Anda di halaman 1dari 19

TUGAS 4

PERENCANAAN PEMBELAJARAN FISIKA


MENGEVALUASI DOKUMEN DAN IMPLEMENTASI KURIKULUM
YANG BERLAKU DI SEKOLAH

Senin, 30-09-2019.
Kelompok 1.
Pendidikan fisika C

OLEH
NAMA : Irfan Luthfi
NIM : 16033101
KELOMPOK : 1
PRODI : Pendidikan Fisika C
DOSEN : Prof. Dr Festiyed, MS

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019

1
DAFTAR ISI
BAB I KAJIAN TEORI .........................................................................................................3
A. Difinisi kurikulum ...................................................................................................3
B. Pengembangan kurikulum ...............................................................................4
C. Prinsip dasar pengembangan kurikulum...................................................................4
D. Model-model pengembangan kurikulum ........................................................11
E. Teori pembelajaran fisika ...............................................................................9
F. Bagaimana fisika diajarkan ? .........................................................................11
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................19
BAB III DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................20

2
BAB I
KAJIAN TEORI
 Surat Al-Mujadalah ayat 11:

............ٍ‫َي ْرفَعِ هللاُ الَّذِينَ َءا َمنُوا ِمن ُك ْم َوالَّذِينَ أُوتُوا ْال ِع ْل َم دَ َر َجات‬
Artinya :”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan.”(QS.Al-Mujadalah:11)
 Surat Al-a’alq ayat 1-5:

َ ‫} الَّذِي‬3{ ‫} ا ْق َرأْ َو َربُّكَ اْأل َ ْك َر ُم‬2{ ‫ق‬


‫علَّ َم‬ ٍ َ‫عل‬
َ ‫سانَ ِم ْن‬ ِ َ‫} َخلَق‬1{ َ‫ا ْق َرأْ ِباس ِْم َر ِبكَ الَّذِي َخلَق‬
َ ‫اإلن‬
}4{ ‫ا ِب ْالقَلَ ِم‬
َ ‫علَّ َم اْ ِإلن‬
}5{ ‫سانَ َمالَ ْم يَ ْعلَ ْم‬ َ
Artinya :”Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan tuhanmu lah yang paling
pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahui.
A. Definisi Kurikulum
Kurikulum berasal dari bahasa Inggris “Curriculum” berarti Rencana Pelajaran. (S.
Wojowasito-WJS. Poerwadarminta, 1980 : 36.). Secara istilah, kurikulum adalah
“seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu”. (Depag. RI. Dir. Jen. Kelembagaan Agama Islam,
2004 : 2).
B. Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan
rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini berhubungan dengan seleksi dan
organisasi berbagai komponen situasi belajar mengajar, antara lain penetapan jadwal,
pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran,
kegiatan, sumber dan alat pengukur pengembangan kurikulum mengacu pada kreasi
sumber-sumber unit, rencana unit, dan garis pelajaran kurikulum yang lainya, untuk
memudahkan proses belajr mengajarnya.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik dalam pengembangan kurikulum:
1. Rencana kurikulum harus dikembangkan dengan tujuan yang jelas. Salah satu
maksud utama rencana kurikulum adalah mengidentifikasi cara untuk tercapainya
tujuan.
2. Suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan disekolah merupakan bagiana dari
kurikulum yang dirancang selaras dengan prosedur pengembangan kurikulum.
3. Rencana kurikulum yang baik dapat menghasilkan terjadinya proses belajr yang
baik, karena berdasarkan kebutuhan dan minat siswa.

3
4. Rencana kurikulum harus mengenalkan dan mendorong diversitas di antara para
pelajar. Proses belajar akan menyenangkan jika rencana kurikulum menyediakan
berbagai kesempatan yang memungkinkan untuk pengembangan potensi pribadi.
5. Rencana kurikulum harus menyiapkan semua aspek situasi belaj mengajar, seperti
tujuan, konten, aktivitas, sumber, alat pengukuran, penjadwalan, dan fasilitas yang
menunjang.
6. Rencana kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa
pengguna. Oleh karena itu pengembangan kurikulum harus mengandung gagasan
yang jelas tentang kebutuhan perkembangan, gaya belajar, konsep diri sebagi
pelajar, dan lain-lain.
7. The subject arm approach adalah pendekatan kurikulum yang banyak digunakan di
sekolah. Karena pendekatan ini menjaga keseimbangan dan memenuhi tujuan
pendidikan yang luas serta diversitas kebutuhan dikalangan siswa.
8. Rencana kurikulum harus memberikan fleksibilitas untuk memungkinkan
terjadinya perencanaan guru dan siswa. Dan memungkinkan masuknya ide-ide
spontan selama terjadinya interaksi antara guru dengan siswadalam situasi belajr
yang khusus.
9. Rencana kurikulum sebaiknya merefleksikan keseimbangan antara kognitif,
afektif, dan psikomotorik.

Pengembangan kurikulum terjadi akibat dari rasa ketidak puasan masyarakat terhadap
suatu kurikulum yang sedang ataupun sudah berlaku. Namun, tidak semua rasa tidak puas
ini memicu pengembangan kurikulum. Maka perlu diteliti lagi tentang konsep dari
pengembangan kurikulum itu. Istilah pengembangan menunjukkan pada suatu kegiatan
menghasilkan suatu alat atau cara yang baru dimana selama kegiatan tersebut penilaian dan
penyempurnaan terhadap alat atau cara tersebut terus dilakukan. Kegiatan pengembangan
kurikulum mencakup penyusunan kurikulum, pelaksanaan disekolah-sekolah disertai
pengawasan secara intensif dan penyempurnanaan terhadap komponen-komponen tertentu
dari kurikulum atas hasil penelitian. Pengembangan kurikulum juga perubahan dan
peralihan total atau dari suatu kurikulum ke kurikulum yang lain.

C. Prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum


Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum Asep Herry Hernawan dkk (2002) dalam
bukunya menjelaskan bahwa dalam mengembangkan sebuah kurikulum harus menganut 5
prinsip yaitu :
1. Prinsip Relevansi

4
Secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen- komponen
kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara
eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan
ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta
didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat
(relevansi sosiologis).
2. Prinsip Fleksibilitas
Dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat
luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya
penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang
selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3. Prinsip Kontuinitas
Maksudnya adalah adanya sebuah kesinambungan dalam kurikulum, baik secara
vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang di sediakan
kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas,
antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip Efsiensi
Yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan
waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat
sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektifitas
Yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa
kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.Langkah-langkah
pengembangan kurikulum pada dasarnya ada dua prosedur utama untuk mengubah atau
mengembangkan kurikulum yaitu “administrative approach” yaitu yang direncanakan
oleh pihak atasan untuk kemudian diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai
kepada guru-guru, jadi”from the top down”, dari atas ke bawah, atas inisiatif para
administrator. Yang kedua yaitu “grass roots approach” yaitu yang dimulai dari akar
“from the bottom up” dari bawah ke atas yaitu pihak guru atau sekolah dengan harapan
akan meluas ke sekolah-sekolah lainnya. Untuk di Indonesia digunakan administrative
approach.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum agar dapat berhasil dengan baik maka perlu
diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengaruh faktor-faktor yang pendorong pembaharuan kurikulum,
2. Inisiasi pengembangan

5
3. Innovasi kurikulum baru, 4.Difusi (penyebaran) pengetahuan dan pengertian tentang
pengembangan kurikulum di luar lembaga-lembaga pengembangan kurikulum, 5.
Implementasi kurikulum yang telah dikembangkan disekolah-sekolah, dan 6. Evaluasi
kurikulum.
D. Model – Model pengembangan kurikulum
1. Model Pengembangan Kurikulum Rogers
Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers, yaitu Model I adalah model yang paling
sederhana yang menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri atas
kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran). Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa
pendidikan adalah evaluasi dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan adalah
akumulasi materi dan informasi, model tersebut merupakan model tradisional yang masih
dipergunakan. Model I ini mengabaikan cara-cara (metode) dalam proses berlangsungnya
kegiatan belajar mengajar dan urutan atau organisasi bahwa pelajaran secara sistematis,
suatu hal yang seharusnya dipertimbangkan juga. Model II, model ini dilakukan dengan
menyempurnakan model I yaitu tentang metode dan organisasi bahan pelajaran. Dalam
pengembangan kurikulum pada Model II di atas, sudah dipikirkan pemilihan metode yang
efektif bagi berlangsungnya proses pengajaran. Di samping itu, bahan pelajaran juga
sudah disusun secara sistematis, dari yang mudah ke yang lebih sukar dan juga
memperhatikan luas dan dalamnya suatu bahan pelajaran. Akan tetapi, Model II belum
memperhatikan masalah teknologi pendidikan yang sangat menunjang keberhasilan
kegiatan pengajaran. Model III, pengembangan kurikulum ini merupakan penyempurnaan
Model II yaitu dengan memasukkan unsur teknologi pendidikan ke dalamnya.
Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran hanya akan sampai
pada Model III. Padahal masih ada satu lagi masalah pokok yang harus diperhatikan,
yaitu yang berkaitan dengan masalah tujuan. Model IV, merupakan penyempurnaan
Model III, yaitu dengan memasukkan tujuan ke dalamnya. Tujuan itulah yang bersifat
mengikat semua komponen yang lain, baik metode, organisasi bahan, teknologi
pengajaran, isi pelajaran maupun kegiatan penilaian yang dilakukan.
2. Model Administratif
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak
dikenal. Model administratif sering pula disebut sebagai model “garis staf” (line staff)
atau “dari atas ke bawah” (top down), karena inisiatif dan gagasan dari pada administrator
pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya,
administrator pendidikan (dirjen, direktur atau kakanwil pendidikan dan kebudayaan)
membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum, yang anggotanya

6
terdiri atas pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu,
tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Model kurikulum seperti ini mudah dilaksanakan
pada negara yang menganut sistem sentralisasi dan negara yang kemampuan profesional
tenaga pengajarnya masih rendah.
3. Model dari Bawah (The Grass Roots Model)
Model dari bawah ini merupakan lawan dari model administratif. Inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum berasal dari bawah, yaitu para pengajar yang merupakan
pelaksana kurikulum di sekolah-sekolah. Model ini mendasar pada anggapan bahwa
penerapan suatu kurikulum akan lebih efektif jika para pelaksananya diikutsertakan pada
kegiatan pengembangan kurikulum.
Pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum model ini adalah pengembangan
kurikulum secara demokratis yaitu berasal dari bawah. Guru adalah perencana, pelaksana
dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya, guru yang paling tahu kebutuhan
kelasnya. Oleh karena itu, dialah yang kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Keuntungan model ini adalah proses pengambilan keputusan terletak pada para
pelaksana, mengikutsertakan berbagai pihak bawah khususnya para pengajar.
Pengembangan kurikulum model dari bawah ini menuntut adanya kerjasama antar guru,
antar sekolah-sekolah, serta harus ada kerjasama antar pihak orang tua murid dan
masyarakat.
Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model ini memungkinkan
terjadinya kompetisi didalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan sehingga dapat
melahirkan manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
4. Model Beauchamp (Beauchamp’s System)
Sesuai dengan namanya, model ini diformulasikan oleh G.A. Beauchamp’s (1964), ia
mengemukakan lima hal penting dalam pengembangan kurikulum, yaitu : 1. Menetapkan
“arena atau lingkup wilayah” yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut,yaitu berupa
kelas, sekolah, sistem persekolahan regional atau nasional. 2. Menetapkan personalia,
yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. 3. Organisasi
dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini untuk merumuskan tujuan umum
dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, kegiatan evaluasi dan
menentukan seluruh desain kurikulum.
5. Model Terbaik Hilda Taba (Taba’s Inverted Model)
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Taba berbeda dengan cara
lazim yang bersifat deduktif karena caranya yang bersifat induktif. Itulah sebabnya model
ini disebut “model terbalik”. Ada lima langkah pengembangan kurikulum model taba ini,

7
yaitu: 1) Mengadakan unit-unit eksperimen kerjasama guru-guru. Didalam unit
eksperimen ini diadakan studi yang seksama tentang hubungan antara teori dan praktek.
2) Menguji unit eksperimen. Langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui validitas dan
kepraktisannya untuk kelas-kelas atau tempat lain. 3) Mengdakan revisi dan konsolidasi
terhadap hasil unit eksperimen. 4) Menyusun kerangka kerja teoritis. Perkembangan yang
dipergunakan untuk melakukan kegiatan yang berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan
apa isi unit-unit yang disusun secara berurutan. 5) Menyusun kurikulum, yang
dikembangkan secara menyeluruh dan mendiseminasikan (menerapkan kurikulum pada
daerah atau sekolah yang lebih luas).
6. The Systemic Action-Research Model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi ahwa perkembangan kurikulu merupakan
perubahan sosial. Hal ini mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua,
siswa, guru, struktur sistem sekola, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan
masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut, model ini menekankan pada tiga hal, yaitu :
hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat serta wibawa dari pengetahuan
profesional. Penyusunan kurikulum dengan memasukkan pandangan dan harapan
masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action-
research.
Langkah pertama, mengadakan kajian secara seksama tentang masalah kurikulum, berupa
pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan
dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian itu, disusun rencana
menyeluruh tentang cara-cara mengatasi masalah dan tindakan apa yang harus diambil.
Langkah kedua, mengimplementasi dari keputusan yang diambil dengan kegiatan
mengumpulkan data dan fakta. Kegiatan ini mempunyai beberapa fungsi yaitu : (1)
menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, (2) sebagai bahan pemahaman tentang masalah
yang dihadapi, (3) sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi, (4)
sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.
7. Emerging Technical Models
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan seerta nilai-nilai efisiensi dan
efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model kurikulum.Tumbuh
kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya:
a. The Behavioral Analysis Model. Menekankan penguasaan perilaku atau
kemampuan. Suatu perilaku / kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi
perilaku yang sederhana yang tersusun secara hirarkis.

8
b. The System Analysis Model. Berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah
pertama model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus
dikuasi siswa. Langkah kedua menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian
hasil belajar tersebut. Langkah ketiga mengidentifikasi tahap-tahap hasil yang
dicapai serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat membandingkan
biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
c. The Computer-Based Model. Suatu pengembangan kurikulum dengan
memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi
seluruh unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil
yang diharapkan. Kepada para siswa dan guru diminta untuk melengkapi
pertanyaan tentang unit kurikulum tersebut. Stelah diadakan pengolahan
disesuaikan dengan kemampuan dan hasil belajar siswa disimpan dalam komputer.

E. Teori Belajar Fisika


Ungkapan berikut kiranya dapat digunakan sebagai bahan renungan yang
cukup berharga untuk mengawali pembahasan bab ini, yakni : “You know you can’t
enjoy a game unless you know its rules-whether it’s a ball game, a computer game, or
simply a party game. Likewise, you can’t fully appreciate your surroundings untill
you understand the rules of nature” (Paul G. Hewitt, 1993).
Sebenarnya, belajar adalah merupakan persoalan setiap manusia. Hampir
semua pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap seseorang itu
terbentuk dan berkembang karena belajar. Kegiatan belajar terjadi tidak saja pada situasi
formal di sekolah akan tetapi juga di luar sekolah seperti di lingkungan keluarga,
lingkungan pergaulan di tengah-tengah masyarakat.
Para ahli pendidikan maupun ahli psikologi pada umumnya sependapat bahwa
dalam pengertian belajar terkandung beberapa unsur. Adapun unsur-unsur pokok yang
terkandung di dalam pengertian belajar adalah : 1) belajar sebagai proses, 2)
perolehan pengetahuan dan keterampilan, 3) perubahan tingkah laku, dan 4) aktivitas
diri. Berdasarkan uraian tersebut, maka pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai
proses diperolehnya pengetahuan atau keterampilan serta perubahan tingkah laku melalui
aktivitas diri.
Teori Piaget menyatakan bahwa seorang anak menjadi tahu dan memahami
lingkungannya melalui jalan berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan tersebut.
Menurut teori ini, siswa harus membangun pengetahuannya sendiri melalui observasi,
eksperimen, diskusi, dan lain-lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa pengetahuan
dibangun sendiri oleh siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi. Dengan proses

9
asimilasi, siswa mencoba untuk memahami lingkungannya menggunakan struktur
kognitif atau pengetahuan yang sudah ada tanpa mengadakan perubahan-perubahan.
Melalui proses akomodasi, siswa mencoba memahami lingkungannya dengan terlebih
dulu memodifikasi struktur kognitif yang sudah ada untuk membentuk struktur
kognitif baru berdasarkan rangsangan yang diterimanya.
Jelaslah bahwa proses konstruksi pengetahuan dalam diri seseorang melibatkan
pengetahuan yang sudah dimiliki. Pendapat tersebut sejalan dengan pengertian belajar
menurut perspektif konstruktivisme yang mengatakan bahwa belajar merupakan suatu
proses dapat dimengertinya pengalaman oleh seseorang berdasarkan pengetahuan yang
sudah dimiliki. Seseorang berinteraksi dengan benda-benda dan peristiwa-peristiwa
yang terjadi di lingkungan sekitarnya melalui penggunaan pancaindera yang tak
mungkin terpisah dari pengetahuan yang sudah ada termasuk keyakinan-keyakinan dan
kesan-kesan. Menurut Ausubel, belajar akan mempunyai makna bagi siswa apabila
dapat diperoleh pengetahuan baru. Lebih lanjut dikatakan bahwa proses belajar bermakna
adalah terhubungnya ide-ide baru dengan struktur kognitif untuk membentuk
pengetahuan baru. Jadi, adanya pengetahuan yang relevan sangat diperlukan agar terjadi
proses belajar bermakna.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, jelaslah kiranya bahwa kemampuan seseorang


untuk membangun pengetahuan dalam dirinya sangat dipengaruhi oleh antara lain
faktor- faktor usia dan pengalaman. Berdasarkan teori Piaget tentang perkembangan
kognitif, siswa SMU telah berada pada taraf berpikir formal yang berarti sudah
mampu berpikir hipotetis, proporsional, reflektif, logis, sintesis, imajinatif,
probabilistik, kombinasional, etis, dan verbal serta telah mampu memahami
operasi-operasi yang bersifat abstrak. Implikasi-implikasi teori Piaget terhadap
pembelajaran sains termasuk Fisika, adalah bahwa guru harus memberikan
kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk berpikir dan menggunakan akalnya.
Mereka dapat melakukan hal ini dengan jalan terlibat secara langsung dalam berbagai
kegiatan seperti diskusi kelas, pemecahan soal-soal, maupun bereksperimen. Dengan
kata lain, siswa jangan hanya dijadikan objek yang pasif dengan beban hafalan berbagai
macam konsep dan rumus-rumus Fisika. Selanjutnya, Fisika harus dijadikan mata
pelajaran yang menarik sekaligus bermanfaat bagi siswa.
Fisika merupakan ilmu yang berusaha memahami aturan-aturan alam yang
begitu indah dan dengan rapih dapat dideskripsikan secara matematis. Matematik
dalam hal ini berfungsi sebagai bahasa komunikasi sains termasuk Fisika. Sains dan
kehidupan manusia selama empat abad terakhir ini menunjukkan kemajuan yang sangat

10
dramatis berkat keberhasilan manusia dalam menganalisis dan mendeskripsikan alam
secara matematis.
Ada beberapa kemampuan kognitif yang sangat berperanan dalam
meningkatkan keberhasilan siswa dalam pemecahan soal-soal Fisika yaitu kemampuan
mengidentifikasi serta menginterpretasi secara tepat konsep-konsep dan prinsip-prinsip
Fisika, kemampuan membuat deskripsi serta mengorganisasi pengetahuan Fisika secara
efektif.
Pengetahuan Fisika terdiri dari banyak konsep dan prinsip yang pada
umumnya sangat abstrak. Kesulitan yang banyak dihadapi oleh sebagian besar siswa
adalah dalam menginterpretasi berbagai konsep dan prisip Fisika sebab mereka
dituntut harus mampu menginterpretasi pengetahuan Fisika tersebut secara tepat dan
tidak samar-samar atau tidak mendua arti. Kemampuan siswa dalam mengidentifikasi
dan menginterpretasi konsep- konsep Fisika jelas merupakan prasyarat penting bagi
penggunaan konsep-konsep untuk membuat inferensi-inferensi yang lebih kompleks
atau untuk pemecahan soal Fisika yang berkaitan dengan konsep-konsep tersebut.

Situasi soal sebenarnya dapat dideskripsikan dengan berbagai cara, seperti


menggunakan kata-kata, gambar, diagram vektor, ataupun simbol-simbol matematik.
Namun, kita sebaiknya mengetahui cara mana yang paling cocok untuk
menggambarkan situasi soal yang kita hadapi. Deskripsi pengetahuan diperlukan
untuk menginterpretasi prinsip Fisika yang lebih kompleks dan berkaitan dengan
beberapa konsep. Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam membuat deskripsi
pengetahuan Fisika sangat berperanan dalam keberhasilan menginterpretasi suatu prinsip
Fisika yang melibatkan beberapa konsep.
Kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuan Fisika tergantung pada
seberapa efektif pengetahuan tersebut terorganisasi. Selanjutnya, pemecahan soal
Fisika menjadi semakin mudah jika banyak tersedia informasi yang diperlukan. Oleh
karena itu, penting sekali untuk diperhatikan bahwa pengetahuan Fisika yang
terorganisasi secara efektif akan memudahkan dalam pemecahan soal-soal Fisika.
Kenyataan yang kita jumpai seringkali justru mengindikasikan bahwa siswa pada
umumnya cenderung mengelompokkan pengetahuan Fisika yang mereka peroleh
menjadi bagian-bagian yang seolah-olah tidak saling berkaitan.

F. Bagaimana seharusnya Fisika diajarkan ?


Pendidikan bertujuan untuk menyiapkan seseorang secara pribadi mampu
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya secara bertanggung jawab. Dengan

11
demikian, pendidikan sains harus dapat membantu siswa dalam mengembangkan
pemahaman dan kebiasaan berpikir dalam memenuhi kebutuhan hidupnya maupun
mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Sekolah tidak perlu dituntut untuk
mengajarkan terlalu banyak materi tetapi sebaiknya lebih difokuskan pada hal-hal pokok
yang bersifat fungsional dalam rangka literasi sains serta mengajarkannya secara lebih
efisien dan efektif.
Tujuan utama pengajaran Fisika adalah membantu siswa memperoleh sejumlah
pengetahuan dasar yang dapat digunakan secara fleksibel. Fleksibilitas ini didasari oleh
dua alasan yaitu :
1. Tujuan pengajaran sains bukan akumulasi berbagai fakta tetapi lebih pada
kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuan dasar untuk memprediksi
dan menjelaskan berbagai gejala alam.

2. Siswa harus mampu memahami perkembangan serta perubahan ilmu dan


teknologi yang sangat cepat.
Mata pelajaran Fisika di SMU bertujuan agar siswa mampu menguasai
konsep- konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode
ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Pengetahuan
Fisika akan bermanfaat bagi siswa hanya jika pengetahuan tersebut mempunyai
fleksibilitas terhadap studi lanjut maupun dunia kerja. Harus diingat bahwa
pendidikan sains tidak semata-mata ditujukan untuk menghasilkan saintis, akan tetapi
lebih pada usaha membantu siswa memahami arti pentingnya berpikir secara kritis
terhadap ide-ide baru yang nampaknya bertentangan dengan pengetahuan yang telah
diyakini kebenarannya.
Fisika menganggap bahwa benda-benda maupun segala peristiwa di alam dunia
ini terjadi dengan mengikuti pola-pola tertentu serta dapat dipelajari dan dipahami
melalui studi yang cermat dan sistematis. Para ahli Fisika percaya bahwa melalui
penggunaan kecerdasan dan bantuan alat-alat yang dapat memperkuat kemampuan
pancaindera, manusia dapat menemukan hukum alam. Fisika juga berasumsi bahwa alam
semesta, sebagaimana namanya merupakan satu sistem tunggal yang luas dengan
aturan-aturan dasar yang berlaku sama di setiap tempat.
Pendidikan Fisika harus dapat menjadi pendorong yang kuat tumbuhnya sikap
rasa ingin tahu dan keterbukaan terhadap ide-ide baru maupun kebiasaan berpikir analitis
kuantitatif. Dalam diri siswa sebaiknya ditumbuhkan kesadaran agar melihat Fisika

12
bukan semata-mata sebagai kegiatan akademik, tetapi lebih sebagai cara untuk
memahami dunia tempat mereka hidup.
Pengetahuan sains/Fisika harus dipahami dengan cara sedemikian rupa sehingga
memungkin-kannya untuk digunakan dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini
keterampilan berpikir adalah sangat diperlukan di samping keterampilan berhitung,
keterampilan manipulasi dan observasi, keterampilan komunikasi, serta keterampilan
merespon suatu masalah secara kritis.
Fisika adalah mata pelajaran yang banyak menuntut intelektualitas yang relatif tinggi
sehingga sebagian besar siswa mengalami kesulitan mempelajarinya. Keadaan yang
demikian ini lebih diperparah lagi dengan penggunaan metode pembelajaran Fisika yang

tidak tepat. Guru terlalu mengandalkan metode pembelajaran yang cenderung bersifat
informatif sehingga pengajaran Fisika menjadi kurang efektif karena siswa memperoleh
pengetahuan Fisika yang lebih bersifat nominal daripada fungsional. Akibatnya siswa tidak
mempunyai keterampilan yang diperlukan dalam pemecahan masalah karena siswa tidak
mampu menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari untuk memecahkan soal-soal Fisika
yang dihadapi.

Siswa dapat belajar dengan lebih mudah tentang sesuatu hal yang nyata dan dapat
diamati melalui pancainderanya. Dengan menggunakan pengalamannya siswa sedikit demi
sedikit dapat mengembangkan kemampuannya untuk memahami konsep-konsep abstrak
serta memanipulasi simbol-simbol, berpikir logik, dan melakukan generalisasi. Hal ini
menunjukkan bahwa kebanyakan siswa sangat tergantung pada kehadiran contoh-contoh
konkret terutama tentang ide-ide baru. Pengalaman-pengalaman konkret akan sangat efektif
dalam membantu proses belajar hanya jika terjadi dalam konteks struktur konseptual yang
relevan. Kesulitan beberapa siswa dalam memahami konsep-konsep abstrak sering
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam mengingat dan menjelaskan istilah-istilah teknis.

Sains/Fisika bukanlah sekedar bangun pengetahuan, cara-cara pengumpulan dan


pembuktian pengetahuan sebab sains/Fisika juga merupakan aktivitas sosial yang
menggabungkan nilai-nilai kemanusiaan seperti rasa ingin tahu, kreativitas, imajinasi, dan
keindahan. Oleh karena itu, dalam belajar Fisika siswa harus dapat merasakan bahwa nilai-
nilai ini sebagai bagian dari pengalamannya. Siswa harus dapat merasakan bahwa sains
sebagai proses untuk perluasan wawasan dan peningkatan pemahaman tentang alam dan
segala isinya.
Guru sains seringkali menganggap siswa sebagai ‘kamera video’ yang secara pasif dan
otomatis merekam semua informasi yang disampaikan dalam kelas atau buku teks.

13
Seharusnya guru memahami bahwa siswa sebagai konsumen aktif yang berhak memilih
dan mempunyai persepsi subjektif. Pengetahuan awal, harapan-harapannya, maupun
prasangka-prasangkanya akan menentukan informasi-informasi mana yang dipilih dan
menjadi perhatiannya. Selanjutnya, apa-apa yang dipilih dan menarik perhatiannya akan
menentukan apa yang akan dipelajari.

Apabila siswa diharapkan dapat menerapkan ide-ide untuk situasi baru, maka mereka
harus diberi banyak kesempatan untuk berlatih. Siswa harus diberi soal-soal dengan tingkat
kesulitan yang disesuaikan dengan tingkat kematangan berpikirnya Soal-soal Fisika yang
hanya menekankan formalisme matematik dalam pemecahannya, tidak efektif jika
digunakan untuk mengukur pemahaman konseptual.
Jika siswa diharapkan mampu menerapkan ide-ide untuk situasi baru, maka mereka harus
berlatih menerapkannya dalam situasi yang benar-benar baru. Apabila mereka hanya
berlatih menjawab soal-soal yang jawabannya sudah dapat ditebak atau soal-soal yang tidak
realistis, maka mereka sebenarnya tidak belajar Fisika. Demikian juga, para siswa tidak
akan dapat belajar berpikir kritis, menganalisis informasi, mengkomunikasikan ide-ide
ilmiah, membuat argumentasi logis, bekerja sebagai anggota tim maupun memperoleh
keterampilan-keterampilan lain yang dikehendaki, kecuali jika mereka berlatih
melakukannya dalam berbagai macam konteks.
Kelemahan tersebut dapat diatasi apabila latihan-latihan yang diberikan lebih
ditekankan pada aspek penerapan keterampilan berpikir dan bukan sekedar hafalan.
Jika latihan penerapan keterampilan kognitif berjalan efektif, maka hal tersebut dapat
meningkatkan kemampuan mengatasi tugas-tugas intelektual yang diberikan di
kemudian hari. Latihan-latihan pemecahan soal seperti itulah yang diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas kerja intelektual seseorang tidak hanya pada tes-tes tetapi
juga dalam pekerjaan akademik maupun aktivitas-aktivitas kehidupan sehari-hari yang
tergantung pada pengalaman belajar.
Soal berbentuk uraian dapat dibuat lebih efektif dengan jalan merumuskan
pertanyaannya sejelas mungkin sehingga tak ada interpretasi yang berbeda-beda di
antara para siswa. Penilaian jawaban soal berbentuk uraian didasarkan pada kualitas
jawaban. Penilaian ini diusahakan agar seobjektif mungkin dan tidak tergantung pada
faktor-faktor maupun kesan-kesan di luar materi soal, melainkan lebih tergantung pada
pemahaman dan kemampuan yang ditunjukkan.
Pengajaran Fisika yang hanya berusaha memberikan sekumpulan fakta dan
pengetahuan kepada para siswa mengakibatkan pemahaman yang sangat sedikit dan
tentu saja tidak mengembangkan kebebasan intelektual. Tetapi mengajarkan cara-cara

14
berpikir ilmiah sebagai suatu perangkat prosedur yang terpisah dari substansi metode
ilmiah adalah juga akan sia-sia. Guru Fisika harus membantu siswa untuk memperoleh
pengetahuan ilmiah tentang dunia dan kebiasaan berpikir ilmiah pada saat yang
bersamaan.
Mata pelajaran Fisika Sekolah Menengah Umum (SMU) sebagai bagian dari
mata pelajaran IPA di SMU merupakan kelanjutan pelajaran Fisika di Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP) yang mempelajari sifat materi, gerak, dan fenomena lain yang
ada hubungannya dengan energi. Selain itu, juga mempelajari keterkaitan antara konsep-
konsep Fisika dengan kehidupan nyata, pengembangan sikap dan kesadaran terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi beserta dampaknya. Di dalam buku
kurikulum tersebut juga disebutkan bahwa mata pelajaran Fisika SMU berfungsi antara
lain memberikan bekal pengetahuan dasar kepada siswa untuk dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari dan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi. Masih dari Buku Kurikulum SMU, ruang lingkup bahan kajian Fisika di SMU
dikembangkan dari bahan kajian Fisika di SLTP yang diperluas sampai kepada
bahan kajian yang mengandung konsep abstrak dan dibahas secara kuantitatif analitis.

15
BAB II
PEMBAHASAN
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
Kurikulum
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
Pengembangan proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik
Kurikulum
1. Relevansi, antara komponen saling berkaitan satu sama lain
2. Fleksibilitas, sesuai dengan perkembangan zaman
Prinsip
3. Kontuinitas, adanya kesinambungan dalam kurikulum antar jenjang pendidikan
pengembangan
Kurikulum 4. Efesiensi, penggunaan waktu, biaya, dan sumber-sumber secara maksimal, optimal, cermat.
5. Efektifitas, tidak ada kegiatan mubazir

Model Pengembangan kurikulum

Model dari Bawah The Systemic


Model Beauchamp Action-Research
Model pengembangan Model Administratif (The Grass Roots Model Terbaik Hilda
Roger (Beauchamp’s System) Taba (Taba’s Model
Model) Inverted Model)

bahwa kegiatan pendidikan inisiatif dan gagasan dari Model dari bawah ini Mengemukakan lima hal Taba berbeda dengan Hal ini mencakup
semata-mata terdiri atas pada administrator merupakan lawan dari penting dalam cara lazim yang
pendidikan dan model administratif. suatu proses yang
kegiatan memberikan pengembangan bersifat deduktif
informasi (isi pelajaran). menggunakan prosedur Inisiatif dan upaya melibatkan
kurikulum, yaitu : karena caranya yang
Hal ini didasarkan pada administrasi. Dengan pengembangan
wewenang kurikulum berasal dari 1. Menetapkan “arena atau kepribadian orang tua,
asumsi bahwa pendidikan bersifat induktif. Itulah
administrasinya, bawah, yaitu para lingkup wilayah” yang
adalah evaluasi dan sebabnya model ini siswa, guru, struktur
administrator pendidikan pengajar yang akan dicakup oleh
evaluasi adalah (dirjen, direktur atau merupakan pelaksana kurikulum tersebut,yaitu
disebut “model
sistem sekola, pola
pendidikan, serta kakanwil pendidikan dan kurikulum di sekolah- berupa kelas, sekolah, terbalik”. Ada lima
pengetahuan adalah kebudayaan) membentuk sekolah. Model ini

16
akumulasi materi dan suatu komisi atau tim mendasar pada anggapan sistem persekolahan langkah hubungan pribadi dan
informasi, model tersebut pengarah pengembangan bahwa penerapan suatu regional atau nasional. pengembangan
kurikulum, yang kurikulum akan lebih kelompok dari sekolah
merupakan model 2. Menetapkan personalia, kurikulum model
tradisional yang masih anggotanya terdiri atas efektif jika para dan masyarakat. Sesuai
yaitu siapa-siapa yang turut taba ini, yaitu:
dipergunakan. pejabat di bawahnya, para pelaksananya
ahli pendidikan, ahli diikutsertakan pada serta terlibat dalam dengan asumsi
1) Mengadakan unit-
kurikulum, ahli disiplin kegiatan pengembangan pengembangan kurikulum.
unit eksperimen tersebut, model ini
ilmu, tokoh dari dunia kurikulum 3. Organisasi dan prosedur
kerja dan perusahaan pengembangan kurikulum.
kerjasama guru-guru.
menekankan pada tiga
Langkah ini untuk Didalam unit
merumuskan tujuan umum eksperimen ini hal, yaitu : hubungan
dan tujuan khusus, memilih diadakan studi yang insani, sekolah dan
isi dan pengalaman belajar, seksama tentang
organisasi masyarakat
kegiatan evaluasi dan hubungan antara teori
menentukan seluruh desain dan praktek. 2) serta wibawa dari
kurikulum. Menguji unit pengetahuan
eksperimen. Langkah profesional.
ini dimaksudkan untuk
mengetahui validitas Penyusunan kurikulum
dan kepraktisannya dengan memasukkan
untuk kelas-kelas atau pandangan dan
tempat lain. 3)
harapan masyarakat,
Mengdakan revisi dan
konsolidasi terhadap dan salah satu cara
hasil unit eksperimen. untuk mencapai hal itu
4) Menyusun kerangka
adalah dengan
kerja teoritis.
Perkembangan yang prosedur action-
dipergunakan untuk research.
melakukan kegiatan

17
yang berdasarkan pada
pertanyaan-pertanyaan
apa isi unit-unit yang
disusun secara
berurutan. 5)
Menyusun kurikulum,
yang dikembangkan
secara menyeluruh dan
mendiseminasikan
(menerapkan
kurikulum pada daerah
atau sekolah yang
lebih luas).

BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.Jumari. 2007.
Nasution. 1999. Asas – asas kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Siswoyo, Dwi, dkk. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Press.
Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

18
Soekarlan, Endang. 1969. Pedagogik Umum. Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai