Anda di halaman 1dari 24

TUGAS

FARMAKOLOGI II
GANGGUAN SALURAN CERNA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK :3
ANGGOTA KELOMPOK : SONIA DWI UTAMI (1704054)
RAFIQ OKTAFIANUS (1704058)
KHELVIA KASISUCI RILYANT (1704060)
DILA FARISA (1704062)
LOLA SOFIANA (1704064)
NIKEN MELINIA PUTRI (1704068)
AMILIA PUTRI (1704070)
ASSYA AMATUL FIRDAUSA (1704074)
AULIA RAMADHANTY (1704078)
RIDHO ANDRIZA (1704080)

KELAS :B
DOSEN : DR. EKA FITRIANDA, M.FARM,APT

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA PERINTIS PADANG


YAYASAN PERINTIS
PADANG
2019
GANGGUAN SALURAN CERNA

A. DEFENISI

Saluran Pencernaan adalah sistem organ dalam hewan multisel yang


menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan
sisa proses tersebut melalui dubur. Sistem pencernaan antara satu hewan dengan
yang lainnya bisa sangat jauh berbeda.Secara spesifik, saluran pencernaan
berfungsi untuk mengambil makanan, memecahnya menjadi molekul nutrisi yang
lebih kecil, menyerap molekul tersebut ke dalam aliran darah, kemudian
membersihkan tubuh dari sisa pencernaan.

Pencernaan makanan ialah suatu proses biokimia yang bertujuan mengolah


makanan yang dimakan menjadi zat-zat yang mudah dapat diserap oleh
selaputselaput lendir usus, bilamana zat-zat tersebut diperlukan oleh badan(Sujono
Hadi, 2002) .

Gastrointestinal ialah suatu kelainan atau penyakit pada jalan


makanan/pencernaan. Penyakit Gastrointestinal yang termasuk yaitu kelainan
penyakit kerongkongan (eshopagus), lambung (gaster), usus halus (intestinum),
usus besar (colon), hati (liver), saluran empedu (traktus biliaris) dan pankreas
(Sujono Hadi, 2002).

B. KLASIFIKASI

Klasifikasi Menurut Linda Chandranata (2000) Klasifikasi gastrointestinal


dibagi menjadi dua yaitu Gastrointestinal atas seperti gangguan nafsu makan,
mual muntah dan Gastronitestinal bawah yaitu konstipasi, diare. Penyakit
gangguan gastrointestinal yang termasuk yaitu Gangguan esofagus, gangguan
lambung dan usus, neoplasma intestinal dan proses inflamasi, trauma abdomen,
gangguan hepatik dan billiaris.
C. ETIOLOGI

Faktor Risiko Gangguan Pencernaan

Berbagai faktor risiko GERD, antara lain:

 Pengidap hiatus hernia.

 Pengidap obesitas atau kelebihan berat badan.

 Ibu hamil.

 Konsumsi makanan tinggi lemak.

 Kebiasaan merokok, minum alkohol, dan minuman yang mengandung


kafein.

 Kondisi psikologis, seperti stres atau memendam kemarahan.

 Konsumsi obat-obatan tertentu yang dapat memicu GERD.

Berbagai faktor risiko IBS, antara lain:

 Infeksi di saluran pencernaan.

 Perubahan kondisi bakteri normal di dalam usus kecil.

 Gangguan pada fungsi otak saat mengirim sinyal ke usus.

 Makanan yang terlalu cepat atau terlalu lambat dicerna di saluran


pencernaan.

 Makanan atau minuman tertentu yang sulit untuk dicerna, seperti makanan
dengan kadar asam, lemak, gula, atau karbohidrat yang tinggi.

 Perubahan kadar hormon atau neurotransmitter dalam tubuh.

 Gangguan kesehatan mental, seperti gangguan panik, cemas, depresi, dan


stres.

Berbagai faktor risiko IBD, antara lain:


 Lingkungan.

 Pola makan.

 Genetik.

 Kebiasaan merokok.

D. PATOFISIOLOGI

Proses pencernaan mulai dengan aktivitas mengunyah dimana makanan


dipecah kedalam partikel kecil yang dapat ditelan dan dicampur dengan enzim-
enzim pencernaan. Di dalam mulut terdapat saliva.Saliva adalah sekresi pertama
yang kontak dengan makanan. Saliva disekresi dalam mulut melalui kelenjar
saliva pada kecepatan kira-kira 1,5 L setiap hari. Saliva juga mengandung mukus
yang membantu melumasi makanan saat dikunyah, sehingga memudahkan
menelan.Dua pusat dalam inti retikularis medula oblongata adalah zona pencetus
kemoreseptif yaitu uremia, emesis yang diinduksi oleh obat, emesis karena radiasi
dan pusat yang terintegrasi.Jaras eferen muncul dari hampir semua tempat tubuh.
Jaras vagal adalah sangat penting, tetapi vagotomi tidak menghilangkan muntah
.jaras eferen empatik yang memperantarai muntah berkaitan dengan distensi
abdomen.

Muntah terjadi bila kedua jaras eferen somatik dan viseral menyebabkan
penutupan glotis, kontraksi diagfragma mempunyai pilorus dan relaksi lambung
diikuti oleh kontraksi peristaltik yang berjalan dari lambung tengah keujung
insisura dengan kontraksi abdmen, diagfragma, dan interkosta, muntah berkaitan
dengan tanda dan gejala cetusan otonom.Semua ada kaitan dengan gangguan
traktus gastrointestinalis, terutama obstruksi, dengan obstruksi tinngi akut
menyebabkan muntah dini. Kekacauan otonom, obat-obatan gangguan
psikogenik, dan penelanan bahan-bahan yang berbahaya merupakan menyebab
lain yang sering.

