OLEH:
OLEH:
Kelompok 8
1
DAFTAR ISI
2
3
BAB I
PENDAHULUAN
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas penulis tertarik melakukan asuhankeperawatan
dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIENDENGAN
GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI DAN IMUNOLOGI :THALASEMIA
DI RUANG RUBY RSLAVALETTE MALANG”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada Ny. R dengan gangguan
system Hematologi dan Imunologi : Thalasemia di ruang Ruby Rs. Lavalette
Malang
a. Melakukan pengkajian pada Ny.. R dengan gangguan system Hematologi
dan Imunologi : Thalasemia
b. Merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan pada Ny. R dengan
gangguan system Hematologi dan Imunologi : Thalasemia
c. Menyusun intervensi keperawatan pada Ny. R dengan gangguan system
Hematologi dan Imunologi : Thalasemia
d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny. R dengan gangguan
system Hematologi dan Imunologi : Thalasemia
e. Melaksanakan evaluasi pada Ny. R dengan gangguan system Hematologi
dan Imunologi : Thalasemia
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
informasi dalam bidang keperawatan tentang asuhan keperawatan dengan
gangguan sistem Hematologi dan Imunologi : Thalasemia
2. Manfaat Praktis
a. Bagi struktur Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalampelaksanaan
praktek pelayanan keperawatan khususnya padakeperawatan dengan
gangguan sistem Hematologi dan Imunologi :Thalasemia.
b. Bagi Instansi Akademik
5
PEMBAHASAN
A. Definisi Thalasemia
Thalasemia adalah gangguan sintesis hemoglobin akibat penurunan produksi
satu atau lebih rantai globin dan merupakan penyakit herediter yang diturunkan
secara autosomal resesif (Harvina, 2018)
Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif
umum terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk
mengatasi sel-sel darah merah. (Kliegman,2012).
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. (Mansjoer, 2000 )Thalasemia merupakan kelompok kelainan
genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha
atau beta (Hoffbrand dkk, 2006).
B. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Harvina, 2018). Thalassemia
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan
resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta
yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu
komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang
mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).
Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan
gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia
(Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua
orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses
pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan
sebelah lagi dari ayahnya.
6
7
C. Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi
pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia
menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah
merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa
dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai
beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen.
Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive.
Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi.
Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan
anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida
ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta,
atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan
pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator
produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada
rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F.
(Suriadi,2001)
9
10
D. Manifestasi Klinis
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi.
Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik
dan sering tidak terdeteksi.
2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6
bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran
limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung,
pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau
warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung
datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan
seksual.
Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan
kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :
1. Splenomegali
2. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala,
tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur
spontan.
3. Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat
otot jantung.
4. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
5. Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
6. Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat
besi.
7. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah.
Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena
penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih
keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi
tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung
maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam
(fasise cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita
thalasemia.(hoffbrand dkk,2016)
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai
beratnya gejala klinis(Doenges,2000 dalam Harvina, 2018) :
1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara
tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada
umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa
yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah
penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan
menyebabkan pertambahan volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang
mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan
muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang
prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak
sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak
sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi
akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis
ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa
dewasa.
12
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
Thalasemia intermedia
Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
7. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak
sel normoblas).
8. Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%,
kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45%
pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
9. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat
meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi
memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau
tidak adanya sintetis rantai beta.
E. Klasifikasi Thalasemia
1. Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)
Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada
kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi
seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai
menjadi lebih panjang dari kondisi normal.Faktor delesi terhadap empat gen α
globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)
b. Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang ada
masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala
bila ia terkena thalasemia.
c. Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
13
d. Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH
dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan
dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular
volume) 60-75 fl.
e. Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
f. Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia
hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan
retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak
terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan
kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β 4). Dengan banyak
terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit
sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat
tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan
MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl.
g. Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
h. Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak
Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai γ
sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi
klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat
anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan
80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF.
Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan beberapa jam setelah
kelahirannya.
2. Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek
kromosom 11.
a. Thalassemia β o
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β
sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan
HbA
b. Thalassemia β +
14
F. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
thalassemia.
