Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

PERCOBAAN 3
SISTEM PENCERNAAN

Disusun oleh kelompok 7 – shift A


Azyyati Adzhani (10060318043)
Aulia Lairanisa (10060318044)
Ainun Navisah (10060318047)
Fatia Asy-Syahidah Al-Haq (10060318048)
Jihan Hana Fauziah (10060318050)

Nama Asisten: Monica Yuni A., S.Farm.


Tanggal praktikum: 30 September 2019
Tanggal pengumpulan laporan: 7 Oktober 2019

LABORATORIUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2019M / 1441H
PERCOBAAN 3
SISTEM PENCERNAAN

I. Tujuan
1. Menjelaskan proses pencernaan kimiawi di mulut,
2. Menjelaskan proses pencernaan kimiawi di lamnung oleh enzim pepsin,
3. Menjelaskan kondisi optimum yang diperlukan bagi aktivitas kerja pepsin.
4. Menjelaskan proses pencernaan kimiawi di usus halus.
II. Teori Dasar
Sistem pencernaan merupakan salah satu komponen vital dalam menunjang
kehidupan sebab sistem pencernaan terdiri dari semua organ yang berfungsi untuk
mengunyah, menelan, mencerna dan mengabsorpsi makanan serta mengeliminasi
makanan yang tidak dapat dicerna tubuh (Watson, 2002).
Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan, kelenjar-kelenjar yang
berhubungan. Susunan saluran pencernaan terdiri atas: rongga mulut, faring
(tekak), esophagus (kerongkongan), lambung (ventriculus), usus halus (intestinum
minor), usus besar (intestinum mayor), rectum dan anus. Makanan mengalami
proses pencernaan sejak makanan berada di dalam mulut hingga proses
pengeluaran sisa-sisa makanan hasil pencernaan (Irianto, 2004: 168).
Fungsi sistem pencernaan adalah pertama untuk memasukkan makanan ke
dalam saluran pencernaan. Kemudian kedua adalah menyimpannya untuk
sementara. Ketiga mencerna secara fisik dan kimiawi. Lalu keempat
mengabsorbsi hasil pencernaan dan kelima sebagai tempat penyimpanan
sementara sisa makanan yang telah tercerna untuk kemudian mengeluarkannya
(Suntoro, 1990: 74).
Di dalam sistem pencernaan makanan di olah oleh tubuh dari makanan yang
bermolekul kompleks hingga menjadi molekul yang lebih sederhana dan di serap
oleh tubuh melalui pembuluh darah kemudian di edarkan ke seluruh tubuh
menggunakan sel darah merah. Proses pengolahan makanan tersebut melalui organ-
organ pencernaan seperti berikut:
a) Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan
masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput
lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai
macam bau (Sloane, 2003 : 98).
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian
yaitu 1) bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir
dan pipi; 2) bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi
sisinya oleh tulang maksilaris, palatum, dan mandibularis, disebelah belakang
bersambungan dengan faring. Di dalam rongga mulut terdapat lidah, gigi, dan
kelenjar ludah. Gigi ini terdiri terdiri atas gigi sulung dan gigi tetap. Gigi sulung
disebut juga gigi susu (Pearce, 2011: 213).
b) Kerongkongan (Esophagus)
Esophagus atau kerongkongan merupakan penghubung antara rongga mulut
dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynx. Didalam lengkung
faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung
kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga
mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang (Sloane, 2003 : 98).
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan lambung. Didalam lengkung
faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung
kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga
mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang Kerongkongan adalah
tabung berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian
mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan
menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus (Irianto, 2004: 169).
c) Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus, antrum. Makanan
masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin
(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan (Sloane, 2003
: 98).
Terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan pilorus. Makanan masuk ke
dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang
bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi
masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan (Irianto, 2004: 170).
d) Usus halus
Usus halus atau usus keciladalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum) (Sloane, 2003 : 98).
Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan
mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M. sirkuler), lapisan otot
memanjang (M. Longitidinal ) dan lapisan serosa (Sebelah Luar). Usus halus terdiri
dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan
usus penyerapan (ileum) (Irianto, 2004: 170).
e) Usus besar
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Banyaknya bakteri
yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan
membantu penyerapan zat-zat gizi.Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal
dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare (Sloane, 2003 : 98).
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri
dari: Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon
sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam
usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat
gizi.Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan
air, dan terjadilah diare (Irianto, 2004: 171).
f) Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing (Irianto, 2004: 172).
g) Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah
dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga
abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia,
umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya
appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum (Irianto,
2004: 172).
h) Rektum
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan
di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB) (Sloane, 2003 : 98).
i) Anus
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan
sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar -
BAB), yang merupakan fungsi utama anus (Sloane, 2003 : 98).

III. Alat dan Bahan


Alat Bahan
Batang pengaduk Akuades
Corong Asam asetat 6%
Erlenmeyer Indikator universal
Gelas kimia Larutan CuSO4 1%
Inkubator Larutan Iodium 2%
Kaca objek Larutan Glukosan 10%
Kaca penutup Larutan Pankreatin
Kertas saring Larutan NaOH 40%
Lampu spirtus Larutan HCl 0,4%
Mikroskop Larutan Na-Karbonat 0,5%
Penangas air Larutan Pepsin 5%
Pipet tetes Metilen birun 0,15%
Plat tetes Pasta amilum 3%
Stopwatch Pereaksi benedict
Tabung reaksi Pereaksi biuret
Termometer Saliva

IV. Prosedur
4.1 Anatomi Sistem Pencernaan
Dipelajari organ-organ yang terlibat pada sistem pencernaan.
4.2 Fisiologi Sistem Pencernaan
Saliva disumbangkan dalam tiap kelompok, kemudian saliva ditampung
secukupnya dalam gelas kimia kecil.
a. Memeriksa Komponen Saliva
Uji Mikroskopik
Satu tetes saliva diwarnai dengan metilen biru dan ditempatkan diatas kaca
objek. Kemudian ditutup dengan kaca penutup. Diamati di bawah mikroskop,
adanya sel-sel epitel, butir-butir lemak, leukosit, dan bakteri.
b. Pencernaan Karbohidrat di Mulut
Disiapkan 2 beaker gelas. Dalam beaker glass yang pertama digunakan
untuk menampung saliva. Kemudian dalam beaker glass kedua diisi dengan pasta
amilum 5% sebanyak 5 ml. Ditambahkan saliva sebanyak 5 ml ke dalam beaker
glass tersebut. Kemudian diaduk hingga tercampur rata dan didiamkan selama 1
menit. Setelah itu disiapkan 8 tabung reaksi yang telah berisi larutan Bennedict.
Disiapkan pula 1 buah plat tetes. Setelah campuran pasta amilum dan saliva
dibiarkan selama 1 menit, diambil 1 tetes untuk diteteskan ke plat tetes, lalu
ditambahkan 1 tetes iodium. Secara bersamaan diambil 3 tetes dari campuran
pasta amilum dan saliva untuk diteteskan ke dalam tabung reaksi yang berisi
larutan Bennedict. Larutan pasta amilum + saliva dengan iodium: timbul warna
merah. Hal ini menunjukkan amilum telah menjadi eritrodekstrin. Larutan amilum
+ saliva dengan iodium: lama kelamaan menimbulkan larutan yang tidak
berwarna. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemecahan amilum telah
menghasilkan akromodekstrin. Tahap ini disebut dengan tahap titik akromik. Bila
telah tercapai titik akromik, tabung reaksi dipanaskan di penangas air yang
mendidih, selama 5 menit. Sebagai pembanding digunakan tabung reaksi berisi
larutan Bennedict yang dicampur dengan 2 ml glukosa 10% dan dibiarkan menjadi
dingin. Perubahan warna yang terjadi diamati, perubahan warna yang terjadi
dijadikan indikator apakah amilum telah dicerna oleh enzim-enzim dalam saliva
dan proses pencernaan tersebut telah sampai ke tahap mana.
c. Pencernaan Protein di Lambung
i. Percobaan Proses Pencernaan Protein secara in vitro
Putih telur dipotong-potong (seperti setelah dikunyah), dimasukkan ke
dalam gelas kimia. Diremdam putih telur tersebut dengan larutan pepsin yang
dipergunakan (sampai seluruh putih telur terendam oleh pepsin). Ditetesi dengan
HCl 0,4% sampai dicapai pH 1,5 – 2(digunakan indikator universal atau pH
meter). Ditutup gelas kimia yang berisi campuran putih telur dan pepsin dengan
plastik dan inkubasi pada suhu 37,5°C selama 3 hari. Campuran putih telur dan
pepsin harus sering diaduk dan dijaga pH-nya (1.5-2) dengan ditambahkan HCl
bila perlu. Setelah diinkubasi 3 hari, disaring campuran putih telur + pepsin,
kemudian dilakukan uji Biuret. Uji Biuret dimaksudkan untuk melihat apakah
sudah terjadi hasil urai protein. Warna ungu kemerahan atau merah keunguan
menunjukkan telah terjadi hasil urai protein berupa campuran proteosa dan
pepton.
ii. Kondisi Optimum untuk Aktivitas Pepsin
Disiapkan 5 tabung reaksi (1-5). Pada tabung 1 dimasukkan pepsin 5%
sebanyak 5 mL. Pada tabung 2 dimasukkan HCl 0,4% sebanyak 5 mL. Pada
tabung 3 dimasukkan pepsin 5% sebanyak 5 mL dan HCl 0,4% s.d. pH 1,5-2. Pada
tabung 4 dimasukkan pepsin 5% sebanyak 2 mL dan Na2CO3 0,5% sebanyak 5
mL. Pada tabung 5 dimasukkan akuades sebanyak 5 mL. Pada tabung 1-5
dimasukkan sedikit protein. Dimasukkan tabung 1-5 ke dalam inkubator atau
water bath pada suhu 40°C selaam 1/2 jam. Diamati perubahan yang terjadi pada
tabung 1-5 dengan cara uji biuret pada setiap tabung. Dicampurkan isi tabung 1
dan 2. Diinkubasi pada suhu 40°C selama 15-20 menit. Diamati perubahan yang
terjadi.
d. Pencernaan Kimiawi di Usus Halus
i. Percobaan untuk Membandingkan Kecepatan Pencernaan Albumin dan
Serium Darah
Disiapkan dua buah vial (vial 1 dan 2). Pada vial 1 dimasukan 5mL larutan
pankreatin dan 5 tetes putih telur mentah. Pada vial 2 dimasukan 5mL larutan
pankreatin dan 5 tetes serum darah. Kemudian diinkubasi vial 1 dan 2 pada suhu
40˚C. Pada tiap selang waktu 15 menit, diambil sedikit larutan dari vial 1 dan 2
dan digunakan plat tetes lalu ditambahkan 3 tetes pereaksi biuret, lalu diamati
dengan menggunakan uji biuret dan dilakukan secara terus-menerus sampai waktu
90 menit (t=90). Dicatat hasil yang diperoleh dalam bentuk tabel.
ii. Kerja Garam Empedu Terhadap Pencernaan Lemak
Disiapkan 2 tabung reaksi. Tabung 1 diisi dengan 5 ml air. Tabung 2 diisi
dengan 5 ml air dan 5 ml garam empedu 5%. Kedalam tabung 2 diteteskan 1 tetes
minyak sayur yang telah dicampurkan dengan pewarna (sudan), lalu dikocok dan
dibiarkan selama 5 menit. Kemudian diamati dan dibandingkan pada tabung mana
minyak terdispersi atau teremulsi (dilihat dari pecahnya minyak menjadi tetesan
kecil-kecil).
V. Data Pengamatan
5.1 Anatomi Sistem Pencernaan

5.2 Fisiologi Sistem Pencernaan


a. Memeriksa Komponen Saliva (Uji Mikroskopik)
Gambar Keterangan
Yang terlihat pada mikriskop, ada sel
epitel dan sedikit bakteri.

b. Pencarnaan Karbohidrat di Mulut

Warna setelah
Warna yang Warna yang
pencampuran
terjadi pada terjadi pada Gambar
pasta amilum +
uji iodium uji Benedict
saliva

Kuning
5 menit Biru
kehijauan

10 menit Hijau Biru

15 menit Ungu Biru


20 menit Hijau Biru

25 menit Ungu Biru

30 menit Hijau Biru

35 menit Hijau kuning Biru

40 menit Hijau kuning Biru


Biru hijau
(belum
dipanaskan).
Pembanding
Orange
(setelah
dipanaskan)