Faktor-faktor yang mengurangi pasokan darah dan penghantar oksigen ke


medula (renjatan, oklusi vaskular, peningkatan tekanan intrakranial).Dapat
menginduksi emesis.Obat-obat emetik menghasilkan efeknya melalui stimulasi
sentral langsung atau dengan iritasi mukosa lambung.Pola muntah mendadak,
sering kali proyektil tanpa didahului mual, sangat kuat menunjukkan penyebab
sentral. Konsekuensi muntah metabolik, dengan muntah hebat terjadi
hipovolemia, hipokalemia, dan alkalosis metabolik serta deplesi natrium total.(
Linda Chandranata, 2000).

E. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Linda Chandranata (2000), manifestasi klinis gastrointestinal yaitu:

a. Keluhan pada mulut, bau mulut yang tidak sedap, atau rasa tidak enak atau
rasa pahit pada mulut, rasa tidak enak pada mulut yang menetap biasanya
disebabkan karena keluhan psikhis.
b. Anoreksia, keluhan nafsu makan menurun dapat ditemukan pada semua
penyakit, termasuk juga penyakit saluran makan.
c. Disfagia, merupakan keluhan yang disebabkan kelainan pada esofagus,
yaitu timbulnya kesulitan pada waktu menelan makanan atau cairan.
Kesulitan meneruskan makanan dari mulut kedalam lambung biasanya
disebabkan oleh kelainan dalam tenggorokan biasanya infeksi atau tumor di
oropharynx, larynx, spasme dari oto cricopharynx. Rasa terhentinya
makanan didaerah retrosternal setelah menelan makanan, biasanya
disebabkan kelainan dalam esofagus sendiri, yaitu timbulnya regurgitasi,
refluks asam, rasa nyeri didada yang intermiten, misalnya pada akhalasia,
karsinoma esofagus, spasme yang difus pada esofagus.
d. Nausea, beberapa rangsangan yang dapat menimbulkan rasa mual, rasa
mual diantaranya adalah: rasa nyeri dalam perut, rangsangan labirin, daya
ingat yang tak menyenangkan.
e. Vomitus, timbulnya muntah-muntah sebagai akibat karena kontraksi yang
kuat dari antrum dan pilorus dan timbulnya anti peristaltik yang kuat pada
antrum dengan disertai relaksasi dari otot-otot spinghter kardia, disusul
melebarnya esofagus dan menutupnya glotis.
f. Nyeri tekan, kekakuan, demam, massa yang dapat diraba, bising usus
berubah, perdarahan gastrointestinal, defisit nutrisional, ikterus dan tanda
disfungsi hepar.
F. KOMPLIKASI

Menurut Linda Chandranata (2000)komplikasi dari gastrointestinal adalah:

a. Kanker esofagus, meliputi disfagia,tidak bisa makan dan perasaan penuh


di perut adalah tidak jelas dan dapat dihubungkan dengan beberapa kondisi
lain. Gejala-gejala ini dapat dengan mudah dihubungkan dengan konsumsi
tipe makanan tertentu (pedas, gorengan, dll).
b. Kanker lambung, rasa tidak nyaman epigastrik, tidak bisa makan dan
perasaan gembung setelah makan..ini adalah gejala semu yang dengan
mud ah dikaitkan dengan kegagalan lambung.
c. Kanker pankreas, penurunan barat badan, ikterik dan nyeri daerah
punggung atau epigastrik adalah triad gejala yang umum.
d. Kanker hepar, nyeri abdomen yang sangat sakit , tumpul, dan pada
kuadran atas kanan, nyeri bersifat terus menerus, mengganggu tidur dan
bertambah sakit saat posisi tidur miring kekanan dan mungkin menyebar
keskapula kanan.
e. Kanker kolorektal, perubahan dalam defekasi, darah pada feses,
konstipasi, perubahan dalam penampilan fesestenesmus, anemia, dan
perdarahan rektal merupakan keluhan utama yang mungkin
mengindikasikan adanya kanker kolorektal

Bila tidak segera ditangani, gangguan pencernaan dapat menimbulkan


komplikasi serius, baik di organ yang terdampak maupun pada organ di
sekitarnya. Beberapa komplikasi tersebut adalah:

 Perdarahan saluran pencernaan


 Anemia (kekurangan sel darah merah)
 Dehidrasi
 Osteoporosis (pengeroposan tulang)
 Fistula (saluran abnormal) antara usus dan kandung kemih
 Splenomegali (pembesaran limpa)
 Kekurangan nutrisi
 Penyempitan esofagus
G. PENATALAKSAAN

Menurut Linda Chandranata (2000), penatalaksanaan penyakit gastrointestinal


yaitu:

a. Pemeriksaan saluran Gastrointestinal atas, seri gastrointestinal atas


memungkinkan pemeriksa untuk mendeteksi atau melihat adanya
ketidakdaruratan anatomi atau fungsi organ gastrointestinal atas atau
sfingter, ini juga membantu dalam mendiagnosis ulkus, varises, tumor,
enteritis regional, dan sindrom malabsorbsi.
b. Pemeriksaan saluran gastrointestinal bawah, untuk mendeteksi adanya
polip, tumor, dan lesi lain dari usus besar serta untuk mendemontrasikan
adanya anatomi abnormal atau malfungsi dari usus.
c. Pembedahan

OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK MENGOBATI PENYAKIT


PERADANGAN USUS

1. GOLONGAN AMINOSALISILAT
Obat yang mengandung asam 5-aminosalosilat (5-ASA) telah berhasil
digunakan selama beberapa dekade sebagi terapi untuk penyakit peradangan
usus. 5-ASA hanya dibedakan dengan asam salisilat oleh adanya penambahan
gugus amino pada posisi 5 (meta). Sebanyak 80% 5-ASA yang bersifat cair dan
tidak diformulasi khusus diserap dari usus halus sehingga tidak mencpai bagian
distal usus halus atau kolon dalam jumlah yang cukup banyak.Untuk mengatasi
cepatnya penyerapan 5-ASA dari usus halus bagian proksimal, sejumlah
formulasi 5-ASA telah dirancang untuk menghantarkan zat ini ke berbagai
bagian distal usus halus atau kolon, antara lain sulfasalazin, olsalazin,
balsalazid, dan berbagai bentuk mesalamin.
A. FARMAKOKINETIK & FARMAKODINAMIK
Untuk senyawa azo, 10% sulfasalazin dan kurang dari 1% balsalazid
diserap sebagai senyawa alaminya.Setelah pemecahan sulfasalazin oleh
azoreduktase, lebih dari 80% molekul kariernya, yakni sulfapiridin, diserap
secara sistemis dari kolon. Sulfapiridin dimetabolisme dihati (termasuk
asetilasi) dan disekresi melalui ginjal, sebaliknya setelah pemecahan
balsalazid oleh azoreduktase, lebih dari 70% peptia kariernya didapatkan
kembali dalam keadaan utuh difeses sehingga obat ini hanya sedikit diserap
secara sistematis.
Efek utama salisilat dan OAINS lainnya terjadi akibat blokade
sintesis prostaglandin oleh inhibisi siklooksigenase.Namun, aminosalisilat
menimbulkan berbagai macam efek terhadap produksi prostaglandin.5-
ASA dianggap memodulasi mediator inflamasi yang berasal dari jalur
siklooksigenase dan lipoksigenase.Mekanisme potensial kerja obat 5-ASA
berkaitan dengan kemampuannya untuk mengganggu produksi sitokin
inflamatorik.5-ASA menghambat nuclear factor-kB (NF-kB), suatu faktor
transkripsi yang penting bagi sitokin proinflamatorik.5-ASA dapat pula
menghambat fungsi selular pada sel pembunuh alamiah (Natural killer),
limfosit mukosa, dan makrofag, serta dapat menangkap metabolit oksigen
reaktif.
B. PENGGUNAAN KLINIS
Obat-obat 5-ASA menginduksi dan mempertahankan remisi pada
kolitis ulseratif dan dianggap merupakan agen lini pertama pada terapi
kolitis ulseratif aktif-ringan hingga sedang.Efikasinya pada penyakit chron
belum ditentukan secara pasti, meskipun banyak klinisi menggunakan agen
5-ASA sebagai terapi lini pertama pada penyakit ringan hingga sedang
yang mengenal kolon atau ileum distal.
Efektifitas terapi 5-ASA bergantung pada sebagian pada tercapainya
obat dalam konsentrasi tinggi ditempat penyakit aktif. Karena itu,
suppositoria atau enema 5-ASA bermanfaat bagi penderita kolitis ulseratif
atau penyakit chron dengan patologi yang terbatas pada rektum (proktitis)
atau kolon distal (proktosigmoiditis), pada penderita kolitis ulseratif atau
olitis chron yang meluas hingga kolon proksimal, senyawa azo dan sediaan
mesalamin dapat digunakan. Untuk mengobati penyakit chron yang
melibatkan usus halus, senyawa mesalamin, yang melepaskan 5-ASA
diusus halus, secara teoritis lebih bermanfaat daripada senyawa azo.

C. EFEK SAMPING
Efek samping aminosalisilat meliputi diare, mual, muntah, nyeri
lambung, memperburuk gejala kolitis, sakit kepala, reaksi hipersensitif
(termasuk ruam dan urtikaria); efek samping yang jarang terjadi adalah
pankreatitis akut, hepatitis, miokarditis, perikarditis, gangguan paru-paru
(eosinofilia dan fibrosing alveolitis), neuropati perifer, gangguan darah
(agranulositosis, anemia aplastik, leukopenia, methemoglobinemia, lihat
juga rekomendasi di atas), disfungsi ginjal (nefritis interstisial, sindrom
nefrotik), mialgia, artralgia, reaksi kulit (sindrom seperti lupus
erithematous, sindrom Stevens Johnson), alopesia.

2. GLUKOKORTIKOID
A. FARMAKOKINETIK & FARMAKODINAMIK
Dalam praktik gastrointestinal , prednison dan prednisolon
merupakan glukokortikoid oral yang paling banyak digunakan. Obat-obat
ini memiliki durasi aktivitas biologis sedang sehingga dapat diberikan
sekali sehari.Enema, busa atau supositoria hidrokortison digunakan untuk
memaksimalkan efek terhadap jaringan kolon dan memperkecil
penyerapan sistemis via terapi topikal pada penyakit peradangan usus aktif
direktum dan kolon sigmoid.Penyerapan hidrokortison menurun pada
pemberian rektal, meskipun terjadi penyerapan sebanyak 15-30% dosis
yang diberikan. Dijaringan lain, glukokortikoid menghambat produksi
sitokin inflamatorik (TNF-α, IL-1) dan kemokin (IL-8), menurunkan
ekspresi molekul adhesi sel inflamatorik, dan menghambat transkripsi gen
nitrat oksida sintase, fosofolipase A2, siklooksigenase2, dan NF-kB.
B. PENGGUNAAN KLINIS
Glukokortikoid banyak digunakan untuk mengobati penderita
penyakit peradangan usus aktif-sedang hingga berat.Penyakit yang aktif
umumnya diobati dengan prednison dan prednisolon oral.Dosis awal 40-
60 mg/hari.Dosis obat yang lebih tinggi tidak terbukti lebih efektif tetapi
memiliki efek simpang yang jauh lebih besar.Begitu pasien berespons
terhadap terapi awal (biasanya dalam 1-2 minggu), dosisinya diturunkan
secara perlahan untuk mengurangi kemungkinan timbulnya efek
simpang.Pada pasien yang sakit berat, obat ini biasanya diberikan secara
intravena.Untuk mengobati penyakit peradangan usus yang mengenai
rektum atau kolon sigmoid, glukokortikoid yang diberikan per-rektal lebih
dianjurkan karena penyerapan sistemisnya yang lebih rendah.

3. ANALOG PURIN: AZATIOPRIN & 6-MERKAPTOPURIN.


A. FARMAKOKINETIK & FARMAKODINAMIK
Azatiopurin dan 6-merkaptopurin (6-MP) adalah antimeabolit
purin yang memiliki efek imunosupresif.Bioavaibilitas azatioprin (80%)
melebihi bioavaibilitas 6-MP (50%). Setelah diserap, azotioprin cepat
diubah oleh proses nonenzimatik menjadi 6-MP. 6-merkaptopurin
kemudian segera mengalami bitransformasi kompleks oleh berbagai
enzim yang saling berkompetisi yaitu enzim katabolik (antin oksidase dan
tiopurin metiltransferase) yang menghasilkan metabolit-metabolit inaktif
dan jalur anabolik yang menghasilkan nekleotida tioguanin yang aktif.
Azatioprin dan 6-MP memiliki waktu paruh dalam serum kurang dari 2
jam, namun nukleotida 6-tioguanin yang aktif terkonsentrasi dalam sel
sehingga menyebabkan median penundaan selama 17 minggu sebelum
terlihat manfaat terapeutik azatioprin atau 6-MP oral pada penderita
penyakit peradangan usus.
B. PENGGUNAAN KLINIS
Azatioprin dan 6-MP adalah agen-agen yang penting dalam
menginduksi dan mempertahankan remisi kolitis ulseratif dan penyakit
Chron. Meskipun dosis optimalnya belum pasti, kebanyakan pasien
dengan aktivitas tiopurin-5-metiltransferase (TPMT) yang normal diobati
dengan 6-MP, 1-1,5 mg/kg/hari. Atau azotioprin 2-2,5 mg/kg/hari.
Setelah 3-6 bulan terapi, 50-60% penderita penyakit aktif mencapai
remis.Agen-agen ini membantu mempertahankan remisi pada 80%
pasien.
C. EFEK SAMPING
Reaksi hipersensitivitas (malaise, pusing, mual, demam, nyeri otot,
nyeri sendi, gangguan fungsi hati, ikterus, aritmia, hipotensi, nefritis
intertisial); supresi sumsum tulang yang bergantung dosis; rambut rontok,
rentan terhadap infeksi bila digunakan bersama kortikosteroid, mual,
pankreatitis, pneumonitis; efek terhadap imun respons
D. INTERAKSI OBAT
Allopurinol secara nyata menurunkan katabolisme xantin oksida
analog purin sehingga berpotensi meningkatkan nukleotida 6-tioguanin
aktif yang dapat menimbulkan leukopenia berat.Dosis 6-MP atau
azotioprin harus diturunkan hingasetidaknya separuh pada pasien yang
menggunakan allopurinol.

4. TERAPI ANTI-TUMOR NECROSIS FACTOR


A. FARMAKOKINETIK & FARMAKODINAMIK
Terjadi disregulasi terhadap respons sel T helper tipe 1 pada
penyakit peradangan usus, terutama penyakit Chron. Salah satu sitokin
proinflamasi yang sangat penting dalam respon Th1 adalah tumor
necrosis factor-α (TNF-α). Infliksimab merupakan antibodi
monoklonalkimerik manusia-tikus terhadap TNF-αmanusia.
Aktivitas biologis TNF-αdiperantai oleh ikatan trimer TNF-αyang
terikat-membran atau mudah larut dengan reseptor TNF-αpada
permukaan sel. Infliksimab terikat pada trimer TNF-α mudah larut
dengan afinitas tinggi sehingga mencegah sitokin agar tidak berikatan
dengan reseptornya. Kadar TNF-α serum total sejatinya dapat meningkat
karna ikatannya dengan infliksimab melambatkan bersihan TNF-α.
Infliksimab juga berikatan dengan TNF-α yang terikat membran dan
menetralkan aktivitasnya.Lebih lanjut bagian Fc pada regia IgG, manusia
dalam infliksimab menyebabkan terjadinya aktivitas komplemen dan
apoptosis yang diperantai oleh antibodi serta sitotoksisitas selular limfosit
T terativasi dan makofag.
B. PENGGUNAAN KLINIS
Infliksimab digunakan sebagi terapi akut dan konik pada penderita
penyakit Chron dan kolitis ulseratif berderajat sedang hingga berat.Obat
ini menyebabkan perbaikan gejala pada dua pertiga penderita penyakit
Chron yang cukup berat atau yang dapat menimbulkan penyakit fistula,
termasuk penderita yang bergantung pada kortikosteroid atau yang tidak
berespons terhadap 6-MP atau metotreksat. Penderita yang bereson dapat
diobati dengan pemberian infus yang terjadwal secara teratur, namun
sepertiga pasien pada akhirnya akan tidak berespons lagi meskipun
mendapat dosis yang lebih tinggi (10mg/kg) atau infus yang lebih sering.
Hilangnya respon pada kebanyakan pasien dapat disebabkan oleh
munculnya antibodi terhadap infliksimab.
Meskipun infliksimab saat ini merupakan satu-satunya agen TNF
yang disetujui oleh FDA untuk mengobati penderita penyakit peradangan
usus, agen anti-TNF telah menunjukkan manfaatnya pada uji terkontro
besar. Agen-agen ini meliputi adalimumab (antibodi IgG, terhumanisasi
sepenuhnya) dan certolizumab (polietilen fragmen Fab Polietilen
terglikolasi dari anti-TNF terhumanisasi), keduanya diberikan dengan
suntikan subkutan.
C. EFEK SAMPING
Timbul efek samping yang serius pada 6% pasien yang mendapat
terapi dengan infliksimab. Efek samping terapi infliksimab yang
terpenting adalah infeksi akibat supresi respons peradangan Th1. Terjadi
reaktivitas tuberkulosis laten yang disertai dengan diseminasi.
Pemberian infus infliksimab menyebabkan timbulnya reaksi akut
terhadap infus.Reaksi terhadap infus lebih sering dijumpai pada
pemberian infus kedua atau setelahnya ketimbang pada pemberian
pertama.Reaksi ringan yang muncul dini meliputi demam, nyeri kepala,
pusing, urtikaria, atau berbagai gejala kardiopulmunal ringan, seperti
nyeri dada, dispnea, atau instabilitas hemodinamik.Reaksi terhadap
pemberian infus berikutnya dapat dikurangi dengan pemberian
asetaminofen dan difenhidramin sebagai profilaksis.Reaksi akut berat
seperti hipotensi berat, sesak napas, spasme otot, dan keluhan dada,
mungkin memerlukan terapi dengan oksigen, epinefrin dan kortikostroid.

OBAT YANG DIGUNAKAN PADA AGEN ANTIEMETIK

Mual dan muntah dapat merupakan manifestasi berbagai macam penyakit,


yang mencakup efek simpang yang ditimbulkan oleh obat; infeksi atau penyakit
sistemis; kehamilan; disfungsi vestibular; infeksi atau peningkatan tekanan sistem
saraf pusat; peritonitis; gangguan hepatobiliar; radiasi atau kemoterapi; dan
obstruksi, dismotilitas, atau infeksi saluran cerna.

PATOFISIOLOGI

Pusat muntah pada batang otak terletak di formasio retikularis pada


medula oblongata bagian lateral dan mengoordinasikan proses muntah yang rumit
melalui interaksi dengan nervus kranialis VIII dan X serta jaringan neural dalam
nucleusu'actus solitarius yang mengatur pusat pernapasan, salivasi, dan
vasomotor. Berbagai reseptor muskarinik M histamin H1 dan serotonin 5-HT3
dalam kadar tinggi telah diketahui berada pada pusat muntah. Terdapat lima
sumber input aferen ke pusat muntah:

1. Zona pemicu kemoreseptor terletak dalam ventrikel keeInpat diarea postrema.


Lokasi ini terletak di luar sawar darah-ocak dan dapat diakses oleh rangsang
emetogenik Yang tardapat dalam darah atau cairan serebrospinal. Zona Pemicu
kemoreseptor kaya akan reseptor dopamin Dy reseptor serotonin S-HTy
neurokinin 1 (NK), dan reseptor Opioid.

2. Sistem vestibular berperan panting dalam timbulnya mabuk perjalanan/ motion


sickness via nervus kranialis. Sistem ini kaya akan reseptor muskarinik dan
reseptor histamin H1

3. Iritasi faring, yang dipersarafi oleh nervus vague, mencetuskan respons muntah
(gag and retch) yang nyata. Kombinasi berbagai agen antiemetik dengan
mekanisme kerja yang berbeda sering digunakan, terutama pada pasien yang
mengalami muntah akibat agen kemoterapeutik.

1. ANTAGONIS SEROTONIN 5-HT3

Farmakokinetik & Farmakodinamik

Antagonis selektif reseptor 5-HT3 memiliki sifat antiemetik poten yang


terutama diperantarai melalui blokade reseptor S-HT, sentral di pusat muntah dan
zona pemicu kemoreseptor serta blokade reseptor 5-HT, perifer pada nervus vagus
usus ekstrinsik dan nervus aferen spinalis.Efek antiemetik agen ini hanya terba tas
pada emesis yang disebabkan oleh stimulasi vagal (misalnya, pascabedah) dan
kemoterapi; rangsang emetik lainnya seperti motion sickness tidak dikendalikan
dengan baik.

Tersedia empat agen yang termasuk dalam kelompok ini: ondansetron,


granisetron, dolasetron, dan palonosetron. Keempat obat tersebut menjalani
metabolisme hati yang ekstensif dan dieliminasi melalui ekskresi hati dan
ginjal.Namun, penurunan dosis tidak diperlukan pada pasien geriatrik atau
penderita insufisiensi ginjal.Pada pasien dengan insufisiensi hati, penurunan dosis
ondansetron mungkin diperlukan.Agen-agen ini tidak menghambat reseptor
dopamin atau muskarinik.Obat ini tidak memiliki efek terhadap motilitas lambung
maupun esofagus tetapi dapat memperlambat transit kolon.

Penggunaan Klinis

A. Mual dan muntahpascabedah dan pascaradiasi

Antagonis reseptor 5-HT3 digunakan untuk mencegah atau mengobati mual dan
muntah pascabedah.Akibat efek simpangnya dan peningkatan batasan penggunaan
agen antiemetik lainnya, antagonis reseptor S-H'I'3 semakin banyak digunakan
untuk indikasi ini.Obat ini juga efektif mencegah dan mengobati mual dan muntah
pada pasien yang menjalani terapi radiasi pada seluruh tubuh atau abdomen.

2. ANTAGONIS RESEPTOR NEUROKININ

Obat ini tidak memiliki afinitas terhadap reseptor serotonin, dopamin, atau
kortikosteroid.

 Farmakokinetik & Farmakodinamik

Bioavailabilitas oral obat ini mencapai 65%, dan waktuparuh serumnya adalah
12 jam. Aprepitant dimetabolisme oleh hati, terutama oleh jalur CYP3A4.

 Penggunaan Klinis

Aprepitant digunakan dalam kombinasi dengan antagonis reseptor 5-HT3 dan


kortikosteroid _untuk mencegah mual dan muntah yang akut'dan tertunda akibat
regimen kemoterapeutik yang sangat emetogenik. Aprepritant diberikan per oral
selama 3 hari sebagai berikut: 125 mg diberikan 1 jam sebelum kemoterapi, yang
diikuti dengan 80 mg/hari selama 2 hari pascakemoterapi.
 Efek Samping & Interaksi Obat

Aprepritant dapat menyebabkan kelelahan, pusing, dan diare.(nyeri, kembung,


distensi, atau kram) yang terkait dengan penambahan kebiasaan buang air besar
(diare, konstipasi, atau keduanya). Setelah beberapa episode nyeri atau keluhan
abdomen, pasien menyadari adanya perubahan frekuensi defekasi atau konsistensi
feses.

 Terapi farmakologis

Pada sindrom usus iritabel ditujukan untuk meredakan nyeri dan keluhan
abdomen serta memperbaiki fungsi usus.Pada pasien dengan diare yang nyata,
agen antidiare, terutama loperamid, bermanfaat mengurangi frekuensi diare dan
urgensi untuk buang air besar.Pada pasien dengan konstipasi yang dominan,
suplemen serat dapat menyebabkan pelunakan feses dan penurunan peregangan;
namun, peningkatan produksi gas dapat mengeksaserbasi kembung dan keluhan
abdomen.Karena itu, laksatif osmotik, terutama milk of magnesia, umumnya
digunakan untuk melunakkan feses dan meningkatkan frekuensi buang air besar.

Dosis: Pada tetapi nyeri abdomen kronik, antidepresan trisiklik dosis tadah
(misalnya, amitriptilin atau desipramin, 10-50 mg/hari)

3. Laxatif (obat pencahar)

Konstipasi adalah gejala defekasi yang tidak memuaskan, yang ditandai


dengan buang air besar kurang dari 3x dalam seminggu atau kesulitan dalam
evakuasi feses akibat feses yang keras.bukan penyakit, gangguan gerakan kolon
dan atau rectum, dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan obat-obatan.

Mekanisme kerja

-Bulk forming (pembentuk massa):Menyerap air untuk meningkatkan masa feses


dan distensi usus untuk memulai aktivitas usus

-Emollient : Pelunak feses dan lubrikans, dan meningkatkan jumlah air dan lemak
dalam feses

-Hyperosmotic :Meningkatkan kandungan air feses dan menyebabkan: distensi


usus, meningkatkan peristaltik, dan defekasi
-Saline laxative :Meningkatkan tekanan osmotik dalam sal.cernadistensi usus,
meningkatkan peristaltik dan defekasi.

Contoh: magnesium sulfate, megnesium hydroxida, magnesium citrate,


sodium phosphate( fleet enema)

Indikasi

 Laksatif: pemebentukan masa feses( pada konstipasi akut dan kronis, IBS,
diverticulosis)
 Emollient: softening feses yg mengeras.
 Hyperosmotik : konstipasi kronis, persiapan diagnostik
 Saline: konstipasi, persiapan diagnostik
 Stimulans: konstipasi akut, persiapan diagnostik

Efek samping

 Pembentuk massa: tinja keras, overload cairan


 Emollient: skin rash, berkurangnya absorpsi vitamin
 Hyperosmotic: kembung, iritasi rectum
 Saline: keracunan magnesium( renal insuff), cramp, diare, haus.
 Stimulant: malabsorpsi nutrien, skin rash, gastric iritasi, iritasi rectum.

TERAPI ASAM EMPEDU UNTUK BATU EMPEDU

Ursodiol (asam ursodeoksikolat) merupakan asam empedu yang dijumpai


secara alamiah dan membentuk kurang dari 5% depot garam empedu dalam
sirkulasi manusia, dan persentasenya jauh lebih tinggi pada beruang. Setelah
pemberian oral,ursodiol diserap, terkonjugasi dalam hati dengan glisin atau taurin,
dan diekskresi dalam empedu. Ursodiol terkonjugasi menjalani resirkulasi
enterohepatik. Waktu paruhnya dalam serum adalah 100 jam. Bila diberikan
setiap hari untuk jangka waktu lama, ursodiol menyusun 30-50 % dapat asam
empedu yang terdapat dalam sirkulasi. Sejumlah kecil ursodial tak terkonjugasi
atau terkonjugasi yang tidak di absorpsi melintas kedalam kolon, tempat ursodiol
tersebut diekskresi atau mengalami dehidroksilasi oleh bakteri dalam kolon
menjadi asam litokolat, suatu zat yang berpotensi menimbulkan toksisitas hati.
 Farmakodinamik
Kelarutan kolesterol dalam empedu ditentukan oleh perbandingan relatif
antara asam empedu, lesitin dan kolesterol. Meskipun terapi ursodiol jangka
panjang menambah simpanan asam empedu, hal ini tampaknya bukan merupakan
mekanisme utama terjadinyapelarutan batu empedu. Ursodiol mengurangi
kandungan kolesterol dalam empedu dengan mengurangi sekresi kolesterol oleh
hati. Ursodiol tampaknya turut menstabilisasi membran kanalikular hepatosit,
kemungkinan dengan menurunkan kadar asam empedu endogen lainnya atau
dengan menghambat [penghancuran hepatosit berperentara imun.
 penggunaan klinis
ursodiol digunakan untuk melarutkan batu empedu kolesterol kecil pada
penderita penyakit kandung empedu simtomatik yang menolak untuk menjalani
kolesistektomi atau bukan merupakan calon yang baik untuk menjalani
pembedahan. pada dosis 10 mg/kg/hari selama 12 - 24 bulan, terjadi pelarutan
batu pada separuh pasien yang memiliki batu empedu kecil nonkalsifikasi (<5-10
mm). Obat ini juga efektif mencegah terjadinya batu empedu pada pasien obes
yang sedang menjalani terapi penurunan berat badan cepat. Beberapa uji coba
menunjukkan bahwa ursodiol dengan dosis 13-15 mg/kg/hari bermanfaat pada
pasien sirosis bilier primer tahap dini, karena mengurangi kelainan fungsi hati
dan memperbaiki gambaran histologi hati.
 Efek samping
Ursodiol tidak memiliki efek samping yang berat. Diare akibat garam
empedu jarang terjadi. Tidak seperti pendahulunya, yakni kenodeoksikolat,
ursodiol tidak menimbulkan hepatotoksisitas.

OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK MENGOBATI PENDARAHAN


AKIBAT VARISES.

Hipertensi portal paling sering terjadi sebagai konsekuensi penyakit hati


kronik. Hipertensi portal disebabkan oleh peningkatan alirah darah didalam sistem
vena porta dan peningkatan resistensi terhadap aliran portal di dalam hati. Alirah
darah splanknik meningkat pada penderita sirosis akibat resistensi arteriol yang
rendah, yang diperentarai oleh peningkatan vasodilator dalam sirkulasi dan
penurunan sensitivitas vaskular terhadap vasonkonstriktor. Resistensi intrahepatik
terhadap alirah darah meningkat pada sirosis akibat adanya fibrosis yang menetap
dalam ruang disse dan vena hepatik serta adanya vasokonstriksi reversibel pada
sinusoid dan venula hati. Beberapa efek yang ditimbulkan hipertensi [portal antara
lain asites, ensefalopati hepatik, dan terbentuknya kolateral portosistemik terutama
varises lambung dan esofagus. Varises dapat robek sehingga terjadi pendarahan
saluran cerna bagian atas yang massif.

Obat yang digunakan :

 SOMATOSTATIN & TERLIPRESIN


Farmakologi oktreotid telah dibahas diatas dalam topik agen Antidiare.
pada penderita sirosis dan hipertensi [portal, somatostatin intravena (250
mcg/jam) atau oktreotid intravena (50 mcg/jam) mengurangi aliran darah portal
dan tekanan varises. Namun, mekanisme kerjanya belum begitu dipahami.
Kedua obat tersebut tidak memicu kontraksi langsung otot polos vaskular.
Kerjanya dapat diperentarai melalui inhibuisi pelepasan glukagon dan peptida
usus lainnya yang mengubah aliran darah mesenterik. Meskipun data dari
berbagai uji khusus saling bertentangan, agen-agen ini kemungkinan efektif
menimbulkan hemostasis awal pada pendarahan varises esofagus.
Penggunaan : Obat-obat ini umumnya diberikan selama 3-5 hari.
 VASOPRESIN & TERLIPRESIN
Vasopresin (hormon antidiuretik) adalah hormon polipeptida yang
disekresi oleh hipotalamus dan disimpan dalam hipofisis posterior.. Meskipun
peran fisiologisnya yang utama adalah untuk mempertahankan osmolalitas
serum, vasopressin juga merupakan vasokonstriktor arteri yang poten. Bila
diberikan secara intravena dengan infus kontinu, vasopresinmenyebabkan
terjadinya vasokontriksi arteri splanknik sehingga mengurangi perfusi
splanknik dan tekanan vena portal sebelum munculnya oktreotid, vasopresin
dahulu banyak digunakan untuk mengobati pendarahan varises akut. Namun,
karena banyak menimbulkan efek samping, vasopresin tidak lagi digunakan
untuk tujuan tersebut. Sebaliknya, pada penderita pendarahan saluran cerna
akut yang berasal dari divertikulosis atau ekstasia vaskular pada usus halus atau
usus besar, vasopresin dapat diberikan melalui infus untuk menimbulkan
vasospasme kedalam salah satu cabang arteri mesenterika superior atau inferior
melalui suatu kateter yang ditempatkan secara angiografis.
 Efek simpang : akibat penggunaan vasopresin sistemis umum dijumpai.
Vasokonstriksi sistemis dan Perifer dapat menyebabkan hipertensi, iskemia
miokard atau infark, atau infark mesenterik. Efek ini dapat dikurangi oleh
pemberiannya bersama dengan nitrogliserin, yang dapat lebih lanjut
menurunkan tekanan vena porta (dengan menurunkan resistensi vaskular
portohepatik) dan dapat juga mengurangi vasospasme vaskular koroner dan
perifer yang disebabkan oleh vasopresin. Efek samping lainnya yang umum
dijumpai antara lain mual, kram abdomen, dan diare (akibat hipersensitivitas
usus).lebih lanjut, efek antidiuretik vasopresin membuat terjadinya retensi air
bebas, yang dapat menyebabkan hiponatremia, retensi cairan, dan edema paru.

Penyakit saluran serna lainnya:


 Ulkus Peptikum
Merupakan Ulkus peptikum adalah salah satu penyakit saluran pencernaan
atas yang kronis
Diagnosis :
• Faktor risiko : umur. Penggunaan obat-obatan aspirin atau OAlNS. kuman
Helicobacter pylori
• Anamnesis : terdapat nyeri epigastrium. dispepsia, nausea, vomitus.
anoreksia dan kcmbung.
Terapi :
• Tanpa komplikasi
• Suportif : nutrisi
• Pcmberian obat-obatan : antasida, antagonis reseplor AH2, PPI, pemberian
obat-obatan untuk mengikat asam empedu, Prokinetik, pemberian obat untuk
eradikasi kuman Helicobacter pylori, pemberian obat-obatan untuk
meningkatakan faktor defensif.

Penatalaksanaan
Tindakan / terapi hemostatik perendoskopik dengan adrenalin dan
etoksisklerol atau obat fibrinogen trombin atau tindakan hemostatik dengan heat
probe atau terapi laser atau terapi koagulasi tistrik atau bipolar prob,.Pemberian
obat somatostatin jangka pendek, Terapi embolisasi arteri melalui arteriografi,
Terapi bedah alau operasi, bila setelah semua pengobatan tersebut dilaksanakan
letap masuk dalam keadaan gawat, maka pasien masuk dalam indikasi operasi
KOMPLIKASI
• Perdarahan ulkus, perforasi
 Dispepsia

Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri,
mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa.

Diagnosis : Anamnesis terdapatnya kumpulan gejala tersebut di atas

Diagnosis Banding :

 Penyakit retluks gastroesofageal in-iiable Bowel Svndronte


 Karsinoma saluran cema bagian atas
 Kelainan pankreas dan kelainan hati

Pemeriksaan Penunjang : Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi,


pemeriksaan terhadap adanya infeksi Helicobacier pylori, pemeriksaan fungsi
hati, amilase dan lipase, fosfatase alkali dan gamma GT, USG Abdomen.

Terapi : Suportif: nutrisi , dan Pengobatan empirik selama 4 minggu

 Karsinoma Kolon

Karsinoma kolon merupakan keganasan pada saluran cerna bagian bawah


(kolon)

Diagnosis :

• Perubahan pola defekasi, konsisiensi, seringkali didapatkan hematokezia,


dapat dijumpai adanya tanda obstruksi saluran cerna bawah baik parsial
maupun total.
• Berat badan turun tanpa sebab
• Pemeriksaan fisik : tidak ada yang spesifik.
• Laboratoriurn : Feses lengkap dan tes benzidin.
• Pemeriksaan colok dubur untuk melihat adanya perdarahan saluran cerna
bagian bawah.
Pemeriksaan Penunjang : DPL. analisis feses lengkap, petanda tumor,
endoskopi saluran cerna bagian bawah dan biopsi, USG abdomen

Terapi : Berdasarkan staging : kemoterapi atau bedah

Komplikasi : Obstruksi saluran cerna, metastasis, perdarahan.

 Karsinoma rekti : Karsinoma rekti merupakan keganasan pada rektum

Diagnosis : Perubahan pola defekasi, berat badan turun tanpa sebab, seringkali
pada pemeriksaan colok dubur didapatkan massa

Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan DPL. feses lengkap. endoskopi


saluran cerna bagian bawah dan biopsi

Terapi : Berdasarkan staging, kemoterapi atau bedah

Komplikasi : Obstruksi saluran cerna bagian bawah, perdarahan

 Karsinoma gaster : Carsinoma gaster merupakan keganasan pada lambung

Diagnosis : Anamnesis dapat ditemukan adanya sindrom dispepsia, rasa tidak


enak pada perut bagian atas yang bersifat difus, cepat kenyang, sampai nyeri
yang hebat dan terus-menems. Anoreksia yang disertai dengan mual sering
dikeluhkan namun tidak selalu. Keluhan sulit menelan dapat pula terjadi.
Berat badan turun tanpa penyebab. Pemeriksaan fisik : pada awal penyakit,
biasa tidak didapatkan kelainan apapun. Pada keadaan lanjut didapatkan
adanya pembesaran pada pemeriksaan abdomen.

Pemeriksaan Penunjang : DPL, endoskopi saluran cerna bagian acts dan


biopsi, USG abdomen- CT scan abdomen

Terapi : Berdasarkan staging, bedah atau kemoterapi

Komplikasi : Obstruksi saluran cerna bagian atas

 Hematemesis melena

Hematemesis adalah muntah darah benvarna hitam ter yang berasal dari
saluran cerna bagian atas. Melena adalah buang air besar (BAB) berwama
hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan
saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum
Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.

Diagnosis : Muntah dan BAB darah warna hitam dengan sindrom dispepsia,
bila ada riwayat makan obat GAINS, jamu pegal linu, alkohol yang
menimbulkan erosl/ulkus peptikum. Riwayat sakit kuning/hepatitis. Keadaan
umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat disertai pangguan kesadaran
(prekoma. koma hepatikum), dapat terjadi syok hipovolemik

Pemeriksaan Penunjang : DPL. hemostasis lengkap atau masa pcrdarahan.


masa pembekuan, masa protrombin, elektrolit (Na, K., Cl), pemeriksaan
Fungsi hati (cholinesterase. Albumin/globulin. SGOT/SGPT. pertanda
hepatitis B dan C), endoskopi SCBA diagnostik atau foto rontgen OMD, USG
hati.

Terapi Nonfarmakologis : tirah baring, puasa, diet hati/lambung, pasang


NGT untuk dekompresi. pantau perdarahan

Farmakologis:Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb).


Pada kasus varises transfusi sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non
varises transfusi sampai dengan Hb 12gr%.Sementara menunggu darah dapat
diberikan pengganti plasma (misalnya dekstran-hemacel) atau NaCl 0,9% atau
RL.

Untuk penyebab non varises :

1. Injeksi antagonis reseptor 112 atau penghambat pompa proton


2. Sitoprotektor: Sukralfat 3-4 x 1 gram atau Teprenon 3 x 1 tab
3. Antasida
4. Injeksi vitamin K. untuk pasien dengan penyakit hati kionis atau sirosis
hati
H. PENCEGAHAN GANGGUAN PENCERNAAN

Gangguan pencernaan dapat dicegah dengan menjalani pola hidup sehat,


antara lain:

 Mempertahankan berat badan ideal, atau menurunkan secara perlahan bila


berat badan berlebih.
 Memperbanyak makanan berserat, seperti buah dan sayur.
 Rutin berolahraga.
 Mencukupi asupan cairan.
 Tidak menunda bila terasa hendak BAB.
 Tidak mengejan terlalu keras saat BAB.
 Menghindari duduk atau jongkok terlalu lama di toilet.
 Menghindari konsumsi alkohol.
 Menerapkan perilaku seksual yang aman dengan menggunakan kondom
dan tidak bergonta-ganti pasangan, serta menghindari berbagi penggunaan
jarum suntik, untuk mencegah hepatitis akibat virus.
DAFTAR PUSTAKA

Katzung,G.Bertram. Farmakologi Dasar & Klinik Edisi 10. Buku Kedokteran


.EGC.

Andrianto, P. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta:


PenerbitBuku Kedokteran EGC.

Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2004.Biologi. Edisi Kelima Jilid
3.Jakarta.

Erlangga.Dipiro, J. 2009. Pharmacotherapy Handbook: 7th edition. Mcgraw hill


Education.USA.

Ferri, FF. 2009. Appendicitis Acute. In: Ferri FF.

Ferri's Clinical Advisor 2009:Instant Diagnosis and Treatment. Philadelphia, Pa.:


MosbyElsevier.

Ganiswarna,Sulistia G., 1995,Farmakologi dan Terapi, Edisi 4,


FakultasKedokteran UI, Jakarta.

Silverthorn. 2001. Human Psysiology an Integrated Approach 2nd Edition.


NewYork: Prentice Hall Inc.

Tjay, Tan Hoan dan Rahardja Kirana. 2002.Obat-Obat Penting, Edisi


Keenam.Jakarta : Gramedia

Anda mungkin juga menyukai