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung
yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung. Ada
beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta
mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi
jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh oleh dokter spesialis
jantung. Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan
dengan terapi khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat
penghambat enzim konversi angiotensin.memeriksakonduksi aliran listrik
jantung
2. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh
kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat
terjadi adalah sebagai berikut:
Nyeri persendian dan tulang
Osteoporosis
Kelainan bentuk tulang
Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.
3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel
darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya
jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan
menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif,
serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi
pengangkatan limpa merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah
ini.
16
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan
meningitis, disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan
operasi pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam
melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak Anda memiliki gejala infeksi,
seperti nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat fatal.
4. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau
penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu
digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu, penderita
thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat
antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat
dilakukan terapi khelasi.
5. Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap
zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan
terapi khelasi, dapat mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan
terapi pergantian hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan
dan masa pubertas yang terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada
beberapa komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas
seperti berikut ini:
Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan
anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk
mengukur pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan
pada para remaja yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap
satu tahun sekali.
17
G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi
pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini:
Thalassemia < kontrol < spherositosis (Maureen,1999). Studi OF
berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan
berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%,
spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Maureen,1999).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose
seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Maureen,
1999).
18
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
a.Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine
(Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh
(iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun
untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara
subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
b. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen
dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari
suplemen (transfusi).
c.Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus
menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif
(misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin
diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam
tahap penelitian.
d. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian
parenteral obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin
diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan
pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b. Perawatan khusus :
Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari
6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2
tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma
yang berakibat perdarahan cukup besar.
20
ASUHAN KEPERAWATAN
BIODATA
Nama : Ny R
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 24 tahun
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Jl LA Sucipto
No. Register : 1907xxxx
Tanggal MRS : 13 Oktober 2019
Tanggal Pengkajian : 14 Oktober 2019
Diagnosa Medis : Thalasemia + Anemia
24
25
2. Waktu Bangun
px biasa bangun tidur pagi jam 04.30
3. Masalah tidur
tidak ada masalah tidur
4. Hal-hal yang mempermudah tidur
px dapat tidur dengan sendirinya tanpa obat ataupun yang lainnya
5. Hal-hal yang mempermudah klien terbangun
Tidak ada
B. POLA ELIMINASI :
1. BAB
1 x/hari, tidak konstipasi, tidak diare
2. BAK
3 x/hari, berwarna kuning jernih, tidak terjadi distensi kandung kemih
3. Kesulitan BAB/BAK
tidak ada kesulitan BAB maupun BAK
4. Upaya/Cara mengatasi masalah tersebut
Tidak ada
DATA PSIKOSOSIAL
1. Pola Komunikasi
pola komunikasi verbal, berbicara kuat
2. Orang yang paling dekat dengan klien
suami dan orang tua
3. Rekreasi
Hobby : memasak
Penggunaan waktu senggang : melihat tv bermain dengan anak
Dampak riwayat di Rumah Sakit : tidak dapat beraktivitas seperti biasanya
4. Hubungan dengan orang lain/Interaksi sosial
px berinteraksi baik dengan semua orang
5. Keluarga yang dihubungi bila diperlukan
Suami dan orang tua
DATA SPIRITUAL
1. Ketaatan Beribadah
Di lingkungan rumah px mengikuti pengajian
2. Keyakinan terhadap sehat/sakit
Px yakin bahwa sakitnya dapat sembuh dan tetap semangat
3. Keyakinan terhadap penyembuha
Px dan keluarga yakin akan kesembuhan penyakitnya
PEMERIKSAAN FISIK :
1. Kesan Umum / Keadaan Umum : keadaan umum lemah
2. Tanda-tanda Vital
Suhu Tubuh : 36,6 C
Nadi : 101 kali/menit
Tekanan darah : 121/43 mmHg
Respirasi : 20 kali / menit
Tinggi badan : 155 cm
Berat Badan : 54 kg
27
b. Lubang Telinga
tidak ada serumen, tidak ada perdarahan
c. Ketajaman pendengaran
ketajaman pendengaran cukup baik
5. Mulut dan Faring
a. Keadaan Bibir
tidak sianosis, bibir kering, bibir berwarna kehitaman
b. Keadaan Gusi dan Gigi
gusi tampak hitam pucat, gigi ada yang berlubang, tidak terdapat sisa
makanan
c. Keadaan Lidah
warna lidah pink pucat, tampak kotor, nafas tidak berbau
Leher :
a. Posisi Trakhea
trakhea simetris
b. Tiroid
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
c. Suara
suara tidak besar, tidak ada perubahan suara
d. Kelenjar Lymphe
tidak terdapat pembesaran lymphe
e. Vena Jugularis
tidak terdapat pembesaran vena jugularis
f. Denyut Nadi Carotis
denyut nadi teraba
b. Auskultasi
- Peristaltik Usus : 15 x/menit
- Bunyi jantung anak/BJ : reguler
c. Palpasi
- Tanda nyeri tekan :tidak terdapat nyeri tekan
- Benjolan /massa : tidak terdapat benjolan/massa
- Tanda-tanda Ascites : tidak terdapat tanda-tanda ascites
- Hepar : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba
- Lien : tidak terdapat nyeri tekan
- Titik Mc. Burne : tidak terdapat nyeri tekan
d. Pekusi
- Suara Abdomen
terdengar timpani jika diatas organ yang berisiudara, terdengar pekak
jika mengenai organ padat
- Pemeriksaan Ascites
tidak ada
10. Pemeriksaan Kelamin dan Daerah Genetalia Sekitarnya :
a. Genetalia
- Rambut pubis
rambut pubis penyebaran merata
- Meatus Urethra
produksi urune berwarna kuning jernih
- Kelainan-kelainan pada Genetalia Eksterna dan Daerah Inguinal
Tidak ada kelainan
b. Anus dan Perineum
- Lubang Anus : terdapat lubang anus
- Kelainan-kelainan pada anus : tidak ada kelainan
- Perineum : tidak ada masalah
11. Pemeriksaan Muskuloskeletal ( Ekstrimitas )
a. Kesimestrisan otot : otot simetris
b. Pemeriksaan Oedema : tidak terdapat oedema pada ekstremitas
c. Kekuatan otot : kekuatan otot 5
d. Kelainan-kelainan pada ekstremitas dan kuku
Tidak terdapat kelainan
d. Fungsi Sensorik :
Fungsi sensori px baik
13. Pemeriksaan Status Mental
a. Kondisi emosi/perasaan
Kondisi px tenang, tidak gelisah
b. Orientasi
orientasi baik px mengetahui waktu dan tempat
c. Proses berfikir (ingatan, atensi, keputusan, perhitungan)
tidak terdapat masalah pada proses pikir
d. Motifikasi (kemampuan)
px mampu memotivasi dirinya untuk tetap semangat
e. Persepsi Bahasa
bahasa yang digunakan bahasa Jawa dan Indonesia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Diagnosa Medis : Thalasemia + anemia
B. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Medis :
1. Laboratorium :
Tanggal : 13-11-2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Lengkap 2.1 g/Dl 11.7 – 15.5
Hemoglobin 1.07 10ˆ6/uL 3.80 – 5.20
Eritrosit 6.6 % 35.0 – 47.0
Hematokrit 2.200 ribu/uL 4.400 – 11.300
Lekosit 61.7 fL 80.0 – 100
MCV 19.6 pg 28.0 – 34.0
MCH 31.8 g/L 32.0 – 36.0
MCHC 40.2 % 11.5 – 14.5
RDW-CV
Hitung Jenis 36.9 % 50.0 – 70.0
Neutrofil 55.5 % 25.0 – 40.0
Limfosit 7.6 % 2.0 – 8.0
Monosit 106.000 ribu/uL 150.000 –
Trombosit 440.000
Kimia Darah 15.3 mg/dL
Ureum Darah 0.50 mg/dL 15.00 – 40.00
Kreatinin Darah 0.60 – 1.10
32
2. Rontgen :
Tanggal : 13-11-2019
Jenis Pemeriksaan : Thorax Dewasa
Foto Thorak AP :
COR : Ukuran sulit dinilai kesan membesar ke kiri dan bentuk normal
Pulmo : Tak tampak nodul/infiltrat/kelainan patologis lain pada paru
d/s.Pulmonal vascularity normal.
Kedua sinus phrenicocostalis dan hemidiapragma normal
Kesimpulan : Susp Cardiomegali
ANALISA DATA
NO TGL DATA PATOFISIOLOGI MASALAH
1. 14/11/19 DS : Kelainan genetik perfusi perifer
Klien mengatakan tidak efektif
Produksi rantai alfa dan beta Hb
badannya lemah berkurang
Klien mengatakan
mudah lelah jika Kelainan pada eritrosit
beraktivitas
Klien mengatakan Pengikatan O2 berkurang
dingin pada ekstremitas
Hb 2.7
Eritrosit tidak stabil
Ekstremitas dingin
Tanda-tanda vital
Hemolisis
TD : 121/43
Suhu : 36,60C
Suplai O2 menurun
Nadi : 101 x/i
RR : 20 x/i
Ketidakseimbangan suplai O2
dengan Kebutuhan
Hipoksia
Ketidakseimbangan suplai O2
kejaringan perifer
34
nafsu makan.
hipertr0fi otot jantung
DO :
Membran mukosa kontraktilitas otot jantung menurun
pucat
Tonus otot menurun
Akral dingin darah reflak ke vena cava inferior
k/u lemah
Tanda-tanda vital nausea
TD : 121/43
Suhu : 36,60C
Nadi : 101 x/i
RR : 20 x/i
35
PRIORITAS MASALAH
1. D.0009
perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin
ditandai dengan pengisian kapiler >3detik, akral dingin, pucat.
2. D.0076
Nausea berhubungan dengan peregangan kapsul limpa ditandai dengan mengeluh
mual,merasa ingin muntah, nafsu makan menurun.
36
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Ny . R
RM : 190xx
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI NAMA
HASIL TTD
1. Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN SIRKULASI (1.02079)
Efektif berhubungan keperawatan selama 3x24 Observasi
dengan penurunan diharapkan perfusi perifer 1. periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema,
konsentrasi adekuat dengan kriteria hasil: pengisian kapiler, warna, shu)
hemoglobin. 2. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada
L. 02011 ekstermitas
1. akral hangat 3. Identifikasi factor resiko gangguan sirkulasi
2. turgor kulit baik 4. Pemantuan hasil laboratorium
3. nilai Hb dalam batas Terapeutik
normal 11,7 – 15,5 g/dL 1. Lakukan pencegahan infeksi
4. Tanda – tanda vital dalam 2. Lakukan hidrasi
batas normal 3. Pemberian produk darah
TD : 110/70mmHg – Edukasi
140/90 mmHg mennganjurkan rehabilitasi vaskuler
N : 60 – 100 x/menit anjurkan
S : 36,5 – 37,8
RR : 16 – 20 x/menit
37
Nama : Ny . R
RM : 190xx
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI NAMA
KRITERIA HASIL TTD
2. Nausea Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN MUAL 1.03117
keperawatan selama 3x24 Observasi
mual menurun dengan 1. Identifikasi pengalaman mual
kriteria hasil: 2. identifikasi mual terhadap kualitas hidup (penurunan
L. 08065 nafsu makan, aktivitas, kinerja)
1. nafsu makan meningkat 3. Monitor mual (frekuensi, durasi dan tingkat keparahan)
2. keluhan mual menurun/ 4. Monitor asupan nutrisi
berkurang Terapeutik
3. tidak pucat 1. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
4. nadi dalam batas 2. Kurangi atau hilangkan penyebab mual (mis.
normal 60 – 100 Kecemasan ketakutan dan kelelahan)
x/menit). Edukasi
1. Anjuran istrahat tidur yang cukup
2. Anjurkan makan tinggi karbohidrat , rendah lemak
3. Anjurkan teknik non farmakologis untuk mengurangi
mual (biofeedback, hypnosis, relaksasi, dll )
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antlemetik k/p
38
IMPLEMENTASI
Hari/tgl/shift Jam No Dx Implementasi
Kamis/14 – 10.00 1 - Melakukan pemeriksaan sirkulasi perifer
11 – 2019/ TD : 118/57 mmHg
N : 79 x/menit
Pagi RR : 20x/menit
S : 36,7OC
10.30 - Memberikan obat pre transfusi ( injeksi
dexametason 1 ampul)
11.00
- Memasukkan transfusi ke 3
- melanjutkan tranfusi ke 4
13.00 - Melakukan observasi adanya kemerahan
dan nyeri (tidak nampak kemerahan pada
pasien, tidak ada sesak, tidk terjadi
peningkatan suhu tubuh )
IMPLEMENTASI
Hari/tgl/shift Jam No Dx Implementasi
Jum’at/15 – 06.00 1 - Melakukan pemeriksaan sirkulasi perifer
11 – 2019/ TD : 116/58 mmHg
N : 67 x/menit
Pagi RR : 20x/menit
S : 36,0OC
07.00 - Memasang iv line baru
- Memasukkan transfusi ke 5
08.15
- Melakukan observasi adanya kemerahan
08.45 dan nyeri(tidak nampak kemerahan pada
pasien, tidak ada sesak, tidk terjadi
peningkatan suhu tubuh )
- Mengobservasi ttv
11.15
TD : 118/58 mmHg
N : 66 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,6oC
17.30 - Cek DL
IMPLEMENTASI
Hari/tgl/shift Jam No Dx Implementasi
Sabtu/16 – 06.00 1 - Melakukan pemeriksaan sirkulasi perifer
11 – 2019/ TD : 118/57 mmHg
N : 79 x/menit
Pagi RR : 20x/menit
S : 36,7OC
CRT : < 2 detik
IMPLEMENTASI
Hari/tgl/shift No Dx Jam Implementasi
Kamis/14 – 2 08.00 - Melakukan identifikasi mual terhadap
11 – 2019/ kualitas hidup
( pasien tampak lemas )
Pagi
09.00 - Mengobservasi mual
IMPLEMENTASI
Hari/tgl/shift No Dx Jam Implementasi
Jum’at/15 – 2 08.00 - Melakukan identifikasi mual terhadap
11 – 2019/ kualitas hidup
Pagi
09.00 - Mengobservasi mual
IMPLEMENTASI
Hari/tgl/shift No Dx Jam Implementasi
Sabtu/16 – 2 08.00 -Melakukan identifikasi mual terhadap
11 – 2019/ kualitas hidup
( pasien tampak ada perubahan )
Pagi
09.15 -Mengobservasi mual
EVALUASI
REVIEW JURNAL
46
Review Jurnal
2. Intervention :
3. Comparisson :
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Asadi-
Pooya, Karimi, dan Immanieh (2004) menunjukkan adanya hubungan
antara kadar hemoglobin ratarata sebelum transfusi dan kecepatan
pertumbuhan. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa semakin rendah
kadar hemoglobin rata-rata sebelum transfusi maka kecepatan
pertumbuhan semakin berkurang. Hal ini dikarenakan pasien thalasemia
tidak patuh menjalani tranfusi, sehingga pertumbuhannya terganggu.
4. Outcomes :
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kepatuhan tranfusi dengan pertumbuhan (p value=
0,038). Penelitian ini menemukan bahwa pertumbuhan normal pada anak
thalasemia tergantung pada kepatuhan responden melakukan tranfusi darah
secara teratur. Responden yang patuh menjalani tranfusi darah secara
teratur dapat mempertahankan kadar hemoglobin di atas 7 g/dl. Kadar
hemoglobin yang dipertahankan di atas 7 g/dl dapat mempengaruhi
pertumbuhan pasien thalasemia yang patuh menjalani tranfusi di ruang
thalasemia center RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
47
48
5. Times :
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2015 dengan 56
responden.
BAB V
KESIMPULAN
49
DAFTAR PUSTAKA
Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi . Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (2012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia,
A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif, Dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Maureen Okam, M.D (Harvard Media School). (1999). Thalassemia Information.
Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC
Soeparman,Sarwono w. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
50