Plat pada uji


iodium

c. Pencernaan Protein di Lambung


i. Percobaan proses pencernaan protein secara in vitro

ii. Kondisi optimum untuk aktivitas pepsin

Tabung Keadaan Awal Setelah Inkubasi Uji Biuret


Bening Bening

Sedikit ungu
1
kemerahan

Bening Bening

Tidak terjadi
2
perubahan warna.
Pada saat diinkubasi
Bening Bening tidak terjadi
perubahan, tetapi saat
diinkubasi kedua
pada suhu 37,5°C
selama 20 menit dan
3
diuji biuret terjadi
perubahan warna
menjadi ungu
kemerahan dan
adanya sedikit
endapan.
Bening Bening
Pada saat diinkubasi
tidak terjadi
perubahan, tetapi saat
diinkubasi kedua
pada suhu 37,5°C
4
selama 20 menit dan
diuji biuret terjadi
perubahan warna
menjadi ungu
kemerahan.
Benin
Bening
Pada saat diinkubasi
tidak terjadi
perubahan, tetapi saat
diinkubasi kedua
5 pada suhu 37,5°C
selama 20 menit dan
diuji biuret terjadi
perubahan warna
menjadi ungu pucat.

Sedikit ungu
kemerahan tetapi
berubah warna pada
Putih susu, endapan Bening, endapan berada
1 dan 2 saat penambahan
berpencar disatu tempat
biuret ± 40 tetes da
nada endapan disuatu
tempat.
Tabung Ke- Tingkat Kepekatan
3 ++++
4 ++
5 +
1 dan 2 +++

Keterangan:
++++ = sangat pekat
+++ = pekat
++ = kurang pekat
+ = sangat kurang pekat

d. Pencernaan Kimiawi di Usus Halus


i. Percobaan untuk membandingkan kecepatan pencernaan albumin dan
serum darah.

Waktu Setelah Hasil Uji Biuret


Pencampuran dengan
Albumin Serum Darah
Pankreatin
30 menit Jernih Jernih
45 menit Ungu pekat Putih keunguan
60 menit Ungu pekat Ungu pekat
75 menit Jernih Ungu pekat
90 menit Jernih Ungu
Vial 1 dan Vial 2

ii. Kerja garam empedu terhadap pencernaan lemak.

Tabung Gambar Keterangan

Air + minyak(sudan)

Tidak terjadi perubahan, jernih


1

Air + garam empedu 5% +


minyak sayur & sudan
Terjadi perubahan warna
menjadi menyatu dan terdapat
gelembung.
2

VI. Pembahasan
a. Memeriksa Komponen Saliva
Uji Mikroskopik
Pada percobaan untuk memeriksa komponen saliva dengan uji mikroskop
saliva, digunakan metilen biru untuk mewarnai sel dan ditempatkan di atas kaca
objek untuk melihat sel saliva lebih jelas ketika diamati. Lalu saliva ditutup dengan
kaca penutup agar ketika dilakukan pengamatan, saliva tidak terkontaminasi
dengan media luar. Setelah diamati yang terlihat pada saliva adalah sel – sel epitel
dan sedikit bakteri. Terdapat sel epitel di saliva sangat wajar karena sering
mengunyah dan ketika mengeluarkan saliva maka selnya akan hancur. Untuk
adanya bakteri, ditimbulkan karena adanya gigi berlubang yang menyebabkan
bakteri muncul pada saliva.
b. Pencernaan Karbohidrat di Mulut
Pencernaan utama karbohidrat terjadi didalam usus halus dan enzim yang
berperan adalah amilopsin, yaitu enzim amilase yang berasal dari pankreas, dan
enzim-enzim diasakaridase yang dihasilkan oleh sel-sel mukosa usus sendiri.
Kerja amilopsin identik dengan kerja ptialin. Namun, waktu didalam usus lebih
lama sehingga lebih banyak amilum yang diubah menjadi maltosa. Maltosa yang
terbentuk ini dipengaruhi oleh maltase sehingga terhidrolisis menjadi glukosa-
glukosa. Gula meja, gula tebu, sakarosa, atau sukrosa akan dipengaruhi oleh enzim
sakarase sehingga terhidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa. Jadi, hasil akhir
pencernaan karbohidrat adalah monosakarida (glukosa, fruktosa, dan galaktosa)
yang kemudian diserap melalui mukosa usus halus, dibawa kesistem darah vena
portal, kemudian diteruskan ke hati (Sumardjo, 2009).
Enzim-enzim dalam pencernaan karbohidrat adalah karbohidrase atau
sakaridase merupakan kelompok enzim yang memecah atau menghidrolisis
karbohidrat atau sakarida.Enzim yang termasuk dalam golongan ini adalah amylase
dan disakaridase. Amilase merupakan enzim yang berperan dalam proses hidrolisis
amilum, yaitu suatu polisakarida yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilase
dibedakan atas endoamilase dan eksoamilase. Endoamilase yang dikenal sebagai α-
amilase, mengatalisis pemutusan ikatan glikosida α-1,4 molekul amilum secara
acak dari dalam. Hasil hidrolisanya adalah dekstrin. Eksoamilase yang biasanya
disebut β-amilase, mengatalisis pemutusan ikatan glikoseida α-1,4 molekul amilum
dari ujung molekul yang tidak tereduksi. Jadi, pemutusannya dari arah luar. Enzim
ini tidak memutus ikatan glikosoda β-1,4 dan ikatan glikosida α-1,6. Disakaridase
adalah enzim yang mengatalisasi hidrolisis disakarida atau biosa.Bekerja pada pH
basa dan hasil hidrolisisnya adalah monosakarida.Pada usus, ada tiga disakarida
yaitu laktase, sakarase, dan maltase. Laktase enzim ini mengatalisis hidrolisis
laktosa atau gula susu menjadi glukosa dan galaktosa. Dalam saluran cerna, laktase
merupakan enzim yang penting karena dapat mnegubah gula susu yang relatih sukar
larut dalam air menjadi monsakarida yang mudah larut. Sakaraseberperan dalam
mengatalisishidrolisis sakarosa atau sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.Maltase
mengatalisasi hidrolisis maltosa atau gula kecambah menjadi dua molekul glukosa.
Saluran pencerna,enzim ini meneruskan kerja enzim amilase. Maltosa yang
diperoleh dari hidrolisis amilum akibat pengaruh enzim amilase akan dipecah oleh
maltase menjadi glukosa dan kemudian diadsorbsi (Sumardjo, 2009).
Fungsi pokok karbohidrat yaitu menyediakan energi untuk proses-proses
dalam tubuh tersebut. Sebagai tambahan mengenai fungsi-fungsi pokok
karbohidrat, dapat dikemukakan bahwa fungsi karbohidrat yaitusumber energi
untuk badan, sumber lemak badan, sumber lemak air susu, sumber gula air susu,
sumber glikogen tubuh, sumber gula darah, sumber bagian-bagian kerangka karbon
untuk sintesa protein, dan sumber monosakarida dalam struktur polisakarida dan
asam nukleat tubuh (Tillman,et al. 1991).
Berdasarkan hasil pengamatan, setelah sampel diuji dengan iodium
didapatkan hasil hijau kuning dan ungu pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35 dan
40. Hal itu menunjukkan sampel bahwa jika berwarna hijau kuning glukosa belum
terbentuk dan yang sudah berwarna ungu itu menandakan bahwa glukosa sudah
terbentuk.
Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat)
pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa
disakarida seperti laktosa dan maltosa. ada uji benedict pereaksi ini akan bereaksi
dengan gugus aldehid, kecuali dalam gugus aromatik dan alpha hidroksi keton oleh
karena itu, meskipun fruktosa bukanlah gula pereduksi, namun karena memiliki
gugus alpha hidroksi keton maka fruktosa akan berubah menjadi glukosa dan
maltosa dalam suasana basa memberikan hasil positif (+) dengan pereaksi
benedict. Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi dalam
makanan sampel makanan dilarutkan dalam air,dan ditambahkan sedikit pereaksi
benedict. Dipanaskan dalam waterbath selama 4-10 menit, selam proses ini larutan
akan berubah biru (tanpa adanya glukosa) dan hijau, kuning, orange dan merah bata
atau coklat (glukosa tinggi) (Winarno,1994).
Berdasarkan hasil pengamatan uji benedict, setelah dipanaskan tidak merubah
warna pada tabung reaksi 1 sampai 8, tetap berwarna biru karena glukosa dalam
saliva belum terbentuk.
c. Pencernaan Protein di Lambung
i. Percobaan Proses Pencernaan Protein Secara In Vitro
Pada percobaan digunakan bahan-bahan, yaitu putih telur, yang sudah
matang pepsin, dan larutan HCl 0,4%. Tujuan percobaan ini ialah untuk melihat
bagaimana proses terjadinya pencernaa protein pada lambung. Dengan demikian,
digunakanlah metode in vitro, yaitu membuat percobaan semirip mungkin dengan
situasi aslinya dan pada percobaan ini dibuat semirip mungkin dengan situasi pada
lambung manusia.
Pertama, sejumlah putih telur yang sudah matang dimasukkan ke dalam
gelas piala yang kemudian ditambahkan larutan pepsin hingga putih telur
terendam semunya. Setelah itu, untuk membuat suasana asam seperti pada
lambung, dimasukkan larutan HCl 0,4% sampai pH larutan pada gelas piala
mencapai 1,5 – 2. Keasaman ini diperlukan untuk mengoptimalkan kerja pepsin.
Setelah itu, gelas piala di tutup dan dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 37,5°
C yang mirip dengan suhu dalam tubuh manusia. Gelas piala kemudian didiamkan
selama 3 hari dengan terus menjaga keasaman larutan dengan cara menambahkan
larutan HCl 0,4% sampai pH-nya tetap 1,5 – 2. Terakhir, pada hari ketiga, gelas
piala dikeluarkan dari inkubator dan dilakukan uji biuret dengan cara memisahkan
larutan dari putih telur. Kemudian, larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan dilakukanlah uji biuret. Hasil yang didapatkan, yaitu larutan berubah
warna menjadi pink, hal tersebut menunjukkan bahwa seluruh protein sudah
terurai menjadi ikatan peptida disebabkan adanya kerja dari enzim pepsin pada
larutan.
ii. Kondisi Optimum untuk Aktivitas Pepsin
Pada saat dilakukan percobaan, disiapkan 5 tabung reaksi yang diisi dengan
berbagai macam larutan. Secara garis besar, percobaan ini dilakukan untuk
mengetahui dikondisi mana kerja enzim pepsin optimum. Setelah diisi dengan
berbagai macam larutan, kelima tabung reaksi yang berisi berbagai macam larutan
pun diinkubasi selama 1/2 jam pada suhu 37,5°C. Dipilihnya suhu 37,5°C
dikarenakan rentan optimim kerja enzim pada manusia antara 35°-40°C. Kenaikan
suhu akan meningkatnya kerja enzim. Enzim tidak dapat bekerja secara optimal
apabila suhu lingkungan terlalu rendah atau terlalu tinggi. Jika suhu lingkungan
mencapai 0°C atau lebih rendah lagi, enzim tidak aktif. Jika suhu lingkungan
mencapai lebih dari 40°C, enzim akan mengalami denaturasi (rusak).
Pada tabung pertama yang berisi 5 mL pepsin 5%; tabung kedua yang berisi
5 mL HCl 0,4%; tabung ketiga yang berisi 5 mL pepsin 5% dan HCl 0,4% s.d. pH
1,5-2; tabung keempat yang berisi 2 mL pepsin 5% dan 5 mL Na2CO3 0,5%; serta
tabung kelima yang berisi 5 mL akuades semua yang pada awalnya larutan
berwarna bening setelah diinkubasi tidak ada perubahan. Setelah ditambahkan 3
tetes biuret pada masing-masing tabung, hampir semuanya menunjukkan hasil
yang sama yaitu tidak terjadinya perubahan warna. Praktikan kemudian
menambahkan ± 40 tetes biuret, sehingga terlihat terjadinya perubahan warna
menjadi ungu. Hal ini disebabkan beberapa kemungkinan, salah satunya yaitu
suhu pada inkubator yang tidak stabil. Ketidakstabilan tersebut, disebabkan
seringnya praktikan membuka tutup inkubator. Faktor lainnya juga pada biuret.
Larutan biuret yang disiapkan mungkin sudah rusak, sehingga dapat membuat
kegagalan pada percobaan.
d. Pencernaan Kimiawi di Usus Halus
