Sila kemanusiaan yang adil dan beradab secara sistematis didasari dan dijiwai oleh
sila ketuhanan yang maha esa,serta mendasari dan menjiwai ketiga sila lainnya yaitu
sila 3,4,5.sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan
,kebangsaan dan kemasyarakatan.
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab tersebut bersumber pada dasar filosofis
antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat jiwa dan raga ,sifat kodrat
individu,dan makluk sosial,kedudukan kodrat makluk pribadi sebagai makluk tuhan
yang maha esa.
Dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab,terkandung nilai-nilai bahwa negara
harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makluk yang
beradab.karena itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terutama dalam
peraturan perundaang-undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan
meninggikan harkat dan martabat manusia (hak azasi atau hak dasar) harus dijamin
dalam peraturan perundang-undangan negara.
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung kesadaran sikap moral dan
tingkah laku manusia yang didasarkan pada budi nurani manusia dalam hubungan
dengan norma-norma , kebudayaan,baik terhadap diri sendiri,sesama manusia maupun
terhadap lingkungannya.Nilai kemanusiaan yag adil dan beradab adalah perwujudan
nilai kemanusiaan sebagai makluk yang berbudaya,bermoral dan beragama.
Nilai yang terkandung dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makluk tuhan yang maha esa
,menjunjung tinggi hak azasi manusia, menghargai persamaan hak dan derajat tanpa
membeda-bedakan suku,agama,ras,keturunan,status sosial.mengembangkan sikap
saling mencintai sesama manusia,tenggang rasa,tidak semena-mena terhadap sesama
manusia,dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
3.Persatuan Indonesia
Sila persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila 1,2 dan mendasari dan
menjiwai sila 4, sila 5. dalam sila persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara
merupakan persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk
negara seperti suku,agama,ras,golongan maupun kelompok.oleh sebab itu perbedaan
merupakan kodrat manusia yang diarahkan untuk saling mengisi yaitu persatuan dalam
kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama sebagai bangsa Indonesia.
Nilai persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila 1,2 yang mengandung nilai
nasionalisme yang berketuhanan yang maha esa,yang menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sebagai makluk tuhan yang maha esa.
Nilai yang terkandung dalam sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan didasari oleh sila 1,2,3 dan
mendasari sila ke 5 .Nilai filosofis yang terkandung didalamnya bahwa hakikat negara
sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makluk Individu dan makluk sosial.
Nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
didasari oleh sila 1,2,3,4. dalam sila ke 5 tersebut terkandung nilai-nilai yang
merupakan tujuan negara yaitu keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan
bersama.keadilan tersebut harus didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan
kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan manusia lainnya
Nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama antara lain :
Untuk hal ini setiap negara pastilah memiliki batas-batas wilayah yang meliputi
udara, laut dan daratan. Yang penentuan batas-batas wilayah ini penting dilakukan
untuk menunjukkan kedaulatan suatu negara. Secara yuridis selain batas wilayah udara,
laut dan daratan, batas ekstrateritorial dan batas wilayah negara menjadi bagian dalam
batas wilayah yuridis suatu negara.
Tentu saja ketentuan itu menimbulkan suatau perbedaan pendapat yang hangat di
antara para ahli hukum seperti:
Paul Fauchille dengan teorinya ‘Air Freedom Theory’ yang menyebutkan bahwa ruang udara
itu bebas dan oleh karena itu tidak dapat dimiliki oleh negara bawah. Teori Paul Fauchille
tersebut didasari oleh: sifat udara ialah bebas, dan karena udara ialah warisan seluruh umat
manusia.
West Lake dengan teorinya ‘Air Sovereignty Theory’ yang menyebutkan bahwa ruang udara
itu tertutup yang berarti dapat dimiliki oleh setiap negara bawah.
Untuk menyelesaikan masalah kedaulatan wilayah udara tersebut, maka pada tahun 1910
diadakan konferensi internasional yakni The International Conference on Air Navigation di
Paris, Perancis yang hanya dihadiri oleh 3 negara yakni Perancis, Jerman dan Inggris.
Pada tahun 1919 kembali diadakan konferensi internasional di Paris, Perancis yang dihadiri
oleh 31 negara dan menghasilkan suatu konvensi yakni Convention Relating to the
Regulation of Aerial Navigation 1919 atau yang lebih dikenal dengan Konvensi Paris 1919.
Dalam isi pasal 1 Konvensi Paris 1919 dinayatakan bahwa: “setiap negara mempunyai
kedaulatan utuh dan eksklusif di wilayah udaranya”.
Sayangnya konvensi ini mengalami kegagalan juga, karena belum mencapai jumlah ratifikasi
seperti yang ditentukan dan ini juga karena hanya negara-negara anggota Konvensi Paris
1919 saja yang diakui wilayahnya di ruang udara, sedangkan bagi negara-negara yang bukan
anggota konvensi ini tidak diakui wilayahnya di ruang udara.
Untuk mengisi kekosongan hukum yang mengatur mengenai kedaulatan negara di ruang
udara, maka pada tahun 1929, American Communication Beauraeu mengadakan pertemuan
dan menghasilkan suatu kesepakatan bahwa mengakui bahwa setiap negara memiliki
wilayah di ruang udara yang ada diatasnya.
Dengan adanya kesepakatan ini maka semua negara di dunia merasa memiliki kedaulatan di
ruang udara dan menjadi teori dari Paul Fauchille dan West Lake sepenuhnya tidak dapat
dipertahankan karena setiap negara memiliki kedaulatan mutlak di ruang udara dengan
memberikan kebebasan penerbangan.
Kemudian pada tahun 1944 diadakan lagi sebuah konferensi internasional di Chicago
Amerika Serikat dan menghasilkan sebuah pasal yakni pasal 1 Konvensi Chicagao 1944 yang
menyatakan bahwa: “Setiap negara memiliki kedaulatan lengkap dan eksklusif di ruang
udara yang ada diatas wilayahnya”.
Dengan demikian, Konvensi Chicago 1944 telah mengakui setiap negara di dunia, baik
negara anggota maupun tidak, untuk tetap memiliki kedaulatan di ruang udara yang ada di
atas wilayahanya.
Berdasarkan Konvensi Chicago 1944, maka dihasilkan cara penentuan batas wilayah udara
yang terbagi dalam 2 cara penentuan yaitu:
Secara Horizontal
Setiap negara yang memiliki batas kedaulatan di wilayah udara secara horizontal ialah sama
dengan seluas wilayah darat negaranya sedangkan negara yang berpantai batas wilayah
negara akan bertambah yakni dengan adanya ketentuan hukum yang diatur di dalam artikel
3 United Nations Convention on the Law Of the Sea “1982” yang menyebutkan bahwa: ”
Setiap negara pantai dapat menetapkan lebar laut wilayahnya sampai maksimum 12 mil laut
yang diukur dari garis pangkal “base line”.
Secara Vertikal
Penentuan batas wilayah udara secara vertikal masih tetap menjadi permasalahan hingga
sekarang, karena beberapa hal seperti: perjanjian internasional, kebiasaan internasional,
prinsip-prinsip hukum umum dan yurisprudensi internasional yang mengatur tentang batas
kedaulatan wilayah udara secara vertikal belum ada.
Baca Juga:
Hubungan Struktural
Hubungan struktural adalah hubungan yang didasarkan pada tingkat dan jenjang dalam
pemerintahan. Pemerintah pusat merupakan penyelenggara urusan pemerintahan di
tingkat nasional. pemerintah daerah merupakan penyelenggara urusan pemerintahan
di daerah masing masing bersama DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan,
dalam sistem dan prinsip NKRI. Secara struktural presiden merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi dalam penyelenggara urusan pemerintahan di tingkat nasional.
kepala daerah merupakan penyelenggara urusan pemerintahan di daerah masing
masing sesuai dengan prinsip otonomi seluas luasnya.
Secara struktural hubungan pemerintah pusat dan daerah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000. Berdasarkan ketentuan tersebut daerah diberi
kesempatan untuk membentuk lembaga-lembaga yang disesuaikan dengan kebutuhan
daerah. Untuk lebih jelasnya, hubungan struktural tersebut dapat kalian lihat pada
bagan berikut.
Dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat dua cara yang dapat
menghubungkan antara pemerintah pusat dan pemeritah daerah yaitu sentralisasi dan
desentralisasi.
1. Sentralisasi adalah pengaturan kewenangan dari pemerintah daerah kepada
pemerintah pusat untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara
sederhana di definisikan sebagai pengaturan kewenangan. Di Indonesia sistem
sentralisasi pernah diterapkan pada zaman kemerdekaan hingga orde baru.
2. Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu
pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian
yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan.
Hubungan Fungsional
Hubungan fungsional adalah hubungan yang didasarkan pada fungsi masing-masing
pemerintahan yang saling mempengaruhi dan saling bergantung antara satu dengan
yang lain. Pada dasarnya pemerintah pusat dan daerah memiliki hubungan kewenangan
yang saling melengkapi satu sama lain. Hubungan tersebut terletak pada visi, misi,
tujuan, dan fungsinya masing-masing. Visi dan misi kedua lembaga ini, baik di tingkat
lokal maupun nasional adalah melindungi serta memberi ruang kebebasan kepada
daerah untuk mengolah dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan kondisi
dan kemampuan daerahnya.
Adapun tujuannya adalah untuk melayani masyarakat secara adil dan merata dalam
berbagai aspek kehidupan. Sementara fungsi pemerintah pusat dan daerah adalah
sebagai pelayan, pengatur, dan pemberdaya masyarakat. Hubungan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara
provinsi dan kabupaten dan kota diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemanfatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang.
Kriteria efisiensi yakni daya guna dan hasil guna yang diperoleh dalam arti jika urusan
pemerintahan tersebut akan berhasil guna jika ditangani/diurus Pemerintah maka itu
menjadi urusan pemerintah, demikian pula sebaliknya.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten atau
kota merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 urusan. Urusan pemerintahan
provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan,
dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.