Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


MEDIS THALASEMIA DI RUANG RUBY RS. LAVALETTE

OLEH:

Muh Ikhwan (P17212195021)


Nancitya Astri K (P17212195021)
Risky Putri P (P17212195053)
Putra Kukuh Catur (P17212195062)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
TAHUN 2019
LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


MEDIS THALASEMIA DI RUANG RS. LAVALETTE MALANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Kelompok Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Medikal Bedah

OLEH:

Muh Ikhwan (P17212195049)


Nancitya Astri K (P17212195021)
Risky Putri P (P17212195053)
Putra Kukuh Catur (P17212195062)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Pujisyukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan seminar asuhan keperawatan dengan judul“Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Diagnosa Thalasemia Di Ruang Ruby Rs. Lavalette
Malang”sebagai salah satu syarat tugas akhir Praktik Klinik Keperawatan
Medikal Bedah di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Program Studi Profesi
Ners Jurusan Keperawatan Malang.
Kami menyadari bahwa dalam laporan ini tidak lepas dari bimbingan,
bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang kami
hadapi dapat diatasi. Oleh karena itu, kami menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Pembimbing Akademik Medikal Bedah Program Studi Profesi Ners
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malangyang telah membimbing kami.
2. Perseptor Klinik Ruang Ruby Rumah Sakit Lavalette Malang yang telah
membimbing kami.
3. Semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuannya dalam
menyelesaikan laporan ini.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, kami menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisanlaporan ini, sehingga kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaanlaporan ini.

Malang ,19 November 2019

Kelompok 8

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1


DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 3
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 3
B. Identifikasi Masalah ............................................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................. 4
D. Manfaat Penulisan ................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 6
A. Definisi Thalasemia ............................................................................................... 6
B. Etiologi ................................................................................................................... 6
C. Patofisiologi ........................................................................................................... 8
D. Manifestasi Klinis................................................................................................ 10
E. Klasifikasi Thalasemia........................................................................................ 12
F. Komplikasi ........................................................................................................... 15
G. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................. 17
H. Penatalaksanaan ............................................................................................. 19
I. Asuhan Keperawatan Pada thalsemia .............................................................. 21
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................... 24
BIODATA ........................................................................................................................ 24
KESEHATAN KLIEN RIWAYAT ............................................................................... 24
POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI ............................................................................ 24
BAB IV ............................................................................................................................. 46
REVIEW JURNAL ......................................................................................................... 46
Review Jurnal .................................................................................................................. 47
BAB V KESIMPULAN ................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 50

2
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Thalassemia adalah penyakit monogenik paling umum dan ditandai dengan
anemia hipokromatik dan mikrositik, yang terjadi akibat dari tidak adanya atau
berkurangnya sintesis rantai globin.(Gallagher, 2006)
Thalasemia juga merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling sering
terjadi didunia, sangat umum dijumpai disepanjang sabuk thalasemi yang
sebagian besar wilayahnya merupakan endemis malaria. Heterogenitas molecular
penyakit tersebut carrier thalasemia- β sangat bervariasi dan berkaitan erat dengan
pengelompokan populasi sehingga dapat dijadikan pertanda genetic populasi
tertentu. Keberadaan Thalasemia merupakan penyakit menurun terbanyak di
dunia. Berdasarkan data terakhir dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan 250.000.000 penduduk dunia (4.5%) membawa genetik Thalasemia.
Dari 250.000.000, 80.000-90.000 diantaranya membawa genetik Thalasemia Beta.
Sementara itu, 300.000 anak terinfeksi tiap tahunnya, dan 60.000-70.000 diantara
menderita Thalasemia Beta. Secara keseluruhan populasi pembawa genetic
Thalasema naik secara signifikan.(Wilson, 2004) Di Indonesia sendiri, jumlah
penderita Thalasemia mengalami kenaikan. Pada tahun 1994, jumlah penderita
Thalesemia mencapai 500 jiwa. Angka tersebut meningkat 3 kali lipat menjadi
1500 jiwa pada tahun 2008, dan memprediksikan pada tahun 2020 nanti, angka
penderita Thalasemia naik drastis menjadi 22.500 jiwa.(Wahidayat, 2009)
Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan Yayasan
ThalassaemiaIndonesia (YTI) pada tahun 2008, jumlah orang dengan thalasemia
kini mencapai lebih dari 6.000 dan orang hampir 10% penduduk Indonesia
merupakan pembawa sifat penyakit ini, bahkan mungkin lebih besar jumlahnya.
(Dinkes, 2009).Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menyusun
Seminar Akhir Stase Medikal Bedah dengan “ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIENDENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI DAN
IMUNOLOGI :THALASEMIA DI RUANG RUBY RSLAVALETTE
MALANG”.
4

B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas penulis tertarik melakukan asuhankeperawatan
dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIENDENGAN
GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI DAN IMUNOLOGI :THALASEMIA
DI RUANG RUBY RSLAVALETTE MALANG”.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada Ny. R dengan gangguan
system Hematologi dan Imunologi : Thalasemia di ruang Ruby Rs. Lavalette
Malang
a. Melakukan pengkajian pada Ny.. R dengan gangguan system Hematologi
dan Imunologi : Thalasemia
b. Merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan pada Ny. R dengan
gangguan system Hematologi dan Imunologi : Thalasemia
c. Menyusun intervensi keperawatan pada Ny. R dengan gangguan system
Hematologi dan Imunologi : Thalasemia
d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny. R dengan gangguan
system Hematologi dan Imunologi : Thalasemia
e. Melaksanakan evaluasi pada Ny. R dengan gangguan system Hematologi
dan Imunologi : Thalasemia
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
informasi dalam bidang keperawatan tentang asuhan keperawatan dengan
gangguan sistem Hematologi dan Imunologi : Thalasemia
2. Manfaat Praktis
a. Bagi struktur Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalampelaksanaan
praktek pelayanan keperawatan khususnya padakeperawatan dengan
gangguan sistem Hematologi dan Imunologi :Thalasemia.
b. Bagi Instansi Akademik
5

Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar


tentangasuhan keperawatan dengan gangguan sistem Hematologi
danImunologi : Thalasemia yang dapat digunakan acuan bagi
praktekmahasiswa keperawatan.
c. Bagi penulis
Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan danpengalaman
khususnya dibidang sistem Hematologi dan Imunologi :Thalasemia
d. Bagi Keluarga
Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang Thalasemiabeserta
penatalaksanaannya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Thalasemia
Thalasemia adalah gangguan sintesis hemoglobin akibat penurunan produksi
satu atau lebih rantai globin dan merupakan penyakit herediter yang diturunkan
secara autosomal resesif (Harvina, 2018)
Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif
umum terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk
mengatasi sel-sel darah merah. (Kliegman,2012).
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. (Mansjoer, 2000 )Thalasemia merupakan kelompok kelainan
genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha
atau beta (Hoffbrand dkk, 2006).
B. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Harvina, 2018). Thalassemia
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan
resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta
yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu
komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang
mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).
Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan
gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia
(Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua
orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses
pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan
sebelah lagi dari ayahnya.

6
7

Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka


pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan
pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari
bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak
hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya
membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin
beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami
isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua
orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka
tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-
anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa
sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut
kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di
kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal,
atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.(hoffbrand dkk,2006)
Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah
1. Gangguan resesif autosomal yang diturunkan
2. Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai
alfa globin
8

C. Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi
pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah
merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa
dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai
beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen.
Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive.
Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi.
Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan
anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida
ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta,
atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan
pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator
produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada
rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F.
(Suriadi,2001)
9
10

D. Manifestasi Klinis
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi.
Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik
dan sering tidak terdeteksi.
2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6
bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran
limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung,
pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau
warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung
datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan
seksual.
Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan
kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :
1. Splenomegali
2. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala,
tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur
spontan.
3. Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat
otot jantung.
4. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
5. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
6. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat
besi.
7. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.

Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar.


Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan
beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-
11

debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah.
Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena
penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih
keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi
tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung
maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam
(fasise cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita
thalasemia.(hoffbrand dkk,2016)
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai
beratnya gejala klinis(Doenges,2000 dalam Harvina, 2018) :
1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara
tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada
umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa
yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah
penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan
menyebabkan pertambahan volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang
mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan
muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang
prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak
sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak
sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi
akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis
ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa
dewasa.
12

6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
 Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
 Thalasemia intermedia
 Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
7. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak
sel normoblas).
8. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%,
kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45%
pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
9. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat
meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi
memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau
tidak adanya sintetis rantai beta.

E. Klasifikasi Thalasemia
1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)
Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada
kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi
seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai
menjadi lebih panjang dari kondisi normal.Faktor delesi terhadap empat gen α
globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)
b. Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang ada
masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala
bila ia terkena thalasemia.
c. Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
13

d. Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH
dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan
dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular
volume) 60-75 fl.
e. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
f. Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia
hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan
retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak
terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan
kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β 4). Dengan banyak
terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit
sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat
tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan
MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl.
g. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
h. Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak
Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai γ
sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi
klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat
anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan
80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF.
Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan beberapa jam setelah
kelahirannya.
2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek
kromosom 11.
a. Thalassemia β o
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β
sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan
HbA
b. Thalassemia β +
14

Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan


fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan
HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.
Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
3. Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat
thalasemia.Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan
biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita
bercirikan :
 Lemah
 Pucat
 Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
 Berat badan kurang
 Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya.
4. Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan,
biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan
untuk orang normal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-
anaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
 Gizi buruk
 Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
 Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati(Hepatomegali ),
Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja
Gejala khas adalah:
 Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak
antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
 Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi
kelabu karena penimbunan besi
15

F. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
thalassemia.
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung
yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung. Ada
beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta
mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi
jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh oleh dokter spesialis
jantung. Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan
dengan terapi khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat
penghambat enzim konversi angiotensin.memeriksakonduksi aliran listrik
jantung
2. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh
kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat
terjadi adalah sebagai berikut:
 Nyeri persendian dan tulang
 Osteoporosis
 Kelainan bentuk tulang
 Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel
darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya
jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan
menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif,
serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi
pengangkatan limpa merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah
ini.
16

Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan
meningitis, disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan
operasi pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam
melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak Anda memiliki gejala infeksi,
seperti nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat fatal.
4. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau
penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu
digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu, penderita
thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat
antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat
dilakukan terapi khelasi.
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap
zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan
terapi khelasi, dapat mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan
terapi pergantian hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan
dan masa pubertas yang terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada
beberapa komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas
seperti berikut ini:
 Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
 Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan
anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk
mengukur pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan
pada para remaja yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap
satu tahun sekali.
17

G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi
pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini:
Thalassemia < kontrol < spherositosis (Maureen,1999). Studi OF
berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan
berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%,
spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Maureen,1999).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose
seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Maureen,
1999).
18

Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang


diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan
<13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait
kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun
ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal
ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Ngastiyah, 1997).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1
95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini
tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa
digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor
Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan
Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun,
elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit,
2007).
b. Kromatografi hemoglobin Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2
tidak terpisah baik dengan HbC. Pemeriksaan menggunakan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) pula membolehkan
penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb
E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung
konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe
Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku
19

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
a.Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh
(iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun
untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara
subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
b. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen
dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari
suplemen (transfusi).
c.Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus
menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif
(misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin
diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam
tahap penelitian.
d. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian
parenteral obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin
diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan
pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus :
 Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari
6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
 Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2
tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma
yang berakibat perdarahan cukup besar.
20

 Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.


 Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses
hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi
absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
 Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang
sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit
dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum
memadai.
3. Penatalaksanaan Pengobatan
a. Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu
membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan
terjadi kompensasi tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ
tubuh bekerja lebih keras sehingga terjadilah pembesaran jantung,
pembesaran limpa, pembesaran hati, penipisian tulang-tulang panjang,
yang akirnya dapat mengakibakan gagal jantung, perut membuncit, dan
bentuk tulang wajah berubah dan sering disertai patah tulang disertai
trauma ringan.
b. Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada
organ-organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman ,
sementara penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada
jantung, kelenjar endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung,
pubertas terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan
tidak dapat mempunyai keturunan.
c. Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis
B, hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat
anak thalassemia menjadi rendah diri.
d. Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang
pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan
25% anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor,
dan 25% anak sakit thalassemia mayor.
4. Penatalaksanaan Pencegahan.
a. Pencegahan primer
21

b. penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk


mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak
mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2
hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia
(homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
c. Pencegahan sekunder
d. Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan
Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan
dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit.
Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir
adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
e. Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion
merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus
homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan
abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).

I. Asuhan Keperawatan Pada thalsemia


1. Pengkajian
a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri,
thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada
thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau
infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai
alat transport.
d. Pertumbuhan dan Perkembangan
22

Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap


tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor,
pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
e. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB
rendah dan tidak sesuai usia.
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah
orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko
terkena talasemia mayor.
h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka
ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak
setelah lahir.
i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
1. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang
seusia.
2. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan
pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan
muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata
lebar, tulang dahi terlihat lebar.
3. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
4. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
23

5. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya


pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
6. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatospek nomegali).
7. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB
di bawah normal
8. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak,
pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai
tapa odolense karena adanya anemia kronik.
9. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering
mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi.
Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan
kulit (hemosiderosis).(Nurarif,2013)
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

BIODATA
Nama : Ny R
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 24 tahun
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Jl LA Sucipto
No. Register : 1907xxxx
Tanggal MRS : 13 Oktober 2019
Tanggal Pengkajian : 14 Oktober 2019
Diagnosa Medis : Thalasemia + Anemia

KESEHATAN KLIEN RIWAYAT


1. Keluhan Utama / Alasan Masuk Rumah Sakit :
Px mengeluh badan terasa lemas, mual, badan terasa dingin, melakukan
aktivitas cepat lelah.

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Saat di rumah px merasa badannya lemas, sering pusing memberat 2-3 hari ini,
mual-mual.Lalu px di bawa ke IGD oleh keluarga setelah menjalani
pemeriksaan tenyata ditemukan hasil laboratorium Hb rendah 2.1 g/dL.Setelah
itu px dianjurkan untuk rawat inap di Ruang Rubi

3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu :


Px mengidap penyakit thalasemia sejak kecil.Sekitar 4 tahun yang lalu MRS
dengan transfusi darah.Lalu bulan Juni 2019 MRS dengan transfusi darah.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga :


Di keluarga px tidak ada yang menderita penyakit thalasemia.

POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI


A. POLA TIDUR/ISTIRAHAT :
1. Waktu tidur
px tidur malam 6-7 jam , disiang hari px tidur 2 jam

24
25

2. Waktu Bangun
px biasa bangun tidur pagi jam 04.30
3. Masalah tidur
tidak ada masalah tidur
4. Hal-hal yang mempermudah tidur
px dapat tidur dengan sendirinya tanpa obat ataupun yang lainnya
5. Hal-hal yang mempermudah klien terbangun
Tidak ada

B. POLA ELIMINASI :
1. BAB
1 x/hari, tidak konstipasi, tidak diare
2. BAK
3 x/hari, berwarna kuning jernih, tidak terjadi distensi kandung kemih
3. Kesulitan BAB/BAK
tidak ada kesulitan BAB maupun BAK
4. Upaya/Cara mengatasi masalah tersebut
Tidak ada

C. POLA MAKAN DAN MINUM :


1. Jumlah dan jenis makanan
px makan 3x/hari, diit tim 1500 kal
2. Waktu Pemberian Makan
pagi jam 07.00 ,siang jam 12.00, malam jam 19.00
3. Jumlah dan Jenis Cairan
px minum 1 L/hari
4. Waktu Pemberian Cairan
sewaktu-waktu
5. Pantangan
Tidak ada
6. Masalah Makan dan Minum
nafsu makan berkurang
a. Kesulitan mengunya : tidak ada kesulitan mengunyah
b. Kesulitan menelan : tidak ada kesulitan menelan
c. Mual dan Muntah : px mual-mual
d. Tidak dapat makan sendiri: px dapat makan sendiri
7. Upaya mengatasi masalah
Makan sedikit-sedikit tetapi sering

D. KEBERSIHAN DIRI/PERSONAL HYGIENE :


1. Pemeliharaan Badan
px mandi 2x/hari dengan bantuan keluarga
26

2. Pemeliharaan Gigi dan Mulut


px menggosok gigi setiap kali mandi
3. Pemeliharaan Kuku
kuku tampak bersih dan tidak panjang

E. POLA KEGIATAN/AKTIVITAS LAIN :


Px saat ini dianjurkan untuk bedrest.

DATA PSIKOSOSIAL
1. Pola Komunikasi
pola komunikasi verbal, berbicara kuat
2. Orang yang paling dekat dengan klien
suami dan orang tua
3. Rekreasi
Hobby : memasak
Penggunaan waktu senggang : melihat tv bermain dengan anak
Dampak riwayat di Rumah Sakit : tidak dapat beraktivitas seperti biasanya
4. Hubungan dengan orang lain/Interaksi sosial
px berinteraksi baik dengan semua orang
5. Keluarga yang dihubungi bila diperlukan
Suami dan orang tua

DATA SPIRITUAL
1. Ketaatan Beribadah
Di lingkungan rumah px mengikuti pengajian
2. Keyakinan terhadap sehat/sakit
Px yakin bahwa sakitnya dapat sembuh dan tetap semangat
3. Keyakinan terhadap penyembuha
Px dan keluarga yakin akan kesembuhan penyakitnya

PEMERIKSAAN FISIK :
1. Kesan Umum / Keadaan Umum : keadaan umum lemah

2. Tanda-tanda Vital
Suhu Tubuh : 36,6 C
Nadi : 101 kali/menit
Tekanan darah : 121/43 mmHg
Respirasi : 20 kali / menit
Tinggi badan : 155 cm
Berat Badan : 54 kg
27

3. Pemeriksaan Kepala dan Leher :


1. Kepala dan rambut
a. Bentuk Kepala
Ubun-ubun : ubun-ubun datar
Kulit kepala : kulit tampak lembab
b. Rambut
Penyebaran : penyebaran rambut rata,rambutpanjang
Bau : rambut tidak bau
Warna : warna rambut hitam,
c. Wajah
Warna kulit : warna kulit sawo matang
Struktur Wajah : struktur wajah kencang
2. M a t a
a. Kelengkapan dan Kesimetrisan :
Kelengkapan mata lengkap, mata tampak simetris
b. Kelopak Mata (Palpebra):
Tidak ada edema, tidak ada peradangan, tidak ada penurunan salah
satu kelopak
c. Konjunctiva dan sclera :
konjuctiva pucat, sklera putih kuning, tidak ada peradangan
konjungtiva
d. Pupil :
reflek pupil trehadap cahaya baik, besar pupil kanan dan kiri sama dan
bulat
e. Kornea dan Iris :
tidak ada peradangan, gerakan bola mata normal
f. Ketajaman Penglihatan/Virus :*)
tidak terkaji
g. Tekanan Bola Mata :*)
tidak terkaji
3. H i d u n g
a. Tulang Hidung dan Posisi Septum Nasi :
tulang hidung simetris, tidak ada pembengkakan, posisi septum nasi
hidung tidak ada
b. Lubang Hidung
Terdapat lubang hidung, tidak ada sekret, tampak lembab
c. Cuping Hidung
Tidak ada cuping hidung
4. Telinga
a. Bentuk Telinga
Ukuran Telinga : ukuran telinga sedang
Ketegangan telinga : Telinga lentur tidak kaku
28

b. Lubang Telinga
tidak ada serumen, tidak ada perdarahan
c. Ketajaman pendengaran
ketajaman pendengaran cukup baik
5. Mulut dan Faring
a. Keadaan Bibir
tidak sianosis, bibir kering, bibir berwarna kehitaman
b. Keadaan Gusi dan Gigi
gusi tampak hitam pucat, gigi ada yang berlubang, tidak terdapat sisa
makanan
c. Keadaan Lidah
warna lidah pink pucat, tampak kotor, nafas tidak berbau
 Leher :
a. Posisi Trakhea
trakhea simetris
b. Tiroid
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
c. Suara
suara tidak besar, tidak ada perubahan suara
d. Kelenjar Lymphe
tidak terdapat pembesaran lymphe
e. Vena Jugularis
tidak terdapat pembesaran vena jugularis
f. Denyut Nadi Carotis
denyut nadi teraba

4. Pemeriksaan Integumen ( Kulit ) :


 Kebersihan : kulit bersih
 Kehangatan : terasa hangat dan lembab
 Warna : warna kulit sawo matang
 Turgor : turgor kurang baik ≥ 2 detik
 Tekstur : kulit tidak keriput
 Kelembapan : lembab tidak ada kulit yang mengelupas
 Kelainan pada kulit : tidak ada

5. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak:


 Ukuran dan bentuk payudara
tampak lebih menonjol payudara sebelah kiri daripada payudara sebelah
kanan
 Warna payudara dan areola
warna payudara sawo matang, warna areola coklat kehitaman
 Kelainan-kelainan payudara dan puting
29

puting tampak menonjol keluar, tidak terdapat benjolan


 Axila dan clavicula
tidak terdapat benjolan dan lesi pada axila, tidak terdapat krepitasi pada
cravikula
6. Pemeriksaan Thorak / Dada
1. Inspeksi Thorak
a. Bentuk Thorak : bentuk thorax simetris
b. Pernafasan
- Frekuensi : 20 x/menit
- Irama : teratur (eupnea)
c. Tanda-tanda kesulitan bernafas
tidak terdapat kesulitan bernafas
7. Pemeriksaan Paru
 Palpasi getaran suara ( vokal Fremitus )
merasakan adanya getaran di dinding dada kanan dan kiri teraba sama
 Perkusi
sisi dada kiri dari ICS 1 – ICS 5 sonor
sisi dada kanan dari ICS 1 – ICS 7 sonor
 Auskultasi
Suara nafas : vesikuler pada seluruh lapang dada
Suara Ucapan : intensitas dan kualitas suara kanan dan kiri sama
Suara Tambahan
tidak terdapat suara tambahan
8. Pemeriksaan Jantung
 Inspeksi dan palpasi
Pulpasi : tidak terdapat pulpasi
Ictus Cordis : ictus cordis terdapat pada ICS 5 pada linea midclavikula
kiri
 Perkusi
Batas-batas Jantung
BJ 1 : ICS 4 linea strenalis kiri ICS 5 linea midclavikula
BJ 2 : ICS 2 linea sternalis kanan, ICS 2 linea sternalis kiri/ ICS
3 linea sternalis kanan
 Auskultasi
Bunyi Jantung I : Lup
Bunyi Jantung II : Dub
Bising/murmur : tidak terdapat murmur
Frekuensi denyut jantung: 101 x/menit
9. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
- Bentuk Abdomen : bentuk abdomen datar
- Benjolan/massa : tidak terdapat benjolan/massa
30

b. Auskultasi
- Peristaltik Usus : 15 x/menit
- Bunyi jantung anak/BJ : reguler
c. Palpasi
- Tanda nyeri tekan :tidak terdapat nyeri tekan
- Benjolan /massa : tidak terdapat benjolan/massa
- Tanda-tanda Ascites : tidak terdapat tanda-tanda ascites
- Hepar : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba
- Lien : tidak terdapat nyeri tekan
- Titik Mc. Burne : tidak terdapat nyeri tekan
d. Pekusi
- Suara Abdomen
terdengar timpani jika diatas organ yang berisiudara, terdengar pekak
jika mengenai organ padat
- Pemeriksaan Ascites
tidak ada
10. Pemeriksaan Kelamin dan Daerah Genetalia Sekitarnya :
a. Genetalia
- Rambut pubis
rambut pubis penyebaran merata
- Meatus Urethra
produksi urune berwarna kuning jernih
- Kelainan-kelainan pada Genetalia Eksterna dan Daerah Inguinal
Tidak ada kelainan
b. Anus dan Perineum
- Lubang Anus : terdapat lubang anus
- Kelainan-kelainan pada anus : tidak ada kelainan
- Perineum : tidak ada masalah
11. Pemeriksaan Muskuloskeletal ( Ekstrimitas )
a. Kesimestrisan otot : otot simetris
b. Pemeriksaan Oedema : tidak terdapat oedema pada ekstremitas
c. Kekuatan otot : kekuatan otot 5
d. Kelainan-kelainan pada ekstremitas dan kuku
Tidak terdapat kelainan

12. Pemeriksaan Neorologi


a. Tingkat kesadaran ( secara kwantitatif ) / GCS
kesadaran compos metis, GCS E:4 M:5 V:6
b. Tanda-tanda rangsangan Otak (Meningeal Sign) :
Tidak ada kelainan ataupun keterlambatan dalam merangsang
c. Fungsi Motorik :
Fungsi motorik px baik
31

d. Fungsi Sensorik :
Fungsi sensori px baik
13. Pemeriksaan Status Mental
a. Kondisi emosi/perasaan
Kondisi px tenang, tidak gelisah
b. Orientasi
orientasi baik px mengetahui waktu dan tempat
c. Proses berfikir (ingatan, atensi, keputusan, perhitungan)
tidak terdapat masalah pada proses pikir
d. Motifikasi (kemampuan)
px mampu memotivasi dirinya untuk tetap semangat
e. Persepsi Bahasa
bahasa yang digunakan bahasa Jawa dan Indonesia

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Diagnosa Medis : Thalasemia + anemia
B. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Medis :
1. Laboratorium :
Tanggal : 13-11-2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Lengkap 2.1 g/Dl 11.7 – 15.5
Hemoglobin 1.07 10ˆ6/uL 3.80 – 5.20
Eritrosit 6.6 % 35.0 – 47.0
Hematokrit 2.200 ribu/uL 4.400 – 11.300
Lekosit 61.7 fL 80.0 – 100
MCV 19.6 pg 28.0 – 34.0
MCH 31.8 g/L 32.0 – 36.0
MCHC 40.2 % 11.5 – 14.5
RDW-CV
Hitung Jenis 36.9 % 50.0 – 70.0
Neutrofil 55.5 % 25.0 – 40.0
Limfosit 7.6 % 2.0 – 8.0
Monosit 106.000 ribu/uL 150.000 –
Trombosit 440.000
Kimia Darah 15.3 mg/dL
Ureum Darah 0.50 mg/dL 15.00 – 40.00
Kreatinin Darah 0.60 – 1.10
32

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hematologi
Evaluasi Hapusan
Darah
Eritrosit : Hipokrom anisopoikilositosis,
mikrositik, tear drop cells +
Fragmentosit + Eliptosit +
Makroovalosit
Leukosit : Kesan jumlah turun neutropenia
Diffcount : Eo/Ba/St/Seg/Lim/Mo
-/-/2/44/52/2
Trombosit : Kesan jumlah turun, koreksi
135.000/uL, giant thrombocyte +
Kesimpulan : Pansitopenia, suspected combined
cytopenia, DDx MDS
Saran : BMP

2. Rontgen :
Tanggal : 13-11-2019
Jenis Pemeriksaan : Thorax Dewasa
Foto Thorak AP :
COR : Ukuran sulit dinilai kesan membesar ke kiri dan bentuk normal
Pulmo : Tak tampak nodul/infiltrat/kelainan patologis lain pada paru
d/s.Pulmonal vascularity normal.
Kedua sinus phrenicocostalis dan hemidiapragma normal
Kesimpulan : Susp Cardiomegali

PENATALAKSANAAN DAN TERAPI


- Inf NS
- Transfusi PRC 2 labu/ hari
- Premedikasi : Dexamethasone 1 amp
- Antasida Syrp 3x1
- Dompeidone tab 3x1
33

ANALISA DATA
NO TGL DATA PATOFISIOLOGI MASALAH
1. 14/11/19 DS : Kelainan genetik perfusi perifer
 Klien mengatakan tidak efektif
Produksi rantai alfa dan beta Hb
badannya lemah berkurang
 Klien mengatakan
mudah lelah jika Kelainan pada eritrosit
beraktivitas
 Klien mengatakan Pengikatan O2 berkurang
dingin pada ekstremitas

Kompensator pada rantai α

Rantai β produksi terus menerus


DO :
 k/u Lemah GCS 4.5.6
Hb defectif
 CRT > 3 detik
 Pucat Ketidakseimbangan polipeptida

 Hb 2.7
Eritrosit tidak stabil
 Ekstremitas dingin
 Tanda-tanda vital
Hemolisis
TD : 121/43
Suhu : 36,60C
Suplai O2 menurun
Nadi : 101 x/i
RR : 20 x/i
Ketidakseimbangan suplai O2
dengan Kebutuhan

Hipoksia

Ketidakseimbangan suplai O2
kejaringan perifer
34

Perfusi Perifer Tidak Efektif

2. 14/11/19 DS : anemia berat


 Klien mengatakan tidak
nafsu makan jarinan kurng oksigen
 Klien mengatakan
badannya lemas kompensasi jantung
 Klien mengatakan
perutnya mual tidak peningkatan curah jantung

nafsu makan.
hipertr0fi otot jantung

DO :
 Membran mukosa kontraktilitas otot jantung menurun
pucat
 Tonus otot menurun
 Akral dingin darah reflak ke vena cava inferior

 Hanya memakan satu


sendok makanan yang
telah di sediakan. masuk ke hati dan limfa

 Tampak ingin muntah menekan ronggalambung

 k/u lemah
 Tanda-tanda vital nausea

TD : 121/43
Suhu : 36,60C
Nadi : 101 x/i
RR : 20 x/i
35

PRIORITAS MASALAH
1. D.0009
perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
ditandai dengan pengisian kapiler >3detik, akral dingin, pucat.
2. D.0076
Nausea berhubungan dengan peregangan kapsul limpa ditandai dengan mengeluh
mual,merasa ingin muntah, nafsu makan menurun.
36

INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : Ny . R
RM : 190xx
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI NAMA
HASIL TTD
1. Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN SIRKULASI (1.02079)
Efektif berhubungan keperawatan selama 3x24 Observasi
dengan penurunan diharapkan perfusi perifer 1. periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema,
konsentrasi adekuat dengan kriteria hasil: pengisian kapiler, warna, shu)
hemoglobin. 2. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada
L. 02011 ekstermitas
1. akral hangat 3. Identifikasi factor resiko gangguan sirkulasi
2. turgor kulit baik 4. Pemantuan hasil laboratorium
3. nilai Hb dalam batas Terapeutik
normal 11,7 – 15,5 g/dL 1. Lakukan pencegahan infeksi
4. Tanda – tanda vital dalam 2. Lakukan hidrasi
batas normal 3. Pemberian produk darah
TD : 110/70mmHg – Edukasi
140/90 mmHg mennganjurkan rehabilitasi vaskuler
N : 60 – 100 x/menit anjurkan
S : 36,5 – 37,8
RR : 16 – 20 x/menit
37

Nama : Ny . R
RM : 190xx
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI NAMA
KRITERIA HASIL TTD
2. Nausea Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN MUAL 1.03117
keperawatan selama 3x24 Observasi
mual menurun dengan 1. Identifikasi pengalaman mual
kriteria hasil: 2. identifikasi mual terhadap kualitas hidup (penurunan
L. 08065 nafsu makan, aktivitas, kinerja)
1. nafsu makan meningkat 3. Monitor mual (frekuensi, durasi dan tingkat keparahan)
2. keluhan mual menurun/ 4. Monitor asupan nutrisi
berkurang Terapeutik
3. tidak pucat 1. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
4. nadi dalam batas 2. Kurangi atau hilangkan penyebab mual (mis.
normal 60 – 100 Kecemasan ketakutan dan kelelahan)
x/menit). Edukasi
1. Anjuran istrahat tidur yang cukup
2. Anjurkan makan tinggi karbohidrat , rendah lemak
3. Anjurkan teknik non farmakologis untuk mengurangi
mual (biofeedback, hypnosis, relaksasi, dll )
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antlemetik k/p
38

IMPLEMENTASI
Hari/tgl/shift Jam No Dx Implementasi
Kamis/14 – 10.00 1 - Melakukan pemeriksaan sirkulasi perifer
11 – 2019/ TD : 118/57 mmHg
N : 79 x/menit
Pagi RR : 20x/menit
S : 36,7OC
10.30 - Memberikan obat pre transfusi ( injeksi
dexametason 1 ampul)
11.00
- Memasukkan transfusi ke 3

12.45 - Transfusi PRC Labu ke 3 selesai


- Membilas pz

- melanjutkan tranfusi ke 4
13.00 - Melakukan observasi adanya kemerahan
dan nyeri (tidak nampak kemerahan pada
pasien, tidak ada sesak, tidk terjadi
peningkatan suhu tubuh )

16.00 - Transfusi PRC Labu ke 4 selesai


- Mengganti cairan infus pz

19.00 - Mengobservasi ttv


TD : 102/46 mmHg
N : 77 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,6oC

- Cek DL + HDT post transfusi 2 labu


39

IMPLEMENTASI
Hari/tgl/shift Jam No Dx Implementasi
Jum’at/15 – 06.00 1 - Melakukan pemeriksaan sirkulasi perifer
11 – 2019/ TD : 116/58 mmHg
N : 67 x/menit
Pagi RR : 20x/menit
S : 36,0OC
07.00 - Memasang iv line baru

- Memberikan obat pre transfusi ( injeksi


08.00 dexametason 1 ampul + lasix 20 mg )

- Memasukkan transfusi ke 5
08.15
- Melakukan observasi adanya kemerahan
08.45 dan nyeri(tidak nampak kemerahan pada
pasien, tidak ada sesak, tidk terjadi
peningkatan suhu tubuh )

- Mengobservasi Transfusi PRC Labu ke 5


10.45 selesai

- Mengobservasi ttv
11.15
TD : 118/58 mmHg
N : 66 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,6oC

11.30 - Lanjut transfusi PRC Labu ke 6

13.30 - Transfusi PRC Labu ke 6 selesai

17.30 - Cek DL

17.35 - Mengganti infus NS untuk bilas.


40

IMPLEMENTASI
Hari/tgl/shift Jam No Dx Implementasi
Sabtu/16 – 06.00 1 - Melakukan pemeriksaan sirkulasi perifer
11 – 2019/ TD : 118/57 mmHg
N : 79 x/menit
Pagi RR : 20x/menit
S : 36,7OC
CRT : < 2 detik

- Melakukan observasi adanya kemerahan


11.00 dan nyeri(tidak nampak kemerahan pada
pasien, tidak ada sesak, tidk terjadi
peningkatan suhu tubuh )

12.00 - Mengobservasi ttv


TD : 102/46 mmHg
N : 77 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,6oC
41

IMPLEMENTASI
Hari/tgl/shift No Dx Jam Implementasi
Kamis/14 – 2 08.00 - Melakukan identifikasi mual terhadap
11 – 2019/ kualitas hidup
( pasien tampak lemas )
Pagi
09.00 - Mengobservasi mual

11.00 - Kolaborasi pemberian terapi oral antasida


sirup 3x1 sendok, domperidone 3x1

11.10 - Mengobservasi intake klien


12.00
- Berikan makanan dalam jumlah kecil dan
menarik.
12.15
- Menganjurkan klien untuk istrahat tidur
12.20 yang cukup
- Kolaborasi dengan ahli gizi terkait
pemberian asupan nutrisi
13.00
- Memberikan terapi non farmakologis
dengan aroma terapi
42

IMPLEMENTASI
Hari/tgl/shift No Dx Jam Implementasi
Jum’at/15 – 2 08.00 - Melakukan identifikasi mual terhadap
11 – 2019/ kualitas hidup

Pagi
09.00 - Mengobservasi mual

11.00 - Kolaborasi pemberian terapi oral (


antasida sirup 3x1 sendok,
domperidone 3x1

11.05 - Mengobservasi intake klien

12.00 - Berikan makanan dalam jumlah kecil


dan menarik.

13.00 - Menganjurkan klien untuk istrahat tidur


yang cukup
43

IMPLEMENTASI
Hari/tgl/shift No Dx Jam Implementasi
Sabtu/16 – 2 08.00 -Melakukan identifikasi mual terhadap
11 – 2019/ kualitas hidup
( pasien tampak ada perubahan )
Pagi
09.15 -Mengobservasi mual

-Kolaborasi pemberian obat oral


11.15
(antasida sirup 3x1 sendok,
domperidone 3 x 1 )

-Mengobservasi intake klien


11.30

-Berikan makanan dalam jumlah kecil


11.45
dan menarik.
-Menganjurkan klien untuk istrahat tidur
11.50
yang cukup

13.00 -Menganjurkan klien makan tinggi


karbohidrat dan rendah lemak
44

EVALUASI

Diagnosa Kamis 14 – 11 – 2019 Jum’at 15 – 11 – 2019 Sabtu 16 – 11 – 2019


Perfusi Perifer Tidak S : klien mengatakan badannya S : klien mengatakan badannya S : klien mengatakan sudah merasa lebih
Efektif berhubungan terasa lemah terasa lebih baik baik dari yang kemarin
dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin.
O : - akral terasa hangat O : - akral terasa hangat O : - akral hangat
- Turgor kulit < 2 detik - Turgor kulit < 2 detik - Turgor kulit < 2 detik
- TD : 102/46 mmHg - TD : 118/58 mmHg - TD : 102/46 mmHg
- N : 77 x/menit - N : 66 x/menit - N : 77 x/menit
- S : 36.6oC - S : 36.6oC - S : 36.6oC
- RR : 20 x/menit - RR : 20 x/menit - RR : 20 x/menit
- Laboratorium : - Laboratorium : - CTR < 2detik
Hb 2.1 g/dL, Eritrosit 1.07 Hb 5.5 g/dL, Eritrosit 2.14 - Laboratorium :
10^6/uL, MCV 61.7 fL, MCH 10^6/uL, MCV 76.2 fL, MCH Hb 8.3 g/dL
19.6 PG, RDW – CV 40.2 % 25.7 PG, RDW – CV 27.6 % PCV :24,5fL
Trombosit : 88.000

A : Masalah Belum Teratasi A : Masalah Belum Teratasi A : Masalah Belum Teratasi

P : Lanjutkan Intervensi P : Lanjutkan Intervensi P : Lanjutkan Intervensi


45

Diagnosa Jum’at 15 – 11 – 2019 Sabtu 16 – 11 – 2019 Minggu 17 – 11 – 2019


Nausea S : klien mengatakan masih mual S : klien mengatakan mual S : klien mengatakan sudah tidak mual
berkurang

O : - klien masih tidak nafsu makan


O : - nafsu makan klien mulai O : - Nafsu makan klien mulai membaik
- habis ½ porsi makan (2) membaik (3 - 4) - Satu porsi makan habis (5)
- Klien masih nampak pucat - satu porsi makan habis - Klien tidak nampak pucat
- TD : 102/46 mmHg - Klien tidak nampak pucat - TD : 102/46 mmHg
- N : 77 x/menit - TD : 118/58 mmHg - N : 77 x/menit
- frekuensi 7x/ hari durasi - N : 66 x/menit - frekuensi 1-2 x/ hari durasi ±20 -
±20 - 30 detik dan tingkat - frekuensi 3-4x/ hari durasi 30 detik dan tingkat keparahan
keparahan berat ) ±20 - 30 detik dan tingkat sedang )
keparahan sedang )

A : Masalah Belum Teratasi A : Masalah Teratasi Sebagian A : Masalah Teratasi

P : Lanjutkan Intervensi P : Lanjutkan Intervensi P : Hentikan Intervensi


BAB IV

REVIEW JURNAL

46
Review Jurnal

Judul : HUBUNGAN KEPATUHAN TRANFUSI DAN KONSUMSI


KELASI BESI TERHADAP PERTUMBUHAN ANAK
DENGAN THALASEMIA

Penulis :Rosnia Safitri, Juniar Ernawaty, Darwin Karim


Tahun : JOM Vol 2 No 2, Oktober 2015
1. Population :
Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 56 anak dengan Thalasemi.

2. Intervention :

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat hubungan kepatuhan


tranfusi dan konsumsi kelasi besi terhadap pertumbuhan anak dengan
thalasemi, Penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur kepatuhan
tranfusi dan konsumsi kelasi besi yang dimana hasil pengukuran tersebut
akan menentukan keadaan pertumbuhan anak. Media pengukuran dalam
bentuk kuesioner menggunakan grafik IMT/U.

3. Comparisson :
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Asadi-
Pooya, Karimi, dan Immanieh (2004) menunjukkan adanya hubungan
antara kadar hemoglobin ratarata sebelum transfusi dan kecepatan
pertumbuhan. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa semakin rendah
kadar hemoglobin rata-rata sebelum transfusi maka kecepatan
pertumbuhan semakin berkurang. Hal ini dikarenakan pasien thalasemia
tidak patuh menjalani tranfusi, sehingga pertumbuhannya terganggu.

4. Outcomes :
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kepatuhan tranfusi dengan pertumbuhan (p value=
0,038). Penelitian ini menemukan bahwa pertumbuhan normal pada anak
thalasemia tergantung pada kepatuhan responden melakukan tranfusi darah
secara teratur. Responden yang patuh menjalani tranfusi darah secara
teratur dapat mempertahankan kadar hemoglobin di atas 7 g/dl. Kadar
hemoglobin yang dipertahankan di atas 7 g/dl dapat mempengaruhi
pertumbuhan pasien thalasemia yang patuh menjalani tranfusi di ruang
thalasemia center RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang


signifikan antara kepatuhan konsumsi kelasi besi dengan pertumbuhan (p

47
48

value = 0,035). Pemberian kelasi besi yang optimal dapat mengurangi


deposit besi yang terjadi pada penderita thalasemia. Hal ini diharapkan
dapat memperbaiki pertumbuhan penderita. Anak yang menderita
thalasemia dan mendapatkan transfusi berulang akan menyebabkan
terjadinya deposit besi (hemosiderosis) pada sistem endokrin, termasuk
pada kelenjar tiroid (Ermaya, Hilmanto, & Reniarti, 2007). Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Styne (2004) yang menyatakan
bahwa penggunaan kelasi besi pada penderita thalasemia mayor dapat
mengurangi deposit besi pada kelenjar tiroid.

5. Times :
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2015 dengan 56
responden.
BAB V

KESIMPULAN

Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan


sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari).
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/ mutasi
pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah
merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari).
Komplikasi dari penyakit thalasemia dapat menyebabkan Komplikasi
Jantung, Komplikasi pada Tulang, Pembesaran Limpa (Splenomegali),
Komplikasi pada Hati dan Komplikasi pada Kelenjar Hormon.

49
DAFTAR PUSTAKA

Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi . Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (2012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia,
A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif, Dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Maureen Okam, M.D (Harvard Media School). (1999). Thalassemia Information.
Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC
Soeparman,Sarwono w. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

50

Anda mungkin juga menyukai