Dosen Pembimbing :
Abdul Rohman, S.Kep., Ns., M.Kep
5A KEPERAWATAN
PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2019
KATA PENGANTAR
AssalamualaikumWr. Wb.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan makalah Sistem Muskuloskeletalyang
berjudul ”MAKALAH KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN GANGGUAN
ISOLASI SOSIAL” tepat pada waktunya.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis juga menyadari banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik yang membangun agar penulis dapat
berbuat lebih banyak di kemudian hari. Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalammualaikum Wr.Wb.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................
KATA PENGANTAR .........................................................................................
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................
1.3 Tujuan ...................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian ..................................................................................................
2.2 Etiologi ......................................................................................................
2.3 Pathway .....................................................................................................
2.4 Tanda dan Gejala .......................................................................................
2.5 Akibat yang Ditimbulkan ..........................................................................
2.6 Penatalaksanaan.........................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian ................................................................................................
3.2 Diagnosa...................................................................................................
3,3 Intervensi ..................................................................................................
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan .................................................................................................
4.2 Sarana .........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
2.2 Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan
sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama
yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih saying, perhatian dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi-bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-
tahap perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari :
1. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan
biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hunungan antara ibu dan anak,
akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat
penting karena akan mempengaruhi hubunganya dengan lingkungan
dikemudian hari.
2. Masa kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai
mengenal lingkunganya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan
teman-temanya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu
dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi.
3. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan
sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk
mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada dimasyarakat.
Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan
kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubunganya dengan orang
orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan
tertekan maupun tergantung pada remaja.
4. Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandirianya serta mempertahankan hubungan
interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai
dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain serta peka
terhadap kebutuhan orang lain.
5. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak
terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri.
6. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik,
kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran.
2. Faktor Biologis
Genetic merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada anggota keluarga yang menderita skizofrenia.
Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya
menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya
8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesran ventrikel otak serta
perubahan struktur limbic, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
3. Faktor Sosial Dan Budaya
Isolasi social atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak
produktif diasingkan dari lingkungan social..
4. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
1. Sikap bermusuhan/hostilitas
2. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekan anak.
3. Selalu mengkritik, meyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkakpkan pendapatnya.
4. Kurang kehangatan, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang
tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah
tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
b. Faktor Presipitasi
1. Stress social dan budaya
Stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2. Stress Psikologi
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang dekat
atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantunagn dapat
menimbulkan ansietas tingkat tinggi (Ernawati, dkk, 2009).
3. Stress Biokimia
a. Teori dopamine : kelebihan dopamine pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
b. Menurunya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamine dalam otak.
c. Faktor endokrin: jumlah FSH dan LH yang rrendah ditemukan pada pasien
skizofrenia.
d. Vital hipotesis : beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah struktur sel-sel
otak.
2.3 Pathway
2.6 Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma social dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental : faham, halusinasi.
Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan
social dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan
otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan
dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan irama okuler meninggi,
gangguan irama jantung. (Andrey,2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berday berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan
miksi, parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan infra
meninggi, gangguan irama jantung. (Andrey,2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson akibat obat misalnya resepina dan fenotiazine. Memiliki
efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual,
muntrah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
(Andrey, 2010).
2. Terapi individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isoslasi social dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP satu, perawat mengidentifikasi
penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan
kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain,
mengajarkan cara berkenalan, dan memasukan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat
perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, member kesempatan pada
pasien mempraktekan car berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien
memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu
kegiatan harian.
Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, member
kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba,dkk. 2008).
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009) aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-
hari yang meliputu:
1. Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun
tidur.
2. Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3. Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
mandi dan sesudah mandi.
4. Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian.
5. Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang
dan setelah makan dan minum.
6. Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan
pakaian, badan, rambut, kuku, dan lain-lain.
7. Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauh mana pasien mngerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti tidak menggunakan/menaruh
benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat
ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang posistif.
8. Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi
tidur. Pada apsien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perilaku ini
perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul
pada gangguan jiwa. Dalm hal ini yang dinilai bukan gejala gangguan tidur
(insomnia) tetapi bagiman pasien mau mengawali tidurnya.
b. Tingkah Laku Sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan social pasien dalam
kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1. Kontak social terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan social dengan sesame pasien, misalnya menegur kawanya,
berbicara dengan kawanya dan sebagainya.
2. Kontak social terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan social dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab
pertanyaan ketika ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
3. Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda
adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
4. Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan orang lain secara
kelompok (lebih dari dua orang).
5. Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata karma
atau bsopan santun terhadap kawanya dan petugas maupunorang lain.
6. Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam keperawatan rumah sakit.
7. Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak
meludah sembarangan, tidak membuang punting rokok sembarangan dan
sebgainya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor, suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengkajian
tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat. Isi pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS, informan, tnaggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain) komunikasi
kurang, atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang
lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, dependen.
3. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya :
perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, dicerai
suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban
perkosaan, dipenjara tiba-tiba) perlakuan orang lain yang tidak mengahargai
klien/perasaan negative terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4. Aspek Fisik/Biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
1. Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negative tantang tubuh.
Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang, mengungkapkan
keputusasaan, mengungkapkan ketakutan.
2. Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan.
3. Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua, putus sekolah, PHK.
4. Ideal Diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya : mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi
5. Harga Diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan social, merendahkan martabat, mencederai diri,
dan kurang percaya diri.
a. Klien mempunyai gangguan/hambatan dalam melakukan hubungan
social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelompok yang
diikuti dalam masyarakat.
b. Keyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah
(spiritual)
6. Status Mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mempertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan
dan kurang berharga dalam hidup.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Klien mampu meyiapkan dan membersihkan alat makan
b. Klien mampu Bab dan Bak, menggunakan dan membersihkan Wc,
Mmembersihkan dan merapikan pakaian.
c. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien erlihat rapi
d. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas
didalam dan di luar rumah
e. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar
8. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakanya
pada orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)
9. Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, theraphy okopasional, TAK, dan rehabilitas.
Keluarga
- diskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat klien
- jelaskan pengertian, tanda dan
gejala isolasi social yang dialami
klien dan proses terjadinya
- jelaskan dan latih keluarga cara-
cara merawat klien
Tindakan Psikofarmaka
- beri obat-obatan sesuai program
- pantau keafektifan dan efek
samping obat yang diminum
- ukur vital sign secara periodic
Tindakan Manipulasi Lingkungan
- libtkan dalam makan bersama
- perlihatkan sikap menerima
dengan cara melakukan kontak
singkat tapi sering
- berikan reinforcement positif
setiap klien berhasil melakukan
suatu tindakan
orientasikan klien pada waktu,
tempat, dan orang sesuai
kebutuhanya.
STRATEGI PELAKSANAANTINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN ISOLASI
SOSIAL
-
FASE ORIENTASI
1. Salam
2. Evaluasi Perasaan/masalah/keluhan dalam merawat klien
3. Validasi kemampuan keluarga dalam merawat klien
4. Kontrak waktu, tempat
5. Topik/ tindakan yang akan dilakukan
6. Tujuan pertemuan
“Selamat pagi, Saya Suster HS. Saya senang dipanggil suster H. Saya perawat
diruang Mawarini”
“Siapa nama anda ? Senang dipanggil apa ?”
“Apa keluahan S hari ini?” bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga
dan teman-teman S? mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau diruang
tamu? Mau berapa lama, S? bagaimana kalau 15 menit?”
FASE KERJA
1. Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien isolasi sosial.
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, penyebab dan akibat isolasi sosial.
3. Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien isolasi sosial.
4. Melatih keluarga cara klien berkenalan dan berbicara saat melakukan kegiatan harian
(misalnya: mandi, makan, berpakaian dll)
5. Menganjurkan keluarga memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien
latihan berkenalan dan berbicara saat kegiatan harian..
6. Menganjurkan pada keluarga melibatkan anggota keluarga lainnya dan menciptakan
lingkungan yang mendukung penyembuhan klien.
“Siapa saja yang tinggal serumah dengan S? siapa yang paling dekat dengan S?
siapa yang jarang bercakap-cakap dengan S? apa yang membuat S jarang bercakap-cakap
dengannya?”
FASE TERMINASI
1. Evaluasi perasaan (subjektif)
2. Evaluasi kemampuan keluarga (onjektif)
3. Rencana asuhan keluarga kepada klien
- Latihanmembimbing klien berkenalan dan berbicara saat kegiatan harian 2 x
sehari
4. Menyepakati pertemuan berikutnya
- Membimbing klien berkenalan dan berbicara saat melakukan kegiatan harian.
“Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?’
“S tadi sudah membuktikan cara berkenalan dengan baik sekali. Selanjutnya S dapat
mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada sehingga S lebih
siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau mempraktikan ke orang lain?
Bagaimana kalau S mencoba berkenalan dengan teman saya, perawat N. bagaimana,
S maukan?”
“Baiklah, sampai jumpa!”
STRATEGI PELAKSANAANTINDAKAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN
KLIEN ISOLASI SOSIAL
(Pertemuan II)
FASE ORIENTASI
1. Salam
2. Evaluasi perasaan
3. Kontrak waktu, tempat
4. Validasikemampuan keluarga membimbing klien latihan berkenalan dan berbicara saat
melakukan kegiatan harian.
5. Topik / tindakan yang akan dilakukan
6. Tujuan pertemuan.
FASE KERJA
1. Menjelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat melibatkan klien berbicara (misalnya
makan, membersihkan rumah dll).
2. Melatih keluarga membimbing klien berkenalan dengan 2-3 orang.
3. Melatih keluarga membimbing klien berbicara saat melakukan 2-3 kegiatan rumah
tangga.
4. Menganjurkan keluarga memotivasi, membimbing dan memberi pujian pada klien latihan
berkenalan dan berbicara saat melakukan kegiatan harian.
FASE TERMINASI
1. Evaluasi perasaan (subjektif)
2. Evaluasi kemampuan keluarga (objektif)
3. Rencana asuhan keluarga kepada klien
- Latihan membimbing klien berkenalan 2-3 orang 2 x sehari
- Latihan membimbing klien berbicara saat melakukan 2-3 aktvitas harian 2 x sehari
4. Menyepakati pertemuan berikutnya
- Membimbing klien latihan berbicara social
FASE ORIENTASI
1. Salam
2. Evaluasi perasaan
3. Kontrak waktu, tempat
4. Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
5. Validasikemampuan klien latihan berkenalan 2-3 orang dan berbicara saat melakukan
2-3 kegiatan harian.
6. Topik / tindakan yang akan dilakukan
7. Tujuan pertemuan
“Selamat pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini?”
“Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang (jika jawaban pasien,
ya, perawat dapat melanjutkan komunikasi berikutnya dengan pasien lain)”
“Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang?”
“Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi!”
“Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”
“Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan teman seruangan S yang lain,
yaitu O. Seperti biasa, kira-kira 10 menit. Mari kita temui dia di ruang makan”
FASE KERJA
1. Menjelaskan cara berbicara dengan 4-5 orang saat melakukan kegiatan.
2. Melatih klien berbicara dengan 4-5 orang saat melakukan kegiatan.
3. Melatih klien berkenalan dengan 4-5 orang atau perawat.
4. Melatih klien memasukkan kegiatan berkenalan dan berbicara saat melakukan kegiatan
harian dalam jadual kegiatan harian.
FASE TERMINASI
1. Evaluasi perasaan (subjektif)
2. Validasi kemampuan klien (objektif)
3. Rencana latihan klien
- Latihan berkenalan 4-5 orang 2 x sehari
- Latihan berbicara saat melakukan 4-5 aktvitas harian 2 x sehari
4. Rencana tindakan keperawatan lanjutan
- Latihan berbicara social
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O?”
“Dibandingkan kemarin pagi, S tampak lebih baik ketika berkenalan dengan O.
Pertahan apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali
dengan O jam 4 sore nanti.”
“Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang
lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi, satuhari S dapat berbincang-
bincang dengan orang lain sebanyak 3 kali, jam 10 pagi, jam 1 siang, dan jam 8
malam, S bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan pasien baru yang dikenal.
Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana
S, Setujukan?”
“Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang
sama dan tempat yang samaya.” “Sampai besok”.
FASE ORIENTASI
1. Salam
2. Evaluasi perasaan
3. Kontrak waktu, tempat
4. Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
8. Validasi kemampuan klien latihan berkenalan 4-5 orang dan berbicara saat melakukan
4-5 kegiatan harian.
5. Topik / tindakan yang akan dilakukan
6. Tujuan pertemuan
“Selamat pagi S, bagaimana kabar hari ini?” bagus. apakah kamu sudah siap bercerita
tentang pengalaman kamu berkenalan kemarin?”
FASE KERJA
1. Menjelaskan cara berbicara sosial : meminta sesuatu dan menjawab pertanyaan.
2. Melatih klien cara berbicara sosial : meminta sesuatu dan menjawab pertanyaan
3. Melatih klien memasukkan latihan berbicara sosial pada jadwal kegiatan harian
FASE TERMINASI
1. Evaluasi perasaan (subjektif)
2. Evaluasi kemampuan klien (Objektif)
3. Rencana latihan klien
- Latihan berkenalan 4-5 orang 2 x sehari
- Latihan berbicara saat melakukan 4-5 aktvitas harian 2 x sehari
- Latihan berbicara sosial
4. Rencana tindakan keperawatan lanjutan.
“Baiklah S, apakah pertemuan ini sudah cukup?” “jika nanti kamu ingin bercerita lagi,
besok kita bertemukembali ya.” ‘bagaimana kalau besok di jam 10 dan tempat ini?”
baik S, selamat beristirahat ya.” “Sampai jumpa besok”.
1. Tujuan keperawatan
Setelah tindakan keperawatan, keluarga dapat merawat pasien isolasi sosial.
2. Tindakan keperawatan
Keluarga merupakan sistem pendukung pertama bagi pasien untuk mendapat membantu
pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini karena keluargalah yang selalu bersama-
sama dengan pasien sepanjang hari. Tindakan keperawatan agar keluarga dapat
melakukan pasien dengan isolasi sosial dirumah meliputi hal-hal berikut.
a. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b. Jelaskan tentang:
Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
Penyebab isolasi sosial.
Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial yaitu :
1) Bina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli
dan tidak ingkar janji.
2) Berikan semangat dan dorongan pada pasien untuk dapat melakukan
kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela
kondisi pasien dan memberikan ujian yang wajar.
3) Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
4) Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
5) Peragakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
6) Bantu keluarga dengan mempraktekkan cara perawat yang telah dipelajari,
mendiskusikan masalah yang dihadapi.
7) Susun prencanaan pulang bersama keluarga.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN KELUARGA ISOLASI
SOSIAL
(Pertemuan I)
Standar Pelaksanaan
SP 1 Keluarga : Memberikan Pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai masalah
isolasi social, penyebab isolasi social, dan cara merawat pasien isolasi sosial.
FASE ORIENTASI
“Selamat pagi pak! Perkenalkan saya perawat H. saya yang merawat anak bapak, S,
diruang Mawarini.”
“Nama bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaimana keadaan S sekarang?”
“Bagaimana kalau kita berbincang-bicang tentang masalah anak bapak dan cara
merawatnya”. Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama bapak punya waktu? Bagaimana
kalau setengah jam?”
FASE KERJA
“Apa masalah yang bapak hadapi dalam merawat S? apa yang sudah dilakukan?”
“Masalah yang dialami oleh anak S disebutisolasi social. Ini adalah salah satu gejala
penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa lain. Tanda-tandanya,
antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, kalau pun bicara hanya
sebentar dengan wajah menunduk. Bisanya masalah ini muncul karena memiliki
pengalaman yang mengecewakan ketika berhubungan dengan orang lain, seperti sering
ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang-orang yang dicintai. Jika masalah
isolasi social ini tidak diatasi, seseorang dapat mengalami halusinasi, yakni mendengar
suara atau melihat bayangan yang sebetunya tidak ada. Untuk menghadapi kedaan yang
demikian bapak dan anggota keluaraga lainnya harus sabar menghadapi S. Untuk
merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Peratama, keluarga harus membina
hubungan saling percaya dengan S, caranya dengan perlu terhadap S dan jangan ingkar
janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada S untuk dapat
melakukan kegiantan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan
jangan mencela kondisi S. Selanjutnya janganbiarkan S sendiri. Buatlah rencana atau
jadwal bercakap-cakap dengan S, misalnya ibadah bersama, makan bersama, rekreasi
bersama, atau melakukan kegiatan rumah tangga bersama.”
“Nah, bagaimana kalau sekrang kita latihan untuk melakukan semua cara itu?
Begini contoh komunikasinya pak, “S, Bapak lihat sekarang kamu sudah bisa bercakap-
cakap dengan orang lain. Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali
melihat perkembangan kamu, nak. Coba kamu berbincang-bincang dengan yang lain.
Bagaimana S, kamu mau mencoba kan Nak?”
“Nah, coba sekarang bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya
contohkan! Bagus, bapak telah memperagakan dengan baik sekali!”
“Sampai disini ada yang ingin ditanyakan pak?”
FASE TERMI8NASI
“ Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan
tadi?”
“coba bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi social dan tanda-tanda
orang yang mengalami isolasi social. Selanjutnya dapatkah bapak sebutkan kembali cara-cara
merawat anak bapak yang mengalami isolasi social?”
“bagus sekali, bapak dapat menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut! Nanti
kalau ketemu S coba bapak lakukan dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar mereka
juga melakukan hal yang sama.”
“ bagaimana kalau kita bertemu tiga hari lagi untuk latihan langsung dengan S?”
“Kita bertemu disini ya pak pada jam yang sama. Selamat Pagi!”
FASE TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan tadi? Bapak sudah bagus
melakukannya.”
“Mulai sekrang bapak sudah dapat melakukan cara perawat tersebut pada S.”
“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman bapak melakukan
cara merawat yang sudah kita pelajari waktu dan tempatnya sama seperti sekarang ya
pak?”
SP 3 Keluarga: Melatih keluarga mempraktikan cara merawat pasien isolasi social langsung
di hadapan pasien.
FASE ORIENTASI
“Selamat pagi Bapak! Bagaimana perasaan Bapak hari ini ?”
“Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita perlajari beberapa
hari yang lalu ?”
FASE KERJA
“Mari praktikkan langsung pada S! Bapak punya waktu berapa lama ? Baik kita
akan coba 30 menit.”
“Sekarang mari kita temui S!”
“Selamat pagi S . Bagaimana perasaan S hari ini?”
“Bapak S datang membesuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal
kegiatannya!” (kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
“Nah Pak, sekarang Bapak dapat mempraktikkan apa yang sudah kita latihan
beberapa harilalu. (perawat mengobservas ikeluarga mempraktikkan cara merawat
pasien seperti yang telah di latihkan pada pertemuan sebelumnya.)”
“Bagaimana perasaan S setelah berbincang-bincang dengan ayah S?”
“Baiklah, sekarang saya dan orang tua keruang perawat dulu.”(perawat dan keluarga
meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga).
FASE TERMINASI
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi? Bapak sudah bagus
melakukannya.”
“Mulai sekarang Bapak sudah dapat melakukan cara perawat tersebut pada S.”
“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan
cara merawat yang sudah kita pelajari.”
FASE KERJA
“Bapak, ini jadwal S selama dirumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan
dirumah? Dirumah Bapak yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini dirumah,
baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya berikan pujian jika benar
dilakukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
anak bapak selama dirumah. Misalnya kalau S terus menerus tidak mau bergaul dengan
orang lain, menolak minum obat atau memperlihtakan perilaku membahayakan orang
lain.Jika hal ini terjadi segera hubungi perwat K di Puskesms Indrapuri, yang terdekat
dari rumah bapak, ini nomer telepon Puskesmasnya : (0651) 554xxxx. Selanjutnya
perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan S selama berada dirumah .”
FASE TERMINASI
“Bagaimana pak? ada yang belum jelas ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa
pulang.Ini surat rujukan untuk perawat K di Puskesmas Indrapuri. Jangan lupa kontrol ke
Puskesmas sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silahkan selesaikan
administrasinya!”. “Terima kasih pak”.
3.1 Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan segera dilakukan evaluasi terhadap kemampuan pasien
isolasi sosial dan keluarganya serta kemampuan perawat dalam merawat pasien isolasi
sosial.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008). Menurut
Depkes RI penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan
diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung
yang dapat bersifat sementara atau menetap.
4.2 Saran
1. Diharapkan pasien dapat berinteraksi dengan baik dan mempraktikkan apa yang sudah
diajarkan oleh perawat selama menjalani perawatan.
2. Diharapkan pada keluarga pasien apabila sudah pulang maka keluarga tetap
melakukan kontrol.
3. Diharapkan adanya kerja sama dengan baik antara dokter, perawat dan tim medis
lainnya guna mamperlancar proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA