Anda di halaman 1dari 10

1.

Sejarah nama Indonesia


Nama "Indonesia" berasal dari berbagai rangkaian sejarah yang puncaknya
terjadi di pertengahan abad ke-19. Catatan masa lalu menyebut kepulauan di
antara Indocina dan Australia dengan aneka nama, sementara kronik-
kronik bangsa Tionghoa menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai ("Kepulauan Laut
Selatan"). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan
ini Dwipantara ("Kepulauan Tanah Seberang"), nama yang diturunkan dari kata
dalam bahasa Sanskerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang).
Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta,
istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa ("Pulau Emas",
diperkirakan Pulau Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara. Nama
"Indonesia" berasal dari dua kata Yunani yaitu, Indus (Ἰνδός) yang berarti "India" dan
kata Nesos (νῆσος) yang berarti pulau/kepulauan, maka "Indo-nesia" berarti
"kepulauan India".[1]
Bangsa Arab menyebut wilayah kepulauan itu sebagai Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa).
Nama Latin untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab, luban
jawi ("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang
pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah
haji kita masih sering dipanggil "orang Jawa" oleh orang Arab, termasuk untuk orang
Indonesia dari luar Jawa sekali pun. Dalam bahasa Arab juga dikenal nama-
nama Samathrah (Sumatra), Sholibis (Pulau Sulawesi), dan Sundah (Sunda) yang
disebut kulluh Jawi ("semuanya Jawa").
Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri
dari orang Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas
antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia. Jazirah Asia Selatan mereka sebut
"Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang", sementara
kepulauan ini memperoleh nama Kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian
Archipelago, l'Archipel Indien) atau Hindia Timur (Oost Indie, East Indies, Indes
Orientales). Nama lain yang kelak juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische
Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais). Unit politik yang berada di bawah
jajahan Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda).
Pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur)
untuk menyebut wilayah taklukannya di kepulauan ini.
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli,
pernah memakai nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu
"Insulinde", yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (dalam bahasa Latin "insula" berarti
pulau). Nama "Insulinde" ini selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi nama
surat kabar dan organisasi pergerakan di awal abad ke-20.

2. Nilai nilai yang terkandung dalam sila


Sila pancasila

1.Ketuhanan yang maha esa.


Sila ketuhanan yang maha esa tersebut nilai-nilainya meliputi dan menjiwai empat
sila lainnya.nilai yang terkandung dalam sila ketuhanan yang maha esa adalah bahwa
negara yang didirikan adalah sebagai pengewajantahan tujuan manusia sebagai makluk
tuhan yang maha esa,segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara,politik negara,hukum dan peraturan perundang-undangan
negara,kebebasan dan hak warga negara,harus dijiwai nilai-nilai ketuhanan yang maha
esa.

2.Kemanusiaan yang adil dan beradab

Sila kemanusiaan yang adil dan beradab secara sistematis didasari dan dijiwai oleh
sila ketuhanan yang maha esa,serta mendasari dan menjiwai ketiga sila lainnya yaitu
sila 3,4,5.sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan
,kebangsaan dan kemasyarakatan.

Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab tersebut bersumber pada dasar filosofis
antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat jiwa dan raga ,sifat kodrat
individu,dan makluk sosial,kedudukan kodrat makluk pribadi sebagai makluk tuhan
yang maha esa.

Dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab,terkandung nilai-nilai bahwa negara
harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makluk yang
beradab.karena itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terutama dalam
peraturan perundaang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan
meninggikan harkat dan martabat manusia (hak azasi atau hak dasar) harus dijamin
dalam peraturan perundang-undangan negara.

Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung kesadaran sikap moral dan
tingkah laku manusia yang didasarkan pada budi nurani manusia dalam hubungan
dengan norma-norma , kebudayaan,baik terhadap diri sendiri,sesama manusia maupun
terhadap lingkungannya.Nilai kemanusiaan yag adil dan beradab adalah perwujudan
nilai kemanusiaan sebagai makluk yang berbudaya,bermoral dan beragama.

Nilai yang terkandung dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makluk tuhan yang maha esa
,menjunjung tinggi hak azasi manusia, menghargai persamaan hak dan derajat tanpa
membeda-bedakan suku,agama,ras,keturunan,status sosial.mengembangkan sikap
saling mencintai sesama manusia,tenggang rasa,tidak semena-mena terhadap sesama
manusia,dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

3.Persatuan Indonesia

Sila persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila 1,2 dan mendasari dan
menjiwai sila 4, sila 5. dalam sila persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara
merupakan persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk
negara seperti suku,agama,ras,golongan maupun kelompok.oleh sebab itu perbedaan
merupakan kodrat manusia yang diarahkan untuk saling mengisi yaitu persatuan dalam
kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama sebagai bangsa Indonesia.

Nilai persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila 1,2 yang mengandung nilai
nasionalisme yang berketuhanan yang maha esa,yang menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sebagai makluk tuhan yang maha esa.

4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan

Nilai yang terkandung dalam sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan didasari oleh sila 1,2,3 dan
mendasari sila ke 5 .Nilai filosofis yang terkandung didalamnya bahwa hakikat negara
sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makluk Individu dan makluk sosial.

Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus
dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Nilai-nilai demokrasi yang
terkandung adalah :

 Adanya kebebasan harus disertai dengan tanggung jawab terhadap


masyarakat,negara dan tuhan yang maha esa.
 Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
 Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.
 Mengakui perbedaan individu,kelompok,suku, agama,ras,karena perbedaan
merupakan kodrat manusia.
 Mengakui adanya persamaan terhadap sesama manusia.
 Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerjasama,kemanusiaan yang adil dan
beradab.
 Menjunjung tinggi asas musyawarah dan berdasarkan keadilan dalam
kehidupan sosial agar tercapai tujuan bersama.

5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
didasari oleh sila 1,2,3,4. dalam sila ke 5 tersebut terkandung nilai-nilai yang
merupakan tujuan negara yaitu keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan
bersama.keadilan tersebut harus didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan
kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan manusia lainnya

Nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama antara lain :

1. Keadilan distributif,yaitu hubungan keadilan antara negara terhadap


warganya misalnya negara memberikan bantuan untuk meningkatkan
kesejahteraan warga negaranya.
2. Keadilan legal,yaitu hubungan keadilan warga negara terhadap negara
dengan cara menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam
negara.
3. Keadilan komutatif,yaitu Hubungan keadilan sesama warga negara.

3. Undang-Undang yang Mengatur Tentang Lembaga


Negara
1. Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR) diatur dalam UUD 1945 Pasal 2 ayat 1
(Amandemen IV)
2. Presiden diatur dalam UUD 1945 Pasal 4 ayat 1
443. Wakil Presiden diatur dalam UUD 1945 Pasal 4 ayat 2
4. Menteri dan Kementrian Negara diatur dalam UUD 1945 pasal 17 Amandement I dan
Pasal 17 Ayat 4 (Amandemen III)
5. Dewan Pertimbangan Presiden diatur dalam UUD RI Pasal 16 (Amandemen IV)
6. Duta diatur dalam UUD RI Pasal 13 ayat 1 dan ayat 2
7. Konsul diatur dalam UUD RI Pasal 13 ayat 1
8. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diatur dalam UUD RI 1945 Pasal 19 Amandemen II
9. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) diatur dalam UUD RI 1945 Pasal 22C dan 22D
(Amandemen III)
10. Mahkamah Konstitusi diatur dalam UUD RI 1945 Pasal 24C dan UU No. 23 Tahun
2003
11. Mahkamah Agung diatur dalam UUD RI 1945 Pasal 24 Ayat 2 (Amandemen III) dan
Pasal 24A dan UU No. 5 Tahun 2004S
12. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diatur dalam UUD RI 1945 Pasal 23E Ayat 1
(Amandemen III)
13. Pemerintah Daerah Provinsi diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 3 Ayat 1A
dan UUD 1945 Pasal 18 (Amandemen II)
14. Gubernur diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 24 Ayat 2
15. DPRD Provinsi diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 39 dan Pasal 18 ayat 3
UUD 1945

