Disusun oleh :
KELOMPOK 6-A
2018
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul 1
Daftar Isi 2
BAB I PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang Masalah 3
B. Identifikasi Masalah 4
C. Pembatasan Masalah 5
D. Rumusan Masalah 5
E. Tujuan Penelitian 6
F. Manfaat Penelitian 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS 7
A. Kajian Pustaka 7
B. Kerangka Berfikir 19
C. Hipotesis 21
BAB III METODE PENELITIAN 22
A. Tempat dan Waktu 22
B. Desain Penelitian 22
C. Populasi dan Sampel 25
D. Teknik Pengambilan Sampel 25
E. Teknik Pengumpulan Data 26
F. Teknik Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen 26
G. Teknik Analisis Data 28
H. Prosedur Penelitian 23
Daftar Pustaka 34
2
3
BAB I
PENDAHULUAN
Matematika yang mana sebagai suatu disiplin ilmu yang secara jelas
mengandalkan proses berpikir. Proses berpikir tersebut digunakan dalam
pemahaman konsep. Dalam pemahaman konsep sendiri salah satu
kemampuan siswa yang dibutuhkan yaitu kemampuan penalaran. Kemampuan
penalaran merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran
matematika. Kemampuan penalaran matematis siswa yang rendah akan
mempengaruhi kualitas belajar siswa yang akan berdampak pada rendahnya
prestasi hasil belajar siswa. Siswa dengan kemampuan penalaran yang rendah
akan selalu mengalami kesulitan menghadapi permasalahan. Kemampuan
penalaran siswa harus diasah agar siswa dapat menggunakan nalar yang logis
3
dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika. Salah satu materi yang
membutuhkan kemampuan penalaran siswa yaitu materi induksi matematika.
Dalam materi tersebut, siswa dituntut untuk memiliki kemampuan penalaran
yang baik agar siswa mampu memahami materi tersebut secara maksimal.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka
diperoleh beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Matematika dianggap sulit dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.
2. Dalam kegiatan belajar, kemampuan penalaran siswa berbeda-beda, ada
yang tinggi, sedang maupun rendah. Sehingga dalam hal ini
memungkinkan adanya perbedaan prestasi belajar siswa
3. Kemandirian belajar siswa pada materi induksi matematika dimungkinkan
dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa
4
C. Pembatasan Masalah
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan
pembatasan masalah yang telah dikemukakan, maka permasalahan pada
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan positif antara kemandirian belajar dengan
prestasi belajar siswa pada materi Induksi Matematika?
2. Apakah terdapat hubungan positif antara kemampuan penalaran siswa
dengan prestasi belajar siswa pada materi Induksi Matematika?
3. Apakah terdapat hubungan positif antara kemandirian belajar dengan
kemampuan penalaran siswa?
5
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hubungan antara kemandirian belajar dengan prestasi
belajar siswa pada materi InduksiMatematika
2. Untuk mengetahui hubungan antara kemampuan penalaran siswa dengan
prestasi belajar siswa pada materi Induksi Matematika
3. Untuk mengetahui hubungan antara kemandirian belajar dengan
kemampuan penalaran siswa
F. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini penulis berharap semoga hasilnya dapat berguna
untuk:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru dan peneliti
sebagai calon guru untuk memperhatikan kemandirian belajar serta proses
penalaran dalam proses belajar mengajar matematika untuk menunjang
keberhasilan pembelajaran matematika
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ilmiah dan
pendorong motivasi untuk meneliti pada masalah yang lain atau mata
pelajaran yang lain
6
7
BAB II
A. Kajian Pustaka
1. Kemandirian Belajar
a. Pengertian Kemandirian
Kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapat awalan ke
dan akhiran an yang membentuk suatu kata keadaan atau kata benda.
Karena kemandirian berasal dari kata dasar diri, pembahasan mengenai
kemandirian tidak dapat dipisahkan dari pembahasan diri itu sendiri, yang
dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self karena diri itu
merupakan inti dari kemandirian (Ali & Asrori, 2008:109).
Dalam kamus psikologi kemandirian berasal dari kata
“independence” yang artinya suatu kondisi dimana seseorang tidak
tergantung pada orang lain dalam menentukan keputusan dan adanya sikap
percaya diri (Chaplin, 2011:343).
Emil Durkheim mendefinisikan kemandirian sebagai elemen
esensial ketiga dari moralitas yang bersumber pada kehidupan masyarakat.
Kemandirian tumbuh dan berkembang karena dua faktor yang menjadi
prasyarat yaitu:
1) Disiplin yaitu adanya aturan bertindak dan otoritas, serta
2) Komitmen terhadap kelompok (Ali & Asror, 2008:110)
Parker (2005:227) berpendapat bahwa kemandirian berkenaan
dengan tugas dan keterampilan bagaimana mengerjakan sesuatu,
mencapai sesuatu dan bagaimana mengelola sesuatu. Kemandirian juga
berarti adanya kemampuan menyelesaikan suatu hal sampai tuntas.
Kemandirian berkenaan dengan dimilikinya tingkat kompetensi fisikal
7
tertentu sehingga hilangnya kekuatan atau koordinasi tidak akan pernah
terjadi ditengah upaya seseorang mencapai sasaran. Kemandirian berarti
tidak adanya keragu – raguan dalam menetapkan tujuan dan tidak dibatasi
oleh kekuatan akan kegagalan.
Menurut Erickson (Monks, 2002:272) “Kemandirian yaitu suatu
sikap usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk
menemukan dirinya dengan proses mencari identitas ego yaitu merupakan
perkembangan kearah yang mantap untuk berdiri sendiri”.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kemandirian dapat diartikan sebagai usaha seseorang untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan melepaskan diri dari
orangtua atau orang dewasa untuk mengerjakan sesuatu atas dorongan
diri sendiri dan kepercayaan diri tanpa adanya pengaruh dari lingkungan
dan ketergantungan pada orang lain, adanya kebebasan mengambil
inisiatif untuk mengatur kebutuhan sendiri, dan mampu memecahkan
persoalan dan hambatan yang dihadapi tanpa bantuan orang lain.
Kemampuan tersebut hanya mungkin dimiliki jika seseorang
berkemampuan memikirkan dengan seksama tentang sesuatu yang
dikerjakan atau diputuskannya, baik dalam segi manfaat maupun kerugian
yang akan dialaminya.
Menurut Masrun (Widayatie, 2009:19) kemandirian ditunjukkan
dalam beberapa bentuk, yaitu:
1) Tanggungjawab, yaitu kemampuan memikul tanggungjawab,
kemampuan untuk menyelesaikan suatu tugas, mampu
mempertanggungjawabkan hasil kerjanya, kemampuan menjelaskan
peranan baru, memiliki prinsip mengenai apa yang benar dan salah
dalam berfikir dan bertindak.
2) Otonomi, ditunjukkan dengan mengerjakan tugas sendiri, yaitu suatu
kondisi yang ditunjukkan dengan tindakan yang dilakukan atas
8
kehendak sendiri dan bukan orang lain dan tidak tergantung pada
orang lain dan memiliki rasa percaya diri dan kemampuan mengurus
diri sendiri.
3) Inisiatif, ditunjukkan dengan kemampuan berfikir dan bertindak
secara kreatif.
4) Kontrol Diri, kontrol diri yang kuat ditunjukkan dengan pengendalian
tindakan dan emosi mampu mengatasi masalah dan kemampuan
melihat sudut pandang orang lain.
Mustafa berpendapat bahwa ciri – ciri kemandirian adalah sebagai
berikut:
1) Mampu menentukan nasib sendiri, segala sikap dan tindakan yang
sekarang atau yang akan datang dilakukan oleh kehendak sendiri dan
bukan karena orang lain atau tergantung pada orang lain.
2) Mampu mengendalikan diri, yakni untuk meningkatkan pengendalian
diri atau adanya kontrol diri yang kuat dalam segala tindakan,
mampu beradaptasi dengan lingkungan atas usaha dan mampu
memilih jalan hidup yang baik dan benar.
3) Bertanggungjawab,yakni kesadaran yang ada dalam diri seseorang
bahwa setiap tindakan akan mempunyai pengaruh terhadap orang lain
dan dirinya sendiri serta bertanggungjawab dalam melaksanakan
segala kewajiban baik itu belajar maupun melakukan tugas – tugas
rutin.
4) Kreatif dan inisiatif, kemampuan berfikir dan bertindak secara kreatif
dan inisiatif sendiri dalam menghasilkan ide –ide baru.
5) Mengambil keputusan dan mengatasi masalah sendiri,memiliki
pemikiran, pertimbangan, pendapat sendiri dalam mengambil
keputusan yang dapat mengatasi masalah sendiri, serta berani
mengahadapi resiko terlepas dari pengaruh atau bantuan dari pihak
lain.
9
Menurut Parker ciri – ciri kemandirian yaitu:
1) Tanggungjawab, yaitu memiliki tugas untuk menyelesaikan sesuatu
dan diminta pertanggungjawaban atas hasil kerjanya. Individu
tumbuh dengan pengalaman tanggungjawab yang sesuai dan terus
meningkat. Sekali seorang dapat meyakinkan dirinya sendiri maka
orang tersebut akan bisa meyakinkan orang lain dan orang lain akan
bersandar kepadanya. Oleh karena itu individu harus diberi
tanggungjawab dan berawal dari tanggungjawab untuk mengurus
dirinya sendiri.
2) Indepedensi, yakni merupakan kondisi dimana seseorang tidak
tergantung pada otoritas dan tidak membutuhkan arahan dari orang
lain, indepedensi juga mencakup ide adanya kemampuan mengurus
diri sendiri dan menyelesaikan masalah sendiri.
3) Otonomi dan kebebasan untuk menentukan keputusan sendiri, yakni
kemampuan menentukan arah sendiri berarti mampu mengendalikan
atau mempengaruhi apa yang akan terjadi kepada dirinya sendiri.
Dalam pertumbuhannya, individu seharusnya menggunakan
pengalaman dalam menentukan pilihan, tentunya dengan pilihan
yang terbatas dan terjangkau yang bisa mereka selesaikan dan tidak
membawa mereka menghadapi masalah yang besar.
Dari beberapa ciri – ciri yang dikemukakan para ahli tersebut
dapat disimpulkan bahwa kemandirian itu ditandai dengan adanya
tanggungjawab, bisa menyelesaikan masalah sendiri, serta adanya
otonomi dan kebebasan untuk menentukan keputusan sendiri
10
b. Pengertian Belajar
Menurut pengertian secara psikologis belajar merupakan suatu
proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dan interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-
perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Belajar
merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Slameto (2010: 2) “Belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya”.
Menurut Sugihartono (2007: 74) “Belajar merupakan suatu proses
memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan
tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relative permanen atau
menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya”.
Menurut Ngalim (2006: 102) “Belajar adalah suatu proses yang
menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam
tingkah laku dan atau kecakapan”.
Wina (2009: 112) mengungkapkan “Belajar adalah proses mental
yang terjadi di dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya
perubahan prilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi
individu dengan lingkungan yang disadari”.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman
dalam wujud perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalamannya sendiri karena adanya interaksi dengan
lingkungan yang disadari.
11
c. Pengertian Kemandirian Belajar
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia mandiri adalah ”berdiri
sendiri”. Kemandirian belajar adalah belajar mandiri, tidak
menggantungkan diri kepada orang lain, siswa dituntut untuk memiliki
keaktifan dan inisiatif sendiri dalam belajar, bersikap, berbangsa maupun
bernegara (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 1990:13).
Menurut Stephen Brookfield (2000:130-133) mengemukakan
bahwa “Kemandirian belajar merupakan kesadaran diri, digerakkan oleh
diri sendiri, kemampuan belajar untuk mencapai tujuannya”.
Desi Susilawati, (2009:7-8) mendiskripsikan kemandirian belajar
sebagai berikut:
1) Siswa berusaha untuk meningkatkan tanggung jawab dalam
mengambil berbagai keputusan.
2) Kemandirian dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap
orang dan situasi pembelajaran.
3) Kemandirian bukan berarti memisahkan diri dari orang lain.
4) Pembelajaran mandiri dapat mentransfer hasil belajarnya yang berupa
pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai situasi.
5) Siswa yang belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber daya
dan aktivitas seperti membaca sendiri, belajar kelompok, latihan dan
kegiatan korespondensi.
6) Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan seperti
berdialog dengan siswa, mencari sumber, mengevaluasi hasil dan
mengembangkan berfikir kritis.
7) Beberapa institusi pendidikan menemukan cara untuk mengembangkan
belajar mandiri melalui program pembelajaran terbuka.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
kemandirian belajar adalah kondisi aktifitas belajar yang mandiri tidak
tergantung pada orang lain, memiliki kemauan serta bertanggung jawab
12
sendiri dalam menyelesaikan masalah belajarnya. Kemandirian belajar
akan terwujud apabila siswa aktif mengontrol sendiri segala sesuatu yang
dikerjakan, mengevaluasi dan selanjutnya merencanakan sesuatu yang
lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan siswa juga mau aktif dalam
proses pembelajaran.
Anton Sukarno (1989:64) menyebutkan ciri-ciri kemandirian
belajar sebagai berikut: Siswa merencanakan dan memilih kegiatan
belajar sendiri Siswa berinisiatif dan memacu diri untuk belajar secara
terus menerus Siswa dituntut bertanggung jawab dalam belajar Siswa
belajar secara kritis, logis, dan penuh keterbukaan Siswa belajar dengan
penuh percaya diri
Menurut Sardiman ciri-ciri kemandirian belajar yaitu meliputi:
1) Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku dan bertindak
atas kehendaknya sendiri
2) Memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan
3) Membuat perencanaan dan berusaha dengan ulet dan tekun untuk
mewujudkan harapan
4) Mampu untuk berfikir dan bertindak secara kreatif, penuh inisiatif dan
tidak sekedar meniru
5) Memiliki kecenderungan untuk mencapai kemajuan, yaitu untuk
meningkatkan prestasi belajar
6) Mampu menemukan sendiri tentang sesuatu yang harus dilakukan
tanpa mengharapkan bimbingan dan tanpa pengarahan orang lain.
Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian
belajar adalah sikap mengarah pada kesadaran belajar sendiri dan segala
keputusan, pertimbangan yang berhubungan dengan kegiatan belajar
diusahakan sendiri sehingga bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses
belajar tersebut.
13
2. Kemampuan Penalaran
a. Kemampuan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kemampuan berasal dari
kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu,
sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan.
Sedangkan menurut Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge (2009: 57).
kemampuan (ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan
beragam tugas dalam suatu pekerjaan.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam
menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan beragam
tugas dalam suatu pekerjaan.
Selanjutnya Stephen P. Robbins & Timonthy A. Judge (2009: 57-
61) menyatakan bahwa kemampuan keseluruhan seorang individu pada
dasarnya terdiri atas dua kelompok faktor, yaitu :
1) Kemampuan Intelektual, merupakan kemampuan yang dibutuhkan
untuk melakukan berbagai aktifitas mental (berfikir, menalar dan
memecahkan masalah).
2) Kemampuan Fisik, merupakan kemampuan melakukan tugas-tugas
yang menuntut stamina, ketrampilan, kekuatan, dan karakteristik
serupa.
b. Pengertian Penalaran
Menurut R.G Soekadijo penalaran adalah suatu bentuk pemikiran.
Sedangkan menurut W. Poespoprodjo ilmu penalaran atau logika adalah
ilmu dan kecakapan menalar, berpikir dengan tepat. Dengan kata lain
ditunjuk sasaran atau bidang logika, yaitu kegiatan pikiran atau akal budi
manusia. Dengan berpikir dimaksudkan kegiatan akal untuk “mengolah”
14
pengetahuan yang kita terima melalui panca indera, dan ditunjukkan untuk
mencapai suatu
kebenaran.
Fadjar Shadiq mengatakan “Penalaran merupakan suatu kegiatan,
suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan
atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa
pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan
sebelumnya”.
Penalaran merupakan salah satu kejadian dari proses berpikir.
Pengertian mengenai berpikir (thinking) yaitu serangkaian proses mental
yang banyak macamnya seperti mengingat kembali sesuatu hal, berkhayal,
menghafal, menghitung dalam kepala, menghubungkan beberapa
pengertian, menciptakan sesuatu konsep atau mengira-ngira berbagai
kemungkinan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penalaran
merupakan proses berpikir mengingat kembali sesuatu hal, berkhayal,
menghafal, menghitung dalam kepala, menghubungkan beberapa
pengertian, menciptakan sesuatu konsep atau mengira-ngira berbagai
kemungkinan. dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
15
3. Prestasi Belajar Materi Induksi Matematika
a. Pengertian Prestasi Belajar
Menurut Sumadi (2002:297), “Prestasi Belajar sebagai nilai yang
merupakan bentuk perumusan akhir yang diberikan oleh guru terkait
dengan kemajuan atau Prestasi Belajar siswa selama waktu tertentu”.
Bukti keberhasilan dari seseorang setelah memperoleh pengalaman belajar
atau mempelajari sesuatu merupakan prestasi belajar yang dicapai oleh
siswa dalam waktu tertentu.
Menurut Nana (2009: 102) :
Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau
pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas
yang dimiliki oleh seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh
seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam
bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun
keterampilan motorik.
Prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran dan penilaian usaha
belajar. Dengan mengetahui prestasi belajar, dapat diketahui kedudukan
anak di dalam kelas. Seperti yang dinyatakan oleh Sutratinah (2001: 43)
bahwa “prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan yang
dinyatakan dalam bentuk simbul, angka, huruf maupun kalimat yang
dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam
periode tertentu”.
Berdasarkan beberapa pengertian prestasi belajar di atas dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil penilaian dari kegiatan
belajar yang telah dilakukan dan merupakan bentuk perumusan akhir
yang diberikan oleh guru untuk melihat sampai dimana kemampuan siswa
yang dinyatakan dalam bentuk simbul, angka, huruf maupun kalimat yang
dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai.
16
b. Pengertian Materi Induksi Matematika
Induksi matematika adalah metode pembuktian yang sering
digunakan untuk menentukan kebenaran dari suatu pernyataan yang
diberikan dalam bentuk bilangan asli. Induksi matematika merupakan
teknik pembuktian yang baku dalam matematika. Melalui induksi
matematika, kita dapat mengurangi langkah pembuktian yang sangat rumit
untuk menemukan suatu kebenaran dari suatu pernyataan matematis hanya
dengan sejumlah langkah terbatas. Prinsip induksi matematika memiliki
efek domino (jika suatu domino disusun berjajar dengan jarak tertentu,
saat satu ujung domino dijatuhkan ke arah domino lain, maka semua
domino akan jatuh satu per satu).
Pertama mengetahui penggunaan induksi matematis adalah dalam
karya matematis abad ke-16 Francesco Maurolico (1494-1575). Maurolico
menulis secara ekstensif pada karya-karya matematika klasik dan
membuat banyak kontribusi kepada geometri dan optik. Dalam bukunya,
Arithmeticorum Libri Duo, Maurolico menyajikan berbagai sifat-sifat
bilangan bulat bersama-sama dengan bukti dari sifat-sifat ini. Untuk
beberapa bukti sifat-sifat ini ia mengemukakan metode induksi matematis.
Penggunaan metode induksi matematis pertamanya dalam buku ini adalah
untuk membuktikan bahwa jumlah dari n bilangan bulat positif ganjil
pertama sama dengan n2.
Dengan induksi matematika dapat melakukan pembuktian
kebenaran suatu pernyataan matematika yang berhubungan dengan
bilangan asli, bukan untuk menemukan formula. Berikut ini disajikan
prinsip-prinsip induksi matematika:
1) Misalkan P (n) merupakan suatu pernyataan bilangan asli.
Langkah awal (Basic Step) : Buktikan P (1) benar
2) Langkah Induksi (Induction step) : Asumsi P(k) benar.
Akan ditunjukkan P (k+1) benar, untuk setiap k bilangan asli.
17
Pada proses pembuktian dengan prinsip induksi matematika, untuk
langkah awal tidak selalu dipilih n=1, n=2 atau n=3. Tetapi dapat dipilih
sebarang nilai n sedemikian sehingga dapat mempermudah supaya proses
langkah awal dipenuhi. Selanjutnya yang ditemukan dilangkah awal
merupakan modal untuk langkah induksi. Artinya jika p(1) benar maka
P(2) benar, . jika P(2) benar maka P(3) benar demikian seterusnya hingga
disimpulkan P(k) benar. Dengan menggunakan P(k) benar, maka akan
ditunjukkan P(k+1) benar. Jika P(n) memenuhi kedua prinsip induksi
matematika, maka formula P(n) terbukti benar. Jika salah satu dari kedua
prinsip tidak dipenuhi, maka formula P(n) salah.
18
B. Kerangka Berpikir
19
akan memungkinkan siswa tersebut memiliki prestasi belajar yang baik
khususnya pada materi induksi matematika.
3. Hubungan positif antara kemandirian belajar dan kemampuan penalaran siswa
terhadap prestasi belajar pada materi induksi matematika.
Kemandirian belajar dan kemampuan penalaran siswa berpengaruh
terhadap prestasi belajar pada materi induksi matematika. Siswa yang
memiliki kemandirian belajar yang tinggi akan memiliki kesadaran belajar
sendiri dan mampu bertanggung jawab dalam proses pembelajaran yang
diikuti dan siswa yang memiliki kemampuan penalaran yang baik akan mudah
menyelesaikan soal pada materi induksi matematika. Dengan demikian, jika
siswa memiliki kesadaran belajar sendiri serta mampu bertanggung jawab
dalam proses pembelajaran yang diikuti dan dapat menyelesaikan soal pada
materi induksi matematika dengan baik maka prestasi belajar siswa pada
materi induksi matematika juga akan baik.
Dari berbagai kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan
kerangka penelitian dalam penelitian sebagai berikut:
X1
X2
Keterangan:
X1 : Kemandirian belajar
X2 : Kemampuan penalaran
Y : Prestasi belajar materi induksi matematika
20
C. Hipotesis
21
22
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Desain Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
22
Menurut Suharsimi Arikunto (1996:249) “Koefisien korelasi
adalah suatu alat statistik yang dapat digunakan untuk membandingkan
hasil pengukuran dua variabel yang berbeda agar dapat menentukan
tingkat hubungan antara variabel-variabel. Dari pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa ponelitian deskriptif kuantitatif korelasional adalah
suatu metode yang membicarakan masalah yang ada pada masa sekarang
atau masalah yang aktual dengan berdasar pada fakta-fakta yang ada
dengan cara mengumpulkan data, menyusun kemudian menganalisa data
tersebut ke dalam bentuk angka atau skor, kemudian dicari ada atau
tidaknya hubungan antara variabel bebas dan veriabel terikat. Penelitian
ini berorientasi pada fakta yang tampak dan data yang diperoleh dianalisa
secara statistik dengan metode regresi korelasi.
2. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua variabel bebas dengan satu variabel
terikat, yaitu:
Variabel Bebas
1) Kemandirian Belajar
a) Definisi Operasional :
Kemandirian belajar siswa adalah kecenderungan yang ada
pada diri siswa untuk melakukan dan mengendalikan aktivitas
23
belajar sendiri dalam usaha mencapai tujuan yang dianggap
bernilai dan bermanfaat.
b) Skala Pengukuran : skala interval
c) Indikator : skor angket tentang kemandirian
belajar
d) Simbol : X1
2) Kemampuan Bernalar
a) Definisi Operasional :
Kemampuan Bernalar yaitu proses berpikir yang berusaha
menghubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang
diketahui menuju kepada suatu kesimpulan
b) Skala Pengukuran : skala interval
c) Indikator : hasil tes psikotes oleh psikolog
d) Simbol : X2
Variabel Terikat
1) Prestasi Belajar Siswa
a) Definisi Operasional :
Prestasi belajar siswa adalah hasil dari proses pembelajaran
pada materi logika matematika
b) Skala Pengukuran : skala interval
c) Indikator : Nilai Harian Kelas X SMAN 1 Baki
d) Simbol :Y
24
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Suharsimi Arikunto (1996: 115) berpendapat bahwa “populasi adalah
keseluruhan objek penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa
kelas X SMA Negeri 1 Baki tahun ajaran 2018/2019 sebanyak 5 kelas
yaitu kelas X MIA 1, X MIA 2, X MIA 3, X MIA 4 dan X MIA 5 yang
terdiri dari 170 siswa.
2. Sampel
Suharsimi Arikunto (1996: 115) mengatakan bahwa “sampel adalah
sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti”. Suharsimi Arikunto (1996:
120) “bahwa apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil
semuanya sehingga penelitian merupakan penelitian populasi, sedangkan
jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%”.
Karena populasi terdiri dari 5 kelas sebanyak 170 siswa, maka sampel
diambil 20%. Jadi sampel yang diambil sebanyak 1 kelas sebanyak 34
siswa yaitu kelas X MIA 1.
25
E. Teknik Pengumpulan Data
26
Skor 2 untuk alternative jawaban tidak setuju (TS)
Skor 1 untuk alternative jawaban sangat tidak setuju (STS)
b. Item pertanyaan negative
Skor 1 untuk alternative jawaban sangat setuju (SS)
Skor 2 untuk alternative jawaban setuju (S)
Skor 3 untuk alternative jawaban tidak setuju (TS)
Skor 4 untuk alternative jawaban sangat tidak setuju (STS)
3) Penyusunan angket
Penyusunan angket meliputi pembuatan-pembuatan item-item
pertanyaan atau pernyataan, alternative jawaban, surat pengantar
angket dan petunjuk pengisian angket.
27
Uji coba angket dilaksanakan sebelum angket digunakan.
Subjek uji coba angket diambil dari populasi penelitian diluar
sample. Uji coba angket dimaksudkan untuk mendapatkan angket
yang dapat mengukur sesuai keadaan sebenarnya. Hasil uji coba
tersebut kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya, kemudian
digunakan untuk memperbaiki angket tersebut.
a) Uji Validitas
Uji validitas kesahihan butir menggunakan rumus korelasi
Product Moment sebagai berikut:
𝑁 ∑ 𝑋𝑌−(∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
rxy= 2 2
√(𝑁 ∑𝑋 2−(∑ 𝑋) )(√(𝑁 ∑𝑌 2−(∑ 𝑌) )
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi antara X dan Y
N = jumlah objek uji coba
X = skor butir angket
Y = skor total angket
Dengan kriteria pengujian :
b) Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas menggunakan rumus alpha sebagai berikut:
𝑘 ∑ 𝛿𝑏2
𝑟11 = ( ) (1 − 2 )
𝑘−1 𝛿𝑡
Keterangan:
𝑟11 : Koefisien Reliabilitas
k : Banyaknya item angket
𝛿𝑏2 : variansi item angket
28
𝛿𝑡2 : variansi total
Dengan kriteria pengujian:
5) Perbaikan angket
Perbaikan angket diperlukan untuk memilih butir-butir item
dari angket tersebut merupakan butir yang valid dan reliabel.
Sebelum dilakukan analisis korelasi, dilakukan uji persyaratan, yaitu : (1) uji
independensi antara variabel X1 dengan X2 , dan (2) uji linearitas regresi antara
X1 dengan Y dan X2 dengan Y.
1. Uji Independensi
29
Uji ini dilakukan untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan atau
kaitan antara variabel bebas, yaitu antara X1 (kemandirian belajar) dan X2
(kemampuan penalaran siswa). Bila ternyata tidak terdapat hubungan atau
kaitan antara variabel bebas tersebut, maka variabel-variabel bebas
tersebut bersifat independent atau bebas. Uji independensi antara variabel
X1 (kemandirian belajar) dan X2 (kemampuan penalaran siswa)
menggunakan rumus korelasi momen produk Karl Pearson dan dengan
taraf signifikansi 5%. Dalam penelitian ini digunakan rumus:
𝑛 ∑ 𝑋𝑖 𝑋𝑗 −(∑ 𝑋𝑖 )(∑ 𝑋𝑗 )
𝑟𝑥𝑖 𝑥𝑗 = 2 2
√(𝑛 ∑𝑋𝑖 2−(∑ 𝑋𝑖 ) )(√(𝑛 ∑𝑋𝑗 2−(∑ 𝑋𝑗 ) )
Keterangan:
n = banyaknya subjek
𝑋𝑖 , 𝑋𝑗 = variabel bebas
Keputusan Uji , jika 𝑟𝑥𝑖 𝑥𝑗 > r table maka variabel bebasnya independent
(tidak ada korelasi)
Dan jika jika 𝑟𝑥𝑖 𝑥𝑗 < r table maka variabel bebasnya dependen (ada
korelasi)
30
Jika Fhitung > Ftabel=α,1,n-2 (n adalah jumlah subjek) yang berarti bahwa
koefisien arah persamaan regresinya adalah berarti.
b. Kemampuan Penalaran Siswa Dengan Prestasi Belajar Siswa Pada
Materi Induksi Matematika
Persamaan regresinya yaitu :
Y = a + bX2
Dengan menggunakan analisis variansi regresi linier sederhana
dengan uji F pada SPSS dan membandingkannya dengan F pada tabel.
Jika Fhitung > Ftabel=α,1,n-2 (n adalah jumlah subjek) yang berarti bahwa
koefisien arah persamaan regresinya adalah berarti.
Setelah dilakukan uji independensi dan linearitas regresi, maka dilakukan uji
analisis regresi, sebagai berikut :
31
penalaran siswa terhadap prestasi belajar siswa pada materi induksi
matematika.
32
H. Prosedur Penelitian
Penelitian Korelasional ini haruslah melalui prosedur :
(1) Rumuskan masalah dan Tujuan Penelitian. Rumusan masalah penelitian
jenis ini merupakan rumusan masalah korelasional.
(2) Lakukan penelaahan kepustakaan. Telaah pustaka bertujuan untuk
mendefinisikan konstruks yang terkait dengan variabel penelitian beserta
indikator-indikator pengukurannya. Selain itu, digunakan juga untuk
menyusun kerangka berfikir.
(3) Buatlah hipotesis penelitiannya. Sebaiknya diungkapkan dalam hipotesis
berarah. Misalnya terdapat korelasi positif antara variabel X1 dan X2
dengan Y. Ini menunjukkan bahwa landasan teoritisnya belum kuat.
(4) Buatlah rancangan atau pendekatannya, yang meliputi :
(a) Identifikasikan variabel-variabel yang relevan;
(b) Pilih atau susun alat pengukur (instrumen) yang cocok untuk
mengukur variabel yang telah dipilih;
(c) Jika peneliti memilih untuk menyusun instrumen sendiri, lakukan
validasi pakar dan lakukan uji coba untuk melihat kelayakan butir-
butir dan reliabilitasnya;
(d) Pilih teknik statistik yang cocok untuk masalah yang sedang digarap;
(e) Tentukan populasi dan sampel penelitian.
(5) Kumpulkan data. Data yang dikumpulkan biasanya berupa data berskala
interval. Namun dapat pula data yang berskala ordinal.
(6) Lakukan analisis data yang telah terkumpul dan buatlah interpretasinya.
Analisis statistiknya, biasanya, adalah analisis korelasi dan regresi (bila
semua datanya merupakan data interval).
(7) Susunlah laporan hasil penelitian dan lakukan publikasi melalui
konferensi atau jurnal ilmiah.
33
DAFTAR PUSTAKA
Matematika, 2004).
Cipta, 2010).
34