i. Percobaan Untuk Membandingkan Kecepatan Pencernaan Albumin dan
Serum Darah oleh Pankreatin
Pengamatan perbedaan kecepatan pencernaan albumin dengan serum darah
oleh pankreatin hasilnya berbeda-beda,semakin ungu maka semakin banyak
amilum yang terkandung didalamnya. Dalam percobaan ini warna pada tabung
yang berisi pankreatin + albumin berdasarkan pada waktu dari 30-90 menit
mengalami perubahan warna yang tidak memudar karena pada awal waktu 30 menit
larutan jernih. Pada tabung pankreatin + serum darah berdasarkan pada waktu dari
30-90 menit warna dari jernih lama kelamaan menjadi berwarna ungu. Pankreatin
adalah zat yang dihasilkan. Didalam pankreatin terdapat enzim lipase, amilase dan
tripsin. Enzim lipase memiliki fungsi mencerna lemak menghasilkan asam lemak
dan glisol. Kemudian enzim amilase memiliki fungsi menghasilkan glukosa yang
termasuk monosakarida. Dan makanan dicerna lebih kecil oleh tripsin untuk
mendapatkan asam amino. Warna yang didapatkan ungu pekat, ungu, putih
keunguan dan jernih. Warna pada albumin pada sistem pencernaan di usus halus
harus memudar berasal dari warna ungu menjadi lebih sederhana dan terurai.
Albumin adalah protein yang lebih besar dan lebih kompleks. Pencernaannya
dilambung terdapat protein diubah oleh enzim pepsin menjadi pepton atau profeosa.
Profeosa atau pepton diubah oleh enzim tripsin menjadi asam amino. Dan pankreas
mengeluarkan enzim tripsin. Ditambahkan 3 tetes biuret yang berfungsi untuk
menguji adanya protein. Serum darah adalah plasma darah tanpa fibrinogen.
Fibrinogen adalah pencegah pembekuan darah. Serum darah yang terdiri dari air,
macam-macam protein dan albumin yang lebih sederhana, elektrolit-elektrolit dan
garam. Dan serum darah lebih mudah dicerna karena lebih sederhana.
Menggunakan serum darah lebih cepat karena didalam serum darah terdapat enzim
yang mudah mencerna dan lebih sederhana.
ii. Kerja Garam Empedu Terhadap Pencernaan Lemak
Pada percobaan ini dilakukan dengan menggunakan garam empedu sebagai
emulgator. Pada tabung 1 diisi dengan 5 ml air dan ketika ditambahkan 1 tetes
minyak sayur dengan sudan kemudian dikocok dan didiamkan selama 5 menit,
didapatkan hasil tidak terjadi perubahan atau tidak terdispersi artinya system
bersifat homogen dan larutan tampak jernih tidak menghasilkan pengendapan
sehingga bila kita menyaring fase yang tidak terdispersi maka tidak bisa dipisahkan.
Pada tabung 2 diisi dengan 2,5 ml garam empedu 5% yang diencerkan dengan 2,5
ml air. Ketika ditambahkan 1 tetes minyak sayur dengan sudan, kemudian dikocok
dan didiamkan 5 menit, didapatkan hasil kedua larutan tersebut terlihat menyatu
atau terdispersi. Hal tersebut dikarenakan empedu mengandung garam empedu
yang mampu memecah lemak menjadi butir-butir lemak yang lebih halus sehingga
membentuk emulsi. Garam empedu terdiri dari bagian larutan lemak (hidrofobik)
yang melarutkan butiran lemak dan bagian larut air (hidrofilik) yang bermuatan
negatif dan menonjol dari permukaan butiran. Pembentukan emulsi lemak melalui
kerja garam empedu. Adsorpsi garam empedu di permukaan butiran lemak kecil
menciptakan selaput komponen garam empedu larut air (hidrofilik) yang bermuatan
negatif yang menyebabkan butiran lemak saling menolak satu sama lain.

VII. Kesimpulan

1. Proses pencernaan kimiawi di dalam mulut dilakukan oleh kelenjar ludah.


Kelenjar ludah yang terdapat di dalam rongga muut menghasilkan sekret
berupa air, mukus, dan enzim. Ludah membantu pencernaan secara kimiawi
selain melumatkan makanan menjadi lembek, enzim ptialin yang terdapat di
dalam ludah akan memecah senyawa amilum (karbohidrat kompleks) menjadi
glukosa (karbohidrat sederhana.
2.
VIII. Daftar Pustaka

Irianto, Kus. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. Bandung: Yramawidjaya.
Pearce, E. C. (2011). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Umum.
Sloane, E. (2003). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Sumardjo, D. (2009). Pengantar Kimia. Jakarta: Buku Kedokteran EGT.
Suntoro, S. H. (1990). Struktur Hewan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.
Tillman, A. (1991). Ilmu Makanan Ternak Dasar . Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Winarno. (1994). Sterilisasi Komersial Produk-produk Pangan. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai