Anda di halaman 1dari 7

Eksistensi Penerapan Resource Description Accsess (RDA) sebagai

Peraturan Katalogisasi di Era Modern

Annisa Hayatul Balqis, Marlini, S. Ipi., MLIS


Mahasiswa Program studi Informasi Perpustakaan dan Kearsipan
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Padang

Abstrak
Artikel ini membahas mengenai eksistensi penerapan RDA. Penerapan tersebut yaitu:
struktur RDA sebagai pedoman katalogisasi, penerapan RDA di era modern dan
menetapkan kebijakan pengatalogan RDA. Resources Desception and Accsess (RDA)
menjadi standar untuk katalog berbasis komputer yang menyediakan instruksi dan panduan
dalam merumuskan data untuk deskripsi dan temu kembali informasi di era modern
termasuk versi digital dan sambung jaring (online) yang diatur berdasarkan Functional
Requirements for Bibliographic Records (FRBR). Penerapan RDA dapat dilakukan dengan
beberapa cara diantaranya: a) Penyusunan pedoman RDA. b) sosialisasi kebijakan dan
pedoman RDA. c) koordinasi dan kerjasama pelaksanaan penerapan RDA.

Kata Kunci: katalogisasi, kebijakan RDA, pedoman RDA.

A. Pendahuluan

Menurut Himayah, (2013) Seiring perkembangan berbagai jenis koleksi


perpustakaan, terutama dalam bentuk digital dan tuntutan global hingga pada akhir tahun
2015 Indonesia perlu menuyusun kebijakan menyiapkan standar dalam pengolahan bahan
pustaka sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan perkembangan teknologi
informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang perpustakaan.

Dunia perpustakaan kini telah memasuki era bar seiring diperkenalkannya RDA
sebagai standar baru pengatalogan yang menggantikan peran AACR2. Setiap perpustakaan
saat ini menerapkan suatu sistem informasi berfungsi untuk mengelola pengetahuan dalam
berbagai bentuk dan diatur sedemikian rupa agar informasi yang diperlukan dapat
ditemukan kembali dengan cepat dan tepat. Salah satu sistem temu balik yang umum
dikenal di perpustakaan adalah katalog perpustakaan.

Katalog merupakan hasil dari proses katalogisasi. Kegiatan katalogisasi secara garis
besar dapat dibagi ke dalam dua kegiatan, yaitu katalogisasi deskriptif. Katalogisasi
deskriptif, mengacu pada fisik bahan perpustakaan (judul, pengarang, jumlah halaman,
dll), kegiatannya berupa membuat deskripsi bibliografi, menentukan tajuk entri utama dan
tambahan, pedomannya antara lain AACR dan ISBD. Kegiatan kedua adalah
pengindeksan subyek, dimana subyek buku diindeks ke dalam bentuk nomor kelas. Proses
ini biasa disebut juga proses klasifikasi.

Pengolahan bahan pustaka yang mencakup pengolahan dan pelayan bahan pustaka
menurut Anglo American Cataloguing Rules (AACR) masih sederhana dan konvensional,
serta sarana penelusuran informasi hanya terbatas pada kartu katalog yang disajikan secara
manual saja. Seirung perkembangan teknologi, bahan pustaka telah banyak beralih
menjadi bentuk digital. Begitu pula dengan bentuk pengolahannya yang harus berbasis
komputer, sarana temu kkembali informasi yang terbacakan mesin komputer melalui
katalog terpasang atau yang dikenal dengan Online Public Access Cataloging (OPAC)

RDA merupakan hasil dari International Conference on the Principles & Future
Development of AACR yang diselenggarakan di Toronto pada tahun 1997 (Joint Steering
Committee for Development of RDA, 2008). RDA merupakan istilah untuk peraturan
katalog yang baru, yang berbasis pada AACR, yang merupakan standar deskripsi
bibliografi yang paling banyak digunakan di dunia, yang dikembangkan oleh Komite
Bersama untuk Revisi AACR.

Menurut Himayah (2013) Resource Description and Access atau RDA adalah suatu
standar untuk deskripsi dan akses baru yang dibuat untuk menggantikan AACR pada tahun
2009. RDA dikembangan sebagai sarana katalogisasi generasi baru yang didesain untuk
dunia digital. RDA akan berisi instruksi untuk pendeskripsian semua jenis material,
termasuk versi digital dan online. Deskripsi akan dapat digunakan dalam lingkungan
digital dalam katalog web-based dan layanan penelusuran. Standar RDA dirilis sebagai
sarana berbasis web dan bukan tercetak seperti AACR sekarang ini.

RDA resmi menggantikan AACR, setelah mulai diimplementasikan tahun 2010 oleh
perpustakaan di AS, Inggris, Kanada, Selandia Baru, Australia dan akan menyusul Jerman
dan Perancis (Joint Steering Committee of RDA, 2011). Negara-negara lainnya di Asia
seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Jepang, China masih dalam proses persiapan
pengimplementasian sistem ini, mungkin termasuk juga Perpustakaan Nasional RI.

RDA dibuat berdasarkan model konseptual Functional Requirements for


Bibliographic Records (FRBR), Functional Requirement for Authority Data (FRAD), dan
Functional Requirement for Subject Authority Records (FRSAR). Model ini merupakan
konsep entities, relationship, and attributes atau metadata yang dikembangkan oleh IFLA.
Model konseptual dipandang lebih relevan di era informasi saat ini karena dapat
membantu memahami domain yang digambarkan.

B. Pembahasan
1. Struktur RDA

Menurut Ahmad (2017) RDA merupakan standar pengatalogan baru yang dapat
digunakan dengan berbagai encoding data, mislanya : MODS (Metadata Object
Description Standard), MARC, Dublin Core. MARC merupakan standar encoding
yang paling banyak dipakai di lingkungan perpustakaan untuk menjaga kontinutas,
RDA harus kompatibel dengan MARC. RDA juga memerhatikan perkembangan
standar-standar untuk lembaga non perpustakaan (Arsip, museum, penerbit,
dlsb.).RDA terbit Juni 2010 sebagai komponen dari RDA Toolkit. RDA merupakan
hasil kerjasama international sebuah komite bersama, yaitu Joint Steering for
Development of RDA.

Menurut Triani (2017) ada tiga bagian utama di RDA, ditambah beberapa
lampiran (untuk penggunaan huruf kapital, singkatan, kata sandang, penyajian data
deskriptif dan data pengendalian titik temu) , suatu daftar istilah, dan index. Ketiga
bagian utama adalah:

a. Part I : Resource Description (termasuk sasaran fungsional dan prinsip-prinsip


deskripsi sumber informasi)
b. Part II : Relationships atau hubungan (petunjuk umum tentang hubungan-
hubungan, termasuk individu, keluarga, badan korporasi, yang punya
relationshipdengan sumber; sitasi untuk karya berhubungan, dan petunjuk
khusus untuk beberapa jenis karya tertentu)
c. Part III : Access Point Control (merumuskan titik akses atau titik temu dan
mencatat data yang digunakan dalam pengendalian titik temu) merupakan
RDA Appendices.

Selengkapnya bagian-bagian pada RDA adalah:


a. Introduction Section
b. Recording attributes of manifestation and item (Chapter 1-4) Section
c. Recording attributes of work and expression (Chapter 5-7) Section
d. Recording attributes of person, family, and corporation body (Chapter 8-11) 4
Section
e. Recording attribute of concept, object, event, and place (Chapter 12-16) Section
f. Recording primary relationships between work, expression, manifestation, and
item(Chapter 17) Section
g. Recording relationships to persons, families, and corporate bodies associated
with /resource (Chapter 18-22) Section
h. Recording the subject of a work (Chapter 23) Section
i. Recording relationships between work, expression, manifestation, and item
(Chapter 24-28) Section 10. Recording relationships to persons, families, and
corporate bodies (Chapter 29-32) Section
j. Recording relationships to concepts, object, event, and places (Chapter 33- 37).

2. Penerapan RDA sebagai Pedoman Katalogisasi


Menurut Surhayanto (2017) RDA adalah suatu standar untuk deskripsi dan akses
baru yang dibuat untuk menggantikan AACR pada tahun 2009. RDA telah diterapkan
di Australia, Selandia Baru, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat. RDA juga akan
diadopsi oleh Jerman dan Perancis yang saat ini masih menggunakan bahasa
pengatalogan deskriptif tersendiri. RDA dikembangkan sebagai sarana pengatalogan
generasi baru yang dirancang untuk dunia digital. RDA berisi instruksi untuk
pendeskripsian semua jenis bahan perpustakaan, termasuk versi digital dan sambung
jaring (online). Deskripsi dapat digunakan dalam lingkungan digital dalam katalog
berbasis web dan layanan penelusuran.

Penyusunan standar RDA dirilis sebagai alat bantu berbasis web (RDA Toolkit
Online) dan bukan tercetak seperti AACR sekarang ini yang dirancang untuk
kebutuhan dunia digital dan bisa disesuaikan dengan besar-kecilnya perpustakaan,
jenis perpustakaan, kebijakan perpustakaan, dll. Meskipun terdapat banyak perubahan
signifikan, namun RDA dibangun di atas fondasi AACR yang telah lama digunakan
oleh pustakawan untuk menghasilkan jutaan katalog di seluruh dunia sejak diterapkan
lebih dari beberapa dekade.

Penerapan standar RDA di Indonesia bertujuan untuk memberikan petunjuk dasar


dalam penerapan RDA sebagai acuan pengatalogan bahan perpustakaan di Indonesia ,
sehingga terjadi keseragaman dan persamaan presepsi dalam pengolahan bahan
perpustakaan terutama dalam pembuatan katalog.

Resource Description and Accsess (RDA) menjadi standar pengatalogan deskriptif


baru yang akan menggantikan Anglo-American Rules, 2nd (AACR2) yang tidak
mampu menampung perkembangan dunia informasi. RDA dirancang sebagai format
pengatalogan deskriptif dan akses untuk semua jenis bahan perpustakaan terutama
untuk sumber-sumber digital. RDA berkonsep pada Functional Requirements for
Bibliografis Record (FRBR) yang memiliki empat konsep dalam mengidentifikasi
bahan informasi, yaitu work, manifestation, expression, dan item.

Menurut Triani (2017) RDA dirancang untuk pengatalogan semua jenis bahan
pustaka, terutama sekali untuk pengatalogan bahan pustaka digital. Pengatalogan RDA
dapat dikodekan menggunakan skema metadata yang ada seperti, MARC 21,
Dublioncore, MODS, juga dapat dikodekan ke skema metadata lainnya. Penerapan
RDA di perpustakaan juga berdampak pada sarana penelusuran informasi, dimana
penggunaan katalog kartu akan digantikan dengan penggunaan katalog online.

Kegiatan katalogisasi secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kegiatan, yaitu
katalogisasi deskriptif. Katalogisasi deskriptif, mengacu pada fisik bahan perpustakaan
(judul, pengarang, jumlah halaman, dll), kegiatannya berupa membuat deskripsi
bibliografi, menentukan tajuk entri utama dan tambahan.

Menurut Kepala PNRI (2016) pengatalogan RDA lebih sederhana, tidak


mengelompokkan struktur berdasarkan jenis bahan pustaka dan memudahkan dalam
mengolah koleksi bahan digital. Selanjurnya dalam penerapan RDA akan melibatkan
berbagai unit kerja dilingkungan PNRI, perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan perpustakaan.

Penerapan RDA terlebih dahulu dilakukan di Perpustakaan Nasional,


Perpustakaan Perguruan Tinggi, dan Perpustakaan Umum tingkat Provinsi karena
ketiga perpustakaan tersebut harus bekerjasama secara nasional dan internasional.
Penguatan jejaring mitra Perpustakaan Nasional yang sudah terbentuk dalam Katalog
Induk Nasional dan telah siap menerapkan RDA. pada tahap penerapan RDA semua
perpustakaan dipersiapkan untuk mengubah aturan pengatalogan ke RDA dan secara
bertahap menerapkan RDA bagi perpustakaan yang telah siap.
Menurut Kepala PNRI (2016) Dengan diterapkannya RDA, maka pengatalogan
deskriptif yang dilakukan akan berubah. Jika pada AACR2 dikenal adanya GMD untuk
bahan non buku, untuk RDA tidak digunakan lagi, namun menggunakan ruas
pengganti untuk GMD, yaitu: ruas Content, Media , Carrier. Selain itu yang perlu
diperhatikan juga adanya perubahan untuk daerah penerbit, jika pada AACR2 daerah
penerbit hanya untuk penerbit bahan pustaka, maka pada RDA daerah penerbit diganti
dengan istilah daerah publikasi. Pedoman dalam pengatalogan deskriptif RDA, antara
lain:

a. Bahan perpustakaan yang memiliki lebih dari tiga pengarang dalam kebijakan
penerapan RDA harus mencantumkan semua nama pengarang yang tertera.
b. Untuk suatu karya yang memiliki jenis media yang berbeda, masing-masing
dibuatkan deskripsinya dan ditetapkan satu judul yang dipilih sebagai judul
utama.
c. Istilah yang digunakan pada RDA mewakili Content, Media dan Carrier.

Hal yang paling utama pada saat akan diterapkan RDA adalah perubahan pada
sistem aplikasi perpustakaan, terutama penambahan dan perubahan ruas yang
disesuaikan dengan perubahan konsep dan deskripsi pengatalogan harus sejalan dengan
format MARC.

C. Kesimpulan

Resource Description and Accsess (RDA) menjadi standar pengatalogan deskriptif


baru yang akan menggantikan Anglo-American Rules, 2nd (AACR2) yang tidak mampu
menampung perkembangan dunia informasi. RDA dirancang sebagai format pengatalogan
deskriptif dan akses untuk semua jenis bahan perpustakaan terutama untuk sumber-sumber
digital. RDA berkonsep pada Functional Requirements for Bibliografis Record (FRBR)
yang memiliki empat konsep dalam mengidentifikasi bahan informasi, yaitu work,
manifestation, expression, dan item.

RDA dirancang untuk pengatalogan semua jenis bahan pustaka, terutama sekali
untuk pengatalogan bahan pustaka digital. Pengatalogan RDA dapat dikodekan
menggunakan skema metadata yang ada seperti, MARC 21, Dublioncore, MODS, juga
dapat dikodekan ke skema metadata lainnya. Penerapan RDA di perpustakaan juga
berdampak pada sarana penelusuran informasi, dimana penggunaan katalog kartu akan
digantikan dengan penggunaan katalog online.

Pengatalogan RDA lebih sederhana, tidak mengelompokkan struktur berdasarkan


jenis bahan pustaka dan memudahkan dalam mengolah koleksi bahan digital. Selanjurnya
dalam penerapan RDA akan melibatkan berbagai unit kerja dilingkungan PNRI, perguruan
tinggi yang menyelenggarakan pendidikan perpustakaan.

Daftar Pustaka

Himayah. (Mei, 2013). Resource Description and Accsess (RDA) sebagai Peraturan Baru
Katalogisasi. Jurnal Iqra, Vol. 7, 1-8.

Pedoman RDA: resource description and accsess. (2016). Jakarta: Perpustakaan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai