Referat Dermatitis Seboroik
Referat Dermatitis Seboroik
PENDAHULUAN
adalah penyakit kulit kronis, dan sering kambuh. Dermatitis seboroik termasuk
yang terutama ditandai dengan adanya eritema dan skuama. Dermatitis seboroik
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan
pada Odha, gangguan neurologis dan penyakit kronis lainnya juga terkait dengan
flannellaire, hal ini berasal dari ide bahwa terdapat retensi pada permukaan kulit
oleh sumbatan dengan katun (flanel), wol, atau pakaian dalam sintetik.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
mengandung kelenjar sebasea yaitu kulit kepala, wajah dan badan. Penyebaran
lesi dermatitis seboroik dimulai dari derajat ringan, misalnya ketombe sampai
II. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis seboroik bisa ditemukan pada seluruh ras, dan lebih banyak
terjadi pada pria dibandingkan wanita. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya
aktifitas kelenjar sebasea yang diatur oleh hormon androgen. Dermatitis seboroik
menyerang 2% -5% populasi. Dermatitis seboroik dapat menyerang bayi pada tiga
bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada umur 30 hingga 60 tahun. Insiden
memuncak pada umur 18-40 tahun. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada
pria daripada wanita. Berdasarkan pada survey pada 1.116 anak-anak, dari
menyerang 10% anak laki-laki dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi
semakin berkurang pada setahun berikutnya dan sedikit menurun apabila umur
lebih dari 4 tahun. Kebanyakan pasien (72%) terserang minimal atau dermatitis
seboroik ringan.3
2
Pada penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), dapat
terlihat pada hampir 35% pasien Terdapat peningkatan insiden pada penyakit
Parkinson, paralisis fasial, pityriasis versicolor, cedera spinal, depresi dan yang
obatan neuroleptik mungkin merupakan faktor, kejadian ini sering terjadi tetapi
masih belum dibuktikan. Kondisi kronik lebih sering terjadi dan sering lebih parah
III. ETIOLOGI
mengingat penyakit ini jarang terlihat sebelum puberitas. Ada bukti yang
sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi
tidak aktif selama 8-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti.
Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian
jarang pada usia sebelum akil balik dan insidennya mencapai puncaknya pada
umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua. Dermatitis seboroik lebih
sering terjadi pada pria daripada wanita. Meskipun kematangan kelenjar sebasea
3
rupanya merupakan faktor timbulnya dermatitis seboroik, tetapi tidak ada
seboroik dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional, infeksi, atau
defisiensi imun.
Malasssezia ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien dengan lesi pada
kulit kepala. P. ovale dapat didapatkan pada kulit kepala yang normal. Ragi dari
genus ini menonjol dan dapat ditemukan pada daerah seboroik pada tubuh yang
kaya akan lipid sebasea, misalnya kepala dan punggung. Pertumbuhan P. ovale
metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri
melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Hubungan yang erat terlihat
beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit nutrisi, dan faktor
mungkin dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada bayi, hilang secara
spontan, dan muncul kembali setelah puberitas. Pada bayi dijumpai hormon
membaik bila kadar hormon ini menurun. Juga didapati bahwa perbandingan
4
komposisi lipid di kulit berubah. Jumlah kolesterol, trigliserida, parafin meningkat
dan kadar sequelen, asam lemak bebas dan wax ester menurun. Keadaan ini
yang jelek pada masa pengobatan. Obat–obat neuroleptik seperti haloperidol dapat
mencetuskan dermatitis seboroik serta faktor iklim. Lesi seperti DS dapat nampak
pada pasien defesiensi nutrisi, contohnya defesiensi besi, defesiensi niasin, dan
yaitu:
11. Imunodefisiensi4
5
IV. FAKTOR RESIKO
nasolabial, dada, alis mata dan telinga. Sering dijumpai pada remaja dan
D. Gaya hidup berupa nutrisi yang buruk dan higiene yang buruk.4
V. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Keluhan yang dikatakan pasien biasanya berupa rasa gatal yang hebat.
pasien.5
2. Pemeriksaan Dermatologi
Kulit kepala di daerah frontal dan parietal akan ditutupi dengan krusta
yang berminyak, tebal dan sering dengan fissura (crusta lactea/milk crust, cradle
6
kemerahan semakin meningkat dan daerah dengan skuama akan membentuk
bercak eritem yang jelas dan diatasnya dilapisi skuama berminyak. Dapat terjadi
Lipatan retroaurikular daun telinga dan leher juga sangat mungkin terkena.
7
Pada berbagai gejala dari gambaran klinis yang ditemukan pada dermatitis
seboroik juga dapat dijumpai pada dermatitis atopik atau psoriasis, sehingga
diagnosis sangat sulit untuk ditegakkan oleh karena baik gambaran klinis maupun
gambaran histologi dapat serupa. Oleh sebab itu, perlu ketelitian untuk
misalnya yang juga dapat ditemukan pada kulit kepala, kadang disamakan dengan
DS, yang membedakan ialah adanya plak yang mengalami penebalan pada liken
simpleks.5
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan KOH 10-20 %: menujukan hasil negatif, tidak ada hifa atau
blastokonidia.
8
4. Pemeriksaan Tambahan
a. Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea
parafin disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.7
VI. PATOGENESIS
Selain itu didapatkan juga perubahan komposisi lipid pada permukaan kulit yang
disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.7
dengan reaksi imun tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit maupun produk-
perantaraan sel langerhans dan aktivasi limfosit T. Bila Pityrosporum ovale telah
9
berkontak dengan serum, maka akan dapat mengaktifkan sistem komplemen
melalui jalur aktivasi langsung maupun alternatif. Pada anak, selain Pityrosporum
ovale, sering pula ditemukan Candida albicans pada lesi-lesi kulit. Peningkatan
cukup responsif pada terapi dengan sitostatik. Selain itu, dermatitis seboroik
gangguan fungsi kelenjar sebum. Hal ini berdasarkan fakta, bahwa beberapa obat
VII.PATOFISISOLOGI
produksi sebum tidak menjadi faktor patogenesis utama, hal ini dikaitkan dengan
tidak semua penderita dermatitis seboroik memiliki level produksi sebum yang
meningkat dan begitu juga sebaliknya, beberapa individu dengan level produksi
10
Gambar 2.4 Peran Jamur Malassezia pada Dermatitis Seboroik di Kulit Kepala.
Asam lemak bebas inilah yang akan memicu terjadinya proses inflamasi yang
korneosit yang tidak lengkap sehingga meningkatkan akses untuk Malassezia dan
memudahkan air untuk meninggalkan sel. Malassezia tumbuh dengan baik pada
lingkungan yang kaya akan lipid sehingga keberadaan asam lemak bebas memicu
dermatosis dominan pada area yang kaya akan sebum menyebabkan pemikiran
bahwa metabolit fungal bereaksi dengan trigliserida yang dihasilkan oleh kelenjar
11
Teori lain menunjukkan bahwa lapisan lipid pada fungus akan mengarah
a. Tinea kapitis
b. Psoriasis sclap
IX. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
A. Sistemik
2. Vitamin B kompleks.
Misalnya Prednison 20-30 mg sehari untuk bentuk berat. Jika telah ada
seboroik).
12
6. Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya
Dosisnya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari, perbaikan tampak setelah
penyakitnya.11
B. Topikal
keadaan tertentu menggunakan steroid topikal satu atau dua kali seminggu, di
samping penggunaan sampo yang mengandung sulfur atau asam salisil dan
selenium sulfide 2%, 2-3 kali seminggu selama 5-10 menit. Atau dapat
diberikan sampo yang mengandung sulfur, asam salisil, zing pirition 1-2 %.
Steroid topikal potensi rendah dapat efektif mengobati DS pada bayi dan
dosis per hari selama dua minggu) untuk terapi pada wajah. Dapat juga
diberikan salap yang mengandung asam salisil 2%, sulfur 4% dan ter 2%.
13
2. Non Farmakologi
A. Narrow band UVB (TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian
perbaikan.
B. Terapi alami saat ini menjadi semakin populer. Tea tree oil (Melaleuca oil)
adalah minyak esensial yang berasal dari Australia. Terapi ini dapat efektif
3. Edukasi
sekunder dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid topikal. Pasien harus
diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering kambuh. Harus
X. KOMPLIKASI
14
XI. PROGNOSIS
sembuh sendiri secara spontan dalam 6 hingga 12 bulan dan mungkin dapat
timbul kembali saat memasuki usia pubertas. Meskipun demikian, bila terkena
dermatitis seboroik pada saat kanak-kanak, bukan berarti memiliki indikasi akan
15
BAB III
KESIMPULAN
Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit kronis, dan sering kambuh. Dermatitis
merupakan penyakit kulit yang terutama ditandai dengan adanya eritema dan
skuama. Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan dan
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhi Djuanda, dkk. 2 011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 3-4, 7-8.
2. American Academy of Dermatology. 1998. Dermatology (Cancer Prevention);
UVA/UVB Daily Protection Essentialfor Preventing Sun Damage. Atlanta:
NewsRx
3. Angel, E. 2008. When The Patient Asks. Journal of The American Academy
of Physician Assistants, 21(7): 59
4. Atep Adya Barata. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Edisi 2. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo
5. Banks, B.A., Silverman, R.A., Schwartz, R.H., Tunnessen W.W.Jr. 1992.
Attitudes of Teenagers Toward Sun Exposure and Sunscreen Use. Pediatrics,
89(1): 40-2
6. Lim, H.W. 2008. Chapter 223. Photoprotection & Sun Protective Agents. In :
Wolff, K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.,Paller, A.S., Leffel,
D.J.(Eds.) : Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7 edition. New
York: McGrawHill. p. 2137-42
7. Susanto Buditjahjono. 2000. Tumor - tumor Kulit. Dalam : Harahap, M: Ilmu
Penyakit Kulit. Jakarta:Hipokrates
8. Young, A.R., Walker, S.L. 2008. Chapter 89. Acute and Chronic Effects of
Ultraviolet Radiation on The Skin.In:Wolff, K.,Goldsmith, L.A., Katz,
S.I.,Gilchrest, B.,Paller, A.S., Leffel, D.J. (Eds.) : Fitzpatrick’s Dermatology
in General Medicine. 7 edition.NewYork:McGrawHill. p. 809-15
9. Kaimal, S., Abraham, A. 2011. Sunscreens. Indian Journal of Dermatology,
Venereology and Leprology, 77(2): 238-43
10. Collins, C. D., & Hivnor, C. (2011). Seborrheic Dermatitis. In L. A.
Goldsmith, S. I. Katz, B. A. Gilchrest, A. S. Paller, D. J. Leffel, & K. Wolff,
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine, 8th Ed, 2V (Vol. 1, pp. 259-
266). New York: McGraw-Hill
11. Clark, G. W., & et al. (2015). Diagnosis and Treatment of Seborrheic
Dermatitis. Am Fam Physician , 91 (3), 185-190. Retrieved 03 19, 2017, from
American Family Physician:
http://www.aafp.org/afp/2015/0201/p185.html#afp20150201p185-b1
12. Oakley, A. (2014, 07). Seborrheic Dermatitis. Retrieved 03 19, 2017, from
DermNet New Zealand: http://www.dermnetnz.org/topics/seborrhoeic-
dermatitis/
13. Harding, M., & Hartree, N. (2016, 08 31). Seborrheic Dermatitis. Retrieved 03
23, 2017, from Patient: https://patient.info/doctor/seborrhoeic-dermatitis-pro
14. Kurniati., Rosita, C.,2008. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Surabaya ;
Fakultas Kedokteran UNAIR
17
18