4. peraturan perundangan yg mengatur tentang


wilayah darat,laut dan udara serta cara
menentukannya

Untuk hal ini setiap negara pastilah memiliki batas-batas wilayah yang meliputi
udara, laut dan daratan. Yang penentuan batas-batas wilayah ini penting dilakukan
untuk menunjukkan kedaulatan suatu negara. Secara yuridis selain batas wilayah udara,
laut dan daratan, batas ekstrateritorial dan batas wilayah negara menjadi bagian dalam
batas wilayah yuridis suatu negara.

Cara Menentukan Batas Wilayah Udara


Wilayah udara meliputi daerah yang berada di atas wilayah negara atau di datas
wilayah darat dan wilayah laut teritorial suatu negara. Meskipun begitu, ketika belum
ditemukan kesepakatan mengenai penentuan batas wilayah udara, beberapa ahli
mencoba untuk menggali hukum-hukum lama yang berkaitan dengan ruang udara dan
akhirnya ditemukanlah suatu ketentuan lama yang berlaku di masa Romawi. Dalam
ketentuan itu disebutkan tentang “Cujus Est Solume Ejus Usque Ad Coelum Et Ad
Infinitum” yang artinya: “Barang siapa memiliki sebidang tanah, maka juga memiliki
pula apa yang ada diatasnya dan juga yang ada dibawahnya serta tidak terbatas”.

Tentu saja ketentuan itu menimbulkan suatau perbedaan pendapat yang hangat di
antara para ahli hukum seperti:

Paul Fauchille dengan teorinya ‘Air Freedom Theory’ yang menyebutkan bahwa ruang udara
itu bebas dan oleh karena itu tidak dapat dimiliki oleh negara bawah. Teori Paul Fauchille
tersebut didasari oleh: sifat udara ialah bebas, dan karena udara ialah warisan seluruh umat
manusia.

West Lake dengan teorinya ‘Air Sovereignty Theory’ yang menyebutkan bahwa ruang udara
itu tertutup yang berarti dapat dimiliki oleh setiap negara bawah.

Untuk menyelesaikan masalah kedaulatan wilayah udara tersebut, maka pada tahun 1910
diadakan konferensi internasional yakni The International Conference on Air Navigation di
Paris, Perancis yang hanya dihadiri oleh 3 negara yakni Perancis, Jerman dan Inggris.

Pada tahun 1919 kembali diadakan konferensi internasional di Paris, Perancis yang dihadiri
oleh 31 negara dan menghasilkan suatu konvensi yakni Convention Relating to the
Regulation of Aerial Navigation 1919 atau yang lebih dikenal dengan Konvensi Paris 1919.
Dalam isi pasal 1 Konvensi Paris 1919 dinayatakan bahwa: “setiap negara mempunyai
kedaulatan utuh dan eksklusif di wilayah udaranya”.

Sayangnya konvensi ini mengalami kegagalan juga, karena belum mencapai jumlah ratifikasi
seperti yang ditentukan dan ini juga karena hanya negara-negara anggota Konvensi Paris
1919 saja yang diakui wilayahnya di ruang udara, sedangkan bagi negara-negara yang bukan
anggota konvensi ini tidak diakui wilayahnya di ruang udara.

Untuk mengisi kekosongan hukum yang mengatur mengenai kedaulatan negara di ruang
udara, maka pada tahun 1929, American Communication Beauraeu mengadakan pertemuan
dan menghasilkan suatu kesepakatan bahwa mengakui bahwa setiap negara memiliki
wilayah di ruang udara yang ada diatasnya.

Dengan adanya kesepakatan ini maka semua negara di dunia merasa memiliki kedaulatan di
ruang udara dan menjadi teori dari Paul Fauchille dan West Lake sepenuhnya tidak dapat
dipertahankan karena setiap negara memiliki kedaulatan mutlak di ruang udara dengan
memberikan kebebasan penerbangan.

Kemudian pada tahun 1944 diadakan lagi sebuah konferensi internasional di Chicago
Amerika Serikat dan menghasilkan sebuah pasal yakni pasal 1 Konvensi Chicagao 1944 yang
menyatakan bahwa: “Setiap negara memiliki kedaulatan lengkap dan eksklusif di ruang
udara yang ada diatas wilayahnya”.
Dengan demikian, Konvensi Chicago 1944 telah mengakui setiap negara di dunia, baik
negara anggota maupun tidak, untuk tetap memiliki kedaulatan di ruang udara yang ada di
atas wilayahanya.

Berdasarkan Konvensi Chicago 1944, maka dihasilkan cara penentuan batas wilayah udara
yang terbagi dalam 2 cara penentuan yaitu:

Secara Horizontal

Setiap negara yang memiliki batas kedaulatan di wilayah udara secara horizontal ialah sama
dengan seluas wilayah darat negaranya sedangkan negara yang berpantai batas wilayah
negara akan bertambah yakni dengan adanya ketentuan hukum yang diatur di dalam artikel
3 United Nations Convention on the Law Of the Sea “1982” yang menyebutkan bahwa: ”
Setiap negara pantai dapat menetapkan lebar laut wilayahnya sampai maksimum 12 mil laut
yang diukur dari garis pangkal “base line”.

Secara Vertikal

Penentuan batas wilayah udara secara vertikal masih tetap menjadi permasalahan hingga
sekarang, karena beberapa hal seperti: perjanjian internasional, kebiasaan internasional,
prinsip-prinsip hukum umum dan yurisprudensi internasional yang mengatur tentang batas
kedaulatan wilayah udara secara vertikal belum ada.

Demikianlah pembahasan mengenai “Batas Wilayah Udara” Cara Menentukan Secara (


Horizontal – Vertikal ) semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan
dan pengetahuan anda semua, terima kasih banyak atas kunjungannya.

Baca Juga:

“Wilayah Negara” Pengertian & ( Batas – Isi Perjanjian Multilateral )

“Unsur Pertahanan Negara” Di Indonesia Beserta Tujuan & Fungsi

Pengertian Garis Khatulistiwa Beserta Iklimnya

Karakteristik Wilayah Pedesaan Beserta Penjelasannya

5. Stuktur pemerintahan pusat dan


Pemerintahan daerah serta
Bagaimana hubungannya

Luasnya daerah-daerah di negara kita yang terbagi-bagi atas beberapa provinsi,


kabupaten serta kota maka daerah-daerah tersebut memiliki pemerintahan daerah
dengan maksud guna mempermudah kinerja pemerintah pusat terhadap daerahnya
sehingga digunakanlah suatu asas yang dinamakan asas otonomi sesuai dengan yang
diatur dalam pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Maka dari itu pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya , kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
pusat, sehingga dalam hal ini menimbulkan suatu hubungan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintah di daerah.

Hubungan Struktural
Hubungan struktural adalah hubungan yang didasarkan pada tingkat dan jenjang dalam
pemerintahan. Pemerintah pusat merupakan penyelenggara urusan pemerintahan di
tingkat nasional. pemerintah daerah merupakan penyelenggara urusan pemerintahan
di daerah masing masing bersama DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan,
dalam sistem dan prinsip NKRI. Secara struktural presiden merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi dalam penyelenggara urusan pemerintahan di tingkat nasional.
kepala daerah merupakan penyelenggara urusan pemerintahan di daerah masing
masing sesuai dengan prinsip otonomi seluas luasnya.

Secara struktural hubungan pemerintah pusat dan daerah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000. Berdasarkan ketentuan tersebut daerah diberi
kesempatan untuk membentuk lembaga-lembaga yang disesuaikan dengan kebutuhan
daerah. Untuk lebih jelasnya, hubungan struktural tersebut dapat kalian lihat pada
bagan berikut.

Dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat dua cara yang dapat
menghubungkan antara pemerintah pusat dan pemeritah daerah yaitu sentralisasi dan
desentralisasi.
1. Sentralisasi adalah pengaturan kewenangan dari pemerintah daerah kepada
pemerintah pusat untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara
sederhana di definisikan sebagai pengaturan kewenangan. Di Indonesia sistem
sentralisasi pernah diterapkan pada zaman kemerdekaan hingga orde baru.
2. Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu
pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian
yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan.

Pelimpahan wewenang dengan cara Dekonsentrasi dilakukan melalui pendelegasian


wewenang kepada perangkat yang berada di bawah hirarkinya di daerah sedangkan
pelimpahan wewenang dengan cara desentralisasi dilakukan melalui pendelegasian
urusan kepada daerah otonom. Terdapat tiga faktor yang menjadi dasar pembagian
fungsi, urusan, tugas, dan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah.
1. Fungsi yang sifatnya berskala nasional dan berkaitan dengan eksistensi negara
sebagai kesatuan politik diserahkan kepada pemerintah pusat.
2. Fungsi yang menyangkut pelayanan masyarakat yang perlu disediakan secara
beragam untuk seluruh daerah dikelola oleh pemerintah pusat.
3. Fungsi pelayanan yang bersifat lokal, melibatkan masyarakat luas dan tidak
memerlukan tingkat pelayanan yang standar, dikelola oleh pemerintah daerah yang
disesuaikan dengan kebutuhan serta kemampuan daerah masing-masing.

Hubungan Fungsional
Hubungan fungsional adalah hubungan yang didasarkan pada fungsi masing-masing
pemerintahan yang saling mempengaruhi dan saling bergantung antara satu dengan
yang lain. Pada dasarnya pemerintah pusat dan daerah memiliki hubungan kewenangan
yang saling melengkapi satu sama lain. Hubungan tersebut terletak pada visi, misi,
tujuan, dan fungsinya masing-masing. Visi dan misi kedua lembaga ini, baik di tingkat
lokal maupun nasional adalah melindungi serta memberi ruang kebebasan kepada
daerah untuk mengolah dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan kondisi
dan kemampuan daerahnya.

Adapun tujuannya adalah untuk melayani masyarakat secara adil dan merata dalam
berbagai aspek kehidupan. Sementara fungsi pemerintah pusat dan daerah adalah
sebagai pelayan, pengatur, dan pemberdaya masyarakat. Hubungan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara
provinsi dan kabupaten dan kota diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemanfatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas,


akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antarsusunan
pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah,
yang diselenggarakan berdasarkan kriteria di atas terdiri atas urusan wajib dan urusan
pilihan.
Kriteria ekesternalitas adalah pembagian urusan pemerintahan yang ditentukan
berdasarkan dampak akibat yang ditimbulkan. Dalam arti jika urusan pemerintahan tersebut
dalam penyelenggaraannya berdampak nasional maka itu menjadi urusan Pemerintah,
berdampak regional menjadi urusan Provinsi dan lokal menjadi urusan Kabupaten/Kota.

Kriteria akuntabilitas adalah penanggung jawab suatu urusan pemerintahan ditentukan


berdasarkan kedeketannya/yang menerima langsung dampak/akibat yang ditimbulkan. Hal
ini untuk menghindari klaim atas dampak/akibat tersebut, dan ini sejalan dengan semangat
demokrasi yaitu pertanggungjawaban Pemerintah kepada rakyatnya.

Kriteria efisiensi yakni daya guna dan hasil guna yang diperoleh dalam arti jika urusan
pemerintahan tersebut akan berhasil guna jika ditangani/diurus Pemerintah maka itu
menjadi urusan pemerintah, demikian pula sebaliknya.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten atau
kota merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 urusan. Urusan pemerintahan
provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan,
dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan


dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Hubungan tersebut
meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya
alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan
wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya
lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antarsusunan pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai