sepintas terlihat mulia. Namun dibalik itu, tujuan program-
program itu dimaksudkan untuk kepentingan Belanda sendiri.

Sejarah indonesia, XI Mipa 3 2


C. LATAR BELAKANG POLITIK ETIS

Munculnya politik etis dilatarbelakangi oleh hal-hal berikut :

1. Pelaksanaan sistem tanam paksa yang menguntungkan Belanda, tetapi menimbulkan


penderitaan rakyat Indonesia telah menggungah hati nurani sebagian orang Belanda.
2. Eksploitasi terhadap tanah dan penduduk Indonesia dengan sistem ekonomi liberal
tidak mengubah nasib buruk rakyat pribumi. Sementara itu, kaum kapitalis dari
Belanda, Inggris, Amerika, Belgia, Cina, dan Jepang memperoleh keuntungan yang
sangat besar.
3. Upaya Belanda untuk memperkokoh pertahanan negeri jajahan dilakukan dengan
cara penekanan dan penindasan terhadap rakyat. Rakyat kehilangan hak miliknya
yang utama yaitu tanah. Bahkan, industry tanah pun terdesak. Karena penderitaan
itu, timbullah golongan yang sama sekali tidak mempunyai tanah. Mereka termasuk
dalam golongan buruh yang bekerja pada perkebunan, pabrik, dan tambang.
4. Adanya kritik dari kaum intelektual Belanda sendiri (Kaum Etis) terhadap praktik
liberal colonial, seperti Van Kol, van Deventer, de Waal, Baron van Hoevell, dan Van
den Berg.

a. Van Kol : sebagai guru bicara golongan sosialis, melancarkan kritik terhadap keadaan
yang serba merosot di Indonesia karena terus-terusan diterapkan politik drainage
(penghisapan) kekayaan oleh pemerintah Belanda dan tidak dibelanjakan di Indonesia.
b. Van Deventer : pada tahun 1899 dalam artikelnya pada majalah De Gids berjudul Een
Eereschuld (tentang kehormatan) menuliskan bahwa jutaan gulden yang diperoleh dari
Indonesia sebagai Hutang Kehormatan.

Pembayaran hutang tersebut dapat dilakukan dengan tiga cara yang dikenal dengan trilogi
van deventer yaitu :

1. IRIGASI : pengairan

Diselenggarakannya pengairan yang teratur tidak untuk sawah-ladang kaum petani


melainkan untuk kepentinga perkebunan-perkebunan tebu dan tembakau milik pengusaha
asing.Jadi nasib kaum petani Indonesia tidak berubah.

2. EMIGRASI : perpindahan penduduk

Pemindahan penduduk ke luar Jawa tidak untuk memberikan lapangan kerja baru yang
menguntungkan melainkan untuk menyediakan buruh yang murah bagi perusahaan
perusahaan asing.para pengusaha asing diluar Jawa terutama yang mengusahakan
perkebunan sangat sulit memperoleh tenaga dan penduduk setempat padahal mereka
sangat membutuhkan.

3. EDUKASI : pendidikan

Didirikannya sekolah-sekolah tidak untuk mencerdaskan orang Indonesia, tetapi


disebabkan oleh kebutuhan pemerintah Belanda dan pengusaha asing aan pegawai-pegawai
rendahan yang murah Indonesia yang dijadikan daerah penghasil bahan mentah,rakyatnya

Sejarah indonesia, XI Mipa 3 3


harus tetap bodoh. Rakyat yang bodoh kebutuhannya sedikit.Dengan upah sedikit sudah
puas dan sudah bisa hidup. Akibatnya harga pokok bahan mentah tetap murah hingga
Belanda dan para penanam modal akan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Tidak
mustahil bila hingga tahun 1942 ketika Belanda pergi dan Indonesia, di sini tidak ada satu
universitas pun.

D. PELAKSANAAN POLITIK ETIS

Sejak tahun 1901, pemerintah colonial mulai memerhatikan aspirasi rakyat Indonesia
yang menginginkan emansipasi dan kemerdekaan.Kemudian dicari bentuk pemerintahan
colonial yang merupakan perpaduan antara Barat dan Timur. Oleh karena itu , politik etis
juga disebut politik asosiasi.Pendidikan dan Pengajaran Sebelum Politik Etis.Pada tahun
1602 Belanda mendirikan VOC badan usaha ini merupakan persekutuan dagang Belanda
yang merebut penjajahan Portugis di Nusantara Timur dan menetap di tempat itu.
Kemudian, di dalam rapat kapal-kapal perdagangan VOC atau kompeni membawa pendeta-
pendeta yang akan menyebarkan agama Kristen Protestan(Kartodirjo, Sartono 1990 : 30).
Dengan kegiatan penyebaran agama ini, selanjutnya berdirilah sekolah-sekolah.Adapun
tujuan didirikannya sekolah-sekolah tersebut yaitu sebagai upaya penyebaran Agama
Kristen Protestan. Materi yang diajarkan, yaitu membaca alkitab, agama kristen, menyanyi,
menulis dan menghitung. Dengan demikian, banyak sekali permasalahan yang timbul dalam
dunia pendidikan pada periode ini, diantaranya seperti :

Ada perbedaan dalam penyelenggaraan pendidikan. Artinya, ada sekolah-sekolah


rendah Eropa dengan Bahasa pengantar Belanda dan Sekolah rendah pribumi (kristen)
dengan bahasa pengantar melayu dan Portugis.
Pendirian sekolah tidak merata, hal ini disebabkan karena di tempat itulah pusat rempah-
rempah. Sekolah kejuruan tidak diselenggarakan sama sekali sebab belum terniat oleh
mereka untuk meningkatkan taraf hidup ekonomi rakyat.
Juga ada kesedihan bagi rakyat yang menganut agama Kristen Katolik. Hal ini disebabkan
karena VOC mengusir paderi-paderi dan gereja-gereja. Oleh karena itu, sekolah-sekolah
Katolik ditutup. Pendidikan dan Pengajaran Pada Saat Politik Etis.
Diseluruh dunia terdapat perkembangan dan pembaruan di bidang politik, ekonomi, dan
ide-ide.Hal ini mendorong pemerintah Belanda untuk memberikan lebih banyak lagi
kesempatan anak bumi putera untuk menerima pendidikan.Atas dasar itulah, timbul suatu
aliran di kalangan bangsa Belanda yang terkenal sebagai Politik Etis (etiche politiek).Aliran
ini dicetuskan oleh Van Deventer dengan semboyan “Hutang Kehormatan”.Akhirnya, aliran
ini terkenal dengan slogan edukasi, irigasi, dan emigrsi.Selain Van Deventer, ada pula
Snouck Hourgroje, tokoh Belanda yang mendukung pemberian pendidikan kepada aristrokat
Bumiputera. Menurut balai pustaka jenis sekolah yang ada, antara lain:

Pendidikan Rendah (lager Onderwijs). Pada hakikatnya pendidikan dasar untuk


tingkat sekolah dasar menggunakan dua sistem pokok, yaitu :

Sekolah Rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.


Sekolah Rendah dengan bahasa pengantar bahasa daerah. Pendidikan lanjutan / Pendidikan
menengah (Midleboar Onderwijs).
Sebenarnya terdapat satu jenis sekolah lanjutan menurut sistem persekolahan Belanda di
golongan sekolah dasar, yaitu sekoilah dasar yang lebih luas (Meer Vitgebreld lagere
Onderwijs) atu MULO yang berbahasa pengantar bahasa Belanda, denag lama sekolah
antara tiga sampai empat tahun. Sekolah menengah Umum (Algemeene Middlebares School

Sejarah indonesia, XI Mipa 3 4


atau AMS) merupakan kelanjutan dari MULO yang berbahasa Belanda dan diperuntukkan
untuk golongan Bumiputera dan Timur Asing dengan lama belajar tiga tahun. AMS terdiri
dari 2 jurusan yaitu :

- Bagian A, Pengetahuan Kebudayaan.


- Bagian B, Pengetahuan Alam. Sekolah Warga Negara Tinggi (Hooger Burger School
atau HBS).

Sekolah ini disediakan untuk golongan Eropa, bangsawan Bumiputera, atau tokoh-
tokoh terkemuka.bahasa pengantar yang dipakai yaitu bahasa Belanda dan berorientasi ke
Eropa barat, khususnya Belanda. Lama sekolah antara tiga dan lima tahun, pelaksanaan
Politik Etis. Dalam pelaksannan Politik Etis oleh Van Deventer di konsepsikan dalam wujud
irigasi, edukasi dan emigrasi.

Perubahan berhasil dicapai dengan politik etis antara lain :

 Desentralisasi pemerintahan, yang diwujudkan dengan diumumkannya Undang-


Undang Desentralisasi (1903) tentang oembentukan dewan-dewan local sebagai
lembaga hukum. Dewan local mempunyai wewenang membuat peraturan mengenai
pajak dan pembangunan sarana-prasarana umum. Kemudian, pembentukan Dewan
Rakyat (volksraad) pada tahun 1916 dan diresmikan pada tahun 1919.
 Pembangunan irigasi untuk menunjang kebutuhan pertnian. Pada tahun 1914,
pemerintah colonial telah membangun irigasi seluas 93.000 bau.
 Transmigrasi perpindahan penduduk, terutama bagi penduduk di pulau Jawa yang
semakin padat.
 Timbulnya elite nasional (kaum pelajar pribumi) dengan didirikannya bermacam
sekolah bagi semua golongan masyarakat, seperti sekolah kelas I (untuk anak-anak
pegawai negeri, orang berkedudukan, dan orang berharta) sekolah kelas II (untuk
anak-anak pribumi pada umumnya) sekolah praja (OSVIA) dan sekolah dokter Jawa
(STOVIA).
 Perbaikan kesehatan dan penanggulangan penyakit. Pada tahun 1920, dilaporkan
bahwa sebagian besar wilayah Indonesia telah terbebas dari epidemic cacar dan
sesudah 1928 terbebas pula dari wabah kolera.

E. DAMPAK POLITIK ETIS UNTUK BANGSA INDONESIA

Dampak dari adanya politik etis untuk Bangsa Indonesia antara lain:

 Adanya pembangunan infrastruktur seperti pembuatan rel kereta api menjadikan


perpindahan barang dan manusia menjadi lancar.
 Pembangunan infrastruktur pertanian dalam hal ini bendungan yang nantinya
bermanfaat dalam pengairan.
 Berdirinya sekolah-sekolah seperti Hollandsc Indlandsche School (HIS) setara SD
untuk kelas atas dan yang untuk kelas bawah dibentuk sekolah kelas dua, Meer
Uitgebreid Lagare Onderwijs (MULO) setara SMP, Algemeene Middlebare School
(AMS) setara SMU, Kweek School (Sekolah Guru) untuk kaum bumi putra dan
Technical Hoges School (Sekolah Tinggi Teknik), School Tot Opleiding Van Indische
Artsen (STOVIA) sekolah kedokteran.

5
Sejarah indonesia, XI Mipa 3
F. PENDUKUNG POLITIK ETIS

Dibawah ini adalah nama-nama tokoh yang mendukung Politik Etis usulan Van Deventer
antara lain:

 P. Brooshoof, redaktur surat kabar De Lokomotif, yang pada tahun 1901 menulis
buku berjudul De Ethische Koers In de Koloniale Politiek (Tujuan Ethis dalam Politik
Kolonial).
 F. Holle, banyak membantu kaum tani.
 Van Vollen Hoven, banyak memperdalam hukum adat pada beberapa suku bangsa
di Indonesia.
 Abendanon, banyak memikirkan soal pendidikan penduduk pribumi.
Leivegoed, jurnalis yang banyak menulis tentang rakyat Indonesia.
 Van Kol, banyak menulis tentang keadaan pemerintahan Hindia Belanda.
 Douwes Dekker (Multatuli), dalam bukunya yang berjudul Max Havelaar berisi kritikan
terhadap pelaksanaan tanam paksa di Lebak, Banten.

G. KEGAGALAN POLITIK ETIS

Reaksi terhadap pelaksanaan politik etis mulai muncul pada tahun 1914.Masyarakat
mulai bergolak dan banyak melancarkan kritik terhadap politik etis yang dianggap telah
gagal. Kegagalan tersebut Nampak dalam kenyataan-kenyataan sebagai berikut :

a. Sejak pelaksanaan sistem politik ekonomi liberal Belanda mendapatkan keuntungan yang
sangat besar sekali, sedangkan tingkat kesejahteraan rakyat pribumi masih tetap rendah.
b. Hanya sebagian kecil kaum pribumi yang memperoleh keuntungan dan kedudukan yang
baik dalam masyarakat colonial yaitu golongan pegawai negeri.
c. Pegawai negeri dari golongan pribumi hanya digunakan sebagai alat saja sehingga
dominasi bagsa Belanda tetap saja sangat besar.

6
BAB III

PENUTUP

Lahirnya Politik Etis di karenakan Belanda ingin membalas budi pada bangsa Indonesia yang
telah banyak memberikan hasil kekayaan alam dan tenaga masyarakat pribumi untuk
Belanda.Politik Etis di prakarsai oleh Van Deventer yang prihatin terhadap nasib rakyat
Indonesia yang kekayaan alamnya sudah banyak di ambil oleh Belanda.

Isi Politik Etis ada tiga yaitu, pendidikan, pengairan, perpindahan penduduk, yang di
dasarkan untuk menciptakan sumber daya manusia yang lebih baik di Indonesia.

Politik Etis tidak semata-mata untuk bangsa Indonesia, tetapi juga untuk Belanda.Karena
dari politik etis terciptanya golongan terpelajar yang dapat di pergunakan oleh Belanda
untuk di jadikan pegawai, dan hasil pertanian yang di lakukan oleh rakyat pribumi di ambil
oleh Belanda.Jadi politik etis hanya penghalus dari kata tanam paksa.

Sejarah indonesia, XI Mipa 3 7

Anda mungkin juga menyukai