FARMAKOLOGI II
GANGGUAN SALURAN CERNA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK :3
ANGGOTA KELOMPOK : SONIA DWI UTAMI (1704054)
RAFIQ OKTAFIANUS (1704058)
KHELVIA KASISUCI RILYANT (1704060)
DILA FARISA (1704062)
LOLA SOFIANA (1704064)
NIKEN MELINIA PUTRI (1704068)
AMILIA PUTRI (1704070)
ASSYA AMATUL FIRDAUSA (1704074)
AULIA RAMADHANTY (1704078)
RIDHO ANDRIZA (1704080)
KELAS :B
DOSEN : DR. EKA FITRIANDA, M.FARM,APT
A. DEFENISI
B. KLASIFIKASI
Ibu hamil.
Makanan atau minuman tertentu yang sulit untuk dicerna, seperti makanan
dengan kadar asam, lemak, gula, atau karbohidrat yang tinggi.
Pola makan.
Genetik.
Kebiasaan merokok.
D. PATOFISIOLOGI
Muntah terjadi bila kedua jaras eferen somatik dan viseral menyebabkan
penutupan glotis, kontraksi diagfragma mempunyai pilorus dan relaksi lambung
diikuti oleh kontraksi peristaltik yang berjalan dari lambung tengah keujung
insisura dengan kontraksi abdmen, diagfragma, dan interkosta, muntah berkaitan
dengan tanda dan gejala cetusan otonom.Semua ada kaitan dengan gangguan
traktus gastrointestinalis, terutama obstruksi, dengan obstruksi tinngi akut
menyebabkan muntah dini. Kekacauan otonom, obat-obatan gangguan
psikogenik, dan penelanan bahan-bahan yang berbahaya merupakan menyebab
lain yang sering.
E. MANIFESTASI KLINIS
a. Keluhan pada mulut, bau mulut yang tidak sedap, atau rasa tidak enak atau
rasa pahit pada mulut, rasa tidak enak pada mulut yang menetap biasanya
disebabkan karena keluhan psikhis.
b. Anoreksia, keluhan nafsu makan menurun dapat ditemukan pada semua
penyakit, termasuk juga penyakit saluran makan.
c. Disfagia, merupakan keluhan yang disebabkan kelainan pada esofagus,
yaitu timbulnya kesulitan pada waktu menelan makanan atau cairan.
Kesulitan meneruskan makanan dari mulut kedalam lambung biasanya
disebabkan oleh kelainan dalam tenggorokan biasanya infeksi atau tumor di
oropharynx, larynx, spasme dari oto cricopharynx. Rasa terhentinya
makanan didaerah retrosternal setelah menelan makanan, biasanya
disebabkan kelainan dalam esofagus sendiri, yaitu timbulnya regurgitasi,
refluks asam, rasa nyeri didada yang intermiten, misalnya pada akhalasia,
karsinoma esofagus, spasme yang difus pada esofagus.
d. Nausea, beberapa rangsangan yang dapat menimbulkan rasa mual, rasa
mual diantaranya adalah: rasa nyeri dalam perut, rangsangan labirin, daya
ingat yang tak menyenangkan.
e. Vomitus, timbulnya muntah-muntah sebagai akibat karena kontraksi yang
kuat dari antrum dan pilorus dan timbulnya anti peristaltik yang kuat pada
antrum dengan disertai relaksasi dari otot-otot spinghter kardia, disusul
melebarnya esofagus dan menutupnya glotis.
f. Nyeri tekan, kekakuan, demam, massa yang dapat diraba, bising usus
berubah, perdarahan gastrointestinal, defisit nutrisional, ikterus dan tanda
disfungsi hepar.
F. KOMPLIKASI
1. GOLONGAN AMINOSALISILAT
Obat yang mengandung asam 5-aminosalosilat (5-ASA) telah berhasil
digunakan selama beberapa dekade sebagi terapi untuk penyakit peradangan
usus. 5-ASA hanya dibedakan dengan asam salisilat oleh adanya penambahan
gugus amino pada posisi 5 (meta). Sebanyak 80% 5-ASA yang bersifat cair dan
tidak diformulasi khusus diserap dari usus halus sehingga tidak mencpai bagian
distal usus halus atau kolon dalam jumlah yang cukup banyak.Untuk mengatasi
cepatnya penyerapan 5-ASA dari usus halus bagian proksimal, sejumlah
formulasi 5-ASA telah dirancang untuk menghantarkan zat ini ke berbagai
bagian distal usus halus atau kolon, antara lain sulfasalazin, olsalazin,
balsalazid, dan berbagai bentuk mesalamin.
A. FARMAKOKINETIK & FARMAKODINAMIK
Untuk senyawa azo, 10% sulfasalazin dan kurang dari 1% balsalazid
diserap sebagai senyawa alaminya.Setelah pemecahan sulfasalazin oleh
azoreduktase, lebih dari 80% molekul kariernya, yakni sulfapiridin, diserap
secara sistemis dari kolon. Sulfapiridin dimetabolisme dihati (termasuk
asetilasi) dan disekresi melalui ginjal, sebaliknya setelah pemecahan
balsalazid oleh azoreduktase, lebih dari 70% peptia kariernya didapatkan
kembali dalam keadaan utuh difeses sehingga obat ini hanya sedikit diserap
secara sistematis.
Efek utama salisilat dan OAINS lainnya terjadi akibat blokade
sintesis prostaglandin oleh inhibisi siklooksigenase.Namun, aminosalisilat
menimbulkan berbagai macam efek terhadap produksi prostaglandin.5-
ASA dianggap memodulasi mediator inflamasi yang berasal dari jalur
siklooksigenase dan lipoksigenase.Mekanisme potensial kerja obat 5-ASA
berkaitan dengan kemampuannya untuk mengganggu produksi sitokin
inflamatorik.5-ASA menghambat nuclear factor-kB (NF-kB), suatu faktor
transkripsi yang penting bagi sitokin proinflamatorik.5-ASA dapat pula
menghambat fungsi selular pada sel pembunuh alamiah (Natural killer),
limfosit mukosa, dan makrofag, serta dapat menangkap metabolit oksigen
reaktif.
B. PENGGUNAAN KLINIS
Obat-obat 5-ASA menginduksi dan mempertahankan remisi pada
kolitis ulseratif dan dianggap merupakan agen lini pertama pada terapi
kolitis ulseratif aktif-ringan hingga sedang.Efikasinya pada penyakit chron
belum ditentukan secara pasti, meskipun banyak klinisi menggunakan agen
5-ASA sebagai terapi lini pertama pada penyakit ringan hingga sedang
yang mengenal kolon atau ileum distal.
Efektifitas terapi 5-ASA bergantung pada sebagian pada tercapainya
obat dalam konsentrasi tinggi ditempat penyakit aktif. Karena itu,
suppositoria atau enema 5-ASA bermanfaat bagi penderita kolitis ulseratif
atau penyakit chron dengan patologi yang terbatas pada rektum (proktitis)
atau kolon distal (proktosigmoiditis), pada penderita kolitis ulseratif atau
olitis chron yang meluas hingga kolon proksimal, senyawa azo dan sediaan
mesalamin dapat digunakan. Untuk mengobati penyakit chron yang
melibatkan usus halus, senyawa mesalamin, yang melepaskan 5-ASA
diusus halus, secara teoritis lebih bermanfaat daripada senyawa azo.
C. EFEK SAMPING
Efek samping aminosalisilat meliputi diare, mual, muntah, nyeri
lambung, memperburuk gejala kolitis, sakit kepala, reaksi hipersensitif
(termasuk ruam dan urtikaria); efek samping yang jarang terjadi adalah
pankreatitis akut, hepatitis, miokarditis, perikarditis, gangguan paru-paru
(eosinofilia dan fibrosing alveolitis), neuropati perifer, gangguan darah
(agranulositosis, anemia aplastik, leukopenia, methemoglobinemia, lihat
juga rekomendasi di atas), disfungsi ginjal (nefritis interstisial, sindrom
nefrotik), mialgia, artralgia, reaksi kulit (sindrom seperti lupus
erithematous, sindrom Stevens Johnson), alopesia.
2. GLUKOKORTIKOID
A. FARMAKOKINETIK & FARMAKODINAMIK
Dalam praktik gastrointestinal , prednison dan prednisolon
merupakan glukokortikoid oral yang paling banyak digunakan. Obat-obat
ini memiliki durasi aktivitas biologis sedang sehingga dapat diberikan
sekali sehari.Enema, busa atau supositoria hidrokortison digunakan untuk
memaksimalkan efek terhadap jaringan kolon dan memperkecil
penyerapan sistemis via terapi topikal pada penyakit peradangan usus aktif
direktum dan kolon sigmoid.Penyerapan hidrokortison menurun pada
pemberian rektal, meskipun terjadi penyerapan sebanyak 15-30% dosis
yang diberikan. Dijaringan lain, glukokortikoid menghambat produksi
sitokin inflamatorik (TNF-α, IL-1) dan kemokin (IL-8), menurunkan
ekspresi molekul adhesi sel inflamatorik, dan menghambat transkripsi gen
nitrat oksida sintase, fosofolipase A2, siklooksigenase2, dan NF-kB.
B. PENGGUNAAN KLINIS
Glukokortikoid banyak digunakan untuk mengobati penderita
penyakit peradangan usus aktif-sedang hingga berat.Penyakit yang aktif
umumnya diobati dengan prednison dan prednisolon oral.Dosis awal 40-
60 mg/hari.Dosis obat yang lebih tinggi tidak terbukti lebih efektif tetapi
memiliki efek simpang yang jauh lebih besar.Begitu pasien berespons
terhadap terapi awal (biasanya dalam 1-2 minggu), dosisinya diturunkan
secara perlahan untuk mengurangi kemungkinan timbulnya efek
simpang.Pada pasien yang sakit berat, obat ini biasanya diberikan secara
intravena.Untuk mengobati penyakit peradangan usus yang mengenai
rektum atau kolon sigmoid, glukokortikoid yang diberikan per-rektal lebih
dianjurkan karena penyerapan sistemisnya yang lebih rendah.
PATOFISIOLOGI
3. Iritasi faring, yang dipersarafi oleh nervus vague, mencetuskan respons muntah
(gag and retch) yang nyata. Kombinasi berbagai agen antiemetik dengan
mekanisme kerja yang berbeda sering digunakan, terutama pada pasien yang
mengalami muntah akibat agen kemoterapeutik.
Penggunaan Klinis
Antagonis reseptor 5-HT3 digunakan untuk mencegah atau mengobati mual dan
muntah pascabedah.Akibat efek simpangnya dan peningkatan batasan penggunaan
agen antiemetik lainnya, antagonis reseptor S-H'I'3 semakin banyak digunakan
untuk indikasi ini.Obat ini juga efektif mencegah dan mengobati mual dan muntah
pada pasien yang menjalani terapi radiasi pada seluruh tubuh atau abdomen.
Obat ini tidak memiliki afinitas terhadap reseptor serotonin, dopamin, atau
kortikosteroid.
Bioavailabilitas oral obat ini mencapai 65%, dan waktuparuh serumnya adalah
12 jam. Aprepitant dimetabolisme oleh hati, terutama oleh jalur CYP3A4.
Penggunaan Klinis
Terapi farmakologis
Pada sindrom usus iritabel ditujukan untuk meredakan nyeri dan keluhan
abdomen serta memperbaiki fungsi usus.Pada pasien dengan diare yang nyata,
agen antidiare, terutama loperamid, bermanfaat mengurangi frekuensi diare dan
urgensi untuk buang air besar.Pada pasien dengan konstipasi yang dominan,
suplemen serat dapat menyebabkan pelunakan feses dan penurunan peregangan;
namun, peningkatan produksi gas dapat mengeksaserbasi kembung dan keluhan
abdomen.Karena itu, laksatif osmotik, terutama milk of magnesia, umumnya
digunakan untuk melunakkan feses dan meningkatkan frekuensi buang air besar.
Dosis: Pada tetapi nyeri abdomen kronik, antidepresan trisiklik dosis tadah
(misalnya, amitriptilin atau desipramin, 10-50 mg/hari)
Mekanisme kerja
-Emollient : Pelunak feses dan lubrikans, dan meningkatkan jumlah air dan lemak
dalam feses
Indikasi
Laksatif: pemebentukan masa feses( pada konstipasi akut dan kronis, IBS,
diverticulosis)
Emollient: softening feses yg mengeras.
Hyperosmotik : konstipasi kronis, persiapan diagnostik
Saline: konstipasi, persiapan diagnostik
Stimulans: konstipasi akut, persiapan diagnostik
Efek samping
Penatalaksanaan
Tindakan / terapi hemostatik perendoskopik dengan adrenalin dan
etoksisklerol atau obat fibrinogen trombin atau tindakan hemostatik dengan heat
probe atau terapi laser atau terapi koagulasi tistrik atau bipolar prob,.Pemberian
obat somatostatin jangka pendek, Terapi embolisasi arteri melalui arteriografi,
Terapi bedah alau operasi, bila setelah semua pengobatan tersebut dilaksanakan
letap masuk dalam keadaan gawat, maka pasien masuk dalam indikasi operasi
KOMPLIKASI
• Perdarahan ulkus, perforasi
Dispepsia
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri,
mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa.
Diagnosis Banding :
Karsinoma Kolon
Diagnosis :
Diagnosis : Perubahan pola defekasi, berat badan turun tanpa sebab, seringkali
pada pemeriksaan colok dubur didapatkan massa
Hematemesis melena
Hematemesis adalah muntah darah benvarna hitam ter yang berasal dari
saluran cerna bagian atas. Melena adalah buang air besar (BAB) berwama
hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan
saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum
Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.
Diagnosis : Muntah dan BAB darah warna hitam dengan sindrom dispepsia,
bila ada riwayat makan obat GAINS, jamu pegal linu, alkohol yang
menimbulkan erosl/ulkus peptikum. Riwayat sakit kuning/hepatitis. Keadaan
umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat disertai pangguan kesadaran
(prekoma. koma hepatikum), dapat terjadi syok hipovolemik
Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2004.Biologi. Edisi Kelima Jilid
3.Jakarta.